Anda di halaman 1dari 101

KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS

EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM


LEMBAH HARAU, SUMATERA BARAT

YOGI ISMET

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Konsep


Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam
Lembah Harau, Sumatera Barat” adalah benar merupakan hasil karya sendiri
dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka
skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Yogi Ismet
A44062928
RINGKASAN

YOGI ISMET. Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan


Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat. Dibimbing oleh WAHJU
QAMARA MUGNISJAH.

Lembah Harau memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan bentangan alam


yang unik. Lembah Harau telah dikembangkan menjadi tempat wisata massal oleh
pemerintah daerah setempat. Ekowisata dapat menjadi alternatif wisata sesuai
dengan potensi yang dimiliki Lembah Harau. Dalam ekowisata terdapat prinsip
berbasis masyarakat (community-based tourism) sehingga masyarakat dapat terlibat
langsung dalam pengembangan kawasan. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi
potensi dan kendala lanskap Lembah Harau dan menyusun konsep pengembangan
lanskap berbasis ekowisata di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Harau.
Penelitian dilakukan di kawasan TWA Lembah Harau, Kabupaten Lima
Puluh Kota, Sumatera Barat. TWA Lembah Harau memiliki dua kawasan utama,
yaitu kawasan Aka Barayun dan Sarasah Bunta. Penelitian dimulai dari Maret 2010
hingga Januari 2011. Analisis yang dilakukan meliputi penilaian potensi dan kendala
yang terdiri dari penilaian objek dan daya tarik wisata, penilaian kesiapan
pengembangan community-based ecotourism, dan penilaian kesiapan masyarakat
dalam pengembangan ekowisata. Selanjutnya menggunakan analisis SWOT
(strength-weakness-opportunity-threat) untuk menentukan strategi pengembangan
wilayah tersebut.
Berdasarkan analisis penilaian, TWA Lembah Harau memiliki kategori baik
dari penilaian objek dan daya tarik wisata, kategori sedang dari penilaian kesiapan
pengembangan community-based ecotourism, dan kategori sedang dari penilaian
kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. Potensi TWA Lembah Harau
dari hasil penilaian adalah keunikan objek wisata dan tingginya keinginan
masyarakat untuk berpartisipasi. Aspek pengelolaan dan sosial budaya menjadi
kendala utama. Kendala aspek pengelolaan adalah belum adanya partisipasi
masyarakat dan belum adanya kerja sama antara Pemda dan BKSDA selaku
pengelola kawasan. Kendala aspek sosial budaya adalah rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat sehingga belum memahami tentang konservasi.
Hasil dari ketiga penilaian dijadikan sebagai dasar dalam analisis SWOT.
Analisis SWOT menghasilkan strategi pengembangan, yaitu pelibatan masyarakat
ke dalam rencana pengembangan dan pengelolaan Pemda dan BKSDA, adanya kerja
sama antara Pemda, BKSDA, dan masyarakat, pengembangan produk wisata sesuai
dengan potensi objek dan kegiatan wisata, pensosialisasian kegiatan konservasi
kepada masyarakat, serta peningkatan SDM masyarakat terutama mengenai
ekowisata melalui berbagai pelatihan dan pendampingan.
Strategi pengembangan tersebut dijelaskan lagi dalam bentuk konsep
pengembangan. Konsep pengembangan dipadupadankan dengan Rencana
Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000
oleh Bappeda (Pemda). Konsep tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, pelibatan
masyarakat dilakukan dalam bentuk kemitraan operasional, yaitu pelibatan dari awal
hingga tahap evaluasi dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah disepakati
bersama. Kedua, butir-butir kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan masyarakat
menggunakan dasar dari Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh
BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata
Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda). Ketiga, pengemasan produk
wisata disesuaikan dengan potensi objek wisata, kegiatan wisata, dan pusat aktivitas.
Keempat, akibat dari terganggunya kelestarian lingkungan, diperlukan
pensosialisasikan kegiatan konsevasi kepada masyarakat yang berupa pengenalan
konsep konservasi dan pengenalan batas wilayah. Kelima, diperlukan pelatihan dan
pendampingan dalam hal-hal teknis yang dilaksanakan dengan kerja sama berbagai
instansi terkait.

Kata kunci: ekowisata, pengembangan berbasis masyarkat, taman wisata alam


® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA DI
KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU,
SUMATERA BARAT

YOGI ISMET

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul : Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di
Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera
Barat
Nama : Yogi Ismet
NRP : A44062928
Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr.

NIP 19491105 197403 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

NIP 19480912 197412 2 001

Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Allah Swt. karena atas rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya dapat menyelesaikan usulan penelitian dengan judul “Konsep
Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman Wisata Alam
Lembah Harau, Sumatera Barat”. Lembah Harau merupakan lanskap alami yang ada
di kota kelahiran penulis. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas
Pertanian IPB.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara
Mugnisjah, M.Agr. sebagai pembimbing skripsi. Terima kasih juga disampaikan
kepada Pemda, KSDA, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu
kelancaran penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Januari 2011

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Maret 1988. Penulis merupakan


anak kedua dari tiga bersaudara dari Ayahanda Ismet Chas dan Ibunda Djasnimar.
Pendidikan penulis diawali pada tahun 1992 dan menyelesaikan Taman
Kanak-kanak (TK) di TK Pertiwi pada tahun 1994. Pada tahun 2000 penulis lulus
dari SD Pius, Kota Payakumbuh. Kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan
studi di SLTP 01 Kota Payakumbuh. Selanjutnya, pada tahun 2006 penulis lulus
SMAN 02 Kota Payakumbuh.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) sebagai mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama (TPB). Setahun setelah itu, tahun 2007, penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama
menjalankan studi di IPB, penulis juga mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik,
yaitu Agria Swara.
1

DAFTAR ISI

Halama
n
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wisata Alam dan Ekowisata ............................................................... 3
2.2 Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata ...................................... 5
2.3 Cagar Alam Lembah Harau .............................................................. 11
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 13
3.2 Metode Penelitian ............................................................................... 13
3.3 Metode Analisis Penilaian
3.3.1 Metode Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) ....... 16
3.3.2 Metode Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based
Ecotourism (CBE) ..................................................................... 17
3.3.3 Metode Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan
Ekowisata................................................................................... 18
3.4 Metode Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
Threats) ............................................................................................... 19
IV. INVENTARISASI
4.1 Aspek Legal ...................................................................................... 24
4.2 Aspek Fisik dan Biofisik
4.2.1 Luas, Letak, dan Batas ............................................................... 24
4.2.2 Aksesibilitas............................................................................... 25
4.2.3 Iklim........................................................................................... 25
2

4.2.4 Topografi ................................................................................... 26


4.2.5 Hidrologi .................................................................................... 26
4.2.6 Fasilitas ...................................................................................... 27
4.2.7 Vegetasi ..................................................................................... 29
4.2.8 Fauna ......................................................................................... 29
4.2.9 Objek Wisata ............................................................................. 31
4.2.10 Aktivitas................................................................................... 34
4.3 Aspek Sosial
4.3.1 Masyarakat................................................................................. 36
4.3.2 Pengunjung ................................................................................ 39
4.4 Aspek Pengelolaan
4.4.1 Kronologi Pengelolaan TWA Lembah Harau ........................... 40
4.4.2 Rencana Pengembangan dan Pengelolaan TWA Lembah
Harau ......................................................................................... 42
V. ANALISIS DAN SINTESIS
5.1 Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata ............................................. 44
5.2 Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism
(CBE) .................................................................................................. 47
5.3 Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata .... 51
5.4 Strategi Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata ........................ 54
VI. KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA
DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU
6.1 Pelibatan Masyarakat ke dalam Rencana Pengembangan dan
Pengelolaan Pemda dan BKSDA ....................................................... 58
6.2 Kerja Sama Antara Pemda, BKSDA, dan Masyarakat ....................... 62
6.3 Pengembangan Produk Wisata Sesuai dengan Potensi Objek dan
Kegiatan Wisata ................................................................................. 64
6.4 Pensosialisasian Kegiatan Konservasi kepada Masyarakat ................ 67
3

6.5 Peningkatan SDM Masyarakat Melalui Berbagai Pelatihan dan


Pendampingan .................................................................................... 68
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ............................................................................................. 70
7.2 Saran ................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 71
LAMPIRAN ..................................................................................................... 73
4

DAFTAR TABEL

Nomor
Halaman
1 Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data................................................ 15
2 Kategori Penilaian ODTW .......................................................................... 17
3 Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE ..................................... 18
4 Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan
Ekowisata .................................................................................................... 19
5 Tingkat Kepentingan Faktor Internal/Eksternal .......................................... 20
6 Skala Penilaian Peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
dan External Factor Evaluation (EFE) ....................................................... 21
7 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) .................................................. 22
8 Matriks External Factor Evaluation (EFE) ................................................ 22
9 Pemeringkatan Alternatif Strategi ............................................................... 23
10 Jarak Desa Penyangga ke Ibukota Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi .. 25
11 Data Curah Hujan Bulanan dan Intensitas Hujan 30 Tahun Terakhir di
Sekitar Cagar Alam Lembah Harau ............................................................ 26
12 Jenis-Jenis Mamalia yang Ditemukan di Areal Pengamatan yang
Dilindungi oleh UU No. 5/1990 .................................................................. 29
13 Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau ........... 30
14 Jenis-Jenis Kupu-Kupu yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau .... 30
15 Potensi Objek Wisata Kawasan Aka Barayun ........................................... 31
16 Potensi Objek Wisata Kawasan Sarasah Bunta .......................................... 31
17 Air Terjun yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau......................... 31
18 Jumlah Penduduk Desa-Desa Penyangga pada Tahun 2000....................... 36
19 Tingkat Pendidikan dan Jumlah Responden di Desa Harau dan Desa
Tarantang Lubuak Limpato ......................................................................... 37
20 Luas Peruntukkan Lahan di Desa Harau ..................................................... 37
21 Jumlah Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Harau dan Desa
Tarantang Lubuak Limpato ......................................................................... 37
22 Jumlah Responden Menurut Kisaran Penghasilan di Desa Harau dan Desa
5

Tarantang Lubuak Limpato ......................................................................... 38


23 Pengeluaran Biaya Hidup dari Responden di Desa Harau dan Desa
Tarantang Lubuak Limpato ......................................................................... 38
24 Hasil Penilaian Aspek Daya Tarik ............................................................... 44
25 Hasil Penilaian Aspek Aksesibilitas............................................................ 45
26 Hasil Penilaian Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi ................................ 45
27 Hasil Penilaian Aspek Akomodasi .............................................................. 45
28 Hasil Penilaian Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang
(Radius 10 km dari Objek) .......................................................................... 45
29 Kategori Penilaian ODWT .......................................................................... 46
30 Hasil Penilaian Aspek Sosial Ekonomi ....................................................... 48
31 Hasil Penilaian Aspek Sosial Budaya ......................................................... 48
32 Hasil Penilaian Aspek Lingkungan ............................................................. 49
33 Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan ............................................................. 49
34 Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE ..................................... 50
35 Hasil Penilaian Karakteristik Masyarakat ................................................... 52
36 Hasil Penilaian Persepsi Masyarakat Mengenai Pengembangan
Ekowisata .................................................................................................... 52
37 Hasil Penilaian Partisipasi dan Keinginan Masyarakat ............................... 53
38 Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan
Ekowisata .................................................................................................... 53
39 Tingkat Kepentingan Faktor Internal TWA Lembah Harau ....................... 55
40 Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal TWA Lembah Harau .................... 55
41 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) TWA Lembah Harau ............... 56
42 Matriks External Factor Evaluation (EFE) TWA Lembah Harau ............. 56
43 Pemeringkatan Alternatif Strategi TWA Lembah Harau ............................ 57
44 Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan
Taman Wisata Alam Lembah Harau ........................................................... 57
45 Bentuk-Bentuk Mekanisme Partisipasi Publik............................................ 60
46 Contoh Lembar Pemantuan dan Evalusi ..................................................... 61
6

DAFTAR GAMBAR

Nomor
Halaman
1 Peta Lokasi TWA Lembah Harau ................................................................. 14
2 Tahapan Studi................................................................................................. 13
3 Matriks Internal-Eksternal (IE) ..................................................................... 22
4 Kios Makanan, Tanaman, dan Souvenir ....................................................... 27
5 Toilet, Loket Tiket, dan Mushala .................................................................. 28
6 Taman Bermain Anak ................................................................................... 28
7 Sepeda Air ..................................................................................................... 28
8 Area Berkemah dan Area Parkir ................................................................... 28
9 Kantor BKSDA dan Penginapan oleh Pihak Swasta ................................... 29
10 Air Terjun Aka Barayun dan Prasasti Aka Barayun ..................................... 31
11 Air Terjun Air Lulus ..................................................................................... 32
12 Air Terjun Sarasah Bunta dan Prasasti Sarasah Bunta ................................. 32
13 Air Terjun Sarasah Murai.............................................................................. 32
14 Peta Lokasi Potensi Objek Wisata ................................................................ 33
15 Peta Pusat Kegiatan ....................................................................................... 35
16 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2009 .......... 39
17 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2004, 2005,
dan 2006 ....................................................................................................... 40
18 Matriks Internal-Eksternal (IE) TWA Lembah Harau .................................. 56
19 Konsep Pembagian Kegiatan Wisata oleh Weaver ....................................... 65
20 Peta Pengembangan Ruang ........................................................................... 66
7

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Halaman
1 Kriteria dan Bobot Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) ........ 73
2 Kriteria Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism
(CBE) ........................................................................................................... 77
3 Kriteria Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata
(Kuesioner) ................................................................................................... 81
4 Data Pohon di Cagar Alam Lembah Harau................................................... 84
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki lanskap alami yang indah. Lanskap alami ini perlu
dijaga dan dikembangkan. Banyak potensi yang perlu dikembangkan dari
keindahan lanskap tersebut.
Sumatera Barat merupakan salah satu tempat yang memiliki lanskap alami
yang indah. Sumatera Barat dilalui oleh pegunungan Bukit Barisan yang memiliki
keragaman bentuk topografi yang mengagumkan. Selain itu, juga memiliki
keragaman flora dan fauna yang cukup terjaga keutuhannya. Lembah Harau
adalah salah satu tempat yang memiliki lanskap tersebut. Tempat ini berada di
Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Lembah Harau telah menjadi
cagar alam sejak 10 Januari 1993, kemudian dikembangkan menjadi taman wisata
alam. Yang menjadikan Lembah Harau istimewa adalah adanya tebing terjal yang
menjulang ke atas. Tebing ini memiliki ketinggian hingga 200 meter.
Dengan berbagai bentuk lanskap tersebut, Lembah Harau berpotensi
dijadikan sebagai tempat wisata. Bentuk wisata massal telah dikembangkan oleh
pemerintah daerah setempat. Wisata tersebut telah berkembang cukup baik, tetapi
kegiatan wisata yang dilakukan terbatas pada berpiknik, berenang, dan berkemah.
Ekowisata dapat menjadi alternatif bentuk wisata yang baik sesuai dengan potensi
yang dimiliki oleh Lembah Harau. Ekowisata menurut Weaver (2001) adalah
suatu bentuk wisata yang membantu perkembangan belajar berupa pengalaman
dan penghargaan terhadap lingkungan ataupun sebagian komponennya di dalam
konteks budaya yang berhubungan. Melalui pembelajaran, pengunjung akan lebih
mengenal alam sehingga meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan di sekitar.
Dalam mencapai ekowisata, perlu dikembangkannya prinsip-prinsip
ekowisata agar tercapai keberlanjutan (suistainable). Salah satu prinsip tersebut
adalah berbasis masyarakat (community-based tourism). Melalui prinsip berbasis
masyarakat, dapat dijembatani hubungan yang baik antara pengelola dengan
masyarakat. Selain itu, melalui pengembangan berbasis masyarakat, kepedulian
masyarakat terhadap alam akan meningkat sehingga dapat mengurangi dampak
negatif yang telah terjadi. Berbagai keuntungan dari pengurangan dampak tersebut
2

antara lain, yaitu masyarakat mengurangi eksploitasi alam yang berlebihan,


pengawasan akan lebih mudah dengan adanya bantuan dari masyarakat, dan
adanya potensi pengembangan pasar dan produk yang lebih beragam. Dalam
pengembangan lanskap berbasis ekowisata diperlukan konsep yang matang.
Pembentukan konsep akan dilakukan dalam tulisan ini melalui berbagai analisis.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. mengevaluasi potensi dan kendala lanskap Lembah Harau;
b. menyusun konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata di kawasan
Taman Wisata Alam Lembah Harau.

1.3 Manfaat
Sebagai manfaat penelitian, produk penelitian yang berupa konsep
pengembangan ini dapat diharapkan menjadi pertimbangan bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam pengembangan sumber daya alam di
Lembah Harau sebagai objek ekowisata yang berkelanjutan.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wisata Alam dan Ekowisata


Wisata merupakan perjalanan dan tinggal di suatu tempat (bukan tempat
tinggal dan bekerja). Wisata memiliki beberapa jenis. Salah satunya adalah wisata
alam. Menurut PP No 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam,
wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara suka rela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala
keunikan dan keindahan alam. Kegiatan dalam wisata alam berhubungan erat
dengan alam itu sendiri. Ekowisata merupakan salah salah bentuk wisata alam.
Menurut Pendit (1981), ekowisata merupakan kegiatan mengunjungi
kawasan alamiah yang relatif tidak terganggu dengan tujuan melihat, mempelajari,
dan mengagumi wajah keindahan alam, flora, fauna, dan aspek budaya baik di
masa lampau maupun sekarang yang terdapat di dalam kawasan tersebut. Secara
konseptual, ekowisata menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi
Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia (2009)
dapat didefinisikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah terpencil
dengan tujuan menikmati dan mempelajari alam, sejarah, dan budaya di suatu
daerah, yang pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan
mendukung pelestarian alam. Ekowisata menurut Weaver (2001) adalah suatu
bentuk wisata yang membantu perkembangan belajar berupa pengalaman dan
penghargaan terhadap lingkungan ataupun sebagian komponennya, di dalam
konteks budaya yang berhubungan. Kegiatan ekowisata bertujuan menjadikan
lingkungan dan sosial budaya yang berkelanjutan. Tiga hal penting dalam
ekowisata menurut Weaver (2001) adalah berdasarkan lingkungan alami,
pembelajaran, dan keberlanjutan.
Menurut Weaver (2001), ekowisata telah dipadupadankan dengan
beberapa jenis wisata sejak tahun 1980-an, yaitu sebagai berikut.
a. Nature-based tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada
lingkungan alami. Ekowisata telah menjadi bagian penting dari nature-based
4

tourism. Jadi, dapat dikatakan bahwa salah satu contoh kegiatan nature-based
tourism adalah ekowisata.
b. Cultural tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada budaya dan
sejarah suatu kawasan. Di dalam cultural tourism, ekowisata menjadi
alternatif. Namun, antara kedua jenis wisata ini dapat terjadi kasus overlap
sehingga tidak mudah untuk menentukan wisata mana yang menjadi tujuan
utama.
c. Adventure tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada kegiatan
yang berisiko, menantang fisik sehingga wisatawan harus memiliki
kemampuan tertentu. Beberapa ekowisata dapat menjadi bagian dari adventure
tourism, tetapi banyak jenis adventure tourism tidak dapat menjadi bagian dari
ekowisata. Hal ini karena pendekatan adventure tourism tidak selalu kepada
nature-based (dasar dari ekowisata).
d. Alternative and mass tourism merupakan suatu model wisata berskala kecil
yang dimaksudkan untuk dapat menyediakan suatu alternatif yang lebih sesuai
dengan wisata massal. Model ini memberikan peluang terhadap perkembangan
ekowisata di antara wisata massal.
Dari keempat wisata ini, bentuk altenative dan mass tourism merupakan bentuk
yang paling cocok untuk dipadupadankan dengan ekowisata. Bentuk ini
memberikan hasil yang keberlanjutan (suistainable). Suistanable tourism
merupakan wisata yang memiliki prinsip pengembangan yang berkelanjutan dan
untuk menggabungkan kriteria dari lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi
(Weaver, 2001).
Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi, Pariwisata
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia (2009) ekowisata
memiliki lima prinsip sebagai berikut.
a. Nature-based
Nature-based adalah produk dan pasar yang berdasar dari alam. Wisata alam
merupakan bagian atau keseluruhan alam itu sendiri. Konsevasi sumber daya
alam merupakan hal mendasar dalam pengembangan dan pengelolaan wisata
alam.
b. Ecologically sustainable
5

Kestabilan ekologi merupakan perencanaan dan manajemen kawasan


berkelanjutan secara ekologi. Semua fungsi lingkungan baik biologi, fisik,
maupun sosial tetap berjalan dengan baik.
c. Environmentally educative
Pendidikan lingkungan ditujukan bagi pengelola dan pengunjung. Pendidikan
adalah inti dari ekowisata yang membedakan dengan wisata alam lainnya.
Pendidikan menciptakan suasana yang menyenangkan, bermakna,
berkepedulian, dan apresiatif terhadap lingkungan. Kelestarian lingkungan
dalam jangka panjang dapat berjalan dengan kegiatan pendidikan.
d. Bermanfaat untuk masyarakat lokal
Manfaat ini dapat secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung
berupa, antara lain, masyarakat terlibat dalam kegiatan wisatawan, pelayanan
terhadap wisatawan, dan penjualan barang-barang kebutuhan wisatawan.
Manfaat tidak langsung berupa bertambahnya wawasan dari wisatawan atau
pengelola.
e. Kepuasaan bagi wisatawan
Kepuasan merupakan pemenuhan harapan wisatawan terhadap segala sesuatu
yang ditawarkan.

2.2 Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata


Pengembangan pariwisata alam adalah kegiatan memanfaatkan ruang
melalui serangkaian program kegiatan pembangunan untuk pariwisata alam yang
meliputi pengelolaan pemanfaatan lahan sesuai dengan azas pemanfaatan ruang
dengan mengkamodasi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna, berhasil
guna, serasi, seimbang, dan berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2007).
Ekowisata merupakan salah satu jenis pariwisata alam yang baru dikembangkan.
Prinsip pengembangan pariwisata alam menurut Departemen Kehutanan
(2007) adalah konservasi, edukasi, partisipasi masyarakat, ekonomi, dan rekreasi.
a. Konservasi membantu mengurangi terjadinya gangguan kawasan seperti
penebangan liar, dan perambahan kawasan; mendukung upaya pengawetan
jenis tumbuhan dan satwa terutama tumbuhan dan satwa langka; melindungi
6

warisan alam dan warisan budaya khususnya yang ada di dalam kawasan;
menunjang upaya pemanfaatan yang berkelanjutan.
b. Edukasi dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pengunjung
melalui pengembangan interpretasi (jika memungkinkan); meningkatkan
kepedulian masyarakat dan partisipasi pengunjung; menunjang pengembangan
penelitian di bidang pariwisata alam;
c. Partisipasi masyarakat berupa melibatkan masyarakat dalam proses
pemanfaatan, sejak dari tahap perencanaan sampai ke monitoring dan
evaluasinya; meningkatkan keterampilan masyarakat melalui pendidikan dan
pelatihan; memperhatikan adat dan tradisi setempat, hak-hak masyarakat
terasing, agama dan kepercayaan, kearifan tradisional, dan struktur sosial.
d. Ekonomi menjamin kelangsungan usaha agar kegiatan pariwisata alam tetap
berlangsung; memberikan kontribusi yang nyata bagi pembangunan
konservasi dan pembangunan lokal, regional, dan nasional; membuka peluang
usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat.
e. Rekreasi memberikan keamanan dan kenyamanan pengunjung; memberikan
informasi yang memadai bagi pengunjung sejak sebelum sampai di tempat
tujuan dan setelah pengunjung keluar dari kawasan; menawarkan pilihan
produk-produk wisata yang bervariasi.
Pengembangan perlu diimbangi dengan pengelolaan. Pengelolaan adalah
suatu kegiatan manusia yang dibebankan kepada lanskap yang bertujuan
memanen, memindahkan, mengangkut, atau mengisi sumber-sumber alami (U.S
Department of Agriculture, 1974). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No
167 Tahun 1994 tentang Sarana dan Prasarana Pengusahaan dan Pariwisataa Alam
di Kawasan Pelestarian Alam, rencana pengelolaan kawasan pelestarian alam
adalah upaya terpadu dalam penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian,
pemulihan pengembangan dan perlindungan, serta pemanfaatan. Pengelolaan
perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil yang berkelanjutan. Salah satu bentuk
pengelolaan lanskap pada kawasan hutan adalah sistem pengelolaan visual.
Pengelolaan visual dilakukan dengan cara menentukan kualitas visual objek, yaitu
sesuatu yang diinginkan pada tingkat terbaik berdasarkan kondisi fisik dan
7

karakter masyarakat sekitar area. Tingkat ini mengacu pada tingkat perubahan
yang dapat diterima dari lanskap (U.S Department of Agriculture, 1974).
Terdapat lima kualitas visual objek berdasarkan U.S Department of
Agriculture (1974):
a. preservation, yakni suatu sasaran kualitas visual yang hanya untuk perubahan
secara ekologis;
b. retention, yakni suatu sasaran kualitas visual untuk pengelolaan aktivitas pada
jenis visual yang tidak jelas;
c. partial retention, yakni suatu sasaran kualitas visual untuk pengelolaan
aktivitas pada jenis visual yang sebagian telah jelas;
d. modification, yakni suatu sasaran kualitas visual yang didominasi oleh
karakter lanskap, tetapi pengelolaannya harus mempertahankan nilai alami;
e. maximum modification, yakni suatu sasaran kualitas visual yang didominasi
oleh karakter lanskap, dengan pemandangan hanya sebagai latar belakang.
Pengelolaan wisata alam dan ekowisata, menurut Departemen Kehutanan
(2007), meliputi sebagai berikut.
a. Pengelolaan kawasan meliputi kondisi kawasan, penataan kawasan, dan
pengamanan kawasan.
b. Pengelolaan produk wisata alam meliputi pengembangan produk, pemasaran
produk, dan sistem informasi produk.
c. Pengelolaan pengunjung meliputi distribusi pengunjung, interpretasi,
informasi bagi pengunjung, dan keselamatan pengunjung. Pengelolaan
pengunjung adalah teknik untuk membatasi, memberikan informasi, dan
mengawasi pengunjung yang datang ke suatu lokasi objek wisata alam agar
sesuai dengan kemampuan daya dukung lokasi yang bersangkutan. Daya
dukung kawasan adalah kemampuan ekosistem untuk mendukung kesehatan
organisme sambil memelihara produktivitas, adaptasi, dan kemampuannya
untuk memperbaiki dirinya. Pengelolaan pengunjung direncanakan untuk
mengantisipasi dan mengurangi dampak negatif akibat kunjungan.
Pengelolaan pengunjung dapat dilakukan secara langsung dengan menghitung
daya dukung dan pengaturan pengunjung atau secara tidak langsung melalui
program interpretsi.
8

d. Pengelolaan dampak meliputi dampak ekologis dan dampak sosial, budaya,


dan ekonomi. Dampak dikelola dengan berbagai cara bergantung pada
besarnya dampak, luas areal yang terkena dampak, dampak penting, tingkat
sentifitas wilayah, kerangka waktu, dan kemampuan untuk diperbaharui.
e. Pengelolaan kelembangan meliputi organisasi, sumber daya manusia,
keuntungan, dan sarana dan prasarana.
Keberadaan masyarakat sekitar sangatlah penting untuk keberlanjutan
suatu kawasan. Begitu juga dalam pengembangan dan pengelolaan wisata.
Menurut Butler dan Boyd (2000) dalam Weaver (2001), jika masyarakat lokal
tidak mendapatkan keuntungan dari suatu kegiatan (ekowisata), akan terjadi
kesenjangan kesejahteraan sehingga masyarakat tidak akan peduli terhadap
lingkungan. Bentuk ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan, antara lain,
berupa penebangan kayu dan pembakaran lahan untuk berkebun di kawasan
proteksi. Pengelolaan berbasis masyarakat akan memberikan hasil yang
berkelanjutan. Hal ini dikarenakan masyarakat ikut serta sehingga menumbuhkan
rasa memiliki dan menjaga suatu kawasan. Namun, pengelolaan ini harus
memperhatikan nilai penting dari sosial budaya masyarakat. Menurut Weaver
(2001), agar ekowisata dapat berjalan dengan lama (berkelanjutan), dampak
positif dan negatif dari sosial budaya harus diperhatikan. Hal ini akan menjadi
bagian yang krusial dalam pengelolaan dengan cara memberikan perhatian khusus
terhadap budaya masyarakat itu sendiri.
Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang
menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan
bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi
potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata sehingga pelibatan masyarakat
menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat
lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat
ataupun sebagai pengelola (Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi
Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia, 2009).
Masyarakat mempunyai peran penting dalam pengelolaan berbasis
masyarakat. Masyarakat ikut serta dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan
pengembangan dan pengelolaan. Terdapat banyak bentuk partisipasi masyarakat.
9

Beberapa peneliti mengelompokkan menjadi beberapa bentuk. Menurut Preety


(1995) dalam Mason (2003), tipologi dari partisipasi masyarakat adalah sebagai
berikut:
a. partisipasi manipulasi, yakni partisipasi yang tidak mempunyai kekuatan
dalam organisasi;
b. partisipasi pasif, yakni partisipasi berupa pemberian informasi oleh
masyarakat kepada pihak dalam pengelola;
c. partisipasi melalui konsultasi, yakni partisipasi berupa konsultasi mengenai
masalah dan informasi mengenai proses pengelolaan;
d. partisipasi untuk perangsang material, yakni partisipasi yang hanya untuk
mendapatkan upah, tetapi tidak mengerti proses pengelolaan;
e. partisipasi yang fungsional, yakni partisipasi yang lebih interaktif yang
mendorong masyarakat mulai mempelajari proses pengelolaan, tetapi
pengambilan keputusan masih di tangan pihak pengelola;
f. partisipasi yang interaktif, yakni partisipasi aktif dalam melakukan analisis,
pengembangan, pengelolaan, dan pengambilan keputusan sehingga
masyarakat telah menjadi bagian utama dalam pengelolaan;
g. pergerakan sendiri, yakni masyarakat membentuk institusi sendiri dan bekerja
sama dengan pemerintah dan pihak-pihak yang dibutuhkan.
Konsep partisipasi sangat susah untuk diimplementasikan. Dibutuhkan
usaha yang cukup keras untuk mengembangkannya dalam masyarakat. Menurut
Jenkis (1993) dalam Mason (2003), terdapat tujuh halangan dalam
mengembangkan wisata berbasis masyarakat, yaitu
a. masyarakat pada umumnya sulit untuk memahami konsep yang baru;
b. masyarakat tidak perlu memahami bagaimana proses dan cara pengambilan
keputusan;
c. masalah dari pencapaian dan pemeliharaan adalah dalam proses pengambilan
keputusan;
d. kurangnya semangat dari masyarakat sekitar;
e. peningkatan biaya berhubungan dengan waktu kerja dan upah kerja;
f. pada kenyataannya, proses pengambilan keputusan dari partisipasi masyarakat
membutuhkan hasil yang lebih lama;
10

g. efisien secara keseluruhan kurang berpengaruh baik dalam proses


pengambilan keputusan.
Akibat banyaknya halangan dalam implementasi konsep partisipasi, para peneliti
telah mencoba mengembangkan berbagai metode. Salah satunya adalah menurut
Drake‟s (1991) dalam Mason (2003), yaitu
a. memantakan peran dari partisipasi lokal;
b. memilih tim untuk penelitian;
c. melakukan persiapan studi;
d. memantapkan keterlibatan lokal;
e. memantapkan mekanisasi pendekatan partisipasi;
f. melakukan permulaan dalam bentuk dialog;
g. mengambil keputusan secara kolektif;
h. mengembangkan rencana dan implementasi skema;
i. memantau dan mengevaluasi.
Pemerintah sangat berperan penting dalam implementasi konsep
partisipasi. Pemerintah merupakan stakeholder yang berpengaruh dalam proses
pengelolaan berbasis masyarakat. Menurut Weaver (2001), beberapa usaha yang
dapat dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut:
a. menganalis pengembangan dan peraturan ekowisata dari waktu ke waktu
dengan cara melihat dampak dari pengembangannya;
b. menganalisis fasilitas yang dapat dikembangkan di dalam kawasan dengan cara
melihat tingkat interaksi mutu yang menguntungkan;
c. meneliti ketetapan umum yang berhubungan dengan bantuan eksternal dalam
kaitannya dengan tujuan yang ditargetkan, stakeholder, dan hasil.

2.3 Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Lembah Harau


Lembah Harau merupakan salah satu cagar alam yang ada di Sumatera
Barat. Lembah Harau berada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kawasan ini
memiliki luas 270,5 hektar (Korean addicted, 2009). Kawasan ini ditetapkan
sebagai Cagar Alam (CA) sejak 10 Januari 1993. Taman Wisata Alam (TWA)
Lembah Harau merupakan bagian dari cagar alam. TWA Lembah Harau telah
11

dikembangkan menjadi kawasan rekreasi. Kawasan cagar alam tidak


dikembangkan karena memiliki fungsi sebagai penyangga daerah sekitarnya.
Lembah Harau memiliki potensi lanskap berupa air terjun, gua, celah alam,
dan tebing terjal. Tebing merupakan bagian yang mendominasi di kawasan ini.
Tebing ini memiliki tinggi 150 hingga 200 meter dengan diameter mencapai 400
m. Tebing terbentuk dari batuan granit sehingga jarang terjadi longsor (Hade,
2009). Pada beberapa titik tebing, telah dikembangkan titik echo (gaung) yang
menjadi salah satu objek wisata. Selain itu, tebing telah dikembangkan menjadi
area panjat tebing. Lembah Harau mempunyai tujuh air terjun, yaitu lima buah di
Sarasah Bunta dan dua buah di Aka Barayun. Air terjun di Sarasah Bunta masih
alami berupa kerikil, sedangkan di Aka Barayun berupa kolam. Di kaki air terjun
Sarasah Bunta terdapat sebuah monumen peninggalan Belanda yang merupakan
bukti bahwa Lembah Harau sudah sering dikunjungi orang sejak 1926. Pada
monumen itu tertera tanda tangan Asisten Residen Belanda di Lima Puluh Kota
saat itu, F. Rinner, dan dua pejabat Indonesia, Tuanku Laras Datuk Kuning nan
Hitam dan Datuk Kodoh nan Hitam (STR, 2009).
Cagar alam Lembah Harau memiliki keanekaragaman flora dan fauna.
Flora didominasi oleh tanaman hutan hujan tropis. Fauna antara lain, berupa
monyet ekor panjang (Macaca fascirulatis), siamang (Hylobates syndactylus),
simpai (Presbytis melalopos), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrensis),
beruang (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), kambing hutan
(Capriconis sumatrensis), dan landak (Proechidna bruijnii). Lembah Harau juga
memiliki 19 spesies burung, termasuk burung kuau (Argusianus argus), dan
enggang (Anthrococeros sp.). Beberapa spesies yang ada merupakan hewan
langka yang dilindungi (Korean addicted, 2009).
Lembah Harau telah dijadikan tempat wisata. Tempat ini memiliki fasilitas
rekreasi seperti kolam pemandian, tempat berkemah, dan jalan setapak. Beberapa
fasilitas telah ada yang rusak dan terdapat pula fasilitas yang baru dibangun.
Selain itu, terdapat warung-warung ilegal yang didirikan oleh masyarakat.
Warung tersebut menjual makanan, minuman, souvenir, dan tanaman hias.
Tanaman hias yang dijual berupa tanaman langka seperti pakis monyet. Hal ini
12

menandakan masyarakat belum siap terhadap pengembangan wisata di Lembah


Harau.
13

III. METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Studi dilakukan di Lembah Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi
Sumatera Barat (Gambar 1). Pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret 2010
sampai dengan Januari 2011.

3.2 Metode Penelitian


Metode yang dilakukan dalam studi ini meliputi inventarisasi, analisis, dan
sintesis (Gambar 2).

Lanskap Lembah Harau


INVENTARISASI

Aspek Aspek Aspek Aspek Aspek


Fisik dan Legal Sosial Ekonomi Pengelolaan
Biofisik

Penilaian
ANALISIS DAN SINTESIS

1. Objek dan Daya Tarik Wisata (ODWT)


2. Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE)
3. Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata

Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata pada


KawasanTaman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat
KONSEP

Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di


Kawasan Taman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat

Gambar 2 Tahapan Studi


14

14
Gambar 1 Peta Lokasi TWA Lembah Harau
15

a. Inventarisasi adalah pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer dan
sekunder terdiri dari aspek fisik, biofisik, aspek legal, aspek sosial, dan aspek
pengelolaan (Tabel 1). Data diperoleh dengan cara berikut:
1) observasi lapang yang dilakukan untuk mengetahui kondisi tapak, yaitu
fisik, karakter lanskap, dan aktivitas masyarakat pengguna dan sekitarnya;
2) wawancara yang dilakukan kepada pengunjung, masyarakat, dan
pengelola;
3) studi pustaka yang didapat dari Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh
Kota, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat,
Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lima Puluh
Kota, dan Perpustakaan Institut Pertanian Bogor untuk mendukung hasil
observasi dan wawancara.

Tabel 1 Jenis, Sumber, dan Cara Pengambilan Data


Jenis Data Satuan Sumber Kegunaan
Fisik dan Biofisik
1 Letak
a. Letak „LU,‟LS,‟BT,‟BB Bappeda, BKSDA Posisi dengan tempat lain
b. Batas - KSDA Hubungan dengan lingkungan
c. Aksesibiltas - Bappeda, BKSDA Kemudahan pencapaian
2 Luas m2,km2,ha BKSDA Daya dukung
3 Iklim Kenyamanan
o
a. Suhu C BKSDA Kenyamanan
b. Curah hujan mm/th BKSDA Kenyamanan
4 Topografi % Dinas Kehutanan, BKSDA Pertimbangan pengembangan
5 Hidrologi
a. Letak - BKSDA Pertimbangan pengembangan
6 Fasilitas
a. Jenis - BKSDA Pertimbangan pengembangan
b. Letak - BKSDA Pertimbangan pengembangan
c. Kondisi fisik - BKSDA Pertimbangan pengembangan
7 Vegetasi - BKSDA Pertimbangan pengembangan
8 Satwa - BKSDA Pertimbangan pengembangan
9 Objek Wisata
a. Jenis - BKSDA Pertimbangan pengembangan
b. Letak - BKSDA Pertimbangan pengembangan
Legal
10 Peraturan - Dinas Kebudayaan dan Pertimbangan pengembangan
Pariwisata, BKSDA
Sosial
11 Jumlah pengunjung orang Dinas Kebudayaan dan Pertimbangan pengembangan
Pariwisata
12 Masyarakat
a. Jumlah orang BKSDA Pertimbangan pengembangan
b. Mata pencaharian - BKSDA Pertimbangan pengembangan
c. Tingkat pendidikan - BKSDA Pertimbangan pengembangan

Pengelolaan
13 Tenaga kerja - Dinas Kebudayaan dan Pertimbangan pengembangan
Pariwisata, BKSDA
16

14 Kegiatan wisata - Dinas Kebudayaan dan Pertimbangan pengembangan


Pariwisata, BKSDA

b. Analisis adalah pengolahan hasil inventarisasi untuk mengetahui potensi dan


kendala. Analisis dilakukan dengan dua metode yaitu penilaian dan analisis
SWOT (strength, weaknesses, opportunity, threats). Proses sintesis
menghasilkan strategi pengembangan lanskap berbasis ekowisata pada
kawasanTaman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat.

c. Produk akhir adalah konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata pada


kawasanTaman Wisata Alam Lembah Harau, Sumatera Barat. Konsep ini
merupakan penjelasan dari strategi pengembangan.

3.3 Metode Penilaian


3.3.1 Metode Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
Penilaian ODTW ditentukan dalam Pedoman Penilaian Daya Tarik Wisata
(Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007). Pedoman ini memiliki beberapa
komponen aspek. Komponen aspek yang digunakan dalam kasus ini daya tarik,
aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi, akomodasi serta sarana dan
prasarana penunjang. Pengambilan data dilakukan melalui mengisi kriteria yang
sesuai dengan kondisi dan gambaran kawasan. Kriteria dan pembobotan lebih
lengkap disajikan pada Lampiran 1. Beberapa langkah dalam menentukan
penilaian. Langkah pertama adalah penentuan nilai skor dengan persamaan
(Departemen Kehutanan, 2007).

S=NxB

dengan
S = skor;
N = jumlah nilai dari unsur-unsur kriteria;
B = bobot nilai .
Langkah kedua adalah penentuan kategori penilaian. Kategori disusun
berdasarkan jumlah total dari setiap dan seluruh penilaian. Dalam penelitian yang
telah dilakukan oleh Oktadiyani (2006), kategori penilaian akan dihitung dengan
menggunakan persamaan
17

dengan
Selang = nilai selang dalam penetapan selang kategori penilaian;
Smaks = nilai skor tertinggi;
Smin = nilai skor terendah;
K = banyaknya kategori penilaian.
Penelitian ini menggunakan lima tingkat kategori, yaitu sangat baik, baik, sedang,
buruk, dan sangat buruk (Tabel 2). Langkah ketiga adalah memasukkan total skor
dari penilaian (dari langkah pertama) ke dalam kategori penilaian. Penentuan
kategori dilakukan berdasarkan selang yang telah dilakukan. Berdasarkan kategori,
dapat diketahui gambaran dari kondisi kawasan.

Tabel 2 Kategori Penilaian ODTW


Kategori Derajat Interval
Sangat baik 2328-2640
Baik 2016-2327
Sedang 1704-2015
Buruk 1392-1703
Sangat buruk 1080-1391

3.3.2 Metode Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based


Ecotourism (CBE)
Penilaian kesiapan pengembangan CBE mengikuti Rancangan Standarisasi
Community-Based Ecotourism (CBE) yang dikembangkan WTO dan INDECON
dalam penelitian Untari (2009). Aspek yang dipergunakan adalah aspek sosial
ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan pengelolaan. Pengambilan data
dilakukan melalui pengisian kriteria yang sesuai dengan kondisi dan gambaran
kawasan. Kriteria dan pembobotan disajikan pada Lampiran 2. Penentuan
penilaian kesiapan pengembangan CBE menggunakan langkah yang sama pada
metode penilaian ODTW. Bentuk kategori penilaian kesiapan pengembangan
CBE dapat dilihat pada Tabel 3.
18

Tabel 3 Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE


Kategori Derajat Interval
Sangat baik 1836-2040
Baik 1632-1835
Sedang 1428-1631
Buruk 1224-1427
Sangat buruk 1020-1223

3.3.3 Metode Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan


Ekowisata
Penilaian kesiapan masyarakat mengikuti Rancangan Standarisasi
Community-Based Ecotourism (CBE) yang dikembangkan oleh WTO dan
INDECON dalam penelitian Untari (2009). Aspek yang dipergunakan adalah
karakterisitk masyarakat, persepsi masyarakat mengenai pengembangan ekowisata,
serta partisipasi dan keinginan masyarakat. Pengambilan data pada metode ini
berbeda dengan metode sebelumnya. Pengambilan data dilakukan berdasarkan
kuesioner dan wawancara. Kuesioner dan wawancara harus disesuai dengan
kriteria penilaian. Kuesioner yang digunakan berasal dari kuesioner yang
dilakukan oleh KSDA pada tahun 2000 dengan total responden 30 orang dari
Desa Tarantang Lubuak Limpato dan 30 orang dari Desa Harau. Wawancara
dilakukan terhadap Kepala Desa Harau, pemangku adat, dan 5 orang warga Desa
Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Harau. Kriteria penilaian disajikan pada
Lampiran 3. Penentuan penilaian kesiapan masyarakat menggunakan langkah
yang sama pada metode penilaian ODTW. Bentuk kategori penilaian kesiapan
masyarakat dalam pengembangan ekowisata dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan


Ekowisata
Kategori Derajat Interval
Sangat baik 1677-1890
Baik 1464-1076
Sedang 1251-1463
Buruk 1038-1250
Sangat buruk 825-1037
19

3.4 Metode Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)


Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi
sumberdaya ekowisata dengan sumber daya yang lain (Damanik dan Helmut,
2006). Selain itu, analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi
manajemen program ekowisata. Analisis SWOT dilakukan dengan
membandingkan faktor internal yang terdiri dari kekuatan (strengths) dan
kelemahan (weaknesses) dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang
(opportunities) dan ancaman (threats). Metode analisis data yang digunakan
adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif
adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan eksternal,
sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan
pemberian peringkat.
Langkah kerja dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT menurut
David (2008), yaitu penentuan faktor internal dan faktor eksternal; penentuan
bobot faktor internal dan faktor eksternal; penentuan peringkat (rating) faktor
internal dan faktor eksternal; pembuatan matriks faktor internal dan eksternal;
penyusunan alternatif strategi; penentuan prioritas alternatif strategi.
a. Penentuan faktor internal dan faktor eksternal
Faktor internal atau Internal Factor Evaluation (IFE) ditentukan dengan cara
mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Faktor internal dalam kasus ini
adalah masyarakat. Faktor eksternal atau External Factor Evaluation (EFE)
ditentukan untuk mengetahui sejauh mana ancaman dan peluang yang
dimiliki, yaitu dengan cara mendaftarkan ancaman dan peluang (David, 2008).
Faktor eksternal dalam kasus ini adalah non masyarakat seperti pemerintah,
balai konservasi dan stakeholder lainnya.
b. Penentuan bobot faktor internal dan faktor eksternal
Pembobotan dilakukan untuk mengetahui fackor mana yang paling
berpengaruh terhadap kawasan. Menurut Kinnear dan Taylor (1991), sebelum
melakukan pembobotan perlu ditentukan tingkat kepentingannya agar bobot
lebih subjektif. Penentuan tingkat kepentingan dilakukan dengan cara
membandingkan setiap faktor internal dan eksternal (Tabel 5). Penentuan
bobot setiap variabel menggunakan skala 1-4:
20

1) 1 jika indikator faktor horizontal kurang penting daripada indikator faktor


vertikal;
2) 2 jika indikator faktor horizontal sama penting dengan indikator faktor
vertikal;
3) 3 jika indikator faktor horizontal lebih penting daripada indikator faktor
vertikal;
4) 4 jika indikator faktor horizontal sangat penting daripada indikator faktor
vertikal.

Tabel 5 Tingkat Kepentingan Faktor Internal/Eksternal


Faktor Strategis A B C D Total Bobot
Internal/Eksternal (xi) (ai)
A
B
C
D
Total
Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

Setelah menentukan tingkat kepentingan, dilakukan pembobotan. Pembobotan


setiap faktor diperoleh dengan menggunakan rumus Kinnear dan Taylor
(1991):

dengan
ai = bobot faktor ke-i;
xi = nilai faktor ke-i;
i = A, B, C,…, n (faktor vertikal);
n = jumlah faktor.
c. Penentuan peringkat (rating)
Penentuan peringkat setiap faktor diukur dengan menggunakan nilai peringkat
berskala 1-4. Setiap faktor memiliki maksud yang berbeda dari setiap
21

peringkat. Skala penilaian peringkat dari setiap faktor dapat dilihat pada Tabel
6.

Tabel 6 Skala Penilaian Peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
dan External Factor Evaluation (EFE)
Nilai Matriks IFE Matriks EFE
Peringkat Strengths (S) Weaknesses (W) Opportunities (O) Threats (T)
1 Kekuatan kecil Kelemahan yang Peluang rendah, Ancaman sangat
sangat berarti respons kurang besar
2 Kekuatan sedang Kelemahan yang Peluang sedang, Ancaman besar
berarti respons rata-rata
3 Kekuatan besar Kelemahan yang Peluang tinggi, respons Ancaman
kurang berarti di atas rata –rata sedang
4 Kekuatan sangat Kelemahan yang Peluang tinggi, respons Ancaman kecil
besar tidak berarti superior
Sumber: David, 2008

d. Pembuatan matriks faktor internal dan eksternal


Setelah menentukan bobot dan peringkat setiap faktor, langkah selanjutnya
adalah menentukan skor. Skor merupakan hasil perkalian dari bobot dengan
peringkat. Jumlah skor dari faktor internal dan eksternal dapat menentukan
langkah dalam pembuatan strategi. Bentuk dari matriks faktor internal dan
eksternal dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 7 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Faktor-Faktor Strategi Internal Bobot Peringkat Skor Kode
Kekuatan
Kelemahan
Sumber: David, 2008

Tabel 8 Matriks External Factor Evaluation (IFE)


Faktor-Faktor Strategi Eksternal Bobot Peringkat Skor Kode
Peluang
Ancaman
Sumber: David, 2008

e. Penentuan tindakan strategi


Allen dalam David (2008), mengembangkan cara dalam menentukan tindakan
strategi. Tindakan ini berfungsi sebagai pedoman pembuatan strategi.
Tindakan tersebut ditentukan dengan Matriks IE (Gambar 3).
22

Total Skor IFE


3 2 1
4

Total Skor EFE


I II III tinggi
3
IV V VI sedang
2
VII VIII IX rendah
1
tinggi sedang rendah

Gambar 3 Matriks Internal-Eksternal (IE)

Kuadran I, II, dan IV dipersepsikan sebagai tindakan grow dan build. Strategi
yang intensif dan integratif dapat dijadikan pendekatan yang sesuai. Kuadran
III, V, dan VII menunjukkan tindakan hold dan maintain. Pendekatan yang
cocok adalah pengembangan pasar dan produk. Kondisi yang kurang baik
ditunjukkan dalam kuadran VI, VII, dan IX. Tindakan harvest dan divest
menjadi pendekatan yang baik.
f. Penyusunan alternatif strategi dan penentuan prioritas alternatif strategi.
Penyusunan alternatif dilakukan dengan mengkombinasikan antara faktor
internal dengan faktor eksternal. Kombinasi tersebut adalah sebagai berikut:
1) kekuatan dan peluang (SO), yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan
untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya;
2) kekuatan dan ancaman (ST), yaitu strategi dalam menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk mengatasi ancaman;
3) kelemahan dan peluang (WO), yaitu strategi yang diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang
ada;
4) kelemahan dan ancaman (WT), yaitu strategi yang didasarkan pada
kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan
yang ada serta menghindari ancaman.
Strategi dirumuskan untuk mengatasi merangkum beberapa masalah dengan
menggunakan potensi yang ada. Strategi tidak hanya fokus pada satu faktor,
tetapi melibatkan banyak faktor. Penentuan prioritas alternatif strategi
dilakukan dengan cara menjumlah semua skor dari faktor-faktor penyusunnya.
23

Strategi yang memiliki skor paling tinggi menjadi prioritas utama. Bentuk
penentuan prioritas alternatif strategi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Pemeringkatan Alternatif Strategi


Strategi Kode Pembobotan Total Skor Prioritas
SO1
SO2
SOn
ST1
ST2
STn
WO1
WO2
WOn
WT1
WT2
WTn
Sumber: David, 2008
24

IV. INVENTARISASI

4.1 Aspek Legal


Menurut prasasti yang terdapat di lokasi air terjun Serasah Bunta, kawasan
Lembah Harau dibuka pertama kali pada tanggal 14 Agustus 1926 oleh Asisten
Residen 50 Kota yang bernama BO. Weirkein bersama dengan Tk. Laras Dt.
Kuning Nan Hitam dan Asisten Damang Dt. Kondoh Nan Hitam. Kawasan ini
dibangun berdasarkan Besluits Van Der Gouverneur General Van Netherlanch
Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan status Nature
Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No.478/Kpts/Um/8/1979 tanggal 02 Agustus 1979 sebagian
kawasan Cagar Alam (CA) Lembah Harau dialihkan fungsinya menjadi Taman
Wisata Alam (TWA) Lembah Harau.

4.2 Aspek Fisik dan Biofisik


4.2.1 Luas, Letak, dan Batas
Luas CA Lembah Harau adalah 270,5 ha, sedangkan luas TWA Lembah
Harau adalah 27,5 ha (10,2%). TWA Lembah Harau berada dalam kawasan CA
Lembah Harau. Secara geografis, CA Lembah Harau terletak pada koordinat 100o
39‟ 10” BT - 100o 41‟ 58” BT dan 00o 04‟ 39” LS - 00o 11‟ 46” LS. Dalam
administrasi kehutanan, CA Lembah Harau termasuk dalam wilayah kerja BKPH
Harau, RPH Harau, sedangkan menurut pembagian wilayah kerja unit Konservasi
Sumberdaya Alam (KSDA) kawasan ini termasuk dalam wilayah kerja Sub Seksi
KSDA Wilayah Pasaman. Dalam administrasi pemerintahan kawasan ini berada
di dua desa, yaitu Desa Harau dan Desa Tarantang Lubuk Limpato yang termasuk
wilayah Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera
Barat. CA Lembah Harau memiliki batas-batas berikut:
a. bagian utara berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL) dan Desa
Harau;
b. bagian timur berbatasan dengan kawasan Hutan Lindung Mahat I;
c. bagian selatan berbatasan dengan Desa Tarantang Lubuk Limpato;
25

d. bagian barat berbatasan dengan Dusun Padang Beringin, Desa Tarantang


Lubuk Limpato.
Kawasan TWA Lembah Harau terdiri dari dua lokasi, yaitu Aka Barayun dan
Sarasah Bunta.
Menurut hasil wawancara Pak Iwan, pegawai Badan Konservasi
Sumberdaya Alam (BKSDA), batas tersebut ditandai dengan pal beton dengan
ketinggian 1,5 m. Namun, kondisi pal di lapangan sekarang, sudah tidak sesuai
karena banyak yang rusak dan hilang. Pengecekan yang dilakukan selama setiap 5
tahun tidak menjangkau seluruh kawasan sehingga telah tertutupnya jalan di
sekeliling kawasan. Hal ini telah mengakibatkan ketidakpastian batas CA
sehingga masyarakat sering tanpa sengaja menggarap lahan di kawasan CA.

4.2.2 Aksesibilitas
Kawasan CA Lembah Harau berbatasan langsung dengan ruas jalan negara
Payakumbuh-Pekanbaru. Jalan menuju kawasan merupakan jalan beraspal yang
dapat dilalui oleh kendaraan beroda empat. Berdasarkan klasifikasi jalannya,
kawasan ini dilalui jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan desa, dan jalan setapak.
Jarak CA Lembah Harau ke ibukota kawasan lain dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Jarak Desa Penyangga ke Ibukota Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi


Jarak ke Ibukota (km)
No Nama Desa
Kecamatan Kabupaten Propinsi
1 Harau 14 19 143
2 Tarantang Lb. Limpato 9 14 137
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

4.2.3 Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan CA ini mempunyai
iklim Tipe A. Pada tahun 1997 jumlah rata-rata bulan kering 4,92 dan jumlah rata-
rata bulan basah 1,17. Suhu suhu rata-rata maksimum 25-330 C. Data curah hujan
tahunan secara lengkap disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Data Curah Hujan Bulanan dan Intensitas Hujan 30 Tahun Terakhir di
Sekitar Cagar Alam Lembah Harau
26

Bulan Stasiun klimatologi


Payakumbuh Pangkalan P. Mangatas M. Paiti Rata-rata
Januari X 225 264 180 269 234,50
Y 15 14 14 19 15,50
Februari X 173 271 156 260 215,00
Y 12 14 14 12 13,00
Maret X 263 345 225 277 277,50
Y 16 15 18 17 16,50
April X 237 258 201 399 273,75
Y 16 15 13 16 15,00
Mei X 161 220 123 322 206,50
Y 11 12 07 10 10,00
Juni X 107 113 82 159 115,25
Y 08 07 05 09 7,25
Juli X 108 127 130 211 144,00
Y 09 07 11 10 9,25
Agustus X 135 152 151 190 157,00
Y 11 10 13 11 11,25
September X 163 262 167 279 217,75
Y 12 13 15 17 14,25
Oktober X 206 274 177 290 236,75
Y 13 16 16 16 15,25
November X 220 327 246 313 276,50
Y 17 16 16 19 17,00
Desember X 212 432 289 343 319,00
Y 16 18 22 22 19,50
Jumlah (X) 2210 3045 2127 3312 2673,50
Jumlah (Y) 156 157 164 172 162,25
Rata-rata (X) 184,17 253,75 177,25 276 222,79
Rata-rata (Y) 13 13,08 13,67 14,33 13,52
Keterangan : X=Curah hujan (mm), Y=Hari hujan (hari)
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

4.2.4 Topografi
Kawasan CA Lembah Harau terletak pada ketinggian antara 400 m dpl
sampai 850 m dpl. Topografi kawasan ini adalah berbukit (bergelombang), landai,
dan terdapat tebing-tebing yang curam. Kawasan ini memiliki keunikan karena
banyak terdapat tebing terjal dengan sudut 900, dengan ketinggian tebing 150-200
m.

4.2.5 Hidrologi
Kawasan CA Lembah Harau dialiri oleh 4 sungai, yaitu Batang
Simolakama, Batang Air Putih, Sungai Air Tiris, dan Batang Harau. Sungai-
sungai dalam kawasan ini tidak begitu besar, tetapi mempunyai peranan penting
bagi masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai tersebut, terutama untuk
pengairan areal pertanian, budi daya ikan, dan kebutuhan hidup sehari-hari.
27

4.2.6 Fasilitas
Kawasan TWA telah memiliki beberapa fasilitas yang telah dibangun,
yaitu sebagai berikut (Gambar 4, 5, 6, 7, 8, dan 9).
a. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota telah
membangun, gerbang masuk, pondok wisata, kolam renang, taman bermain
anak, sepeda air, gazebo, kios makanan/souvenir, toilet/kamarganti, mushola,
parker. Kios yang ada, disewakan oleh Dinas Pariwisata dengan membayar Rp
10.000,- hingga Rp 20.000,- per bulan. Namun, banyak penyewa yang tidak
membayar dan beberapa masyarakat lain (bukan penyewa) membangun kios
ilegal. Kondisi fasilitas kurang terpelihari akibat tidak adanya pengelolaan
yang baik.
b. BKSDA telah membangun kantor BKSDA dan mes. Semua fasilitas tidak
berfungsi lagi. Hal ini diakibatkan adanya masalah antara BKSDA dengan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota dalam hal
pengelolaan.
c. Masyarakat membangun kios makanan/souvenir, toilet, camping ground,
panjat tebing. Fasilitas yang dibangun merupakan bangunan ilegal kecuali
yang menyewa, karena tidak adanya persetujuan dari Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai pihak pengelola.
d. Swasta membangun tempat penginapan. Masih kurangnya campur tangan dari
pihak swasta sehingga belum ada eksploitasi yang merugikan.

Gambar 4 Kios Makanan, Tanaman, dan Souvenir


28

Gambar 5 Toilet, Loket Tiket, dan Mushala

Gambar 6 Taman Bermain Anak

Gambar 7 Sepeda Air

Gambar 8 Area Berkemah dan Area Parkir


29

Gambar 9 Kantor BKSDA dan Penginapan oleh Pihak Swasta

4.2.7 Vegetasi
Susunan vegetasi kawasan CA Lembah Harau merupakan tipe ekosistem
hutan hujan campuran non-Dipterocapaceae (Tim Unit Konservasi Sumber Daya
Alam Sumatera Barat, 2000). Vegetasi hutan kawasan ini di didominasi oleh
tumbuhan daratan tinggi. Spesies pohon yang terdapat CA Lembah Harau dapat
dilihat pada Lampiran 4.

4.2.8 Fauna
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan petugas KSDA bersama
penduduk, tercatat beberapa jenis mamalia yang terdapat pada kawasan (Tabel
12).

Tabel 12 Jenis-Jenis Mamalia yang Ditemukan di Areal Pengamatan yang


Dilindungi oleh UU No. 5/1990
No Famili Nama Jenis Nama Indonesia
1 Bovidae Capriconus sumatrensis Kambing hutan
2 Cervidae Cervus unicolor Rusa sambar
3 Felidae Panther tigris sumatrensis Harimau sumatra
4 Felidae Neofelis nebusula Harimau dahan
5 Hylobatidae Hylobates syndactilus Siamang
6 Tapiridae Tapirus indicus Tapir
7 Tragulidae Tragulus javanicus Kancil
8 Ursidae Helarctos malayanus Beruang madu
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Selain itu, terdapat beberapa jenis burung yang dijumpai (Tabel 13). Jenis burung
pada kawasan ini umumnya merupakan jenis pemakan serangga, hanya sebagian
kecil yang tergolong jenis pemakan buah, biji-bijian, dan nektar. TWA Lembah
Harau telah membangun menara pengamatan untuk birdwaching di dekat Sarasah
Murai, tetapi tidak ada pengembangun lebih lanjut.
30

Tabel 13 Jenis-Jenis burung yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau


No Famili Nama Jenis Nama Indonesia
1 Accipitridae Haliastur Indus Elang bondol
Ictinaetus malayensis Elang hitam
2 Alcedinidae Alcedo althis Raja udang
3 Bucerotidae Berenicornis comatus Enggang
Beceros rhinoceros Rangkong
4 Ciconidae Ciconia episscopus Bangau
5 Falconidae Falco tinnunculus Alap-alap curasia
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

CA Lembah Harau juga memiliki jenis kupu-kupu yang cukup beragam.


Potensi kupu-kupu ini menjadi daya tarik oleh wisatawan terutama wisatawan
mancanegara. Kegiatan ini dikembangkan oleh masyarakat setempat, belum ada
pengembangan lebih lanjut oleh pihak pengelola. Jenis kupu-kupu komersial yang
terdapat pada kawasan CA Lembah Harau dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Jenis-Jenis Kupu-Kupu yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau


No Nama Jenis Tanaman Pakannya
1 Papilio memnon Jeruk (Citrus sp.)
Papilio demoleus
2 Graphium sarpedon Kulit Manis (Cynamomun burmanii)
3 Polyura scheiber Rambutan (Nephelium lappaceum)
4 Papilio palinurus Sicerek (Glaucena excavata)
Papilio polytes
5 Graphium agamemnon Sirsak (Anonna muricata)
6 Trogonoptera brooklana *) Tanaman Aka (Aristolochiae glaucifolia)
Triode Helena *)
Triodes amphrysus*)
Pachilipta aristolochiae
7 Antrophaneura nox Tanaman Aka (Apama corymbosa)
8 Papilio karna Ulam/Pauh-pauh (Evodia malayana)
Papilio demolion
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

4.2.9 Objek Wisata


Lembah Harau memiliki objek wisata yang didominasi oleh air terjun dan
tebing terjal (Gambar 10, 11, 12, 13 dan 14). Air terjun pada kawasan ini
ditunjukkan dalam Tabel 15, Tabel 16, Tabel 17.
31

Tabel 15 Potensi Objek Wisata Kawasan Aka Barayun


Area Objek Wisata
Tebing Goa Tebing, ngalau
Echo Tebing
Liang Limbek Tebing, ngalau atau lembah
Panorama Tebing
Aka Barayun Tebing, air terjun
Ngalau Amu Tebing

Tabel 16 Potensi Objek Wisata Kawasan Sarasah Bunta


Area Objek Wisata
Sarasah Rupih Air terjun
Air Lulus Air terjun, tebing
Sarasah Bunta Air terjun, tebing
Sarasah Murai Air terjun, tebing

Tabel 17 Air Terjun yang Terdapat di Kawasan CA Lembah Harau


No Nama Air Terjun Tinggi (m)
1 Akar Berayun 80
2 Sarasah Rupih 50
3 Sarasah Air Bulus 30
4 Sarasah Bunta 30
5 Sarasah Murai 60
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Gambar 10 Air Terjun Aka Barayun dan Prasasti Aka Barayun

Gambar 11 Air Terjun Air Lulus


32

Gambar 12 Air Terjun Sarasah Bunta dan Prasasti Sarasah Bunta

Gambar 13 Air Terjun Sarasah Murai

Akar Berayun dan Sarasah Bunta menjadi nama kawasan dari TWA
Lembah Harau. Di kawasan Akar Berayun terdapat air terjun Akar Berayun,
sedangkan kawasan Sarasah Bunta terdapat air terjun Sarasah Air Bulus, Sarasah
Bunta, dan Sarasah Murai. Untuk Air Putih, Sarasah Gadang, dan Sarasah Rupih
belum dikembangkan. Terdapat juga air terjun yang tidak boleh dikembangkan
karena berada dalam kawasan CA Lembah Harau. Selain air terjun masih terdapat
beberapa objek wisata lainnya (Gambar 14).
33

Gambar 14 Peta Lokasi Potensi Objek Wisata


34

4.2.10 Aktivitas
Aktivitas kegiatan wisata yang ada pada saat ini adalah berpiknik,
berenang, berkemah, dan panjat tebing. Untuk kegiatan berpiknik dan berenang
telah dialokasikan pada kawasan Aka Barayun, Air Lulus, Sarasah Bunta, dan
Sarasah Murai. Untuk kegiatan berkemah telah dialokasikan pada kawasan
Sarasah Murai. Untuk kegiatan panjat tebing telah dialokasikan pada kawasan
Aka Barayun dan titik echo.
Aktivitas lainnya yaitu aktivitas pemerintahan dan pemukiman. Aktivitas
ini terkonsentrasi pada kawasan pemukiman Desa Padang Baringin, yaitu terdapat
Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Kantor Kepala Desa Tarantang.
Selain itu, di depan Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terdapat loket
pembelian tiket. Aktivitas pemukiman yang berdekatan dengan TWA Lembah
Harau, yaitu Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Padang Baringin.
Persebaran pusat aktivitas dapat dilihat pada Gambar 15.
35

Gambar 15 Peta Pusat Kegiatan

35
36

4.3 Aspek Sosial


4.3.1 Masyarakat
Kawasan CA Lembah Harau terletak pada dua desa, yaitu Desa Tarantang
Lubuak Limpato dan Desa Harau. Jumlah penduduk dari kedua desa dapat dilihat
pada Tabel 18. Desa Tarantang memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi
daripada Desa Harau, yaitu 83 jiwa/ km2.

Tabel 18 Jumlah Penduduk Desa-Desa Penyangga Pada Tahun 2000


Penduduk (jiwa) Kepadatan
Desa Luas (km2)
Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa/km2)
Harau 29,75 448(47%) 505(53%) 953(100%) 32
Tarantang Lubuak
22,63 916(49%) 953(51%) 1869(100%) 83
Limpato
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

BKSDA telah melakukan survei pada tahun 2000 mengenai sosial


ekonomi dari Desa Tarantang Lubuak Limpato dan Desa Harau. Responden
berjumlah 60 orang terdiri dari 30 orang dari Desa Tarantang dan 30 orang Desa
Harau. Responden yang dipilih telah mewakili satu rumah tangga. Hal ini
dilakukan agar dapat menggambarkan kondisi dari kedua desa secara menyeluruh.
Tingkat pendidikan dari responden dapat dilihat pada Tabel 19. Dari segi
pendidikan di kedua desa dapat disimpulkan cukup rendah, sebagian besar
responden lulus pada tingkat Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama.
Namun, masyarakat telah memiliki kemampuan dalam membaca dan menulis,
terlihat dari angka yang tidak sekolah hanya 1 orang dari 60 responden. Menurut
data dari BKSDA (2000), terdapat satu Sekolah Dasar (SD) di Desa Harau, tiga
Sekolah Dasar (SD), satu Sekolah Luar Biasa (SLB), dan satu Sekolah
Mengengah Pertama (SMP) di Desa Tarantang Lubuk Limpato.
37

Tabel 19 Tingkat Pendidikan dan Jumlah Responden di Desa Harau dan Desa
Tarantang Lubuak Limpato
Desa Jumlah
Pendidikan
Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%) (%)
Tidak Sekolah - 2 2
Sekolah Dasar 25 18 43
SMP 13 23 36
SMA 12 5 17
Perguruan Tinggi - 2 2
Jumlah 50 50 100
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Mata pencaharian masyarakat dari kedua desa didominasi oleh bertani.


Petani pada kedua desa adalah petani padi (sawah) dan gambir. Hal ini
dikarenakan peruntukan lahan pada kedua kawasan dijadikan sebagai area
pertanian (Tabel 20). Jenis Pekerjaan dari responden dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 20 Luas Peruntukan Lahan di Desa Harau


Peruntukkan Lahan Luas (ha)
Hutan 9,976
Sawah 563
Perkebunan 847
Permukiman 21
Rawa 10
Lahan Kritis 54
Lain-lain 130
Sumber: Kantor Wali Nagari Desa Harau, 2010

Tabel 21 Jumlah Responden Menurut Jenis Pekerjaan di Desa Harau dan Desa
Tarantang Lubuak Limpato
Desa Jumlah
Jenis Pekerjaan
Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%) (%)
Tani 40 45 85
Tukang 3 - 3
Dagang 5 3 8
Pegawai 2 - 2
Lainnya - 2 2
Jumlah 50 50 100
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Menurut data BKSDA pada tahun 2000, setiap petani sawah memiliki
sawah sekitar 0,25-0,5 ha. Irigasi sawah menggunakan aliran sungai. Namun,
menurut Pak Firdaus, Wali Nagari Harau, jumlah penghasilan beras (dalam kg) di
Desa Harau lebih kecil daripada di desa yang lain. Hal inilah yang mendorong
38

masyarakat untuk menjadi petani gambir. Masalah dalam pertanian tanaman


pangan adalah sulitnya mengalirkan air dari sungai ke kebun sehingga
meningkatkan biaya pengolahan. Peternakan dan perikanan merupakan mata
pencaharian sampingan.
Jumlah penghasilan yang didapat dapat dilihat dalam Tabel 22, sedangkan
biaya hidup dapat dilihat dalam Tabel 23. Dari kedua data terlihat bahwa
masyarakat dari kedua desa memiliki pengeluaran yang lebih besar daripada
penghasilan yang didapat. Hal ini ditunjukkan oleh data penghasilan yang
didominasi oleh Rp 200.000,00 hingga Rp 300.000,00, sedangkan pengeluaran
didominasi dengan pengeluaran sebesar Rp 300.000,00 hingga Rp 500.000,00.
Akibat dari hal ini, masyarakat mencari penghasilan tambahan dengan cara
berjualan di sekitar kawasan TWA Lembah Harau, seperti menjual makanan,
minuman, dan souvenir.

Tabel 22 Jumlah Responden Sesuai Kisaran Penghasilan di Desa Harau dan Desa
Tarantang Lubuak Limpato
Penghasilan Desa Jumlah
(x Rp 1000,-) Harau (%) Tarantang Lb. Limpato (%) (%)
<100 2 2 4
100-200 - 5 5
200-300 38 10 48
300-500 7 20 27
>500 3 13 16
Jumlah 50 50 100
Sumber : Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat, 2000

Tabel 23 Pengeluaran Biaya Hidup dari Responden di Desa Harau dan Desa
Tarantang Lubuak Limpato
Desa
Penghasilan Jumlah
Tarantang Lb. Limpato
(x Rp 1000,-) Harau (%) (%)
(%)
<100 - 4 4
100-200 12 12 24
200-300 20 5 25
300-500 18 18 36
>500 - 11 11
Jumlah 30 50 100
Sumber: Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau Propinsi Sumatera Barat, 2000
39

4.3.2 Pengunjung
Jumlah pengunjung di kawasan TWA Lembah Harau cukup ramai,
sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 16. Jumlah pengunjung terbesar
terjadi pada musim libur seperti Januari (8.924 orang), Mei (11.197 orang), dan
Juni (18.416). Sifat musim yang insidental juga mempengaruhi jumlah
pengunjung, seperti bulan ramadhan dan lebaran pada bulan Agustus sebanyak
12.027 orang. Menurut data tahun 2004, 2005, dan 2006, jumlah pengunjung terus
meningkat (Gambar 17). Hal ini menunjukkan bahwa CA Lembah Harau mulai
dikenal oleh banyak masyarakat dalam dan luar negeri.

20000 18366
18000
16000
Jumlah Pengunjung

14000
11958
12000 11097
10000 8824
7781
8000 6228 5979
6000 4904 5307 WISNU
3988
4000 WISMAN
2000 100 45 37 60 100 50 39 69 59 41
0

WISNU : wisatawan nusantara


WISMAN: wisatawan mancanegara
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota, 2009

Gambar 16 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2009


40

70000
57000 58500
60000 53000
Jumlah Pengunjung 50000

40000
WISNU
30000 WISMAN
20000

10000
176 407 353
0
2004 2005 2006

WISNU : wisatawan nusantara


WISMAN: wisatawan mancanegara
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota, 2009

Gambar 17 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke TWA Lembah Harau Tahun 2004,


2005, dan 2006

4.4 Aspek Pengelolaan


4.4.1 Kronologi Pengelolaan TWA Lembah Harau
Pemerintah mulai membangun sarana dan prasarananya pada TWA
Lembah Harau sejak tahun 1979. Pembangunan sarana dan prasarana pertama kali
dilakukan oleh BAPPARDA Tingkat I Sumatera Barat yang kemudian berubah
menjadi Kanwil Pariwisata Tingkat I Sumatera Barat. Sarana yang dibuat pada
saat itu adalah gerbang pintu masuk, kupel, jalan setapak, area parkir, tempat
bermain anak-anak, dan toilet. Setelah pembangunan selesai, BAPPARDA
Tingkat I Sumatera Barat menyerahkan kawasan kepada Pemerintah Daerah
Tingkat II Lima Puluh Kota. Pada tanggal 12 Desember 1990 keluarlah Surat
Keputusan Bupati Lima Puluh Kota No.788/BLK/1990 tentang pembentukan
Badan Pengelola Objek Wisata Alam Lembah Harau Kabupaten Lima Puluh
Kota.
Pada tahun 1992, Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
mengeluarkan buku kumpulan peraturan tentang pungutan dan iuran bidang
Pariwisata Alam serta pungutan masuk kawasan pariwisata alam yang memuat
surat-surat keputusan dari berbgagai instansi:
41

a. Kepmenhut No.878/Kpts-II/19992 tanggal 8 September 1992 tentang Tarif


Pungutan Masuk ke Hutan Wiasata,Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Laut;
b. Kepmenhut No.441/Kpts – II /1990 tanggal 24 Agustus 1990 tentang
Pengenaan Iuran dan Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman Nasionl Hutan Laut;
c. Kepmenhut No.688/Kpts-II/1989 tanggal 5 November 1989 tentang Tata cara
Permohonn Izin Pengusahaan HutanWisata, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Hutan Laut;
d. Kepmenhut No.687/Kpts-II/1989 tanggal 15 November 1989 tentang
Pengusahaan Hutan Wiasata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Hutan Laut;
e. Kepsekjend DepHut No.45/Kpts/II- KUM/92 tanggal 16 Juli 1992 tentang
Tata Cara Pengenatan, Pemungutan, Pembagian, dan Tata Usaha Pungutan
Usaha, dan Iuran Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut;
f. Surat Menteri Keuangan No.S- 978/MK.03/1992 tanggal 12 Agustus 1992
perihal Persetujuan Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wisata;
g. Kepdirjend PHPA No. 46/Kpts/ DJ- VI/1992 tanggal 1 Juli 1992 tentang Tarif
Pungutan Usaha Pariwisata Alam di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Hutan Laut;
h. Kepdirjend PHPA No.77/ Kpts/ DJ-VI/1992 tanggal 1 Oktober 1992 tentang
Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, Penyetoran dan Penatausahaan Pungutan
Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman
Hutan Laut.
Buku ini kemudian direvisi kembali dengan PP No.18 Th 1994 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Kawasan TWA Lembah Harau mengalami beberapa kali pergantian pihak
yang bertanggung jawab dalam mengelola kawasan. Pada tahun 1998, pihak
pengelola diserahkan kepada Pd Gojong Limo Sakato dan pada tahun 2000, Dinas
Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota membuat surat perjanjian kerja sama
42

dengan PT Trio Dhora Nusantara Tour and Travel sebagai badan pengelola.
Akibat adanya beberapa kali perpindahan pihak pengelola, Subseksi Wilayah
KSDA Pasaman dengan surat no.10/5-SSKSDA-I/2001 tanggal 06 Februari 2001
membuat surat kepada Kepala unit KSDA Sumatera Barat untuk meminta
penjelasan tentang penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemeritah
Daerah. Masalah pihak pengelola mereda dengan perpindahan pengelolaan oleh
Dinas Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota.
Pada 27 Februari 2007, Sekretaris Daerah Kabupaten Limapuluh Kota
membuat surat kepada Kantor Pariwisata Lima Puluh Kota dengan
No.500/132/Perek-PMD/2007 agar dapat memberikan informasi lengkap tentang
ketentuan prosedur dan persyaratan pengelolaan kerjasama Lembah Harau oleh
pihak swasta kepada Bupati Lima Puluh Kota. Sekda Kabupaten Lima Puluh Kota
mengundang Kepala KSDA Sumatera Barat untuk rapat pembahasan pengelolaan
Lembah Harau oleh pihak swasta. Hasil rapat tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pengelolaan TWA Lembah Harau oleh pihak ketiga izinnya dikeluarkan oleh
Menteri Kehutanan.
b. KSDA Sumatera Barat akan mengundang Pemda Kabupaten Lima Puluh Kota
untuk rapat membahas pengelolaan TWA Lembah Harau.
c. Masa transisi pengelolaaan TWA Lembah Harau untuk sementara akan
dikelola oleh Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lim Puluh Kota.

4.4.2 Rencana Pengembangan dan Pengelolaan TWA Lembah Harau


Pemda dan BKSDA memiliki beberapa rencana, yaitu Rencana
Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun
2000 oleh Bappeda (Pemda). Kedua rencana ini dapat menjadi landasan dalam
pembentukan konsep ekowisata. Di dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah
Harau Tahun 2000 terdapat butir-butir berikut:
a. pengukuhan dan pemeliharaan batas kawasan;
b. penataan dan pengkajian kawasan;
c. pembangunan sarana dan prasarana;
d. pengembangan institusi dan sumber daya manusia;
43

e. pengelolaan potensi kawasan;


f. perlindungan dan pengamanan kawasan;
g. pengelolaan penelitian dan pendidikan;
h. pembinaan daerah penyangga;
i. pengembangan integrasi dan koordinasi.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang
bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat
rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengemdalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan. Di dalam RTBL Kawasan Pariwisata Lembah Harau
Tahun 2000 terdapat butir-butir berikut:
a. identifikasi dan apresiasi konteks lingkungan;
b. program peran serta masyarakat;
c. konsep umum perencanaan;
d. panduan detail perancangan;
e. program pembiayaan;
f. program pengendalian pelaksanaan;
g. program pengelolaan properti pasca pelaksanaan.
44

V. ANALISIS DAN SINTESIS

5.1 Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata


Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) memiliki lima aspek,
yaitu daya tarik, aksesibilitas, lingkungan sosial ekonomi, akomodasi, serta sarana
dan prasarana penunjang. Hasil dari penilaian dapat dilihat pada Tabel 24, 25, 26,
27, dan 28.

Tabel 24 Hasil Penilaian Aspek Daya Tarik


No Unsur/Sub unsur Skor
1 Keunikan sumber daya: ≥4 30
a. Air terjun v
b. Gua
c. Flora v
d. Fauna v
e. Sungai v
f. Kesenian tradisional v
g. Peninggalan sejarah v
h. Upacara adat v
i. Kebudayaan masyarakat v
2 Banyaknya potensi sumberdaya alam yang menonjol: ≥4 30
a. Batuan v
b. Flora v
c. Fauna v
d. Air v
e. Gejala alam
3 Kegiatan wisata yang dapat dilakukan: ≥5 30
a. Menikamati keindahan alam v
b. Melihat flora dan fauna yang ada v
c. Memancing
d. Trecking v
e. Mandi/berenang v
f. Penelitian/pendidikan v
g. Berkemah v
h. Berperahu
4 Kebersihan objek wisata tidak ada pengaruh dari: Ada 3-4 20
a. Industri v
b. Jalan ramai motor/mobil v
c. Pemukiman penduduk v
d. Sampah
e. Binatang v
f. Corat-coret (vandalisme)
g. Pencemaran lainnya
5 Kenyamanan: Ada 4 25
a. Udara bersih dan sejuk v
b. Bebas dari bau yang menganggu v
c. Bebas dari kebisingan v
d. Pelayanan terhadap pengunjung yang baik v
6 Keamanan: Ada 4 25
a. Tidak ada arus yang berbahaya v
45

b. Tidak ada pencurian v


c. Tidak ada perambahan dan penebangan liar
d. Tidak ada kepercayaan yang menggangu v
e. Tidak ada penyakit yang berbahaya seperti malaria v
Total 160
x Bobot (=6) 960

Tabel 25 Hasil Penilaian Aspek Aksesibilitas


No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai
1 Kondisi jalan Baik 30
2 Jarak dari pusat kota < 5 km 30
3 Tipe jalan Jalan aspal lebar > 3 m 30
4 Waktu tempuh dari pusat 1-2 jam 30
Total 120
x Bobot (=5) 600

Tabel 26 Hasil Penilaian Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi


No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai
1 Tata ruang wilayah objek Ada tapi tidak sesuai 25
2 Status lahan Lahan negara 30
3 Mata pencaharian penduduk Petani dan berkebun 20
4 Pendidikan Lulus SD sebagian besar 20
Total 95
x Bobot (=5) 475

Tabel 27 Hasil Penilaian Aspek Akomodasi


No Unsur/Sub Unsur Kriteria Nilai
1 Jumlah kamar (Buah) < 30 15
2 Jarak dari pusat kota Ada 1 15
Total 30
x Bobot (=3) 90

Tabel 28 Hasil Penilaian Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang (Radius 10 km


dari Objek)
No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor
1 Prasarana: ≥4 30
a. Kantor pos
b. Jaringan telepon v
c. Puskesmas/klinik v
d. Wartel/faksimili v
e. Warnet
f. Jaringan listrik v
g. Jaringan air minum v
h. Surat kabar v
2 Sarana penunjang: ≥4 30
46

a. Rumah makan/minum
b. Pusat perbelanjaan/pasar
c. Bank/money changer
d. Toko cindera mata
e. Tempat peribadatan
f. Toilet umum
g. Transportasi
Total 90
x Bobot (=2) 180

Tabel 29 Kategori Penilaian ODTW


Kategori Derajat Interval
Sangat baik 2328-2640
Baik 2016-2327
Sedang 1704-2015
Buruk 1392-1703
Sangat buruk 1080-1391

Berdasarkan rumus dalam penilitian Oktadiyani (2006), penilaian ODWT


dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 2305 (Tabel 29).
Dalam tabel kategori penilaian ODTW, skor ini termasuk dalam kategori baik.
Hasil ini menunjukkan bahwa dari segi penilaian ODWT, TWA Lembah Harau
telah memiliki persyaratan yang cukup untuk dijadikan pengembangan wisata.
Aspek daya tarik merupakan aspek yang memiliki skor yang paling tinggi,
sedangkan aspek kondisi lingkungan sosial ekonomi memiliki skor yang paling
rendah. Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut.
a. TWA Lembah Harau memiliki daya tarik yang tinggi dari segi keunikan
sumber daya, kegiatan yang dapat dilakukan, kebersihan, dan kenyamanan;
b. TWA Lembah Harau mudah di akses;
c. kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar TWA Lembah Harau
masih kurang karena tingkat pendidikan rendah dan masyarakat mayoritas
adalah petani;
d. belum adanya pengadaan akomodasi yang baik;
e. memiliki sarana dan prasaran penunjang yang baik di sekitar kawasan TWA
Lembah Harau.
47

5.2 Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism


Penilaian kesiapan pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE)
memiliki empat aspek, yaitu sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan
pengelolaan. Hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 30, 31, 32, dan 33.
Berdasarkan rumus dalam penelitian Oktadiyani (2006), penilaian
kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata dibagi dalam lima kategori.
Total dari kelima aspek di atas adalah 1500 (Tabel 34). Dalam tabel kategori
penilaian, nilai ini termasuk dalam kategori sedang. Aspek sosial ekonomi dan
aspek pengelolaan menjadi aspek yang memiliki skor paling rendah. Simpulan
dari penilaian ini adalah sebagai berikut.
a. TWA Lembah Harau memiliki potensi pasar tetapi kurang dalam pengelolaan
karena kurangnya partisipasi masyarakat;
b. Masyarakat sekitar TWA Lembah Harau memiliki tingkat sosial budaya yang
baik, yaitu masih terjaganya norma, nilai, dan kebudayaan setempat;
c. kelestarian lingkungan mulai terganggu karena kurangnya pengelolaan,
konservasi, dan kesadaran lingkungan masyarakat maupun Pemda (Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata);
d. pengelolaan yang buruk akibat tidak adanya partisipasi masyarakat.
48

Tabel 30 Hasil Penilaian Aspek Sosial Ekonomi


No Prinsip Kriteria Indikator Ada 1-2 Tidak Ada Skor
1 Pasar 1 Adanya potensi/peluang pasar 1 Peningkatan jumlah kunjungan
v 20
2 Tumbuhnya pelaku usaha 2 Pertumbuhan jumlah pelaku usaha
2 Ekonomi Terbukanya peluang usaha dan 1 Peningkatan jumlah kunjungan
v 20
kerakyatan kesempatan kerja 2 Tumbuhnya pelaku usaha ekonomi mikro
3 Penggunaan Tumbuhnya kreativitas masyarakat 1 Peningkatan sarana/prasarana
sumber daya 2 Meningkatnya permintaan sumberdaya v 10
setempat lokal
4 Unit selling point 1 Branding Image Kunjungan berkesinambungan
v 10
(USP) 2 Produk layak jual dan kualitas
5 Partisispasi Keberadaan sumber daya lokal sebagai 1 Setiap sumber daya lokal dapat menjadi
masyarakat dalam aset nilai pokok v 10
investasi 2 Meningkatnya alur distribusi lokal
6 Pembagian Adanya pengaturan/kesepakatan antar- Kontribusi keuntungan semua pihak
v 10
keuntungan pihak bersama pemerintah
Total 90
x Bobot (=6) 540

Tabel 31 Hasil Penilaian Aspek Sosial Budaya


No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor
1 Pelestarian Adanya norma dan nilai 1 Adanya norma dan nilai-nilai budaya
setempat yang masih berlaku dan dipegang
teguh serta mengikat di dalam masyarakat v 20
2 Adanya upacara-upacara adat yang masih
diselenggarakan
2 Apresiasi Adanya upacara adat 1 Jumlah/jenis upacara adat
Adanya kelempok kesenian 2 Jumlah grup kesenian tradisional/modern v 20
. 3 Interaksi seni budaya

3 Pengaturan Adanya pengaturan adat Masih adanya kelembagaan masyarakat v 20


Total 60
x Bobot (=6) 360

48
49

Tabel 32 Hasil Penilaian Aspek Lingkungan


No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor
1 Pengelolaan 1 Aturan tertulis/tidak 1 Adanya sanksi lingkungan
tertulis di desa 2 Masih adanya kegiatan kerja
v 15
2 Sadar lingkungan bakti/gotong royong
3 Tertata, bersih, nyaman, dan asri
2 Konservasi Pemanfaatan lingkungan alam 1 Lingkungan lestari
dan budaya yang 2 Seni budaya masih eksis
v 20
berkelanjutan 3 Masyarakat masih mendapatkan nilai
ekonomi dari lingkungan
3 Sadar lingkungan Pemahaman tentang arti dan 1 Meningkatnya perhatian dan kesadaran
manfaat linkungan meningkat masyarakat terhadap lingkungan
v 10
2 Adanya pendidikan tentang lingkungan
pada sektor formal dan informal
Total 45
x Bobot (=6) 270

Tabel 33 Hasil Penilaian Aspek Pengelolaan


No Prinsip Kriteria Indikator ≥3 Ada 1-2 Tidak Ada Skor
1 Adanya institusi Partisipasi masyarakat 1 Adanya peran aktif dari institusi atau
di masyarakat kelompok masyarakat
v 10
lokal 2 Keterlibatan pemangku
kepentingan/stakeholders
2 Melibatkan semua Transparansi 1 Meningkat jumlah masyarakat yang
pemangku memperoleh manfaat
kepentingan 2 Tersedianya mekanisme pendistribusian
v 10
keuntungan
3 Tidak ada masyarakat yang
menyampaikan keluhan
3. Peningkatan kapasitas 1 Pengetahuan dan keterampilan kelompok 10
masyarakat meningkat
2 Semua guide terlatih dan memperoleh v
lisensi (terdapat pelatihan setidaknya
sekali setahun)

49
50

3 Kesadaran kelompok masyarakat tentang


konservasi sumber daya alam meningkat
4 Terbentuknya monitoring unit di tingkat
masyarakat
5 Jumlah pelatihan (konservasi, skill, dan
pengetahuan sebagai pemamdu)
6 Kepuasan pengunjung meningkat
4. Regulasi 1 Kesepakatan pengelolaan yang legalitas
hukumnya diakui masyarakat dan
pemerintah desa
v 15
2 Adanya nota kerjasama atau management
agreement dengan pemilik kawasan
3 Adanya code of conduct
5. Isu keberlanjutan 1 Tersedianya produk-produk yang ramah
lingkungan v 10
2 Mandiri
Total 55
x Bobot (=6) 330

Tabel 34 Kategori Penilaian Kesiapan Pengembangan CBE


Kategori Derajat Interval
Sangat baik 1836-2040
Baik 1632-1835
Sedang 1428-1631
Buruk 1224-1427
Sangat buruk 1020-1223

50
51

5.3 Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata


Penilaian kesiapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata memiliki
tiga aspek, yaitu karakterisitk masyarakat, persepsi masyarakat mengenai
pengembangan ekowisata, serta partisipasi dan keinginan masyarakat. Penilaian
ini dilakukan melalui hasil kuesioner dari Rencana Pengelolaan CA Lembah
Harau Provinsi Sumatera Barat tahun 2000 yang dilakukan KSDA. Hasil
penilaian dapat dilihat pada Tabel 35, 36, dan 37.
Berdasarkan rumus dalam penilitian Oktadiyani (2006), penilaian ODWT
dibagi dalam lima kategori. Total dari kelima aspek di atas adalah 1460 (Tabel 38).
Dalam tabel kategori penilaian, nilai ini termasuk dalam kategori sedang. Skor
pada penilaian ini hampir mencapai kategori baik (1676-1464). Hal ini disebabkan
oleh adanya beberapa aspek yang memiliki skor yang cukup rendah sehingga
tidak cukup untuk mencapai kategori baik. Aspek persepsi masyarakat mengenai
pengembangan ekowisata merupakan aspek yang memiliki skor paling rendah.
Simpulan dari penilaian ini adalah sebagai berikut.
a. masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah;
b. masyarakat mengetahui perlunya pelestarian tetapi belum adanya dukungan
dalam bentuk tindakan;
c. partisipasi masyarakat masih kurang tetapi keinginan masyarakat untuk
berpartisipasi sangat besar.
52

Tabel 35 Hasil Penilaian Karakteristik Masyarakat (berdasarkan kuesioner oleh KSDA tahun 2000)
No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor
1 Pendidikan Lulus SD sebagian besar 20
2 Mata pencaharian penduduk Petani dan berkebun 20
3 Status kependudukan Mayoritas responden asli 30
Total 70
x Bobot (=5) 350

Tabel 36 Hasil Penilaian Persepsi Masyarakat Mengenai Pengembangan Ekowisata


No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor
1 Objek yang perlu dilestarikan: ≥4 30
a. Keindahan alam v
b. Keanekaragaman hayati (flora dan fauna) v
c. Peninggalan sejarah v
d. Kebudayaan lokal v
e. Lainnya
2 Pendapat pengembangan wisata ODWT dengan aspek kelesatarian Sangat sependapat 25
3 Kegiatan menjamin kelesatarian kawasan: Ada 1 15
a. Adanya pembatasan jumlah pengunjung
b. Kegiatan wisata yang bersifat merusak dihindarikan
c. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan wisata
d. Adanya dukungan pemerintah sebagai fasilitator v
e. Lainnya
4 Bentuk pelayanan dan fasilitas menjamin kelestarian kawasan/objek: Ada 1 15
a. Bangunan dengan bahan yang alami seperti kayu v
b. Bangunan permanen dengan jumlah yang tidak terlalu banyak yang akan merusak keaslian kawasan
objek wisata
c. Adanya interpreter (pemandu) yang dapat memberikan penjelasan mengenai kondisi kawasan objek
wisata

d. Adanya homestay (penginapan) dan makanan tradisional yang dapat memberikan suasana alami pada

52
53

pengunjung
e. Lainnya
Total 85
x Bobot (=6) 510

Tabel 37 Hasil Penilaian Partisipasi dan Keinginan Masyarakat


No Unsur/Sub Unsur Kriteria Skor
1 Partisipasi masyarakat Sedikit yang berpartisipasi 20
2 Persepsi masyarkat Mayoritas mendukung 25
3 Keinginan masyarakat ≥4 30
4 Dampak Perbandingan sama antara positif dan negatif 25
Total 100
x Bobot (=6) 600

Tabel 38 Hasil Kategori Penilaian Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata


Kategori Derajat Interval
Sangat baik 1677-1890
Baik 1464-1076
Sedang 1251-1463
Buruk 1038-1250
Sangat buruk 825-1037

53
54

5.4 Strategi Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata


Strategi pengembangan dan pengelolaan ekowisata dilakukan dengan
analisis SWOT. Pada kasus ini, analisis SWOT merupakan analisis lanjutan dari
analisis penilaian. Analisis SWOT dilakukan untuk menentukan langkah-langkah
yang akan dilakukan dan menentukan prioritas strategi. Langkah pertama adalah
menentukan faktor-faktor internal dan eksternal TWA Lembah Harau. Faktor-
faktor ditentukan berdasarkan wawancara dengan pengelola dan masyarakat,
analisis penilaian (ODTW, kesiapan pengembangan CBE, dan kesiapan
masyarakat dalam pengembangan ekowisata), dan studi pustaka. Faktor internal
terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), sedangkan faktor
eksternal terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Kekuatan
yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut:
a. memiliki objek wisata yang alami dan khas (S1);
b. memiliki potensi pengembangan kegiatan wisata lainya (S2);
c. kawasan mudah di akses (S3);
d. tingkat sosial budaya masyarakat tinggi (S4);
e. adanya kesadaran masyarakat untuk melestarikan kawasan (S5);
f. tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi tinggi (S6).
Kelemahan yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut:
a. masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah (W1);
b. kurangnya partisipasi masyarakat (W2);
c. pelestarian kawasan belum optimal (W3).
Peluang yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut:
a. potensi pasar tinggi (O1);
b. adanya rencana pengembangan dan pengelolaan dari Pemda dan BKSDA
(O2);
c. memiliki sarana dan prasaran penunjang yang cukup (O3).
Ancaman yang dimiliki TWA Lembah Harau adalah sebagai berikut:
a. kelestarian lingkungan mulai terganggu (T1);
b. belum adanya kerja sama antara Pemda dan BKSDA (T2).
Langkah kedua adalah penilaian faktor internal dan eksternal. Penilaian
dilakukan dengan menentukan tingkat kepentingan dari masing-masing faktor.
55

Dalam kasus Lembah Harau, penilaian dilakukan oleh penulis berdasarkan


keadaan kawasan. Hal ini dikarenakan kurangnya kesubjektifan pihak pengelola
dalam membandingka setiap faktor. Setiap faktor internal dan eksternal diberi
nilai berdasarkan tingkat kepentingannya (Tabel 39 dan 40). Selanjutnya
dilakukan pembobotan dari hasil perbandingan tingkat kepentingan.

Tabel 39 Tingkat Kepentingan Faktor Internal TWA Lembah Harau


S1 S2 S3 S4 S5 S6 W1 W2 W3 Total Bobot
S1 2 3 2 2 2 2 2 2 17 0,11
S2 2 3 2 2 2 2 2 2 17 0,11
S3 1 1 1 1 1 2 1 1 9 0,06
S4 2 2 3 2 2 2 2 2 17 0,11
S5 2 2 3 2 2 3 2 2 18 0,12
S6 2 3 4 3 2 3 2 2 21 0,14
W1 2 2 3 2 1 1 1 1 13 0,09
W2 2 3 4 3 2 2 3 2 21 0,14
W3 2 2 3 3 2 2 3 2 19 0,12
Total 152 1,00

Tabel 40 Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal TWA Lembah Harau


O1 O2 O3 T1 T2 Total Bobot
O1 2 3 2 2 9 0,21
O2 2 3 3 2 10 0,24
O3 1 1 1 1 4 0,10
T1 2 2 3 2 9 0,21
T2 2 2 3 3 10 0,24
Total 42 1,00

Langkah ketiga adalah pembuatan Matriks IFE dan Matriks EFE. Setelah
diperoleh bobot dari masing-masing faktor strategis internal dan eksternal,
dilakukan penentuan peringkat (rating) antara 1-4. Berdasarkan rumus menurut
Departemen Kehutanan (2007), rating setiap faktor dikalikan dengan bobot untuk
memperoleh skor. Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada tabel 41 dan Tabel 42.

Tabel 41 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) TWA Lembah Harau


Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Kode
Kekuatan
1 Memiliki objek wisata yang alami dank has 0,11 4 0,44 S1
2 Memiliki potensi pengembangan kegiatan wisata 0,11 2 0,22 S2
3 Kawasan mudah di akses 0,06 3 0,18 S3
4 Tingkat sosial budaya masyarakat tinggi 0,11 3 0,33 S4
56

5 Adanya kesadaran masyarakat untuk melestarikan kawasan 0,12 4 0,48 S5


6 Tingkat keinginan masyarakat untuk berpartisipasi tinggi 0,14 4 0,56 S6
Kelemahan
1 Masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cukup 0.09 1 0,09 W1
rendah
2 Kurangnya partisipasi masyarakat 0,14 1 0,14 W2
3 Pelestarian kawasan belum optimal 0,12 1 0,12 W3
Total 1,00 2,56

Tabel 42 Matriks External Factor Evaluation (EFE) TWA Lembah Harau


Faktor-faktor Strategi Ekternal Bobot Rating Skor Kode
Peluang
1 Potensi pasar tinggi 0,21 3 0,63 O1
2 Adanya rencana pengembangan dan pengelolaan dari O2
Pemda dan BKSDA 0,24 3 0,72
3 Memiliki sarana dan prasaran penunjang yang cukup 0,10 2 0,20 O3
Ancaman
1 Kelestarian lingkungan mulai terganggu 0,21 1 0,21 T1
2 Belum adanya kerja sama antara Pemda dan BKSDA 0,24 2 0,48 T2
Total 1,00 2,24

Berdasarkan Matriks IE, Taman Budaya berada pada kuadran V. Kuadran V


menunjukkan TWA Lembah Harau berada pada posisi hold and maintain
(Gambar 18). Strategi yang sesuai adalah strategi seperti pengembangan pasar dan
produk.

Total Skor IFE

3 2 1
4
Total Skor EFE

I II III tinggi
3
IV V VI sedang
2
VII VIII IX rendah
1
tinggi sedang rendah

Gambar 18 Matriks Internal-Eksternal (IE) TWA Lembah Harau

Langkah keempat adalah pembuatan tabel alternatif strategi. Penentuan


alternatif strategi dilakukan dengan mempertimbangkan kombinasi faktor-faktor
internal dan eksternal yang saling terkait. Prioritas dari strategi ditentukan dari
total skor dari kode pembobotan. Strategi yang memiliki total skor paling tinggi
menjadi prioritas paling utama. Perhitungan prioritas strategi dapat dilihat pada
57

Tabel 43, yang menghasilkan lima peringkat strategi. Kelima strategi menjadi
konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata di kawasan Taman Wisata
Alam Lembah Harau yang akan dibahas dalam bab selanjutnya (Tabel 44).

Tabel 43 Pemeringkatan Alternatif Strategi Pengembangan TWA Lembah Harau


Strategi Kode Pembobotan Total Prioritas
S-O
1 Pengembangan produk wisata sesuai dengan S1+S2+S3+O1+O3 1,67 3
potensi objek dan kegiatan wisata
2 Pelibatan masyarakat ke dalam rencana S4+S5+S6+O2 2,09 1
pengembangan dan pengelolaan Pemda dan
BKSDA
S-T
1 Adanya kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan S4+S5+S6+T2 1,85 2
masyarakat
W-O
1 Peningkatan SDM masyarakat terutama W1+W2+O2 0,95 5
mengenai ekowisata melalui berbagai pelatihan
dan pendampingan
W-T
1 Pensosialisasian kegiatan konservasi kepada W1+W2+W3+T1+T2 1,04 4
masyarakat

Tabel 44 Konsep Pengembangan Lanskap Berbasis Ekowisata di Kawasan Taman


Wisata Alam Lembah Harau
Strategi Prioritas
1 Pelibatan masyarakat ke dalam rencana pengembangan dan pengelolaan Pemda dan 1
BKSDA
2 Adanya kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan masyarakat 2
3 Pengembangan produk wisata sesuai dengan potensi objek dan kegiatan wisata 3
4 Pensosialisasian kegiatan konservasi kepada masyarakat 4
5 Peningkatan SDM masyarakat terutama mengenai ekowisata melalui berbagai 5
pelatihan dan pendampingan
58

V. KONSEP PENGEMBANGAN LANSKAP BERBASIS EKOWISATA di


KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LEMBAH HARAU

6.1 Pelibatan Masyarakat ke dalam Rencana Pengembangan dan Pengelolaan


Pemda dan BKSDA
Pelibatan masyarakat akan berdampak positif terhadap pengembangan dan
pengelolaan suatu kawasan. Pelibatan tersebut yaitu adanya partisipasi masyarakat.
Menurut Mitchell (1997), partisipasi akan meningkatkan harapan masyarakat luas
dan kebutuhan untuk berperan serta, serta keengganan untuk menerima bahwa
seorang ahli tentulah mengetahui apa yang terbaik. Melalui partisipasi masyarakat,
berbagai bentuk ketidakpastian, terutama masalah sosial budaya, situasi akan
mudah terpecahkan secara efektif untuk jangka panjang. Dalam Rencana
Pengelolaan tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda), dijelaskan bahwa
diperlukan partisipasi masyarakat untuk mendukung berjalannya kedua rencana
tersebut. Melalui kedua rencana tersebut, peluang masyarakat untuk berpartisipasi
menjadi lebih besar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam partisipasi masyarakat.
Langkah awal adalah menentukan tingkat partisipasi dari masyarakat. Menurut
Arnstein dalam Mitchell (1997), tingkat partisipasi masyarakat yang baik adalah
kemitraan. Dalam partisipasi pada tingkat kemitraan, masyarakat akan terlibat dari
awal kegiatan pengembangan hingga evaluasi. Rancangan dalam membentuk
kemitraan adalah menentukan alasan pembentukan kemitraan, tingkat kesertaan,
tipe peserta, jenis kemitraan, elemen yang mensukseskan, waktu, komponen
program, mekanisme, dan pemantauan dan evaluasi (Mitchell, 1997). Kementrian
Sumber Daya Alam Ontario dalam Mitchell (1997), mengidentifikasi bentuk-
bentuk kerjasama dalam kemitraan, terdapat empat bentuk. Bentuk yang cocok
dalam kasus kawasan TWA Lembah Harau adalah kemitraan operasional
(operasional partnership). Kemitraan operasional merupakan jenis kemitraan
dengan peserta atau mitra melakukan pembagian kerja, tidak hanya pengambilan
keputusan. Di sini penekanannya untuk mencapai kesepakatan atas tujuan yang
diinginkan bersama, kemudian bekerja sama untuk mencapainya. Kerja sama ini
59

dapat begitu tinggi, pesertanya saling berbagi sumberdaya bukan uang dalam
jumlah besar. Kekuasaan masih dipegang secara utama oleh peserta yang
mempunyai sumber dana, dan ini biasanya lembaga-lembaga pemerintah. Namun,
jika masyarakat telah siap (setelah pembelajaran berjalan efektif), bentuk kerja
sama berubah menjadi tingkat yang lebih tinggi, yaitu kemitraan kolaboratif
(collaborative partnership). Kemitraan ini hampir sama dengan kemitraan
operasional, tetapi dalam kerja sama ini semua peserta termasuk masyarakat
memiliki otonomi yang sama kuat. Terdapat bentuk lain dari partisipasi
masyarakat dalam ekowisata berbasis masyarakat. Jain (2000) dalam Qomariah
(2009) menyatakan bentuk-bentuk sebagai berikut.
a. Partisipasi dalam pengembangan
Partisipasi merupakan langkah awal bagi Pemda dan BKSDA untuk
mengikutsertakan masyarakat pada awal pengembangan TWA Lembah Harau.
Walaupun masyarakat tidak memiliki bidang keilmuan, informasi penting
lainnya dapat menjadi faktor penting dalam pengembangan. Perlu ditekankan
bahwa tahap ini merupakan tahap penting karena masyarakat dapat ikut
terlibat dalam sistem. Masyarakat harus dihargai agar masyarakat termotivasi
untuk melaksanakan hal ke tingkat yang lebih tinggi.
b. Partisipasi dalam pembuatan keputusan
Pembuatan keputusan harus benar-benar berdasarkan pemikiran yang matang.
Tidak boleh terlalu memihak ke salah satu kelompok, termasuk masyarakat itu
sendiri. Pada kasus kawasan TWA Lembah Harau, pengambilan keputusan
harus dilaksanakan dengan hati-hati. Hal ini dikarenakan masyarakat belum
terlalu mengerti dari proses formal yang ada. Pemda dan BKSDA harus dapat
membimbing, tetapi bukan menjadi satu-satunya pihak yang memutuskan
keputusan.
c. Partisipasi dalam pelaksanaan dan perjalanan prosesnya
Pelaksanaan merupakan tahapan penting. Jika keputusan telah disepakati
bersama, proses pelaksanaan dapat berjalan lancar. Perlu dilakukan
pemantauan dan evaluasi agar pelaksanaan dapat berjalan efektif.
d. Partisipasi dalam pembagian keuntungan ekonomi
60

Pembagian keuntungan ekonomi menjadi tahap yang sensitif. Semua pihak


harus benar-benar ikut terlibat dalam pembagian. Keuntungan harus dibagikan
sesuai dengan keputusan yang telah disepakati. Hal ini juga dapat menjadi
motivasi masyarakat untuk lebih giat dalam sistem pengembangan dan
pengelolaan.
Hal penting yang harus ditekankan dalam sistem kemitraan adalah
masyarakat harus dilibatkan dari awal pengembangan. Menurut Mitchell (1997),
terdapat kunci agar kemitraan dapat dilakukan dengan baik. Kunci ini, antara lain
informasi harus disebarkan ke semua peserta terutama masyarakat. Kemudian
semua ide ditampung dari semua peserta. Kedua hal ini disebut sebagai
information-out dan information-in. Terkumpulnya banyak ide memungkinkan
penyelesaian menjadi semakin efektif. Namun, proses ini dapat menjadi menjadi
faktor penghambat jika waktu yang dihabiskan dalam kedua proses ini berjalan
terlalu lama. Diperlukan kesadaran setiap peserta untuk mencari penyelesaikan
dengan waktu singkat. Terdapat bentuk-bentuk mekanisme partisipasi publik
(Tabel 45). Mekanisme ini dapat dipilih salah satu atau dikombinasikan,
disesuaikan dengan kondisi.

Tabel 45 Bentuk-bentuk Mekanisme Partisipasi Publik


Kemampuan
Informasi Informasi Pertukaran
Perwakilan membuat
masuk keluar menerus
keputusan
Pertemuan Kurang baik Kurang baik Baik Kurang baik Kurang baik
publik - cukup
Tugas Kurang baik Baik Baik Baik Cukup - baik
khusus
Kelompok- Kurang baik - Kurang baik - Kurang baik - Baik Cukup
kelompok baik baik baik
Penasehat Baik Baik Cukup Kurang baik Kurang baik
Survey sosial Kurang baik Baik Kurang baik Kurang baik Baik
Penyerahan Kurang baik Baik Baik Kurang baik Baik
individu atau
kelompok
Ligitation Kurang baik - Baik Baik Kurang baik Baik
cukup
Abritasi Cukup Baik Baik Cukup Baik
Mediasi Kurang baik - Baik Baik Baik Baik
lingkungan cukup
Lobi Kurang baik - Baik Cukup Baik Cukup
cukup
Sumber: Mitchell, 1997
61

Langkah terakhir adalah pemantauan dan evaluasi. Tahapan ini penting


untuk mengetahui seberapa besar penerapan dapat berjalan dengan lancar.
Pemantauan dan evaluasi harus memiliki prosedur yang jelas agar dapat
dilaporkan dan didiskusikan dengan mudah. Dalam kasus kawasan TWA Lembah
Harau, pemantauan harus dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari anggota
BKSDA. Hal ini dikarenakan KSDA memiliki pemahaman yang lebih tinggi
mengenai ekowisata. Menurut Smith dalam Mitchell (1997) terdapat tiga bagian
yang perlu dievaluasi, yaitu konteks, proses, dan keluaran atau hasil. Contoh
lembar pemantauan dan evalusi dapat dilihat pada Tabel 46.

Tabel 46 Contoh Lembar Pemantuan dan Evalusi


Konteks
1 Latar belakang
2 Persiapan/pengaturan kelembagaan
a. Struktur dan proses politik
b. Regulasi dan legislasi
c. Struktur administrasi
3 Penampilan lembaga
a. Status
b. Fungsi
c. Kerangka kerja
d. Persiapan/pengaturan pendanaan
Proses
1 Tujuan dan sasaran partisipasi
a. Tugas yang diberikan pada partisipasi
b. Tujuan peserta
2 Jumlah dan alasan kesertaan publik
a. Siapakah mereka?
b. Sejauh manakah mereka mewakili?
c. Sejauh manakah mereka terorganisir?
3 Metodologi yang digunakan
a. Teknik
b. Akses ke informasi
c. Sumber daya
Keluaran/hasil
1 Hasil partisipasi
2 Keefektifan
a. Menekankan pada isu-isu
b. Kesesuaian proses
c. Tingkat kesadaran yang dihasilkan
d. Dampak dan pengaruh pada peserta
e. Waktu dan biaya
Sumber: Mitchell, 1997
Setelah menentukan tahap-tahap dalam pembentukan partisipasi, perlu
dibentuk wadah masyarakat. Pembentukan wadah merupakan bentuk nyata dari
partisipasi masyarakat. Wadah yang dibentuk berupa kelembagaan sebagai tempat
62

melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan ekowisata. Melalui kelembagaan,


partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan secara terencana dan terorganisasi.
Kelembagaan yang dibentuk berfungsi sebagai tempat pelatihan,
pembinaan, forum diskusi, forum pengambilan keputusan, pengamatan, dan
evaluasi, dengan peran serta Pemda dan KSDA sebagai fasilitator dalam
kelembagaan. Hal ini dikarenakan kelembagaan untuk jangka panjang menjadi
wadah mandiri masyarakat dalam berpartisipasi. Masyarakat setempat merupakan
komunitas yang paling mengetahui kondisi lingkungan setempat sehingga peran
KSDA dan Pemda hanya bersifat memfasilitasi, masyarakat sendiri yang akan
menentukan bentuk wadah yang dibangun. Peran pemerintah lebih bersifat
mengawasi, memfasilitasi, dan mengawal proses. Pengawasan dilakukan agar
tetap pada koridor hukum sehingga tidak menyimpang dari peraturan perundangan
yang berlaku. Jika kelembagaan telah mantap, masyarakat dapat mengembangkan
dan mengelola kawasan tanpa bantuan pihak luar. Pada tahap ini ekowisata
berbasis masyarakat akan tercapai.
Dalam tahap awal harus didiskusikan prosedur utama dalam kelembagaan
seperti struktur, tugas, dan peran masing-masing pihak terkait. Prosedur yang ada
harus disepakati bersama. Ristiyanti (2008) menjelaskan bahwa dengan
pembentukan wadah dalam pengembangan desa wisata diharapkan aspirasi
masyarakat dari berbagai bentuk partisipasi dan aspirasi secara umum dapat
terakomodasi.

6.2 Kerja Sama antara Pemda, BKSDA, dan Masyarakat


Sistem kerja sama masyarakat dengan Pemda dan BKSDA telah dijelaskan
pada sub bab sebelumnya, yaitu adanya pelibatan masyarakat dalam bentuk
partisipasi kemitraan. Dalam sub bab ini akan menjelaskan aspek-aspek yang
dapat dikerjakan bersama sesuai dengan Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau
Tahun 2000 oleh BKSDA dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun 2000 oleh Bappeda (Pemda).
Beberapa hal yang dapat menjadi acuan kerja sama dalam Rencana
Pengelolaan CA Lembah Harau Tahun 2000, yaitu Pemda, BKSDA, dan
masyarakat bersama-sama
63

a. menentukan batas-batas antara cagar alam dengan hutan lindung (HT) dan
areal penggunaan lain (APL);
b. melakukan pemasangan batas melalui pemasangan papan pengumuman dan
penanaman jalur hijau;
c. menginventariasi dan menjaga ekosistem;
d. menginventarisasi dan mengidentifikasi potensi flora dan fauna;
e. mengemas wisata sesuai dengan potensi yang ada;
f. membangun sarana dan prasarana sesuai dengan dana pemerintah, yaitu
1) kantor pengelola, laboratoriun penelitian, dan pondok penelitian dibangun
di Desa Tarantang Lubuak Limpato;
2) pos jaga ditempatkan di dalam dan di luar kawasan terutama pada daerah
yang sering dilalui oleh masyarakat, rawan kebakaran, dan wilayah
konsentrasi penduduk tinggi;
3) menara pengawas satwa dan kebakaran;
4) jalan patroli;
5) pembangunan demplot-demplot potensi jenis kupu-kupu dengan bantuan
masyarakat.
Beberapa hal yang dapat menjadi acuan kerja sama dalam Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Pariwisata Lembah Harau Tahun
2000, yaitu Pemda, BKSDA, dan masyarakat bersama-sama
a. membantu dalam proses inventarisasi, pembangunan, dan pengelolaan fasilitas
baru seperti rumah makan, pos penjagaan, gazebo, tempat pemandian, taman
bermain.
b. dapat menjadi tenaga kerja, khususnya masyarakat, dalam menjaga dan
membersihkan fasilitas umum seperti toilet, mushola, gazebo, tempat
pemandian, taman bermain, dan rumah makan.
c. mengatur sempadan bangunan untuk memperkecil resiko penjalaran bahaya
kebakaran, memperlancar aliran udara, pencahayaan matahari dan sirkulasi
pergerakan.
Kedua rencana tersebut tidak dilakukan secara terpisah tetapi dapat
dilakukan bersama sehingga tujuan dapat tercapai. Hal utama yang dapat
64

dikoordinasikan adalah mengenai pendanaan sarana dan prasaran oleh Pemda dan
penambahan jumlah tenaga ahli dari Pemda.

6.3 Pengembangan Produk Wisata Sesuai Dengan Potensi Objek dan


Kegiatan Wisata
Daya tarik berupa keindahan alam telah dikembangkan di TWA Lembah
Harau, tetapi belum ada pengemasan khusus dalam bentuk program-program.
Budaya masyarakat yang cukup tradisonal dapat menjadi daya tarik tambahan.
Dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau tahun 2000 oleh BKSDA,
kawasan Lembah Harau dibagi menjadi dua blok, yaitu blok inti dan blok rimba.
Blok inti adalah kawasan yang kondisinya masih utuh dan asli dan blok rimba
adalah kawasaan yang dapat mengakomodasi kegiatan pengelolaan dan
pemanfaatan. Kedua blok ini belum teridentivikasi secara keseluruhan. Daerah
yang telah diidenfikasi oleh BKSDA adalah sebagai berikut:
1 blok inti, yaitu bagian utara di sekitar Bukit Simalokama hingga bagian
selatan di sekitar Batang Sarasah Aka Barayun dan bagian barat di daerah
Bukit Jambu;
2 blok rimba, yaitu TWA Lembah Harau dan daerah jalan perlintasan
masyarakat.
Berdasarkan konsep pembagian kegiatan wisata oleh Weaver (2001),
potensi kegiatan wisata dapat dibagi beberapa kegiatan, yaitu ekowisata, wisata
massal, dan wisata alternatif (Gambar 19).

Gambar 19 Konsep Pembagian Kegiatan Wisata oleh Weaver


65

Konsep ini menjelaskan bahwa kegiatan wisata massal memiliki proporsi lebih
besar. Proporsi ini dipengaruhi oleh jumlah kegiatan dan jumlah pengunjung yang
melakukannya. Ekowisata menjadi bagian dari wisata massal karena kegiatan dan
jumlah pengunjung yang melakukan ekowisata jauh lebih sedikit. Hal ini
dimaksudkan bahwa ekowisata dan wisata massal dapat dikerjakan dalam di
tempat yang sama dan waktu yang bersamaan. Wisata alternatif merupakan wisata
yang bukan termasuk jenis wisata massal atau ekowisata. Namun, wisata alternatif
dapat dipadupadankan ke dalam wisata massal dan ekowisata. Bentuk kegiatan
wisata oleh Weaver (2001) menandakan bahwa dalam satu kawasan dapat
melakukan banyak kegiatan wisata.
Berdasarkan konsep pembagian kegiatan wisata oleh Weaver (2001),
rencana blok oleh BKSDA, potensi objek wisata, dan pusat aktivitas, dapat
direkomendasikan pembentukan ruang berikut: ruang penerimaan, ruang
pelayanan, ruang wisata massal, serta ruang ekowisata dan wisata alternatif
(Gambar 20).
66

Gambar 20 Peta Pengembangan Ruang

66
67

6.4 Pensosialisasian Kegiatan Konservasi kepada Masyarakat


Konservasi merupakan suatu tindakan untuk menjaga kelestarian
lingkungan. Lembah Harau miliki keanekaragaman flora dan fauna yang perlu
dijaga. Menurut hasil wawancara dengan BKSDA, telah terjadi gangguan
lingkungan di Lembah Harau dan sekitarnya. Gangguan muncul karena aktivitas
masyarakat sekitar, yaitu adanya perkebunan gambir, kulit manis, dan jeruk
disekitar kawasan Lembah Harau dan pembukaan lahan untuk jalan akses antar
desa. Hasil inventarisasi dan identifikasi daerah penyangga oleh BKSDA
menyatakan bahwa kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang saat ini
kondisinya lebih memprihatikan dibandingkan dengan kawasan cagar alam yang
disangganya. Gangguan ini belum memiliki dampak yang nyata, tetapi dapat
berdampak besar untuk jangka panjang. Salah satu dampak yang telah terjadi
adalah berkurangnya debit air di objek wisata air terjun terutama saat musim
kemarau.
Salah satu cara untuk mengurangi dampak buruk, perlu dilakukan
pensosialisasian mengenai kegiatan konservasi kepada masyarakat dan
stakeholder lainnya. Dalam Rencana Pengelolaan CA Lembah Harau tahun 2000
oleh BKSD, terdapat beberapa kegiatan pensosialisasian tersebut, yaitu sebagai
berikut:
a. inventarisasi dan identifikasi bersama masyarakat bagian-bagian kawasan
yang saat ini telah dimanfaatkan atau dikhawatirkan ;
b. mensosialisasikan keberadaan dan manfaat Lembah Harau melalui pengenalan
jalur dan tanda (pal) batas kawasan, baik kepada masyarakat maupun instansi
pemerintah dan swasta;
c. mensosialisasikan keberadaan kawasan melalui program-program
pemberdayaan masyarakat, yaitu
1) bersama masyarakat memasang papan pengumuman yang berisi pesan-
pesan untuk tidak mengkreasi gangguan terhadap cagar alam;
2) bersama masyarakat melaksanakan kegiataan penanaman jalur hijau batas
kawasan dengan jenis tanaman multi-fungsi.
Pensosialisasian ini dapat menjadi bentuk kerja sama yang baik antara Pemda,
BKSDA, dan masyarakat.
68

6.5 Peningkatan SDM Masyarakat Melalui Berbagai Pelatihan dan


Pendampingan
Pelatihan dan pendampingan masyarakat dilakukan akibat masih
rendahnya latar belakang pendidikan masyarakat. Dalam Rencana Pengelolaan
CA Lembah Harau tahun 2000 oleh BKSD, pelatihan dan pendampingan
masyarakat dilakukan dengan konsep berikut:
a. mengembankan dan membina hubungan tradisional antara masyarakat dengan
alamnya;
b. meningkatkan produktifitas lahan melalui pola intensifikasi lahan;
c. meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pelestarian alam
dan lingkungannya;
d. mengembangkan jenis-jenis kebutuhan pokok yang berasal dari kawasan
konservasi;
e. mengembangkan sistem pengelolaan jasa-jasa lingkungan yang berada dalam
kawasan konservasi.
Bentuk-bentuk kegiatan konservasi telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
Dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut perlu adanya kerja sama dengan pihak-
pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya, yaitu sebagai berikut:
a. kegiatan identifikasi flora dan fauna dan inventarisasi objek dan daya tarik
wisata memerlukan kerja sama dengan BKSDA, perguruan tinggi bidang
kehutanan, dan perguruan tinggi bidang pariwisata;
b. kegiatan pengolahan lahan yang ramah lingkungan dengan sistem agroforestri
memerlukan kerja sama dengan Dinas Pertanian dan perguruan tinggi bidang
pertanian;
c. kegiatan pengemasan produk wisata memerlukan kerja sama dengan
perguruan tinggi bidang pariwisata dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
d. kegiatan peningkatan kemampuan bahasa Inggris, boga dan etika pelayanan
memerlukan kerja sama dengan perguruan tinggi bidang pariwisata dan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata;
e. kemampuan manajemen, akuntasi sederhana, dan pembuatan dan pemasaran
souvenir memerlukan bekerja sama dengan praktisi bidang industri rumah
tangga dan Dinas Perindustrian.
69

Sama halnya dengan adanya pelatihan, pendampingan diperlukan karena


tingkat pengetahuan masyarakat cukup rendah dan tidak dimilikinya pengetahuan
tentang ekowisata. Perbedaan pendampingan dengan pelatihan adalah, dalam
pendampingan, masyarakat terjun langsung dalam praktik dan pendamping
sebagai pengamat. Kesalahan di lapang akan diperbaiki dalam pelatihan.
Pendampingan merupakan suatu proses untuk mencapai kemandirian pengelolaan
sehingga proses ini dapat dihentikan setelah masyarakat siap untuk melaksanakan
pengembangan dan pengelolaan secara mandiri. Pendampingan pada masyarakat
dapat dilakukan pada setiap kegiatan yang dapat mendukung pengembangan
kawasan. Pendampingan dapat dilakukan oleh berbagai instansi yang
berhubungan dengan pengembangan ekowisata. Pendampingan dilakukan untuk
mendorong, memfasilitasi, dan membina pengembangan wisata oleh masyarakat
secara mandiri.
70

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa belum potensi dan kendala lanskap
Lembah Harau ditangani secara profesional. Berdasarkan penilaian, potensi TWA
Lembah Harau adalah keunikan objek wisata dan tingginya keinginan masyarakat
untuk berpartisipasi. Masalah pengelolaan dan sosial budaya menjadi kendala
utama. Kendala segi pengelolaan adalah belum adanya kerja sama antara Pemda,
BKSDA, dan masyarakat. Kendala segi sosial budaya adalah rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat. Akibat dari kendala tersebut, kelestarian kawasan mulai
terganggu.
Hasil potensi dan kendala dari metode penilaian menjadi landasan
pembentukan strategi pengembangan. Strategi tersebut dikembangkan menjadi
konsep pengembangan lanskap berbasis ekowisata di kawasan Taman Wisata
Alam Lembah Harau. Butir-butir strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT,
adalah sebagai berikut:
a. pelibatan masyarakat ke dalam rencana pengembangan dan pengelolaan
Pemda dan BKSDA;
b. adanya kerja sama antara Pemda, BKSDA, dan masyarakat;
c. pengembangan produk wisata sesuai dengan potensi objek dan kegiatan
wisata;
d. pensosialisasian kegiatan konservasi kepada masyarakat;
e. peningkatan SDM masyarakat terutama mengenai ekowisata melalui berbagai
pelatihan dan pendampingan.

7.2 Saran
a. Tulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pemda dan KSDA dalam
mengembangkan dan mengelola kawasan TWA Lembah Harau.
b. Diperlukan studi lanjutan terhadap kawasan dari berbagai ilmu agar
mendapatkan rencana pengembangan yang akurat dan efektif.
71

DAFTAR PUSTAKA

Bell S. 2008. Design for Outdoor Recreation. New York: Taylor and Francis
Group.

Damanik J dan Helmut FW. 2006. Perencanaan Pariwisata: dari Teori ke


Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

David FR. 2008. Manajemen Strategi ke-10. Terjemahan Oleh Budi S.


StrategicManagement: Concepts and Cases, 10th ed. Jakarta: Salemba
Empat.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2007. Pedoman Objek dan Daya Tarik
Wisata Andalan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengembangan Produk
Pariwisata.

Departemen Kehutanan. 2007. Kumpulan Peraturan dan Pedoman Pariwisata


Alam. Pelatihan Pariwisata Alam 31 Oktober - 2 November 2007.
Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Jakarta:
Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konsevasi Alam.

Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen Kebudayaan


dan Pariwisata, dan WWF-Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata
Berbasis Masyarakat. assets.wwfid.panda.org/ (18 Maret 2010).

Douglas WR. 1982. Forest Recreation. New York: Pergamon Press.

Hade. 2009. Lembah Harau (Harau Valley). http://dreamlandbukittinggi.


indonesiatravel.biz/ (18 Maret 2010).

Kinnear TC and Taylor JR.1991. Marketing Research: an Applied Approach 4th


Ed. New York: McGraw-Hill .

Knudson DM. 1984. Outdoor Recreation. New York: Macmilan Publishing


Company.

Korean addicted. 2009. Lembah Harau nan Mantap. http://kebanggaankuindonesia.


blogspot.com (18 Maret 2010).

Mason P. 2003. Tourism Impacts, Planning, and Management. Oxford: Elsevier


Butterworth-Heineman. 195 hal.

Mitchell B. 1997. Resource and Enviromental Management. Ontario: Addison


Wesley Longman Limited.

Nurisjah S, Pramukanto, dan Wibowo. 2003. Daya Dukung dalam Perencanaan


Tapak. Bogor: Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budi Daya
Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. (tidak untuk dipublikasikan).
72

Oktadiyani P. 2006. Alternatif Strategi Pengelolaan Taman Wisata Alam Kawah


Kamojang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. [skripsi].
Departemen Konsevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor:
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Pendit NS. 1981. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT


Pradnya Paramita.

Qomariah L. 2009. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman


Nasional Meru Betiri (Studi Kasus Blok Rajegwesi SPTN I Sarongan).
[skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.
Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Ristiyanti E. 2008. Strategi Pengembangan Wisata Alam Berbasis Masyarakat


(Studi di Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Merapi Daerah
Istimewa Yogyakarta). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.

STR. 2009. Lembah Harau, 50 Kota. Sumatera Barat. http://jalanjalanterus.


wordpress.com/ (18 Maret 2010).

Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat. 2000. Laporan
Identifikasi Unggulan Potensi Cagar Alam Lembah Harau. Padang: Unit
Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat.

Tim Unit Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat. 2000. Rencana
Pengelolaan Cagar Alam Lembah Harau. Padang: Unit Konservasi
Sumber Daya Alam Sumatera Barat.

Untari R. 2009. Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Zona


Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor. [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

U.S. Department of Agriculture. 1974. National Forest Landscape Management


Volume 2. Washington: U.S. Department of Agriculture.

Weaver D. 2001. Ecotourism. Australia: John Wiley and Sons Australia, Ltd.
73

Lampiran 1 Kriteria dan Bobot Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)

1 Daya Tarik
Bobot: 6
No Unsur/Sub Unsur Kriteria dan Nilai
1 Keunikan sumber daya: ≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak Ada
a. Air terjun 30 25 20 15 10
b. Gua
c. Flora
d. Fauna
e. Sungai
f. Kesenian tradisional
g. Peninggalan sejarah
h. Upacara adat
i. Kebudayaan masyarakat
2 Banyaknya potensi sumber daya alam yang menonjol: ≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak Ada
a. Batuan 30 25 20 15 10
b. Flora
c. Fauna
d. Air
e. Gejala alam
3 Kegiatan wisata yang dapat dilakukan: ≥5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Menikamatikeindahan alam 30 25 20 15 10
b. Melihat flora dan fauna yang ada
c. Memancing
d. Trecking
e. Mandi/berenang
f. Penelitian/pendidikan
g. Berkemah
h. Berperahu
4 Kebersihan objek wisata tidak ada pengaruh dari: Ada 6 Ada 5 Ada 3-4 Ada 1-2 Tidak ada

73
a. Industri 30 25 20 15 10
74

b. Jalan ramai motor/mobil


c. Pemukiman penduduk
d. Sampah
e. Binatang
f. Corat-coret (vandalisme)
g. Pencemaran lainnya
5 Kenyamanan: Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Udara bersih dan sejuk 30 25 20 15 10
b. Bebas dari bau yang menganggu
c. Bebas dari kebisingan
d. Pelayanan terhadap pengunjung yang baik
6 Keamanan: Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Tidak ada arus yang berbahaya 30 25 20 15 10
b. Tidak ada pencurian
c. Tidak ada perambahan dan penebangan liar
d. Tidak ada kepercayaan yang menggangu
e. Tidak ada penyakit yang berbahaya seperti malaria

2 Aksesibilitas
Bobot: 5
No Unsur/Sub Unsur Kriteria dan Nilai
1 Kondisi jalan Baik Cukup Sedang Buruk
30 25 20 15
2 Jarak dari pusat kota < 5 km 5-10 km 10-15 km > 15 km
30 25 20 15
3 Tipe jalan Jalan aspal lebar > 3 m Jalan aspal lebar < 3 m Jalan batu Jalan tanah
30 25 20 15
4 Waktu tempuh dari pusat 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam ≥ 5 jam

74
30 25 20 15
75

3 Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi


Bobot: 5
No Unsur/Sub Unsur Kriteria dan Nilai
1 Tata ruang wilayah Ada dan sesuai Ada tapi tidak sesuai Dalam proses Tidak ada
objek penyusunan
30 25 20 15
2 Status lahan Lahan negara Lahan adat Hutan hak Tanah milik
30 25 20 15
3 Mata pencaharian Pemilik lahan/pegawai Sebagian besar Petani dan berkebun Sebagian besar buruh
penduduk pedagang kecil,industry tani
kecil dan pengrajin
30 25 20 15
4 Pendidikan Sebagian besar lulus Sebagian besar lulus Lulus SD sebagian Sebagian besar tidak
SMA ke atas SMP ke atas besar lulus SD
30 25 20 15

4 Akomodasi
Bobot: 3
No Unsur/Sub Unsur Kriteria dan Nilai
1 Jumlah kamar (Buah) > 100 75-100 30-75 < 30 Tidak ada
30 25 20 15 10
2 Jarak dari pusat kota ≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak ada
30 25 20 15 10

75
5 Prasarana Dan Sarana Penunjang (Radius 10 km dari objek)
Bobot: 3
Kriteria dan Nilai
No Unsur/Sub Unsur
≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak Ada
1 Prasarana: 30 25 20 15 10
76

a. Kantor pos
b. Jaringan telepon
c. Puskesmas/klinik
d. Wartel/faksimili
e. Warnet
f. Jaringan listrik
g. Jaringan air minum
h. Surat kabar
2 Sarana penunjang: 30 25 20 15 10
a. Rumah makan/minum
b. Pusat perbelanjaan/pasar
c. Bank/money changer
d. Took cindera mata
e. Tempat peribadatan
f. Toilet umum
g. Transportasi

76
77

Lampiran 2 Kriteria Penilaian Kesiapan Pengembangan Community-Based Ecotourism (CBE)

1 Aspek Sosial Ekonomi


Bobot: 6
No Prinsip Kriteria Indikator Ada 1-2 Tidak Ada
1 Pasar 1 Adanya potensi/peluang pasar 1 Peningkatan jumlah kunjungan 20 10
2 Tumbuhnya pelaku usaha 2 Pertumbuhan jumlah pelaku
usaha
2 Ekonomi Terbukanya peluang usaha dan 1 Peningkatan jumlah kunjungan 20 10
kerakyatan kesempatan kerja 2 Tumbuhnya pelaku usaha
ekonomi mikro
3 Penggunaan Tumbuhnya kreativitas masyarakat 1 Peningkatan sarana/prasarana 20 10
sumber daya 2 Meningkatnya permintaan
setempat sumber daya lokal
4 Unit selling point 1 Branding image Kunjungan berkesinambungan 20 10
(USP) 2 Produk layak jual dan kualitas
5 Partisispasi Keberadaan sumber daya lokal sebagai 1 Setiap sumber daya lokal dapat 20 10
masyarakat dalam aset menjadi nilai pokok
investasi 2 Meningkatnya alur distribusi
lokal
6 Pembagian Adanya pengaturan/kesepakatan antar- Kontribusi keuntungan semua pihak 20 10
keuntungan pihak bersama pemerintah

2 Aspek Sosial Budaya


Bobot: 6
No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada
1 Pelestarian Adanya norma dan nilai 1 Adanya norma dan nilai-nilai 20 15 20
budaya setempat yang masih
berlaku dan dipegang teguh

77
serta mengikat di dalam
78

masyarakat
2 Adanya upacara-upacara
adat yang masih
diselenggarakan
2 Apresiasi Adanya upacara adat 1 Jumlah/jenis upacara adat 20 15 20
Adanya kelempok kesenian 2 Jumlah grup kesenian
tradisional/modern
3 Interaksi seni budaya
3 Pengaturan Adanya pengaturan adat Masih adanya kelembagaan 20 15 20
masyarakat

3 Aspek Lingkungan
Bobot: 6
No Prinsip Kriteria Indikator Ada 3 Ada 1-2 Tidak Ada
1 Pengelolaan 1 Aturan tertulis/tidak tertulis di 1 Adanya sanksi lingkungan 20 15 10
desa 2 Masih adanya kegiatan kerja
2 Sadar lingkungan bakti/gotong royong
3 Tertata, bersih, nyaman, dan
asri
2 Konservasi Pemanfaatan lingkungan alam dan 1 Lingkungan lestari 20 15 10
budaya yang berkelanjutan 2 Seni budaya masih eksis
3 Masyarakat masih
mendapatkan nilai ekonomi
dari lingkungan
3 Sadar Pemahaman tentang arti dan 1 Meningkatnya perhatian dan 20 15 10
lingkungan manfaat linkungan meningkat kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan
2 Adanya pendidikan tentang
lingkungan pada sektor

78
formal dan informal
79

4 Aspek Pengelolaan
Bobot: 6
No Prinsip Kriteria Indikator ≥3 Ada 1-2 Tidak Ada
1 Adanya institusi Partisipasi masyarakat 1 Adanya peran aktif dari 20 15 10
di masyarakat institusi atau kelompok
lokal masyarakat
2 Keterlibatan pemangku
kepentingan/stakeholders
2 Melibatkan Transparansi 1 Meningkat jumlah 20 15 10
semua masyarakat yang
pemangku memperoleh manfaat
kepentingan 2 Tersedianya mekanisme
pendistribusian keuntungan
3 Tidak ada masyarakat yang
menyampaikan keluhan
3 Peningkatan kapasitas 1 Pengetahuan dan 20 15 10
keterampilan kelompok
masyarakat meningkat
2 Semua guide terlatih dan
memperoleh lisensi (terdapat
pelatihan setidaknya sekali
setahun)
3 Kesadaran kelompok
masyarakat tentang
konservasi sumber daya
alam meningkat
4 Terbentuknya monitoring

79
unit di tingkat masyarakat
5 Jumlah pelatihan
(konservasi, skill, dan
pengetahuan sebagai
pemamdu)
80

6 Kepuasan pengunjung
meningkat
4 Regulasi 1 Kesepakatan pengelolaan 20 15 10
yang legalitas hukumnya
diakui masyarakat dan
pemerintah desa
2 Adanya nota kerjasama atau
management agreement
dengan pemilik kawasan
3 Adanya code of conduct
5 Isu keberlanjutan 1 Tersedianya produk-produk 20 15 10
yang ramah lingkungan
2 Mandiri

80
81

Lampiran 3 Kriteria Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata (Kuesioner)

1 Karakteristik Masyarakat (berdasarkan sampel responden)


Bobot: 5
No Unsur/Sub Unsur Kriteria dan Nilai
1 Pendidikan Sebagian besar Sebagian besar Sebagai besar lulus Sebagian besar
lulus SMA ke atas lulus SMP ke atas SD tidak lulus SD
30 25 20 15
2 Mata pencaharian penduduk Pemilik Sebagian besar Petani dan Sebagian besar
lahan/pegawai pedagang berkebun buruh tani
kecil,industry kecil
dan pengrajin
30 25 20 15
3 Status kependudukan Mayoritas Responden asli dan Mayoritas Tidak ada
responden asli pendatang sama responden informasi
pendatang
30 25 20 15

2 Persepsi Masyarakat Mengenai Pengembangan Ekowisata


Bobot: 6
No Unsur/Sub Unsur Kriteria dan Nilai
1 Objek yang perlu dilestarikan: ≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak Ada
a. Keindahan alam 30 25 20 15 10
b. Keanekaragaman hayati (flora dan fauna)
c. Peninggalan sejarah
d. Kebudayaan lokal
e. Lainnya

81
2 Pendapat pengembangan wisata ODWT dengan aspek Sangat Sependapat Kurang Tidak Tidak Ada
82

kelesatarian sependapat sependapat sependapat


30 25 20 15 10
3 Kegiatan menjamin kelesatarian kawasan: ≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak Ada
a. Adanya pembatasan jumlah pengunjung 30 25 20 15 10
b. Kegiatan wisata yang bersifat merusak dihindarikan
c. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan wisata
d. Adanya dukungan pemerintah sebagai fasilitator
e. Lainnya
4 Bentuk pelayanan dan fasilitas menjamin kelestarian ≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak Ada
kawasan/objek:
a. Bangunan dengan bahan yang alami seperti kayu 30 25 20 15 10
b. Bangunan permanen dengan jumlah yang tidak
terlalu banyak yang akan merusak keaslian kawasan
objek wisata
c. Adanya interpreter (pemandu) yang dapat
memberikan penjelasan mengenai kondisi kawasan
objek wisata
d. Adanya homestay (penginapan) dan makanan
tradisional yang dapat memberikan suasana alami
pada pengunjung
e. Lainnya

3 Partisipasi Dan Keinginan Masyarakat


Bobot: 6
No Unsur/Sub Unsur Kriteria dan Nilai
1 Partisipasi masyarakat Mayoritas Cukup banyak Sedikit yang Tidak ada
berpartisipasi yang berpartisipasi berpartisipasi
30 25 20 15
2 Persepsi masyarakat Mayoritas sangat Mayoritas Mayoritas kurang Mayoritas tidak

82
mendukung mendukung mendukung mendukung
30 25 20 15
83

3 Keinginan masyarakat ≥4 Ada 3 Ada 2 Ada 1


30 25 20 15
4 Dampak Mayoritas Perbandingan sama Mayoritas Tidak ada
menyampaikan antara positif dan menyampaikan
dampak positif negatif dampak negatif
30 25 20 15

83
84

Lampiran 4 Data Pohon di Cagar Alam Lembah Harau.

No Family Nama Botani Nama Daerah


1 Anacardiaceae Semecrpus sp. Rengas
2 Anacardiaceae Camnosperma auriculata Terentang
3 Araliaceace Arthrophyllum difersifolium Juluk Antu
4 Bambusaceae Bambusa sp. Bamboo
5 Bombacaceae Durio grafffithii Durian Hutan
6 Bursacece Medang Rapudahan
7 Burseraceae Santiria sp. Duku Anggang
8 Caesalpinaceae Sindora sumatrana Pare
9 Casuarinaceae Casuarinas junghuniana Cemara Gunung
10 Dilleniaceae Simpur
11 Dilleniaceae Dillenia exelsa Pingan-pingan
12 Dipterocarpaceae Hopea mangarawan Rangau
13 Dipterocarpaceae Shorea atrinervosa Medang Kuning
14 Dipterocarpaceae Shorea leprosula Meranti Merah
15 Dipterocarpaceae Vatica malichii Langsat Hutan
16 Elaeocarpaceae Elaeocarpus griffithii Balam
17 Euphorbiaceae Endospermum diadenum Medang Tapak Kuda
18 Euphorbiaceae Macaranga hypoleuca Sapek
19 Euphorbiaceae Pelangas
20 Euphorbiaceae Rambai
21 Fagaceae Castanopsis acuminatissima Resakn
22 Fagaceae Castanopsis sp. Ganggo Sicerek
23 Fagaceae Quercus argentats Barang
24 Fagaceae Quercus sp. Paning-paning Air
25 Flacourtiaceae Flacourtia rukam Rukam
26 Guttiferae Callopyllum sp. Bintangur
27 Guttiferae Garcinia forbesi Kandis Hutan
28 Guttiferae Garcinia sp. Manggis
29 Guttiferae Garcinia mangostana Medang manggis
30 Labiatea Hyptis capitata Subang-subang
31 Lauraceae Phoebe declinata Medang Keladi
32 Lauraceae Litsea cf.Sepikensis kosterm Medang Kulit Manis
33 Lauraceae Litsea velutina Medang Kepinding
34 Lauraceae Litsea sp. Medang Belukar
35 Lauraceae Litsea sp. Medang Kasik
36 Lauraceae Litsea sp. Medang Karisik
37 Lauraceae Litsea sp. Medang Labu Kabau
38 Lauraceae Litsea sp. Medang Miang
39 Lauraceae Litsea sp. Medang Pagar
40 Leguminoseae Desmodium heterocarpum Ureak Tubo
41 Leguminoseae Dialium indum Kuranji
42 Leguminoseae Phitecelobium clypearia Petai
43 Leguminoseae Sindora wallichii Jengkol
44 Magnoliaceae Talauna candolli Medang Abu
45 Meliaceae Toona sureni Merr. Surian
46 Moraceae Arthocarpus elasticus Tarok
47 Moraceae Artocarpus integra Cempedak Hutan
48 Moraceae Artocarpus sp. Mengkudu
49 Myristicaceae Knema laurina Mandarahan
50 Myrtaceae Euginia sp. Ganggo Damar
51 Myrtaceae Euginia sp. Kaleh Ubah
52 Myrtaceae Euginia sp. Kaleh Ulih
53 Myrtaceae Euginis densiflora Kaleh Jambu
54 Myrtaceae Euginia sp. Kaleh Pagar
55 Palmae Arenga pinnata Enau
85

56 Palmae Cyrtostachis lacca Pinang Raja


57 Palmae Pinanga culhii Pinang
58 Palmae Calamus caesius Rotan
59 Rosaceae Kalek Limbek
60 Rubiaceae Coffea malayana Kopi
61 Rubiaceae Coffea rubusta Kopi
62 Sapindaceae Nhepeleum lappaceum Rambutan Hutan
63 Sapotaceae Palaquium qutta Balam Timah
64 Sapotaceae Palaquium sp. Nyatuh
65 Styracaceae Styrax paralleloneurum Kemenyan Toba
66 Theaceae Eurya acuminate Jirak Putih
67 Ulmaceae Garcinia nerfosa Tapis
68 Urticaceae Lapotea stimulans Jilatang
69 Verbenaceae Calicarpa cana Tampang
70 Banilan
71 Damang Hitam
72 Sakin-sakin
73 Santua

Anda mungkin juga menyukai