Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian ibu dan perinatal merupakan tolak ukur kemampuan
pelayanan kesehatan di suatu Negara. Sebagian besar kematian maternal
terjadi dalam waktu 4 jam setelah persalinan dan merupakan akibat dari
masalah yang timbul setelah persalinan kala III. Komplikasi pada kala III
dapat diturunkan dengan memberikan penangan yang optimal dari tenaga
kesehatan. Akan tetapi, menurunkan angka kejadian komplikasi pada kala III
tidak hanya mengurangi resiko kematian ibu, tetapi juga menghindarinya dari
resiko kesakitan yang berhubungan dengan komplikasi kala III seperti
tindakan operatif dan infeksi. Jadi yang menjadi titik utama adalah
keterampilan dari petugas kesehatan dalam menangani komplikasi yang
terjadi pada kala III.
Oleh karena alasan tersebut, maka manajemen aktif kala III
merupakan hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu yang diakibatkan oleh komplikasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana manajemen kala III pada persalinan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui manajemen kala III pada persalinan
1.4 Manfaat
1.4.1 Sebagai referensi bagi penulis lain yang ingin melakukan
kajian ataupun penelitian mengenai manajemen kala III persalinan

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manajemen Kala III
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta atau uri. Rata-
rata lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun
multipara. Resiko perdarahan meningkat apabila kala III lebih dari 30 menit,
terutama antara 30-60 menit (Sumarah,2009). Pada kala III persalinan otot
uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan rongga uterus setelaj
kelahiran bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya tempat
perlekatan plasenta, karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan
kemudian terlepas dari uterus. Setelah lepas (dengan gaya gravitasi) plasenta
akan turun kebagian bawah uterus kedalam vagina. Penatalaksanaan aktif
didefinisikan sebagai pemberian oksitosin segegera setelah kelahiran bahu
anterior, mengklem tali pusat, segera setelah kelahiran bayi dan menggunakan
traksi tali pusat terkendali untuk kelahiran plasenta. Penelitian selanjutnya
mengkonfirmasi penghilanagn darah yang jauh lebih sedikit pada
penatalaksanaan aktif kala III, bahkan pada populasi yang berisiko rendah
mengalami perdarahan postpartum/varney,2007.
2.1.1 Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik terfokus
a. Data subjektif
a) Pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir.
b) Pasien mengatakan bahwa ia merasa mulas dan ingin meneran.
c) Pasien mengatakan jika plasenta belum lahir.
b. Data objektif
a) Pemantauan pada bayi meliputi tanggal dan jam bayi lahir, jenis
kelamin, adanya kelainan atau tidak, menangis spontan kuat atau
tidak, warna kulit.
b) perdarahan vagina
c) plasenta belum lahir

2
d) tidak teraba janin kedua
e) TFU
f) Kontraksi uterus : intensitasnya (kuat, sedang, lemah, atau tidak
ada) selama 15 menit pertama.
2.1.2 Menganalisis data
Pastikan bahwa saat ini pasien berada pada kala III beserta kondisi
normalnya dan mengkaji adanya diagnosis masalah atau tidak. Pada
langkah ini bidan memprediksi apakah kondisi pasien sebelumnya
mempunyai potensi untuk meningkat ke arah kondisi yang semakin buruk.
Persalinan merupakan proses fisiologis yang sewaktu-waktu bisa berubah
menjadi patologis tanpa bisa diprediksi sebelumnya.
2.1.3 Membuat rencana asuhan
Pada kala III bidan merencanakan tindakan sesuai dengan tahapan
persalinan normal :
a. Berikan pujian kepada pasien atas keberhasilannya dalam
melahirkan janinnya
b. Berikan informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh pasien
dan pendamping agar proses pelahiran plasenta lancar
c. Lakukan palpasi ada atau tidaknya bayi kedua
d. Pantau kontraksi uterus
e. Berikan suntikan oksitosin dosis 0,5 cc IM
f. Lakukan pemotongan tali pusat
g. Lakukan PTT
h. Melahirkan plasenta
i. Lakukan masase fundus uteri
2.1.4 Melaksanakan asuhan
a. Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif kala III merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan setelah bayi lahir untuk mempercepat lepasnya plasenta
dengan syarat janin tunggal. Tujuan manajemen aktif kala III adalah

3
untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
mempersingkat waktu setiap kala, mencegah perdarahan, dan
mengurangi kehilangan darah selama kala III persalinan jika
dibandingkan dengan pelepasan plasenta secara spontan.
Keuntungan dari manajemen aktif kala III adalah sebagi berikut.
1. Persalinan kala III yang lebih singkat
2. Mengurangi jumlah kehilangan darah
3. Mengurangi kejadian resiko retensio plasenta

Manajemen aktif kala III terdiri dari atas 3 langkah utama, yaitu :

1. Pemberian Oksitosin 10 IU
Pemberian oksitosin ditunjukkan untuk merangsang uterus
berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta. Jika
oksitosin tidak tersedia, lakukan rangsangan puting susu ibu atau
susukan bayi guna mnghasilkan oksitosin alamiah. Langkah-
langkah pemberian suntikan oksitosin :
a. Letakkan bayi baru lahir di atas kain bersih yang telah
disiapkan di perut bawah ibu dan minta ibu atau
pendampingnya untuk membantu memegang bayi tersebut.
b. Pastikan tidak ada bayi lain di dalam uterus karena oksitosin
menyebabkan uterus berkontraksi kuat dan dapat
menyebabkan hipoksia berat pada bayi kedua atau ruptura
uteri. Jangan menekan kuat (ekspresi) dinding korpus uteri
karena dapat menyebabkan kontraksi tetanik atau spasme
serviks sehingga terjadi plasenta inkarserata atau kesulitan
untuk mengeluarkan plasenta.
c. Beritahu ibu jika ibu akan disuntik
d. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan
oksitosin 10 IU. IM diperbatasan 1/3 bawah dan tengah lateral
paha (aspektus lateralis) karena oksitosin menyebabkan uterus

4
berkontraksi efektif sehingga akan mempercepat pelepasan
plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Lakukan aspirasi
sebelum penyuntikan untuk mencegah oksitosin masuk ke
pemnbuluh darah. Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu
untuk melakukan stimulasi puting susu atau melakukan IMD
segera. Upaya ini merangsang produksi oksitosin secara
alamiah. Untuk profilaksis, dapat diberikan misoprostol 600
mcg yang diberikan peroral atau sublingual tidak tidak
tersedia oksitosin.
e. Letakkan kembali alat suntik pada tempatnya, ganti kain atau
alas dan penutup tubuh bayi dengan kain bersih dan kering
yang baru kemudian lakukan penjepitan (2-3 menit setelah
bayi lahir) dan pemotongan tali pusat sehingga dari langkah 4
dan 5 akan tersedia cukup waktu bagi bayi untuk memperoleh
sejumlah darah yang kaya zat besi dari ibunya.
f. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk
IMD
g. Tutup kembali perut bawah ibu dengan kain bersih karena
kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan
yang sudah memakai sarung tangan dan mencegah
kontaminasi darah pada perut ibu.
2. Penegangan tali pusat terkendali (PTT)
Penegangan tali pusat terkendali dilakukan hanya selama uterus
berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu juga dapat
memberi tahu petugas ketika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus
sedang tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada di
uterus, tetapi bukan melakukan PTT.
Langkah-langkah melakukan PTT :
1) Berdiri di samping ibu

5
2) Pindahkan klem (penjepit talu pusat) ke sekitar 5-10 cm dario
vulva karena memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan
mencegah ovulsi.
3) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat di atas simpisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba
kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat,
tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain
menekan uterus ke arah lumbal dan kepala bayi (dorso-kranial).
Lakukan secara hati-hati untuk mencegah inversio uteri.
4) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali (sekitar 2-3 menit berselang) untuk mengulangi kembali
penengangan tali pusat terkendali.
5) Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat
menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan
dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri
makin bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan
dapat dilahirkan.
6) Tetapi jika langkah 5 di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya
dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik sejak dimulainya
penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta , jangan teruskan penegangan tali
pusat.
a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai
kontraksi berikutnya dan jika perlu, pindahkan klem lebih
dekat dengan perineum pada saat tali pusat menjadi lebih
panjang serta harus bersabar pada saat melahirkan plasenta.
b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali
pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri

6
secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap
kontraksi hingga terasa plasenta terlepas di dinding uterus.
c. Jika setelah 15 menit melakukan PTT dan dorongan dorso-
kranial, plasenta belum juga lahir maka ulangi pemberian
oksitosin 10 IU. IM, trunggu kontraksi yang kuat, kemudian
ulang PTT dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta dapat
dilahirkan.
d. Setelah plasenta terlepas dari dinding uterus (bentuk uterus
menjadi globuler dan tali pusat menjulur keluar) maka
anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong ke luar
melalui introitus vagina, bantu kelahiran plasenta dengan cara
menegangkan dan mengarahkan tali pusat sejajar dengan lantai
(mengikuti poros jalan lahir) karena segera melepaskan
plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu.
7) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan mengangkat tali pusat dan menopang plasenta dengan
tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena
selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua
tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban
terpilin menjadi satu.
8) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk
melahirkan selaput ketuban. Melahirkan plasenta dan selaputnya
dengan jalan memilin keduanya akan membantu mencegah
tertinggalnya selaput ketuban di uterus dan jalan lahir.
9) Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat
melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks
secara seksama. Gunakan jari-jari tangan atau klem atau cunam
ovum DTT/steril untuk mengeluarkan selaput ketuban tersebut.

7
Catatan :

a. Jika plasenta belum lahir selama 30 menit setelah bayi dilahirkan


maka dilakukan konseling pada suami atau keluarganya bahwa
mungkin ibu perlu dirujuk karena waktu normal untuk melahirkan
plasenta sudah terlampaui dan kemungkinan ada penyulit lain yang
memerlukan penanganan di rumah sakit rujukan.
b. Jika akibat kondisi tertentu lalu fasilitas kesehatan rujukan sulit
dijangkau kemudian timbul perdarahan maka sebaiknya dilakukan
tindakan plasenta manual. Untuk melaksanakan hal tersebut,
pastikan bahwa petugas kesehatan telah terlatih dan kompeten
untuk melaksanakan tindakan atau prosedur yang diperlukan.
c. Jika plasenta belum lahir dan mendadak terjadi perdarahan, segera
lakukan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri
sehingga uterus segera berkontraksi secara efektif, dan perdarahan
dapat dihentikan. Jika setelah manual plasenta tetapi masih terjadi
perdarahan, lakukan kompresi bimanual internal/eksternal,
kompresi aorta atau pasang tampon kondom kateter. Beri oksitosin
10 IU dosis tambahan dan misoprostol tablet 600 mcg perektal.
Tunggu hingga uterus dapat berkontraksi kuat dan perdarahan
berhenti, baru hentikan tindakan kompresi atau keluarkan tampon.
3. Rangsangan taktil (masase) fundus uteri
Masase dilakukan segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan
agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran
darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan. jika uterus tidak
berkontraksi kuat selama 10-15 detik atau jika perdarahan hebat terjadi
segera lakukan kompresi bimanual.
Langkah-langkah masase
1) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.

8
2) Jelaskan tindakan pada ibu, katakana bahwa ibu mungkin merasa
agak tidak nyaman karena tindakan yang diberikan. anjurkan ibu
untuk menarik nafas dalam dan perlahan serta rileks.
3) Dengan lembut tapi menatap gerakan tangan dengan arah memutar
pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak
berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan
atonia uteri.
4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya
lengkap dan utuh.
5) Periksa kembali uterus setelah satu hingga 2 menit untuk
memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum
berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan
keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk
segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
6) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua pasca
persalinan.

Tindakan yang keliru dalam pelaksanaan manajemen aktif kala III


yang harus dihindari yaitu:

a. Melakukan masase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir.


b. Mengeluarkan plasenta, padahal plasenta belum semuanya lepas.
c. Kurang kompeten dalam mengevaluasi pengeluaran plasenta.
d. Rutinitas katerisasi.
e. Tidak sabar dalam menunggu lepasnya plasenta.

Resiko yang bisa terjadi akibat kesalahan tindakan manajemen


aktif kala III

1) Terjadi inversio uteri. Pada saat melakukan penegangan tali pusat


terkendali teralalu kuat sehingga uterus tertarik keluar dan berbalik.

9
2) Tali pusat terputus. Terlalu kuat dalam penarikan tali pusat sedangkan
plasenta belum lepas.
3) Syok
b. Pemeriksaan Plasenta

Pemeriksaan kelengkapan plasenta sangatlah penting sebagai tindakan


antisipasi apabila ada sisa plasenta baik bagian kotiledon ataupun
selaputnya. Penolong harusnya memastikan betul plasenta dan selaputnya
benar-benar utuh (lengkap), periksalah sisi maternal (yang melekat pada
dinding uterus) dan sisi fetal (yang menghadap ke bayi), untuk
memastikan apakah ada lobus tambahan, serta selaput plasenta dengan
cara menyatukan kembali selaputnya.

a Selaput ketuban utuh atau tidak.


b Plasenta : jumlah plasenta
1) Bagian maternal : jumlah katiledon, keutuhan pinggir
katiledon.
2) Bagian fetal : utuh atau tidak
c Tali pusat : jumlah ateri dan vena, adakah yang terputus untuk
mendeteksi plasenta suksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral,
marginal, serta panjang tali pusat.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta atau uri.
Rata-rata lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun
multipara. Penatalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin
segera setelah kelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah
kelahiran bayi dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk kelahiran
plasenta.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan kepada pembaca mampu melengkapi
kekurangan-kekurangan dari makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA
Nurasiah, Ai, dkk. 2012. “Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan”. Bandung:
PT Refika Aditama
Marmi. 2011. “Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan”.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
APN. 2017. “Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal”. JNPK-KR
Prawirohardjo, Sarwono. 2016. “Ilmu Kebidanan”. Jakarta: PT Binda Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
. 2009. “Ilmu Kebidanan”. Jakarta: PT Binda Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Sumarah, Widyastuti Yani, dkk. 2008. “Perawatan Ibu Bersalin”.
Yogyakarta: Fitramaya

12

Anda mungkin juga menyukai