Anda di halaman 1dari 22

PERUBAHAN SOSIAL DI INDONESIA

Tradisi, Akomodasi, dan Modernisasi

DISUSUN OLEH:

NAM : MELKI A. NUREROAN

NIM : 2018-31-011

KELAS :B

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS UNPATTI

AMBON

2019

1
PERUBAHAN SOSIAL DI INDONESIA

Tradisi, Akomodasi, dan Modernisasi

Perubahan Sosial

Kebanyakan literatur tentang perubahan sosial , dimulai tanpa mendefinisikan dengan jelas
mengenai apa yang dimaksud dengan konsep perubahan itu. Perubahan sosial diperlakukan seakan
mempunyai makna berupa fakta intuitif. Tetapi arti perubahan sosial sebenarnya bukanlah berupa
fakta intuitif dan bukan berarti suatu yang sama dengan fakta intuitif seperti yang diartikan
kebanyakan para ahli.

Lalu apa yang kita artikan dengan perubahan sosial itu? Kebanyakan definisi
membicarakan perubahan sosial dalam arti yang sangat luas. Wilbert Moore misalnya,
mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari striktur sosial”, dan yang
dimaksud dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Moore
memasukkan ke dalam definisi perubahan sosial sebagai ekspresi mengenai struktur seperti norma,
nilai dan fenomena kultural. Perubahan sosial didefinisikan sebagai fariasi atau modifikasi dalam
setiap aspek proses sosial, pola soaial, dan bentuk-bentuk sosial, serta “setiap modifikasi pola antar
hubungan yang mapan dan standart perilaku.

Definisi demikian bukan tak berguna, karena dapat menunjukkan bahwa perubahan sosial
itu adalah fenomena yang rumppil dalam arti menembus ke berbagai tingkat kehidupan sosial. Jika
definisi itu mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, itu sebenarnya karena keseluruhan aspek
kehidupan sosial itu terus menerus berubah. Yang berbeda hanyalah tingkat perubahannya. Sikap
terhadap fenomena tertentu mungkin berubah lebih cepat dibanding perubahan institusi sosial
bersangkutan. Tetapi ketidak sesuaian di setiap periode tertentu, mencerminkan tingkat perubahan
yang berbeda; bukan mencerminkan persoalan perubahan atau tidak berubah, dengan kata lain
perubahan itu normal dan berlanjut. Perubahan sosial akan dipandang sebagai sebuah konsep yang
serba mencakup, yang menunjuk kepada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan
manusia, mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia. Berbagai tingkat perubahan yang
mewakili perubahan analisis, dan satuan (unit) analisis yang mewakili setiap tingkat perubahan.
Perubahan sosial dapat dipelajari dari satu tingkat tertentu atau lebih dengan menggunakan

2
berbagai kawasan studi dan berbagai satuan analisis. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa
perubahan penting pada satu tingkat tertentu tidak harus penting pula pada tingkat lain.

Perubahan Sosial dalam Masyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat pasti akan terjadi sebuah perubahan sosial, karena
masyarakat merupakan suatu proses evolusi dan perkembangan. Perubahan ini sebenarnya
berlangsung sejak puluhan atau bahkan ratusan tahunyang lalu. Menurut Morris Ginsberg,
perubahan sosial dalam masyarakat dipengaruhi oleh:

 Kebutuhan dan kesadaran individu untuk berubah

 Tindakan individu yang dipengaruhi oleh perubahan kondisi

 Perubahan dan tekanan stuktural

 Perubahan luar (kontak kebudayaan)

 Pengaruh tokoh

 Pengaruh elemen-elemen individu atau kelompok

 Berkembangnya tujuan umum

Dilihat dari waktu dan prosesnya, perubahan dalm masyarakat di bagi menjadi 2 (yaitu):

 Evolusi: perubahan lambat dan bertahap

Contoh: Evolusi manusia

 Revolusi: peubahan secara cepat dan menyeluruh

Contoh: Refolusi.

Dilihat dari jenisnya, ada 3 (tiga) perubahan yang pasti terjadi dalam masyarakat:

 Perubahan Struktur Sosial

 Perubahan Struktur dan Fungsi Masyarakat

 Perubahan Kebudayaan

3
Ada beberapa contoh perubahan sosial yang sering terjadi pada tiap-tiap masyarakat, diantaranya:

 Perubahan komposisi penduduk, keluarga, dan masyarakat

Contoh: Pada saat mengalami komposisi penduduk muda (berubahnya kelahiran)

 Perubahan struktur

Contoh: ketimpangan Sosial, kekuasaan dan interaksi sosial yang mulai luntur pada hubungan
sossial masyarakat kota.

 Perubahan fungsi

Contoh: Spesialisasi dan diferensiasi sosial

 Perubahan batas sosial

Contoh: Kelompok sosial, kriteria keanggotaan, demokratisasi anggota

 Perubahan antar sub sistem

Contoh: penguasaan rezim politik, kontrol keluarga dan rakyat oleh pemerintah otoriter.

 Perubahan lingkungan

Contoh: kerusakan ekologi, gempa bumi, dan wabah penyakit.

Disadari atau tidak suatu perubahan sosial sedang tumbuh dalam kehidupan kita, dimana
semua individu akan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan itu sendiri. Kadang
perubahan itu dapat menimbulkan berbagai masalah dalam masyarakat. Orang-orang atau
lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat ada yang dapat menyesuaikan diri dengan cepat,
ada pula yang tidak dan sulit untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Oleh
karena itu, perubahan sosial dapat mengakibatkan disorganisasi yaitu cara-cara yang lama atau
tradisional akan hilang dan tidak digunakan, kemudian akan digeser dengan cara-cara yang baru
yang akan terus berubah mengikuti perkembangan itu sendiri.

4
SEJARAH PERUBAHAN SOSIAL INDONESIA

Perkembangan sosial di Indonesia

Perkembangan sosial di Indonesia dimulai dengan reformasi yang membawa perubahan


terhadap tantanan kehidupan. Reformasi merupakan suatu proses perbaikan dengan melakukan
koreksi terhadap unsure-unsur yang rusak, dengan tetap mempertahankan elemen budaya dasar
yang masih fungsional, tanpa merubah bentuk masyarakat dan budaya secara total dan mendasar.
Transformasi adalah perubahan yang sifatnya lebih cepat, total, mendasar dan menyeluruh.
Sedangkan deformasi merupakan kerusakan pada keteraturan sosial tersebut. Perubahan yang
cepat tersebut harus mampu mempertahankan “cultural continuity”, dan disini suatu unsur yang
amat perlu dipertahankan adalah kesepakatan-kesepakatan nilai (commonality of values) yang
pernah dicapai selama lebih dari 60 tahun silam.

Akibat gejala sosiologis fundamental, maka terjadi pergeseran-pergeseran yang


diantaranya sebagai berikut:

1. Pergeseran Struktur Kekuasan: Otokrasi Menjadi Oligarki, Kekuasaan terpusat pada sekelompok
kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan
(wewenang, uang, hukum, informasi dsb.). Krisis dlm representative democracy dan civil society.
2. Kebencian Sosial Yang Tersembunyi (Socio–Cultural Animosity). Pola konflik di Indonesia
ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orba dengan pendukung Reformasi, tetapi
justru meluas antar suku, agama, kelas sosial, kampung dsb. Sifatnyapun bukan vertical antara
kelas atas dan bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antara rakyat kecil, sehingga konflik
yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif (tidak fungsional tetapi disfungsional).
Kita menjadi “self destroying nation”.

a) Konflik sosial yang terjadi di Indonesia bukan hanya konflik terbuka (manifest conflict) tetapi
lebih berbahaya lagi adalah “hidden atau latent conflict” antara berbagai golongan.
b) Cultural animosity adalah suatu kebencian budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya
tetapi juga perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur
keinginan balas dendam.

5
c) Kita belum berhasil menciptakan kesepakatan budaya (civic culture)
d) Persoalannya adalah proses integrasi bangsa kita yang kurang mengembangkan kesepakatan
nilai secara alamiah dan partisipatif (integrasi normatif), tetapi lebih mengandalkan pendekatan
kekuasaan (integrasi koersif)
e) Karena kebencian sosial yang tersembunyi, maka timbul suatu budaya merebaknya
pengangguran. Secara sosiologis, penganggur adalah orang yang tidak memiliki status sosial yang
jelas (statusless), sehingga tidak memiliki standar pola perlaku yang pantas atau tidak pantas
dilakukan, cenderung mudah melepaskan diri dari tanggungjawab sosial.

Keruntuhan Negara–Negara Indonesia

Setelah 60 tahun perdagangan di Hindia,tahun –tahun yang juga dipenuhi peperangan tiada
henti,VOC Belanda menguasai jalur–jalur laut mulai dari telut Benggala dan Ceylon (Sri Langka)
hingga Nagasaki di Jepang. Prinsip membatasi kekuasaan kompeni atas beberapa pelabuhan dan
berkonsentrasihanya pada kekuatan laut,berarti sedapat mungkin kompeni tidak boleh terlibat
dalam pertikaian raja–raja di Indonesia dan konflik internal di tiap–tiap Negara setempat. Johan
Maetsuycker memerintah iperium colonial dari istana Batavia , dan tidak pernah meninggalkan
kota kecuali kadang–kadang berburu di hutan dekat tembok kota. Masalah muncul lagi di Maluku.
Kompeni, dengan dukungan penuh dari Sultan Ternate, menjalankan kebijakan membatasi produsi
cengkeh dan pala. Kalau perlu dengan menumbangkan pohon–pohonnya dan melakukan segala
sesuatu untuk membasmi persaingan dari para pedagang asli dan Cina.

Pelaksanana yang ketat atas intruksi–intruksi pemerintah Batavia mendatangkan kesulitan


hidup yang berat pada penduduk,khususnya Ambon dan peberontakan muncul susul – menyusul,
gubernur Aroun de Vlaming,salah satu orang paling keras dalam sejarah, dalam 5 tahun
peperangan dengan keras menumpas semua pemberontakan. Sultan Ternate turun ke posisi
bawahan. Akibat penindasan brutal ini terjadi penurunan tajam kesehjahteraan Maluku.

Aspek-Aspek Baru Kehidupan di Indonesia

Dalam 50 tahun setelah pendirian Batavia satu jenis baru orang Indonesia telah
ditambahkan kepada beragam suku bangsa dan orang di Hindia. Kepada jenis baru Indonesia ini

6
Dr. De Haan memberikan nama “Homo Bataviensis “,orang Belanda Indonesia. Perkembangan
dari “Batavus “ menjadi “bataviensis “ adalah perkembangan yang sulit dan pedih. Banyak orang
Belanda yang tiba di Batavia tidak punya kesempatan untuk menjadi anggota kelompok insan
manusia yang menarik.

Penyatuan Indonesia

Posisi kesultanan Aceh merupakan ancaman bagi Belanda. Sebenarnya Aceh tidak akan
diusik oleh mereka, akan tetapi karena para perampok dan penyamun selalu menjarah kapal-kapal
mereka maka dengan setengah hati mereka melakukan penumpasan terhadap posisi kesultanan
Aceh agar bisa mengamankan jalur perdagangan mereka. Sultan Aceh meminta perlindungan
Sultan Turki, yang mereka tawari kedudukan sebagai penguasa atasan atas negeri mereka sejak
abad ke-17. Tetapi hal tersebut sangat mustahil karena diajukan pada tahun 1868, ketika Turki
sangat berutang budi pada Britania dan butuh bantuan Imperium Britania untuk membantu
kemungkinan serbuan Rusia. Tetapi dengan segala pertimbangan akhirnya Belanda melakukan
langkah antisipasi dengan melakukan perjanjian baru dengan Britania dengan penyerahan Pantai
Emas Belanda terhadap Britania. Aceh pun meminta bantuan pada Prancis dan bahwa suatu
kelompok di kerajaan Italia sedang membangun suatu imperium dan mencari kesempatan
menduduki sumatera dan Kalimantan dimana kekuasaan Belanda belum ditegakan. Juga Jepang
ingin masuk dalam perlombaan dan ambisinya sudah sangat tinggi.

Utusan-utusan Batavia telah masuk berusaha membuat kesepakatan dengan Sultan Aceh,
namun ketika mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, mereka secara resmi menyatakan
perang. Perlawanan bagi orang aceh terhadap pihak pemerintahan kolonial merupakan sebuah
perang suci atas penumpasan kafir. Sehingga pemerintahan kolonial mengalami kesulitan dalam
menghadapi orangorang Aceh tersebut yang memang sudah tidak memikirkan nyawanya lagi,
mereka terdoktrinasi atas nama agama.

Sehingga pihak kolonial Belanda mengirimkan Christian Snouck Hurgjonje, frofesor studi
Islam di Universitas Leiden, untuk mempelajari tentang sendi-sendi Aceh beserta penduduknya.
Selama tujuh bulan ia tinggal di Aceh setelah itu ia dapat menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk

7
mengalahkan kedaulatan Aceh yakni dengan cara mendekati penduduk Aceh yang masih
menganut agama praIslam dan menanamkan pemikiran bahwa sia-sia saja melawan pihak
kolonial, hanya menumpakhan darah di keduabeah pihak, karena jika Belanda kalah pun, pasti
akan ada lagi bangsa Eropa yang lain yang berniat untuk mendudki Nusantara bahkan bisa lebih
buruk lagi keadaanya dari sekarang bila itu sampai terjadi. selain itu juga untuk apa mendukung
dan memperjuangkan peminpin Islam, yang pastinya akan memerangi mereka yang masih
beragamakan pra-Islam. Selain itu juga Snouck Hurgjonje mengusulkan bahwa basis kekuatan
politik terbesar Aceh terdapat di Kota Suci Makkah dan kerajaan-kerajaan besar Islam lainya yang
ada di luar Nusantara, sehingga cara yang paling epektif untuk melumpuhkan Aceh dengan
mendekati peminpin-peminpin yang ada di Makkah dan kerajaan Islam lainya. (Vlekke:346-379)

Berakhirnya Suatu Koloni, Lahirnya Suatu Bangsa

Revolusi liberal pada tahun 1848 melahirkan suatu prinsip bahwa Indonesia harus di
perintah, bukan demi belanda, tapi demi penduduk aslinya. Ini adalah prinsip yang mendasari “
kebijakan etis”. Dalam hal Hindia Belanda pertanyaan pun muncul, “pemerintahan sendiri sampai
dimana?” dan “ kepada siapa pemerintahan itu harus di prcayakan?” atau “ untuk mengatakannya
levih tegas : apakah itu akan berarti pemerintahan sendiri untuk hindia belanda dan kelas atas”.
Atau untuk Indonesia dan orang-orang Indonesia?” ataukah di mengerti pemerintahan sendiri
dengan dasar demokratik?”.

Kemungkinan solusi lain adalah Indonesia – nama ini mulai banyak di pakai setelah 1884,
tapi sangat tidak di setujui oleh pemerintah belanda yang menolak menyetujui pemakaiannya
sampai 1945- akan tetapi menjadi rekan dengan hakhak sama dalam suatu kerajaan belanda yang
terdiri atas 4 wilayah dimana setuap entitas (belanda, hindia belanda, suriname dan atlantis) akan
berhak menentukan urisan internalnya masing-masing.

Bangkitnya kesadaran nasional di kalangan orang Indonesia berhunungan erat dengan


perubahan yang terjadi di asia setelah 1900. madernisasi jepang menimbulkan kesan hebat pada
banyak orang indosia. Kemenangan jepang atas rusia pada 1905 di puji di seluruh asia colonial
sebagai pfajar periode sejarah baru. Contoh ini mendorong pimpinan-pimpinan Indonesia mencari

8
kesetaraan hak dengan penduduk eropa di negeri mereka. Pemerintah velanda sendiri pada 1899
telah memberikan warga Negara jepang statis keseteraan dengan orang eropa.

Pada 1906 seorang dokter jawa, mas wahidin sudiro husoda, berkeliling jawa untun
mengumpulkan dana yang akan di pakai untuk menyediakan beasiswa bagi putra-putra jawa.
Selama 2 tahun mas wahidin menerbitkan suatu majalah dalam bahasa melayu dan jawa (“retno
dumilah”) dengan maksud membangkitkan minat dalam urusan budaya di kalangan masa orang
jawa. Usahanya untuk menghimpun suatu “dana pendidikan orang jawa” sejalan dengan
kegiatankegiatan sebelumnya. Tiga murid sekolah kedoteran jawa (stovia, “school to opleiding
van inlandsche artsen”) tergerak oleh usaha mas wahidin tersebut dan mereka memutuskan
mendirikan suatu organisasi jawa untuk mempromosikan budaya yang mereka beri nama BUDI
UTOMO. Raden sutomo yang bersama rekan mahasiswanya gunarwan dan suraja, mengambil
inisiatif ini, si kemudian hari menjadi salah satu pemimpin ternama nasionalisme indonesia awal.
Perkumpulan baru itu didirikan pada 1908. Dalam setahun ia sudah mendapatkan lebih dari pada
10.000 anggota. Ia membatasi kegiatannya di jawa dan madura dan mengusahakan
pengorganisasian sekolah dengan dasar nasional.

Menuju Perang dan Revolusi

Di bawah pemerintahan gubernur jendaral B.C. de jonge (1931-1936) kebijakan belanda


terhadap nasionalosme indonesia menjadi jelas-jelas reaksioner. Polisi dengan ketat mengawasi
setiap tindakan dari para pemimpinnya. Peraturan polisi yang ketat di gariskan untuk mengontrol
pertemuan-pertemuan politik. Izin untuk rapat ruang terbuka jarang di kabulkan. Polisi harus
punya akses ke semua rapat publik dan di beri hak memotong pembicara dan membubarkan rapat
kalau pidato atau sikap peserta menunjukan ciri revolusioner.

Ki hajar dewantoro lahir sebagai bangsawan jawa yang menjadi anggota partai douwes
dekker. Dia di usir dari jawa tapi karena bebas menentukan sendiri kediaman barunya memilih
pergi ke belanda. Disini dia tinggal beberapa tahun dan mempelajari berbagai persoalan tentang
pendidikan. Dia membangun rencana bagi suatu sistem pendidikan nasional yang sungguh-
sungguh indonesia. Sekembalinya ke indonesia dia mendirikan sekolah taman siswa.

9
Pemilihan dan penunjukan berikut untuk volksraad dewan rakyat terjadi pada 1939
hasilnya sekali menunjukan bahwa kecenderungan pemilihan Indonesia untuk mendukung kaum
nasionalis terus tumbuh. Fraksi nasional di bentuk kembali pada 1941 lewat kerjasama 4 partai
nasionalis berjumlah 10 orang. Kaum nasionalis Indonesia merumuskan lagi tuntutan mereka pada
kongres gabungan politik Indonesia yang di selenggarakan pada 31 januari 1941 tuntutan itu
adalah :

1. Penunjukan seorang Indonesia sebagai letnan gubernur jenderal


2. Penunjukan orang-orang Indonesia sebagai asisten direktur dari departemen departemen
pemerintahan.
3. Penunjnukan beberapa orang Indonesia untk duduk di dewan hindia
4. Penciptaan DPR yang akan berpungsi sebagai parlemen orang banyak
5. Hak pilih universal aktif dan pasif untuk laki-laki dan perempuan, pemilih buta huruf akan
dilaksanakan dengan mewakilkan nya kepada para wakil pemilih

Pemerintah Batavia hampir pasti tidak akan menerima usulan tersebut tapi setidaknya untuk
langkah maju sesaat sebelum perang pecah di eropa. Seorang anggota dewan rakyat Mr. Wiwoho
mengusulkan bahwa pemerintahan belanda harus mengambil langkah untuk mengganti nama
hindia belanda menjadi Indonesia dan istilah inlander harus diganti dengan orang Indonesia.
Pemerintah menganggap perubahaan itu suatu inovasi yang aga berbahaya. Tapi pada 16 juni 1941
pemerintah menyatakan bahwa ia bersedia menyiapkan suatu konferensi orang-orang tertama
mewakili 4 bagian kerajaan belanda untuk mempelajari masalah adaptasi struktur kerajaan sesuai
kebutuhan jaman pasca perang. (Vlekke:426)

TRADISI

Analisis mengenai perubahan social akan menyentuh mengenai konsep tradisi,akomodasi dan
modern. Tradisi, akomodasi dan modernisasi tidak dapat dipisahkan karena menghidupkan semua
unsur tradisi merupakan alat “mekanisasi” untuk menyesuaikan pemoderenan. Ketika tradisi-
modernisasi berjalan secara seiring, maka akomodasi menjadi bagian dari dinamika proses sosial
untuk mengantisipasi persoalan-persoalan yang akan timbul kemudian.

10
Karakter awal dari perubahan social adalah tradisi. Tradisi menunjuk ke tradition. Tradisi
(Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana
adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.
Tradisi yang ada pada setiap masyarakat adalah tatanan social yang berwujud mapan, baik sebagai
bentuk hubungan antara unsur-unsur kehidupan maupun sebagai bentuk aturan social yang
memberi pedoman tingkah laku. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi
yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa
adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Tradisi lahir melalui 2 (dua) cara, yaitu :

1. Muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tak diharapkan serta
melibatkan rakyat banyak. Karena sesuatu alasan, individu tertentu menemukan warisan historis
yang menarik. Perhatian, ketakziman, kecintaan dan kekaguman yang kemudian disebarkan
melalui berbagai cara, memengaruhi rakyat banyak. Sikap takzim tersebut berubah menjadi prilaku
dalam bentuk upacara, penelitian dan pemugaran peninggalan furbakala serta menafsir ulang
keyakinan lama.
2. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap tradisi dipilih dan dijadikan
perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang berpengaruh atau berkuasa.

Shils dalam Piotr Sztompka (2007 : 75) menyatakan bahwa tradisi memiliki fungsi bagi
masyarakat yaitu:

1. Dalam bahasa klise diyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam
kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di
masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat.
Tradisi seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini
dan untuk membangun masa depan.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada.
Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Salah satu sumber
legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan: “selalu seperti itu” atau :orang selalu
mempunyai keyakinan demikian” meski dengan resiko yang paradoksal yakni bahwa tindakan
tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau
keyakinan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerima sebelumnya.

11
3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial
terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama
perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu.
4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan dan kekecewaan dan
ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia
menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis.

Dalam hal analisis perubahan social hendaknya tidak mengaitkan perbedaan tegas antara
tradisi dan modernisasi. Istilah masyarakat tradisional dan modern sebenarnya hanyalah konstruksi
mental yang membentuk model-model yang disederhanakan untuk memahami dan menjelaskan
kompleksitas sejarah.

Ilmuwan Barat sering beranggapan bahwa untuk membedakan antara masyarakat tradisional
dengan modern ialah dengan mengamati sistem pembagian kerja, teknologi,derajat urbanisasi,
ekonomi,edukasi dan komunikasi serta nilai-nilai budaya. Melihat anggapan tersebut,hendaknya
kita lebih kritis dengan membandingkan beberapa fenomena yang terjadi di Indonesia. Tradisi
masyarakat memang mengenal pembagian kerja sebagai cara untuk mendayagunakan potensi
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,antara pria dan wanita, berdasarkan ketrampilan atau
tukang, pendidikan dan usia. Namun bagi mereka yang memiliki teknologi sederhanapun tidak
sedemikian sederhana dalam cara berfikirnya. Sebagai contoh suku Asmat di Papua, Mereka tidak
mungkin memiliki kesenian indah dan tinggi nilainya jika mereka tidak memiliki kemampuan
dalam proses berfikirnya. Melalui ukiran-ukiran yang diwariskan orang Asmat menunjukkan
penggambaran nenek moyang dan upacara adat setempat. Hal itu menunjukkan bahwa pola pikir
dan pandangan suku Asmat tidak sesuai dengan anggapan orang bahwa orang primitive tidak
mampu berfikir modern.

Apa sih Tradisi itu???

Membahas mengenai tradisi, hubungan antara masa lalu dengan masa kini haruslah lebih
dekat. Tradisi mencakup kelangsungan masa lalu dimasa kini ketimbang sekadar menunjukan
fakta bahwa masa kini berasal dari masa lalu. Menurut arti yang lebih lengkap bhwa tradisi

12
merupakan kesluruhan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar
masih ada kini, belum dihancurkan, dirusak, dibuang atau dilupakan. Maka di sini tradisi hana
berarti warisan, apa yang benar-benar tersisa dari masa lalu. Hal ini senada dengan apa yang
dikatan Shil.

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling
sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari
kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau
agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan
dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu
tradisi dapat punah.

Hasan Hanafi (dalam buku Moh Nur Hakim, 2003:29) mendefenisikan bahwa tradisi (Turats)
merupakan segala warisan masa lampau yang masa pada kita dan masuk ke dalam kebudayaan
yang sekarang berlaku. Berarti bagi pandangan Hanafi bahawa turats itu tidak hanya peninggalan
sejarah, tetapi juga sekaligus merupakan persoalan zaman kini dengan berbagai tingkatannya.

Secara termologi perkataan tradisi mengandung suatu pengertian yang tersembunyi tentang
adanya kaitan masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa
lalu tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang. Tradisi memperlihatkan bagaimana
anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun
terhadap hal yang gaib atau keagamaan.

Kemunculan dan Perubahan Tradisi

Dalam arti sempit tradisi adalah kumpulan benda material dan gagasan yang diberi makna
khusus berasal dari masa lalu. Tradisi pun mengalami perubahan. Tradisi lahir disaat tertentu
ketika orang menetapkan fragmen tertentu dari warisan masa lalu sebagai tradisi. Tradisi berubah
ketika orang memberikan perhatian khusu pada fragmen tradisi tertentu dan mengabaikan fragmen
yang lain. Tradisi bertahan dalam jangka waktu tertentu dan mungkin lenyap bila benda material
dibuang dan gagasan ditolak atau dilupakan. Tradisi mungkin pula hidup dan muncul kembali
setelah lama terpendam.

13
Tradisi lahir melalui 2 (dua) cara, yaitu :

1. Muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan dan tak diharapkan serta
melibatkan rakyat banyak. Karena sesuatu alasan, individu tertentu menemukan warisan historis
yang menarik. Perhatian, ketakziman, kecintaan dan kekaguman yang kemudian disebarkan
melalui berbagai cara, memengaruhi rakyat banyak. Sikap takzim tersebut berubah menjadi prilaku
dalam bentuk upacara, penelitian dan pemugaran peninggalan furbakala serta menafsir ulang
keyakinan lama.

2. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap tradisi dipilih dan dijadikan
perhatian umum atau dipaksakan oleh individu yang berpengaruh atau berkuasa.

Dua jalan kelahiran tradisi tersebut tidak membedakan kadarnya. Perbedaannya terdapat antara
“tradisi asli”, yakni yang sudah ada di masa lalu. Tradisi buatan mungkin lahir ketika orang
memahami impian masa lalu dan mampu menularkan impian itu kepada orang banyak. Lebih
sering tradisi buatan ini dipaksakan dari atas oleh penguasa untuk mencapai tujuan politik mereka.

Begitu terbentuk, tradisi mengalami berbagai perubahan. Perubahan kuantitatifnya terlihat


dalam jumlah penganut atau pendukungnya. Rakyat dapat ditarik untuk mengikuti tradisi tertentu
yang kemudian memengaruhi seluruh rakyat dan negara atau bahkan dapat memepengaruhi skala
global.

Arah perubahan lain adalah arahan perubahan kualitatif yakni perubahan kadar tradisi. Gagasan,
simbol dan nilai tertentu ditambahkan dan yang lainnya dibuang. Cepat atau lambat setiap tradisi
mulai dipertanyakan, diragukan, diteliti ulang dan bersamaan dengan itu fragmen-fragmen masa
lalu ditemukan disahan sebagai tradisi.

Perubahan tradisi juga disebabkan banyaknya tradisi dan bentrokan antara tradisi yang satu
dengan saingannya. Benturan itu dapat terjadi antara tradisi masyarakat atau kultur yang berbeda
di dalam masyarakat tertentu.

14
Fungsi Tradisi

Shil menegaskan bahawa :

“Manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering merasa tak puas terhadap
tradisi mereka” (Shils, 1981: 322 dalam buku Piotr Sztompka, 2007 : 74)

Berdasarkan apa yang dikatakan Shils di atas, maka suatu tradisi itu memiliki fungsi bagi
masyarakat yaitu :

1. Dalam bahasa klise diyatakan, tradisi adalah kebijakan turun-temurun. Tempatnya di dalam
kesadaran, keyakinan norma dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciftakan di
masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang kita pandang bermanfaat.
Tradisi seperti onggokan gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini
dan untuk membangun masa depan.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada.
Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Salah satu sumber
legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan: “selalu seperti itu” atau :orang selalu
mempunyai keyakinan demikian” meski dengan resiko yang paradoksal yakni bahwa tindakan
tertentu hanya akan dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau
keyakinan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerima sebelumnya. (Shils, 1981
: 21 dalam buku Piotr Sztompka, 2007 : 75).

3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial


terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama
perannya yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu.

4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan dan kekecewaan dan
ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia
menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis. (Piotra
Sztompka, 2007 : 76).

15
AKOMODASI

Pengertian

Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan dan
untuk menunjuk pada suatu proses (Young dan Raymond dalam Soekanto, 2003). Akomodasi
yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam
interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan
norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. Menurut (Gillin dan Gillin dalam
Soekanto, 2003), akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk
menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan
pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada
suatu proses di mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya.
Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses di mana orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan
penyesuaian diri untuk mengatasi kcteganganketegangan. Sebenarnya pengertian adaptasi
menunjuk pada perubahan-perubahan organis yang disalurkan melalui kelahiran, di mana
makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat
mempertahankan hidupnya. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya,
yaitu:

1) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok kelompok manusia
sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa
antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru;
2) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer;
3) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompok-kelom pok sosial yang hidupnya
terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada
masyarakat yang mengenal sistem berkasta;

16
4) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya, lewat
perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.

Tidak selamanya suatu akomodasi sebagai proses akan berhasil sepenuhnya. Disamping
terciptanya stabilitas dalam beberapa bidang, mungkin sekali benihbenih pertentangan dalam
bidang-bidang lainnya masih ter tinggal, yang luput diperhitungkan oleh usaha-usaha akomodasi
terdahul Benih-benih pertentangan yang bersifat latent tadi (seperti prasangka), sewaktu-waktu
akan menimbulkan pertentangan baru. Dalam keadaan demkian, adalah penting didalam proses
akomodasi memperkuat cita-cita, sikap dan kebiasaan-kebiasaan masa-masa lalu yang telah
terbukti mampu meredam bibit-bibit pertentangan. Hal mana dapat melokalisir sentimen-sentinien
yang akan melahirkan pertentangan baru. Dengan demikian akomodasi bagi pihak-pihak tertentu
dirasakan menguntungkan, sebaliknya agak menekan bagi pihak lain, lantaran campur tangannya
kekuasaankekuasaan tertentu dalam masyarakat.

Bentuk-bentuk Akomodasi

Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai beberapa bentuk (Young dan Raymond dalam
Soekanto, 2003), yaitu:"

1) Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya
paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi. di mana salah-satu pihak berada dalam keadaan
yang lemah bila dibanding-kan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik
(yaitu secara langsung), maupun secara psikologis (yaitu secara tidak langsung). Misalnya
perbudakan adalah suatu coercion, di mana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan
majikan atas budak-budaknya, di mana yang terakhir dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-
hak apa pun juga. Pada negara-negara totaliter, coercion juga dijalankan, manakala suatu
kelompok -ninoritas yang berada di dalam masyarakat memegang kekuasaan. Hal ini sama sekali
tidak berarti bahwa dengan coercion tak akan dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
2) Compromise, adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya, agar tercapai suatu penye-lesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk
dapat melak-sanakan compromise adalah bahwa salah-satu pihak bersedia untuk merasakan dan
memahami keadaan pihak Iainnya dan begitu pula sebaliknya. Misalnya traktat antara beberapa

17
negara, akomodasi antara beberapa partai politik, karena sadar bahwa kekuatan masing-masing
adalah sama dalam suatu pemilihan umum, dan seterusnya.
3) Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apa bila pihak-pihak yang
berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang
dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari
pihakpihak yang bertentangan, seperti terlihat dalam penyelesaian masalah perselisihan
perburuhan, misalnya.
4) Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundang-lah pihak ketiga yang netral
dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas adalah untuk utamanya
mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai
penasihat belaka; dia tak mempunyai wewenang untuk memberi ke-putusan-keputusan
penyelesaian perselisihan tersebut.
5) Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginankeinginan dari pihak-pihak
yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak
daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk
mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation adalah, adanya panitia-panitia tetap di
Indonesia yang khusus bertugas untuk menyele- saikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana
duduk wakil-wakil perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan
seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah, hari-hari libur dan
lain sebagainya.
6) Toleration, juga sering dinamakan tolerant-participation. Ini merupa kan suatu bentuk akomodasi
tanpa persetujuan yang formal bentuknya Kadangkadang toleration timbul secara tidak sadar dan
tanpa direncanakan, hal mana disebabkan karena adanya watak orang per orangan atau
kelompokkelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan.
Dari sejarah dikenai bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang toleran yang sedapat mungkin
menghindarkan diri dari perselisihanperselisihan.
7) Stalemate, merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan karena
mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan
pertentangannya. Hal ini discbab kan oleh karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada
kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misal nya, terjadi
antara Amerika Serikat dengan Soviet Rusia di bidang nuklir.

18
8) Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti diuraikan di atas dan telah banyak
ketegangan-ketegangan yang teratasi, namun masih saja ada unsur-unsur pertentangan latent yang
belum dapat diatasi secara sempurna. Bagaimanapun juga akomodasi tetap perlu, apalagi dalam
keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan. Selama orang perorangan atau kelompok-
kelompok manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan
antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan (Gillin dan Gillin dalam Soekanto, 2003).

Hasil-hasil Akomodasi

Secara panjang lebar (Gillin dan Gillin dalam Soekanto, 2003) menguraikan hasilhasil suatu proses
akomodasi dengan mengambil contoh-contoh dari sejarah. Antara lain hasil-hasilnya adalah
sebagai berikut:

1) Akomodasi, dan integrasi masyarakat, telah berbuat banyak untuk menghindarkan masyarakat dari
benih-benih pertentangan latent yang akan melahirkan pertentangan baru. Ketika orang-orang
Normandia menaklukkan Inggris pada 1066, mereka telah memaksakan suatu kebudayaan baru
terhadap masyarakat taklukkannya. Bahasa, sistem feodalisme, hukum dan seterusnya diubah dan
diganti. Dalam proses tersebut terjadi perkawinan campuran dan banyak orang-orang Inggris yang
mendapat kedudukan baru yang tinggi. Keadaan tersebut mengu-rangi jarak sosial (social distance)
antara penjajah dengan yang dijajah. Kecuali itu, akomodasi juga menahan keinginan-keinginan
untuk ber-saing yang hanya akan membuang biaya dan tenaga saja.
2) Menekan oposisi. Seringkali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok
tertentu (misalnya golongan produsen) demi kerugian pihak lain (misalnya golongan konsumen).
Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing akan dapat menye-babkan
turunnya harga, oleh karena barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.

3) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda. Hal ini tampak dengan jelas apabila dua orang,
misalnya, bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik. Di dalam kampanye
pemilihan, persaingan dilakukan dengan sengit, akan tetapi setelah salah-satu terpilih, biasanya

19
yang kalah diajak untuk bekerja sama demi keutuhan dan inte-grasi partai politik yang
bersangkutan.

4) Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan kc-adaan baru atau keadaan yang
berubah.

5) Perubahan-perubahan dalam kedudukan. Sebetulnya akomodasi menimbulkan penetapan baru


terhadap kedudukan orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia. Pertentangan telah
menyebabkan kedudukan-kedudukan tersebut goyah dan akomodasi akan mengukuhkan kembali
kedudukan-kedudukan tersebut.

6) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi. Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih
saling mengenal dan dengan timbulnya benihbenih toleransi mereka lebih mudah untuk saling
mendekati. Keadaan demikian mungkin saja terjadi pada masyarakat-masyarakat berkasta seperti,
di India. Di India, walaupun gerak sosial yang vertikal hampirhampir tidak ada, telah terjadi suatu
proses yang bemama Sanskritization,11' yaitu suatu proses di mana kasta-kasta yang lebih rendah
mengambil sistem kepercayaan, upacara, tingkah-laku dalam pergaulan, dan lainlain unsur-unsur
kebudayaan dari kasta-kasta yang lebih tinggi, khususnya kasta Brahmana, untuk dijadikan unsur-
unsur kebudayaan sendiri. Proses tersebut menunjuk pada adanya usaha-usaha untuk mengadakan
akomodasi antara kasta-kasta yang semula dipisahkan dengan tegas dan kaku.

MODERNISASI

KONSEP MODERNISASI
Konsep modernisasi dalam arti khusus didefenisikan dalam tiga cara; historis, relative, dan
analisis
Menurut defenisi historis, modernisasi sama dengan westerenisasi atau amerikanisasi.
Modernisasi dilihat sebagai gerakan menuju cirri-ciri masyarakat yang dijadikan model. Berikut
ini dua contoh pandangan dari Eisenstad dan Wilbert Moore:
Secara historis modernisasi adalah proses perubahan menuju tipe system social, ekonomi,
dan politik yang telah maju di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke -17 hingga 19 dan

20
kemudian menyebar ke Negara Eropa lain dan dari abad ke19 dan 20 ke negera Amerika Selatan,
Asia, dan Afrika. Sementara menurut Wilbert, modernisasi adalah transformasi total masyarakat
tradisional atau pra modern ke tipe masyarakat teknologi dan organisasi social yang menyerupai
kemajuan dunia barat yang ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil.
Menurut defenisi relative, dirumuskan oleh Tiryakin dilihat dari perspektif proses historis dunia,
modernitas berkaitan dengan keunggulan inovasi atau terobosan kesadaran, moral, etika, teknologi
dan tatanan social yang berguna bagi peningkatan kesehkateraan manusia. Pandangan serupa
dikemukakan oleh Chodak, modernisasi adalah contoh kasus dan penting dari kemajuan
masyarakat, contoh usaha sadar yang dilakukan untuk mencapai standar kehidupan yang lebih
tinggi. Menurut defenisi analisis yang dikemukakan adalah:
1) Bebas dari kekuasaan tradisional, anti dogmatis dalam berpikir
2) Memerhatikan masalah public
3) Terbuka terhadap pengalaman baru
4) Yakin terhadap sains dan nalar
5) Berencana, tanggap, berorientasi ke masa depan, mampu menunda kepuasan
6) Aspirasi tinggi; pendidikan, berbudaya dan professional

21
Daftar Bacaan

Bartholomew. Craig. 2016. “Christ and Consumerism: An Introduction” dalam Christ and
Consumerism: A Critical Analysis of the Spirit of the Age (ed. Craig Bartholomew dan Thorsten
Moritz; Cumbria: Paternoster,).
Bauman, Zygmant. 2015. Work, Konsumerism And The New Poor. Second Edition. Open
University Press
Sosiologi Perubahan Sosial, Piotr Sztompka,2018, Prenada Media, Jakarta
Pemuda dan Perubahan Sosial, LP3ES, 1974, IKAPI, Jakarta Perubahan Sosio Kultural,
Drs, B. Simandjuntak, S.H. Tarsito, 1992, Bandung
Umanailo, M. C B. 2017. “MENGURAI KEMISKINAN DI KABUPATEN BURU.”
Open Science Framework. November 4. doi:10.17605/OSF.IO/8WDXE.

22

Anda mungkin juga menyukai