Anda di halaman 1dari 10

PEMERIKSAAN ANTI-HCV ELISA

MENGGUNAKAN REAGENSIA HEPANOSTIKA HCV ULTRA

Hari, tanggal praktikum : Jumat, 8 November 2013


Tempat praktikum : Laboratorium Unit Tranfusi Darah PMI Sanglah

I. Tujuan
Untuk dapat mendeteksi secara kuantitatif antibodi HCV (Hepatitis C
Virus) pada sampel serum pasien.

II. Metode
Metode yang digunakan adalah ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay).

III. Prinsip
Plate dilapisi oleh antigen penangkap. Sampel serum dimasukkan ke
dalam plate, kemudian antibodi yang ada dalam serum berikatan dengan
antigen penangkap. Antigen pendeteksi berlabel enzim mengenali dan
berikatan dengan antibodi. Enzim bereaksi dengan substrat menghasilkan
produk yang berwarna. Hasil reaksi akan memunculkan warna yang bisa
diukur secara kuantitatif dengan alat kolorimetrik (mikroplate reader) yang
dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm dan panjang
gelombang 620-630 nm sebagai referensi.

IV. DASAR TEORI

A. Hepatitis C

Penyakit yang mempengaruhi hati meliputi kelainan sekunder pada


berbagai penyakit sistemik dan kelainan primer yang lebih spesifik bagi hati
itu sendiri. Ada beberapa penyakit yang ditemukan akibat gangguan hati
antara lain hipertensi porta, pirav vena-porta, sistemik splenomegali,
ikterus/jaundice/penyakit kuning, sirosis, dan hepatitis. Dari beberapa
contoh ini yang paling sering dijumpai dalam beberapa kasus adalah
hepatitis (Corwin, 2000).
Hepatitis adalah peradangan pada hati. Penyakit ini dapat disebabkan
oleh infeksi atau toksin termasuk alcohol, dan dijumpai pada kanker hati.
Hepatitis disebabkan oleh virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus
yang menyebabkan hepatitis (Corwin, 2000).
Penyakit hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis C (HCV = hepatitis C virus). HCV adalah virus RNA yang
digolongkan dalam Flavivirus bersama-sama dengan cirus hepatitis G,
Yellow fefver, dan Dengue. Virus ini umumnya masuk ke dalam darah
melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini
langsung terpapar dengan sirkulasi darah.
Kehadiran virus hepatitis C di organ hati memicu dikeluarkannya
sistem kekebalan tubuh yang mengakibatkan proses peradangan. Proses
peradangan yang terus-menerus mengakibatkan penumpukan jaringan parut
di hati. Maka terjadilah apa yang dinamakan sirosis hati.. Hati yang menjadi
sirotik dapat gagal melakukan fungsinya secara normal. Hal ini disebut
dengan gagal hati. Gagal hati dapat mengakibatkan banyak komplikasi
penyakit, bahkan kematian. Selain itu sirosis hati juga meningkatkan
kemungkinan terjadinya kanker hati (Anonim, 2010).

B. ELISA (Enzim-linked immunosorbent assay)


Enzim-linked immunosorbent assay (ELISA) atau dalam bahasa
indonesianya disebut sebagai uji penentuan kadar imunosorben taut-enzim,
merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi
antara antibodi dan antigen. Pada awalnya, teknik ELISA hanya digunakan
dalam bidang imunologi untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun
antibodi dalam suatu sampel seperti dalam pendeteksian antibodi IgM, IgG,
& IgA pada saat terjadi infeksi (pada tubuh manusia khususnya). Namun
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik ELISA juga
diaplikasikan dalam bidang patologi tumbuhan, kedokteran, dll.
Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu teknik
ELISA kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau
konjugat antibodi-enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif yang
menggunakan dua antibodi (primer dan sekunder). Pada teknik ELISA
nonkompetitif, antibodi kedua (sekunder) akan dikonjugasikan dengan
enzim yang berfungsi sebagai signal. Teknik ELISA nonkompetitif ini
seringkali disebut sebagai teknik ELISA sandwich.
Dewasa ini, teknik ELISA telah berkembang menjadi berbagai macam
jenis teknik. Perkembangan ini didasari pada tujuan dari dilakukannya uji
dengan teknik ELISA tersebut sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal.
Berikut ini adalah beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering
digunakan, antara lain:
1. ELISA direct
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana.
Teknik ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur
konsentrasi antigen pada sampel. ELISA direct menggunakan suatu antibodi
spesifik (monoklonal) untuk mendeteksi keberadaan antigen yang
diinginkan pada sampel yang diuji.
ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a. Immunoreaktivitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut
dengan enzim.
b. Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan
mahal.
c. Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari
antibodi pada percobaan yang berbeda.
d. Amplifikasi signal hanya sedikit.
e. Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan
sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain:
a. Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibodi
b. Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi
silang dengan antibodi lain (antibodi sekunder) dapat diminimalisasi.
2. ELISA indirect
Teknik ELISA indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik
ELISA yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA indirect yang
dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan antibodi. ELISA indirect
menggunakan suatu antigen spesifik (monoklonal) serta antibodi sekunder
spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang
diinginkan pada sampel yang diuji.
ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a. Membutuhkan waktu pengujian yang relatif lebih lama daripada ELISA
direct karena pada ELISA indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi
yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibodi
yang diinginkan dan antara antibodi yang diinginkan dengan antibodi
sekunder tertaut enzim signal, sedangkan pada ELISA direct hanya
membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi
antara antigen yang diinginkan dengan antibodi spesifik tertaut enzim
signal.
Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain:
a. Terdapat berbagai macam variasi antibodi sekunder yang terjual secara
komersial di pasar.
b. Immunoreaktivitas dari antibodi yang diinginkan (target) tidak
terpengaruh oleh penautan enzim signal ke antibodi sekunder karena
penautan dilakukan pada wadah berbeda.
c. Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibodi yang diinginkan
memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibodi
sekunder.
3. ELISA Sandwich
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk
menangkap antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada
dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct,
hanya saja pada ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak
perlu dipurifikasi. Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus
dapat berinteraksi dengan antibodi primer spesifik dan antibodi sekunder
spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung
dikhususkan pada antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi
dengan antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida
atau protein. Pada ELISA sandwich, antibodi primer seringkali disebut
sebagai antibodi penangkap, sedangkan antibodi sekunder seringkali disebut
sebagai antibodi deteksi.
Dalam pengaplikasiannya, ELISA sandwich lebih banyak
dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan antigen multivalent yang
kadarnya sangat rendah pada suatu larutan dengan tingkat kontaminasi
tinggi. Hal ini disebabkan ELISA sandwich memiliki tingkat sensitivitas
tinggi terhadap antigen yang diinginkan akibat keharusan dari antigen
tersebut untuk berinteraksi dengan kedua antibodi.
Dalam ELISA sandwich, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat sensitivitas dari hasil pengujian, antara lain:
a. Banyak molekul antibodi penangkap yang berhasil menempel pada
dinding lubang microtiter.
b. Afinitas dari antibodi penangkap dan antibodi detektor terhadap antigen.
Sebenarnya, teknik ELISA sandwich ini merupakan pengembangan
dari teknik ELISA terdahulu, yaitu ELISA direct. Kelebihan teknik ELISA
sandwich ini pada dasarnya berada pada tingkat spesitifitasnya yang relatif
lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan
2 jenis antibodi, yaitu antibodi penangkap dan antibodi detektor. Namun
demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki kelemahan, yaitu teknik
ini hanya dapat diaplikasikan untuk mendeteksi antigen yang bersifat
multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibodi yang dapat berinteraksi
antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya harus
berbeda).
4. ELISA Biotin Streptavidin (Jenis ELISA modern)
Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini juga
dikembangkan untuk mendeteksi antibodi dengan tingkat sensitivitas relatif
lebih tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik ELISA penangkap antibodi,
dimana prinsip kerjanya sama dengan ELISA sandwich, hanya saja yang
digunakan pada teknik ini adalah antigen penangkap dan antigen detektor
(antigen bertaut enzim signal, bersifat optional apabila antibodi yang
diinginkan tidak tertaut dengan enzim signal).
5. ELISA Kompetitif
Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan dari teknik
ELISA terdahulu. Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menambahkan
suatu kompetitor ke dalam lubang microtiter. Teknik ELISA kompetitif ini
dapat diaplikasikan untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi.
Kelebihan dari teknik ELISA kompetitif ini adalah tidak diperlukannya
purifikasi terhadap larutan sampel yang mengandung antibodi atau antigen
yang diinginkan, tapi hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas
tinggi akibat sifat spesifisitas dari antibodi dan antigen.
6. ELISA Multiplex
Teknik ELISA multiplex merupakan pengembangan teknik ELISA
yang ditujukan untuk pengujian secara simultan, sedangkan prinsip dasarnya
mirip dengan teknik ELISA terdahulu.

V. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Strip mikroelisa Hepanostika HCV Ultra
2. Mikropipet 10 𝜇𝑙 𝑑𝑎𝑛 100 𝜇𝑙
3. Yellow tip
4. Inkubator
5. Washer
6. Timer
7. Mikroplate reader

B. Bahan
1. Sampel serum dengan kode 042
2. Sampel serum dengan kode 043
3. Reagensia Hepanostika HCV Ultra (No. Lot : BJ02681, Exp. Date :
05 – 2014) yang terdiri dari :
a. Kontrol positif
b. Kontrol negatif
c. Spesimen diluents
d. Conjugate Working Solution
e. TMB Substrate
4. Sulfuric acid 1 mol/liter

VI. Cara Kerja


1. Strip mikroelisa disiapkan sebanyak bahan yang akan diperiksa
ditambah dengan 3 kontrol positif dan 1 kontrol negatif.
2. Specimen diluent dipipet sebanyak 100 𝜇𝑙 ke dalam masing-masing
sumur mikroelisa.
3. Sampel serum dipipet sebanyak 10 𝜇𝑙 ke dalam masing-masing sumur
dimulai dari sumur nomor E1.
4. Kontrol negatif dipipet sebanyak 10 𝜇𝑙 ke dalam sumur A1
5. Kontrol positif dipipet sebanyak 10 𝜇𝑙 ke dalam masing-masing sumur
nomor B1, C1, dan D1
6. Mikroelisa ditutup dengan seal dan diinkubasi pada suhu 370C selama 30
± 2 menit
7. Plate dicuci sebanyak 6 kali
8. Conjugate working solution dipipet sebanyak 100 𝜇𝑙 ke dalam masing-
masing sumur
9. Mikroelisa ditutup dengan seal dan diinkubasi pada 370C selama 30 ± 2
menit
10. Plate dicuci sebanyak 6 kali.
11. TMB substrate dipipet sebanyak 100 𝜇𝑙 ke dalam masing-masing sumur.
12. Mikroelisa ditutup dengan seal dan diinkubasi pada 20-300C selama 30 ±
2 menit.
13. Reaksi distop dengan menambahkan 100 𝜇𝑙 1 mol/L sulfuric acid ke
dalam masing-masing sumur.
14. Hasil dibaca dengan mikroplate reader pada panjang gelombang 620-630
nm.
15. Hasil pengamatan dicatat dan dihitung.

VII. Hasil Pengamatan


A. Identitas Pemeriksaan
Nama pemeriksa : Satya Nugraha
Tanggal : 15 – 11 – 2013
Nomor plate :I
No. Lot : BJ02693
Tanggal Kadaluarsa: 11/2014

B. Tabel Nilai Absorbansi HCV


Sumur Plate Absorbansi
A NC1 0,071
B PC1 1,059
C PC2 0,728
D PC2 0,888
0,050
E SM1
0,207
0,104
F SM2
0,423
0,061
G SM3
0,253
0,045
H SM3
0,187

C. Perhitungan
1. Rata-rata positif control

𝑃𝐶1 + 𝑃𝐶2 + 𝑃𝐶3


𝑃𝐶𝑥 =
3
1,059 + 0,728 + 0,888
=
3

2,675
=
3

= 0,891

2. Control negatif
NC = 0,071

3. Cut off
Cut off = PCx x 0,27
= 0,891 x 0,27
= 0,241

4. Valid
Valid = PCx – NC ≥ 0,400
= 0,891 – 0,071 ≥ 0,400
= 0,820 ≥ 0,400

D. Hasil pemeriksaan HCV


Sampel 1
 Pengerjaan I: non reaktif
Sampel 2
 Pengerjaan I: non reaktif
Sampel 3
 Pengerjaan I: non reaktif
 Pengerjaan II : non reaktif

Keterangan :
1. Sampel reaktif bila absorbansi ≥ nilai cut-off
2. Sampel negatif bila absorbansi < nilai cut-off
http://www.scribd.com/doc/11489129/Hepatitis-c
http://www.scribd.com/doc/78431758/Makalah-WBA-Dan-ELISA
http://www.scribd.com/doc/39010855/ELISA

Anda mungkin juga menyukai