Anda di halaman 1dari 3

METODE PENELITIAN HUKUM

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Herlambang, S.H., M.H
Dr. Emelia Kontesa, S.H., M.Hum

Oleh :
Bayu Anindia Magfhira
NPM :
B1A017134

UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS HUKUM
2018/2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fenomena Kejadian :

Jual beli tanah di bawah tangan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan antara
penjual kepada pembeli yang berakibat beralihnya hak dan kewajiban atas objek jual beli tanah
tersebut. Perjanjian peralihan tanah dapat dilakukan melalui jual beli secara adat yaitu dilakukan
di bawah tangan dihadapan kepala desa atau kepala kelurahan oleh pihak yang bersangkutan dan
dihadapkan saksi, kerabat dan tetangga. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal
1458 jual beli di bawah tangan adalah sah, namun pembuktiannya yang lemah. Pada saat ini
masih banyak orang yang melakukan jual beli di bawah tangan yang akibatnya banyak pihak
yang mendapat kerugian.
Di Indonesia, tanah mempunyai arti yang penting bagi kehidupan rakyatnya. Tanah yang
memberikan kehidupan, karena disinilah setiap orang bercocok tanam untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, tempat mendirikan rumah untuk menyelenggarakan tata kehidupan serta
beranak cucu, yang akhirnya tanah pula tempat orang dikebumikan setelah meninggal dunia
sebagai tempat peristirahatan terakhir.
Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) , yang berbunyi: Hukum Agraria yang berlaku atas
bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan negara,yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme
Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan
dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
berdasarkan pada Hukum Agama.
Contohnya Seperti di Desa Tegaltirto telah memenuhi unsur jual beli yang di atur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu adanya objek jual beli dan harga yang dalam kasus
ini sudah memenuhi unsur jual beli. Jual beli disepakati oleh pihak penjual dan pihak pembeli
dihadapan Kepala Desa dan dua orang saksi, dengan didasarkan bukti kepemilikan berupa Model
D dan Letter C yang tercatat di Kantor Kelurahan Tegaltirto, dan proses penyerahan hak atas
tanah dilakukan bersamaan dengan proses pembayaran. Bukti jual beli tersebut berupa
pembuatan surat perjanjian jual beli dan ditandatangani oleh Kepala Desa dan dua orang saksi.
Akibat dari jual beli tanah di bawah tangan ini adalah adanya kerugian bagi pihak pembeli
dikarenakan pihak penjual tidak mengakui adanya perjanjian jual beli tersebut. Kedudukan jual
beli di bawah tangan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata sah namun lemah dalam
pembuktian.
Permasalahannya :

Setelah jual beli tanah di bawah tangan tersebut adanya kerugian bagi pihak pembeli dikarenakan
pihak penjual tidak mengakui adanya perjanjian jual beli tersebut. Kedudukan jual beli di bawah
tangan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata sah namun lemah dalam pembuktian.

Solusi :

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:

1. Apa Faktor Penyebab sering dilakukannya pembelian tanah yang belum atau tidak sekaligus
dilaksanakan dihadapan PPAT?

2. Apa akibat jual beli tanah dibawah tangan?

Kasus ini termasuk kedalam

Metode Penelitian Empiris

Penelitian ini menggunakan studi lapangan (Fieldresearch), teknik pengumpulan data penelitian
ini dengan cara wawancara dengan Kepala lembaga Perlindungan Konsumen dan Pejabat
Kelurahan Desa Air Batang, Nasal, Kaur. Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis
Empiris yaitu dengan mendekatkan masalah dengan melihat prinsip-prinsip hukum yang
berkaitan dengan peraturan perundang-undangan dan kemudian dibandingkan dengan data yang
di dapat secara langsung dilapangan. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis.

Anda mungkin juga menyukai