Anda di halaman 1dari 3

Manusia merupakan mahkluk sosial yang memiliki berbagai kebutuhan

hidup dan di dalam memenuhi kebutuhan tersebut, tidak mungkin di produksi

sendiri. Manusia selalu berhubungan satu sama lain untuk mencukupi kebutuhankebutuhan
kehidupannya.1

Manusia memiliki kebutuhan untuk kehidupannya,

salah satu kebutuhan manusia adalah tanah.

Di Indonesia, tanah mempunyai arti yang penting bagi kehidupan rakyatnya.

Tanah yang memberikan kehidupan, karena disinilah setiap orang bercocok tanam

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tempat mendirikan rumah untuk

menyelenggarakan tata kehidupan serta beranak cucu, yang akhirnya tanah pula

tempat orang dikebumikan setelah meninggal dunia sebagai tempat peristirahatan

terakhir.2

Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat

dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)3

, yang berbunyi:

Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum

Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan

negara,yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme

Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang Undang ini dan dengan
peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan

mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada Hukum Agama.

Tanah adalah termasuk kebutuhan primer, setelah sandang atau pangan.

Seiring perkembangan zaman, cara pandang masyarakat terhadap nilai tanah

perlahan mulai berubah. Dulu tanah hanya dinilai sebagai faktor penunjang

aktivitas pertanian saja, tapi saat ini sudah dilihat dengan cara pandang yang lebih

strategis yaitu aset penting dalam sebuah industrialisasi.

Dalam rangka pembangunan nasional yang berkesinambungan, peranan

tanah akan menjadi bertambah penting sehubungan dengan terus bertambahnya

jumlah penduduk yang semuanya memerlukan tanah untuk pemukiman. Dengan

semakin meningkatnya kegiatan pembangunan kebutuhan akan tanah untuk

kegiatan usaha maka semakin meningkat pula pada kebutuhan akan dukungan
berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Dengan meningkatnya

kebutuhan masyarakat akan tanah, akan mendorong meningkatnya kegiatan jual

beli tanah sebagai salah satu bentuk proses peralihan hak atas tanah.

Disadari atau tidak, tanah sebagai benda yang bersifat “permanen” (tidak

dapat bertambah) banyak menimbulkan masalah jika dihubungkan dengan

pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.4

Pemindahan hak atas tanah dalam perbuatan hukum ada beberapa bentuk,

diantaranya: jual beli, tukar menukar, hibah, pemberian menurut adat, pemasukan

dalam perusahaan, dan hibah wasiat. Peralihan hak atas tanas tersebut diawasi dan diatur dengan
peraturan

pemerintah, lembaga jual beli tanah misalnya, telah disempurnakan tanpa

merubah hakikatnya sebagai perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah untuk

selama-lamanya bersifat tunai dan terang. Hanya saja “terang” sekarang ini adalah

jual beli dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku. Peralihan hak atas

tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 (selanjutnya disebut

PP No. 34 Tahun 2016) Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari

Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual

Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya, harus dibuktikan

dengan suatu akta yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),

dan setelah akta tersebut ditanda tangani oleh para pihak maka harus didaftarkan.

Pada kenyataannya di lapangan masih sering kali terjadi jual beli tanah di

bawah tangan, seperti yang terjadi di Desa Tegaltirto Kecamatan Berbah

Kabupaten Sleman yang akan di teliti oleh penulis ini. bahwa ahli waris telah

melakukan Jual Beli di Bawah Tangan kepada kita sebut saja bapak RH secara

diam-diam atau tidak diketahui oleh ahli waris dan ahli waris pengganti yang lain.

Yang mengakibatkan beberapa pihak mendapat kerugian yang di sebab oleh

perbuatan jual beli di bawah tangan tersebut.

Pada umumnya masih banyak masyarakat yang menggunakan perjanjian di

bawah tangan, banyak faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat masih

menggunakan jual beli di bawah tangan. Penyebab mereka lebih memilih jual beli

di bawah tangan di antaranya adalah di karenakan jual beli di bawah tanganterbilang cepat atau
tidak memakan waktu yang lama, selain itu jual beli di bawah
tangan juga tidak memerlukan biaya yang banyak, dan mudah.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil tema ini dengan judul

“Praktik Jual Beli Tanah di Bawah Tangan (Studi Kasus di Desa Tegaltirto,

Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman)”. Hal ini disebabkan karena di dalam

praktiknya masih terjadi jual beli tanah di bawah tangan yang akhirnya merugikan

banyak pihak

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Bagiamana proses pelaksanaan jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi

di Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana Tinjauan Yuridis terhadap kedudukan jual beli tanah di bawah

tangan di Desa Tegaltirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman?

Anda mungkin juga menyukai