Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

Glaukoma Pseudoexfoliativa

Pembimbing:

dr. Agah Gadjali, SpM

dr. Hermansyah, SpM

dr. Henry A. W, SpM (K)

dr. Mustafa K. Shahab, SpM

dr. Susan Sri Anggraeni Purwohusodo, Sp.M

Disusun oleh :

Karen Denisa (112017105)

Suhaima Izzatiey (112017270)

Grevaldo Austen (112018027)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.1 RADEN SAID SUKANTO

PERIODE 30 SEPTEMBER – 2 NOVEMBER 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

BAB I
PENDAHULUAN

Pseudoexfoliation syndrome (PXS) merupakan suatu gangguan sistemik dengan


manifestasi utama pada mata. Kondisi ini menyebabkan terjadinya deposisi materi
pesudoeksfoliatif pada mata berupa materi fibrilar berwarna putih keabuan.1 Materi ini dapat
terdeposit pada berbagai struktur mata seperti kapsul lensa, serat-serat zonular, iris, trabekula, dan
konjungtiva. PXS merupakan salah satu penyebab paling sering untuk terjadinya glaukoma sudut
terbuka sekunder yang dikenal sebagai pseudoexfoliation glaucoma.2 Glaukoma akibat PXS
memberikan respon terapi yang lebih buruk dari glaukoma tipe lain dan dapat menyebabkan
progresi kerusakan saraf optik yang lebih cepat.1 PXS juga merupakan faktor risiko untuk
terjadinya katarak. Kelemahan zonula, gangguan midriasis, disfungsi endotel kornea dan lain
sebagainya juga sering terjadi pada pasien dengan PXS.2

Prevalensi PXS secara global bervariasi tergantung usia, lokasi geografik, jenis kelamin,
dan ras. Prevalensi yang bervariasi dapat ditemukan pada negara berbeda, bahkan area berbeda
pada negara yang sama. Prevalensi PXS mencapai 25% di Islandia, 20% di Finlandia, 4.7% di
Jerman, 6.3% di Norwegia, dan 4% di Inggris.3 Secara umum PXS lebih banyak terjadi pada usia
di atas 50 tahun, dengan prevalensi yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.4
Faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi terjadinya PXS berupa daerah geografis yang lebih
tinggi dan tingkat paparan terhadap cahaya ultraviolet.1

PXS dapat didiagnosis melalui adanya materi pseudoeksfoliatif pada segmen anterior mata.
Hal ini dapat diobservasi melalui pemeriksaan slit-lamp.5 Diagnosis dari PXS biasanya terjadi
secara tidak disengaja. Meskipun demikian, kehilangan pengelihatan akibat glaukoma
pseudoeksfoliatif memiliki angka kejadian yang lebih tinggi dibandingkan glaukoma sudut terbuka
primer pada umumnya. Risiko komplikasi akibat operasi katarak karena PXS juga lebih besar4

Menurut laporan dari United Nation (UN), secara global, populasi masyarakat lansia
semakin meningkat. Dalam jangka 2015-2030, diperkirakan populasi lansia akan meningkat
sebesar 56%.6 Sebagai suatu penyakit terkait usia yang merupakan faktor risiko berat akan
terjadinya glaukoma, pemahaman akan PXS dan pemeriksaan tanda dan gejala PXS sangatlah
penting.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

2.1.1 Anatomi Mata


I. Ruang orbita

A.Tulang-tulang pembentuk ruang orbita


1. Struktur1,2
a. Atap orbita, dibentuk oleh os frontale dan sedikit kontribusi ala minor ossis
sphenoidale
(1) Lateral : terdapat fossa glandulae lacrimalis, tempat bertumpunya
kelenjar air mata
(2) Anterior : terapat os frontale, pada margo supraorbitalis didapatkan
foramen supraorbitale.
(3) Superior : terbentuk oleh dasar fossa crania anterior
b. Dinding medial, terdiri dari os ethmoidale dan os lacrimale
(1) Lamina papyracea, bagian os.ethmoidales yang terbentuk dari cellulae
ethmoidales
(2) Lekukan saccus lacrimale pada os lacrimale
c. Dinding lateral, dibentuk os zygomaticus dan ala mayor ossis spenoidales
d. Dasar orbita, dibentuk oleh os maxilla, dengan sedikit kontribusi dari os
palatinum.
2. Lubang dan celah pada cavitas orbita1,2
a. Canalis Opticus didapatkan pada ala minor ossis sphenoidale, dan merupakan
penghubung cavitas orbitalis dengan fossa cranii media. Sauran ini dilalui oleh :
(1) N.Opticus (N.II) yang mengurus persyarafan sensoris penglihatan.
(2) A.Ophtalmica
b. Fissura Orbitalis Superior , memisahkan ala mayor dan ala minor ossis
sphenoidale, juga sebagai penghubung cavitas orbitas dan fossa crania anterior,
dilewati oleh :
(1) N.Oculomotorius (N.III)
Mempersyarafi otot-otot ekstrinsik bola mata, juga mengandung komponen
parasimpatis yang mempersyarafi m.ciliaris dan m.sphincter pupillae
(2) N.Trochlearis (N.IV), mempersyarafi m.obliquus superior
(3) N.Ophtalmicus (N.V1), merupakan divisi dari N.trigeminus yang juga
mengurus persyarafan sensoris wajah.
(4) N. Abduscens (N.VI), mempersyarafi m. rectus lateralis
(5) V.Ophtalmica, yang mengalirkan pengembalian darah vena mata yang
sebagian besar ke sinus cavernosus.
B. Palpebra1,2
1. Kelopak mata, melindungi aspek anterior mata1,2
a. Membentuk saccus konjunctiva yang membuka ke arah kulit muka sebagai rima
palpebrarum.
b. Rima palpebrarum dibatasi oleh margo palpebrarum dibatasi oleh margo
palpebrae superior dan inferior.
c. Kedua margo palpebrales bertemu paga canthus medialis dan lateralis.
d. Pada margo palpebrae dapat ditemukan 2 baris supercilia.

2. Struktur : palpebra superior lebih lebar dan lebih aktif daripada palpebra inferior. Setiap
kelopak terbentuk oleh jaringan ikat tarsus superior dan inferior, yang berfungsi sebagai pemberi
bentuk pada kelopak mata serta sebagai pelindung bola mata.
3. Otot-Otot1,2
a. M.Orbicularis oculi pars palpebralis, salah satu otot mimik wajah, terletak
diantara kulit kelopak mata dan tarsus.
(1) Kontraksi otot ini menghasilkan kedipan mata, antara lain berfungsi
dalam mengalirkan air mata untuk membasahi bola mata bagian luar.
(2) Memperoleh persyarafan oleh N.facialis (N.VII)
b. M.Levator palpebrae superior, termasuk otot ekstrinsik mata
(1) Bersama otot-otot ekstrinsik lainnya melekat di belakang bola mata
kemudian melebar membentuk aponeurosis dan berakhir pada tarsus
superior.
(2) Berfungsi mengangkat palpebra pada saat elevasi bola mata
(3) Dipersyarafi oleh N.oculomotorius (N.III)
c. M. Tarsalis superior merupakan otot involunter
(1) Kontraksi otot ini memperlebar pembukaan rima palpebrarum
(2) Diinervasi oleh persyarafan simpatis
4. Conjunctiva1,2
a. Conjunctiva palpebra, melapisi permukaan dalam kelopak mata
b. Conjunctiva bulbi, melapisi bagian depan sklera
c. Lekukan yang terjadi karena peralihan kedua conjunctiva disebut fornix
conjunctivae, superior dan inferior
5. Glandula Lacrimalis bertumpu pada fossa glandule lacrimalis mengalirkan sekresi
glandula lacrimalis ke bagian lateral fornix conjunctivae superior.
6. Apparatus lacrimalis1,2
a. Lacus Lacrimalis, suatu area berbentuk segitiga pada medial canthus, tertutup
oleh plica semilunaris
b. Papilla lacrimalis dengan punctum lacrimale yang diteruskan sebagai canaliculi
lacrimalis.
c. Canaliculi Lacrimales Superior dan Inferior bersatu membentuk saccus
lacrimalis.
d. Saccus lacrimalis terletak dalam os lacrimalis dan dilanjutkan sebagai ductus
nasolacrimalis.

C. Musculi Externi Bulbi Oculi.1,2


Didalam cavitas orbita didapatkan tujuh otot-otot volunter, enam diantaranya merupakan
otot penggerak bola mata.
1. Aksis orbita. Bola mata bergerak dalam 3 aksis yang bekerja secara mutual
a. Elevasi dan depresi, terjadi pada axis transversa
b. Abduksi dan adduksi, pada axis vertikal
c. Intorsi dan ekstorsi, pada axis anteroposterior
2. Annulus tendineus (Zinn) terbentuk oleh origo empat otot rektus yang melekat pada apex
orbita.
3. Empat otot rectus dari Annulus tendineus menuju ke depan bola mata kemudian
berinsersi pada bagian anterior bola mata :
a. M.Rectus Superior, untuk elevasi bola mata, dipersyarafi oleh N.Oculomotorius
(N.III)
b. M.Rectus Inferior, untuk depresi bola mata
c. M.Rectus Lateralis, untuk abduksi bola mata
d. M.Rectus Medialis, untuk adduksi bola mata

II. Bulbus Oculi (Bola Mata)

Bola mata merupakan struktur yang lentur dengan bagian luar terbungkus oleh jaringan ikat
fibrosa, sedangkan bagian dalam diisi oleh cairan yang mempertahankan bentuk bola mata.2

1. Tunica Fibrosa Bulbi

a. Sclera, tampak berwarna putih dan menempati 5/6 bagian bola mata. Merupakan tempat
perlekatan otot-otot ekstraokular. Bagian depannya dilapisi oleh konjungtiva bulbi yang
transparan dan mengandung banyak pembuluh-pembuluh darah kecil. Peralihan sclera dan
kornea disebut dengan limbus corneae.2

b. Cornea, berwarna transparan dan menempati 1/6 bagian bola mata depan. Bagian ini
tidak mengandung pembuluh darah (avascular), sangat sensitif, dipersyarafi oleh N.V1 dan
berperan dalam reflek kornea.2

2. Tunica Vasculosa Bulbi

a. Choroid, terutama terdiri dari pembuluh-pembuluh darah yang berasal dari a.cilliaris
brevis, dan pengembalian darah oleh venae verticose.2

b. Corpus Cilliare merupakan lanjutan choroid ke bagian anterior.2


(1) Corpus Ciliare menopang lensa melalui serabut-serabut Zonula Zinii yang
berinsertio ke dalam kapsula lensa.
(2) M. Ciliaris yang memanjang sampai limbus corneae. Otot ini berperan dalam
mengatur ketegangan Zonula Ciliaris Zinii yang kemudian berefek pada
pencembungan lensa.

c. Iris

Membagi ruangan antara cornea dengan lensa menjadi Camera Anterior dan Posterior.
Iris mengandung pigmen yang bervariasi, pada ujung-ujungnya membentuk gambaran
papilla. Otot-otot pada iris dapat mempengaruhi besarnya papilla, yaitu (i) M.Sphincter
papillae yang dikontrol oleh komponen parasimpatis (N.III), (ii) M.Dilator Pupilae yang
dikontrol oleh persyarafan simpatis.2

3. Tunica Interna Bulbi


a) Retina
Suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada serabut-serabut
saraf optik. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat
macula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk
tajam penglihatan. Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah
bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk
dinamakan ekskavasi faali.2
Retina terdiri atas lapisan:3
i. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
ii. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
iii. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut
dan batang. Ketiga lapis diatas avascular dan mendapat metabolisme dari kapiler
koroid.
iv. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
v. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal
dan sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
vi. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan
tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
vii. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
viii. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju
ke arch saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
ix. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.

4. Anatomi Sudut Filtrasi


Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata. Sudut
ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan stroma.
Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris anterior.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari :3

a) Trabekula korneoskleral. Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan


menuju ke belakang mengelilingi kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.

b) Trabekula uveal. Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke
scleral spur (insersi dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.

c) Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe). Serabut ini
menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.

d) Ligamentum Pektinatum Rudimenter. Ligamentum ini berasal dari dataran depan


iris menuju ke depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi oleh
endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah
di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.3

2.1.2 Produksi Cairan Aquos


Cairan aquos diproduksi epitel non pigmen dari korpus siliaris, tepatnya dari plasma darah
di jaringan kapiler proccesus siliaris. Fungsi Cairan aquos adalah : Sebagai cairan yang
mengisi bilik mata depan, cairan aquos berfungsi untuk menjaga tekanan intraokuler,
memberi nutrisi ke kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata anterior.
Volumenya sekitar 250 µL dengan jumlah yang diproduksi dan dikeluarkan setiap
harinya berjumlah 5 mL/hari. Cairan ini bersifat asam dengan tekanan osmotik yang lebih
tinggi dibandingkan plasma.2,3

Tiga proses produksi humor aquous oleh badan siliar :


1. Transpor aktif (sekresi)
Transpor aktif menggunakan energi untuk memindahkan substansi melawan gradien
elektro kimia dan tidak bergantung pada tekanan. Ciri-ciri tepatnya ion atau ion-ion yang
ditranspor tidak diketahui, akan tetapi sodium, klorida, potasium, asam askorbat, asam
amino dan bikarbonat ikut terlibat.Transpor aktif diperhitungkan untuk sebagian besar
produksi akueus dan melibatkan, setidaknya sebagian, aktivitas enzim carbonic anhydrase
II dan Na+ K + pump diaktivasi ATPase.2,3
2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltasi berkenaan dengan pergerakan yang bergantung pada tekanan sepanjang gradien
tekanan. Pada prosesus siliaris, tekanan hidrostatik dibedakan antara tekanan kapiler dan
tekanan intraokular yang menyokong pergerakan cairan kedalam mata, sedangkan gradien
onkotik diantara keduanya menghambat pergerakan cairan. Hubungan antara sekresi dan
ultrafiltrasi tidak diketahui.2,3
3. Difus
Difusi adalah pergerakan pasif ion-ion melewati membrane yang berhubungan dengan
pengisian. Sodium sangat bertanggungjawab untuk pergerakan cairan kedalam kamera
okuli posterior.2,3

2.1.3 Komposisi Cairan Aquos


Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depandan bilik mata
belakang. Humor akueus dibentuk dari plasma didalam jalinan kapiler prosesus siliaris.
Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dari pada plasma. Komposisinya serupa dengan
plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang
lebih tinggi; dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah. Unsur pokok dari humor
akueus normal adalah air (99,9%), protein (0,04%) dan lainnya dalam mmol/kg adalah
Na+(144), K+(4,5), Cl-(110), glukosa (6,0), asam laktat (7,4), asam amino (0,5) dan
inositol(0,1). Normal produksi rata-rata adalah 2,3 µl/menit.2,3

2.1.4 Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos

Humor akuous diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan mengalir ke
dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan posterior iris melalui sudut
pupil. Selanjutnya masuk ke bilik anterior. Humor akuous keluar dari bilik anterior melalui
dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera(jalur non trabekula).3

1. Jalur trabekulum (konvensional)


Kebanyakan humor akueus keluar dari mata melalui jalur jalinan trabekula-kanal
Schlemm-sistem vena. Jalinan trabekula dapat dibagi ke dalam tiga bagian :3
- Uveal
- Korneoskleral
- Jukstakanalikular
Tahanan utama aliran keluar terdapat pada jaringan juksta kanalikular. Fungsi jalinan
trabekula adalah sebagai katup satu jalan yang membolehkan akueus meninggalkan mata
melalui aliran terbesar pada arah lain yang tidak bergantung pada energi. Akueus bergerak
melewati dan diantara sel endotelialyang membatasi dinding dalam kanal Schlemm.Sekali
berada dalam kanal Schlemm , Akueus memasuki saluran kolektor menuju pleksus vena
episkleramelalui kumpulan kanal sklera.3

2. Jalur uveosklera (nonkonvensional)


Pada mata normal setiap aliran non-trabekular disebut dengan aliran uveoskleral.
Mekanisme yang beragam terlibat, didahului lewatnya akueus dari camera oculi anterior
kedalam otot muskularis dan kemudian kedalam ruang suprasiliar dan suprakoroid. Cairan
kemudian keluar dari mata melalui sclera yang utuh ataupun sepanjang nervus dan
pembuluh darah yang memasukinya. Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan.
Aliran uveoskleral ditingkatkan oleh agen sikloplegik, adrenergik, dan prostaglandin dan
beberapa bentuk pembedahan (misal siklodialisis) dan diturunkan oleh miotikum.3
Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di dalam
mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,disamping itu juga berguna
untuk mengangkut zat buangan hasil metabolism pada kedua organ tersebut. Adanya cairan
tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata
(tekanan intra okuler). Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata
cairan aquos diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui sistem drainase
mikroskopik.3
Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme pengaliran
keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokuler. Normalnya tekanan di dalam bola
mata berkisar antara 10-20 mmHg.3
Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat produksi cairan aquos yang meningkat
misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokuler atau karena aliran keluarnya yang
terganggu akibat adanya hambatan pada pratrabekular, trabekular atau post trabekular.
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor aquous dari COA adalah lapisan endotel
saluran schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekula di dekatnya,bukan dari sistem
pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar minimum
tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.3

2.2 Definisi Pseudoexfoliation syndrome (PXS)


Pseudoexfoliation syndrome (PXS) adalah suatu penyakit sistemik dengan manifestasi
primernya pada mata yang memiliki karakteristik pengendapan substansi fibrillar
mengandung protein berwarna abu-keputihan pada lensa, iris, epitel siliar, endotelium
kornea, dan trabecular meshwork, yang mana material ini bersifat tidak larut dan melayang
di dalam aqueous humor.4

2.3 Epidemiologi
Prevalensi PXS secara global bervariasi tergantung usia, lokasi geografik, jenis kelamin,
dan ras.5
a) Negara dan ras :
i. Di Amerika Serikat, PXS ditemukan pada 12% pasien
dengan glaukoma.6
ii. Berdasarkan data dari Singapore Hospital Eye outpatient
clinic:7
· 93 pasien (2.8%) dari 3.297 pasien terdiagnosa PXS.
· Orang India memiliki risiko 5,04 kali lebih tinggi menderita PXS
dibandingkan orang Cina, sedangkan orang Melayu memiliki risiko
2,22 kali lebih tinggi menderita PXS dibandingkan orang Cina.
b) Jenis kelamin: PXS lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria. Pada penelitian
oleh Kozart dan Yanoff, PXS 3 kali lebih umum ditemukan 3 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria.6
c) Usia: PXS jarang ditemukan pada pasien berusia di bawah 50 tahun dan insidensinya
meningkat sebanding dengan bertambahnya usia. Di Norway, prevalensi PXS pada orang
berusia 50-59 tahun sebesar 0,4% dan pada orang berumur 80-89 tahun sebesar 7.9%. PXS
ditemukan pada individu dengan usia rata-rata 69-75 tahun.7

2.4 Etiologi
Peningkatan TIO menyebabkan munculnya glaukoma pada 50% penderita. Penelitian
mengatakan bahwa tingkat konversi dari sindrom pseudoeksfoliativa menjadi glaukoma
pseudoeksfoliativa adalah 3.2% pertahun. Glaukoma yang muncul biasanya berupa
glaukoma kapsular. Pasien dengan sindroma pseudoeksfoliativa memiliki TIO yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien penderita glaukoma sudut terbuka. TIO yang tinggi
menimbulkan gangguan lapang pandang dan kerusakan saraf optik. 8

2.5 Faktor risiko

Faktor Risiko PXS 4,9,10


a. Faktor risiko internal

1. Jenis kelamin perempuan

2. Usia > 50 tahun (umumnya terjadi pada usia 60 – 70 tahun)

3. Genetik (lysyl oxidase-like 1 (LOXL1)) dan polimorfisme gen tersebut.


Polimorfisme alel ini dapat menjadi faktor protektif atau faktor predisposisi. Hal
ini menunjukkan bahwa faktor ini tidak berdiri sendiri untuk menentukan terjadinya
PXS. Beberapa populasi dengan alel LOXL1 yang meningkatkan risiko adalah
populasi Jepang, Korea, Middle East, Hispanik.

b. Faktor risiko eksternal

1. Lokasi yang lebih tinggi (higher latitude)

2. Konsumsi kafein yang tinggi.

3. Rendahnya konsumsi asam folat

4. Aktivitas luar ruangan dan pajanan pada sinar matahari ataupun pantulan sinar
matahari yang dari salju / es / air.

5. Banyaknya daylight hours.

2.6 Patofisiologi

Patogenesis pasti dari PXS masih belum dapat dimengerti. Namun proses patologis yang
terjadi dalam intraokuler dan ekstraokuler dikarakteristikkan dengan akumulasi matriks
fibrillar yang abnormal dan progresif, baik karena produksi yang berlebih atau
ketidakmampuan untuk mendegradasi ataupun keduanya, sehingga menimbulkan gambaran
yang khas pada mikroskop cahaya dan memiliki ultrastruktural.11,12

Exfoliation fiber memiliki penampakan yang dapat dibedakan dari bentuk matriks
ekstraseluler lain. Mikroskop cahaya menunjukkan bahwa PXS memiliki periodic acid-
Schiff (PAS) yang positif, eosinofilik, bush-like, dan agregat nodular pada permukaan dari
segmen anterior. 11,12

Pada mata, material PXS diproduksi oleh epitel lensa preequatorial, endotel kornea, iris, sel
endotel vaskular, epitel silier nonpigmented, dan endotel trabekular. Distribusi pasif dari
material tersebut oleh aqueous humor dapat menyebabkan penumpukan abnormal pada
kapsul anterior sentral lensa, zonula, permukaan anterior hyaloid, vitreous, dan lensa
intraokular. Pada daerah ekstraokuler, fiber ditemukan pada dinding vaskular, sel otot, dan
kardiomiosit. 11,12

Fibril terbentuk dari mikrofibril dengan ukuran diameter 8-10 nm, yang mengalami agregrasi
membentuk fibril PXS yang komplit. Penelitian menggunakan immunohistokimia dan
spektrometri massa menunjukkan material PXS terbentuk dari struktur
glikoprotein/proteoglikan kompleks dengan epitop dari membran basal dan sistem elastic
fiber. Fibril ini terdiri dari subunit mikrofibrillar yang diselubungi dengan matriks amorfik
yang terbentuk dari berbagai macam glikokonjugat yang sebagian besar merupakan epitop
elastic fiber, seperti elastin, tropoelastin, amiloid P, vitronectin, bersamaan dengan
komponen elastic microfibril, seperti fibrillin-1, microfibril-associated glycoprotein
(MAGP-1), dan latent transforming growth factor (TGF-β1) binding proteins (LTBP-1 dan
LTBP-2). 11,12

Dengan analisis ekspresi gen, jaringan PXS memiliki ekpresi gen yang berbeda-beda yang
berhubungan dengan metabolisme matriks ekstraseluler dan dalam stress seluler. Terdapat
sekumpulan gen pada segmen anterior yang secara konsisten meningkatkan komponen
elastic microfibril, cross linking enzyme transglutaminase (TGase)-2, TIMP-2, TGF-β1,
sitokin proinflamasi, apolipoprotein D, dan adenosine reseptor (AdoR)-A3. Terdapat juga
gen yang menurunkan TIMP-1, extracellular chaperone clusterine, antioxidant defense
enzymes glutathione-S-transferases, komponen ubiquitin-proteasome pathway, beberapa
protein yang memperbaiki DNA, faktor transkripsi Id-3, dan serum amyloid A1. Temuan ini
dapat dijadikan bukti sehingga memungkinkan patofisiologi dasar dari PXS berhubungan
dengan produksi berlebih dari komponen elastic microfibril, enzymatic cross-linking
processes, ekspresi berlebih dari TGF-β1, ketidakseimbangan proteolitik antara matriks
metalloproteinase (MMPs) dan inhibitornya (TIMPs), peningkatan stress seluler dan
oksidatif, dan kerusakan respon stress seluler yang ditunjukkan dengan penurunan enzim
antioksidatif, ubiquitin conjugating enzymes, clusterin, dan proterin untuk memperbaiki
DNA. Selain itu proses inflamasi yang ditandai dengan peningkatan level interleukin IL-6
dan IL-8 di aqueous pada tahap awal PXS, merupakan mekanisme utama dari onset proses
matriks fibrosis. 11,12

Genetik sebagai faktor risiko dari PXS, LOXL1, merupakan anggota dari lysyl oxidase yang
diperlukan untuk pembentukan dan stabilisasi elastic fiber. Penelitian terbaru menunjukkan
disregulasi dari ekspresi LOXL-1 dan hubungannya dalam pembentukan abnormalitas
agregat PXS dalam jaringan okular. 11,12

Data dari immunohistokimia, biokimia, dan molekular biologik memberikan bukti yang kuat
mengenai teori elastic microfribil sebagai patogenesis dan membuktikan XFS merupakan
tipe elastosis affecting elastic microfibril. Saat ini, elastosis diperkirakan sebagai pemicu
stress dan behubungan dengan produksi berlebih dari elastic microfibril yang beragregasi
menjadi fibril matur. Proses ini terjadi dengan cara abnormal enzymatic cross-linking oleh
berbagai macam sel elastogenik. Cross-linking memberikan stabilitas yang dapat mencegah
degradasi, sehingga membentuk akumulasi yang progresif. Proses ini semakin bertambah
karena pengaruh dari faktor pertumbuhan (terutama TGF-β1), peningkatan stress seluler dan
oksidatif, rusaknya sistem perlindungan sel, dan ketidakseimbangan antara MMPs dan
TIMPs. 11,12

TGF-β1 sebagai modulator utama untuk terjadinya pembentukan matriks pada berbagai
macam penyakit fibrosis, menjadi kunci utama untuk memulai proses PXS. TGF-β1
meningkat secara signifikan di dalam aqueous humor pada pasien PXS, diproduksi secara
aktif oleh jaringan segmen anterior, dan meregulasi sebagian besar ekspresi gen pada mata
PXS. Terikatnya TGF-β1 pada material PXS melalui TGF-β binding protein LTBP-1 dan
LTBP-2 menandakan mekanisme aktivitas regulasi faktor pertumbuhan pada PXS. 11,12

Saat ini, mekanisme dari gen LOXL1 sebagai faktor resiko PXS masih belum dimengerti
secara pasti. Patogenesisnya menyangkut tingkat disregulasi ekspresi, abnormal splicing
event, atau perubahan spesifisitas substrat dari LOLX1. Namun, PXS yang berhubungan
dengan LOXL1 tidak mempengaruhi aktivitas enzim. Sebagai mana yang terlihat dari
keturunan PXS yang kompleks, dapat diasumsikan bahwa genetik dan faktor lingkungan
mempengaruhi menifestasi penyakit. Stress oksidatif, hipoksia, TGF-β1, sitokin
proinflamasi, dan homosistein merupakan faktor yang dapat memodulasi proses fibrosis.
Pengurangan antioksidan dan peningkatan stress oksidatif di aqueous humor, serum, dan
jaringan mengindikasikan ketidakmampuan sistem pertahanan antioksidatif dan peningkatan
stress oksidatif di anterior chamber dari PXS. 11,12

Gambar. Skema patogenesis PXS11

2.6.1. PSEUDOEXFOLIATION GLAUCOMA

Hubungan antara pseudoexfoliation dengan glaukoma sudah banyak diteliti.


Pseudoexfoliation glaucoma dapat disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka, sudut tertutup,
atau kombinasi keduanya. Early Manifest Glaucoma Trial telah melaporkan bahwa
pseudoexfoliation glaucoma berkembang secara signifikan lebih cepat daripada primary
open angle glaucoma (POAG) atau normal tension glaucoma. Mekanisme sudut tertutup
telah dianggap sebagian besar terkait dengan pupillary block akibat kombinasi dari sinekia
posterior, meningkatnya rigiditas dan ketebalan iris, serta kelemahan zonular dan kemudian
13,14
menyebabkan pergeseran lensa ke anterior.

Mekanisme sudut terbuka sebagian besar disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran
keluar di trabecular meshwork yang terjadi akibat penyumbatan jalur keluar akous oleh
13,15
exfoliation material (XFM). Meskipun endapan XFM dapat ditemukan di seluruh

trabecular meshwork, efek utamanya terletak pada akumulasi pada jaringan juxtacanalicular
di bawah dinding bagian dalam dari kanal Schlemm, tempat resistensi terbesar terhadap aliran
akous keluar. Daerah ini menjadi tebal melalui deposisi XFM, yang diproduksi secara lokal
oleh sel-sel endotel yang melapisi kanal Schlemm. Penumpukan XFM secara bertahap
tersebut berkorelasi dengan tingkat TIO dan dengan derajat keparahan kerusakan saraf optik
akibat glaukoma. Ini juga dapat dikaitkan dengan perubahan degeneratif progresif dari kanal
Schlemm, termasuk penyempitan, fragmentasi, dan obstruksi. Temuan ini menunjukkan
hubungan kausatif langsung antara penumpukan XFM dalam trabecular meshwork dan
perkembangan glaukoma, dan menunjukkan bahwa upaya terapi untuk meningkatkan aliran
15
keluar akous dapat menurunkan TIO.

Saluran keluar trabekular juga dapat terhambat oleh pigmen yang dilepaskan dari epitel
pigmen iris akibat gesekan iridolentikular, dengan exfoliation material yang berperan
sebagai elemen abrasif yang mengganggu sel-sel epitel pigmen iris. Selain itu, peningkatan
konsentrasi protein di akous juga telah diusulkan dapat meningkatkan resistensi aliran keluar.
Tanda-tanda yang menunjukkan dispersi pigmen (pelepasan pigmen ke dalam bilik anterior
setelah dilatasi pupil, hilangnya pupillary ruff, defek transiluminasi sfincter iris, deposisi
pigmen pada kornea yang mirip dengan spindel Krukenberg, deposisi pigmen partikulat pada
permukaan iris, dan peningkatan pigmentasi trabekuler) menonjol pada PXS dan mungkin
merupakan temuan diagnostik awal sebelum munculnya endapan exfoliation material pada
tepi pupil atau kapsul lensa anterior. Pada pasien dengan pseudoexfoliation glaucoma
unilateral klinis, pigmen trabekuler biasanya lebih padat di mata yang terlibat. Mata dengan
POAG atau mata tanpa glaukoma cenderung memiliki lebih sedikit pigmentasi daripada mata
dengan pseudoexfoliation glaucoma. Kerusakan glaukoma biasanya lebih parah pada mata
14,15
dengan pigmentasi trabekular yang lebih besar.

Meskipun pseudoexfoliation glaucoma adalah penyakit dengan karakteristik TIO tinggi,


faktor risiko tekanan-independen, seperti terganggunya perfusi okular dan retrobulbar dan
kelainan jaringan elastis lamina kribrosa, dapat mucul dan semakin meningkatkan risiko
individu untuk kerusakan glaukoma. Dalam sebuah penelitian prospektif, Puska et al.
menemukan bahwa pada pasien PXS normotensi dengan keterlibatan unilateral secara klinis
di mana TIO adalah sama sepanjang periode tindak lanjut, perubahan diskus terjadi hanya
pada mata yang terlibat, menunjukkan bahwa proses exfoliation itu sendiri mungkin menjadi
14
faktor risiko untuk perubahan diskus optikus.
Penelitian terbaru yang menyelidiki ekspresi dan lokalisasi LOXL1 di jaringan segmen
anterior dan posterior pasien PXS tanpa dan dengan glaukoma telah menyarankan peran
ganda untuk LOXL1 dalam pengembangan dan perkembangan glaukoma. Peningkatan
ekspresi LOXL1 dan komponen serat elastis di jaringan segmen anterior dapat berkontribusi
pada pembentukan abnormal agregat XFM di jalur keluar, yang mengarah ke peningkatan
resistensi dan peningkatan TIO. Mengurangi ekspresi LOXL1 dapat menyebabkan
perubahan elastotik di jaringan segmen posterior mata PXS, terutama di lamina cribrosa,
mempengaruhi sifat biomekaniknya. Elastinopati spesifik PXS dari lamina cribrosa ini, yang
dihasilkan dari gangguan primer dalam regulasi LOXL1 dan homeostasis serat elastis, dapat
menjadi faktor risiko independen untuk perkembangan glaukoma dan dapat membuat mata
PXS lebih rentan terhadap kerusakan saraf optik akibat kerusakan mekanik dan vaskular.
Selain itu, akumulasi XFM di dinding pembuluh darah retrobulbar meningkatkan rigiditas
dinding tersebut. Ini mungkin menjelaskan mengapa probabilitas memiliki kerusakan
glaukoma lebih tinggi pada mata dengan pseudoexfoliation glaucoma dibandingkan pada
14,15
mereka dengan POAG untuk tingkat tekanan intraokular yang sama.

2.7 Klasifikasi
1. Glaukoma Primer
a) Glaukoma sudut terbuka primer
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat. Gambaran
patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat
mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang menyebabkan peningkatan
takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat
hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis schlemm.16
b) Glaukoma sudut tertutup primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa
ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran
keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.16
2. Glaukoma Sekunder
a) Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan manifestasi dari
penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan
oleh uveitis. Bila terjadi peningkatan tekanan bola mata sebagai akibat menifestasi
penyakit lain maka glaukoma ini disebut sebagai glaukoma sekunder. Contoh
glaukoma jenis ini adalah: 16
· Sindroma Pseudoeksfoliasi (Exfoliation Syndrome)
· Glaukoma Pigmenter (Pigmentary Glaucoma)
· Glaukoma akibat kelainan lensa
· Glaukoma akibat tumor intraokuli
· Glaukoma akibat inflamasi intraokuli
Pada glaukoma pseudoeksfoliasi dijumpai endapan bahan-bahan berserat mirip
serpihan pada kapsul dan epitel lensa, pinggir pupil, epitel siliar, epitel pigmen iris,
stroma iris, pembuluh darah iris, dan jaringan subkonjungtiva. Pada glaukoma ini
material serpihan tersebut akan mengakibatkan obstruksi trabekulum dan mengganggu
aliran akuos humor. Asal material ini secara pasti tidak diketahui, kemungkinan berasal
dari berbagai sumber sebagai bagian dari kelainan membran dasar umum. 16
b) Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup dengan Blok Pupil
Dapat disebabkan oleh glaukoma fakomorfik (disebabkan oleh lensa yang
membengkak), ektopia lentis (perubahan letak lensa dari posisi anatomisnya), blok
pupil juga dapat terjadi pada mata afakia dan pseudofakia. 16
c) Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup tanpa Blok Pupil
Glaukoma sekunder ini dapat terjadi oleh karena 1 dari 2 mekanisme berikut:
1. Kontraksi dari inflamasi, perdarahan, membran pembuluh darah, band, atau eksudat
pada sudut yang menyebabkan perifer anterior sinekia (PAS). 16
2. Perubahan tempat ke depan dari diafragma lensa-iris, sering disertai pembengkakan
dan rotasi ke depan badan siliar. Yang termasuk glaukoma ini seperti glaukoma
neovaskular, sindrom iridokorneal endothelial (ICE), tumor, inflamasi, aquos
misdirection, dan lain-lain. 16
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan
perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan.
Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia
serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma
kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan
segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindrom
Sturge-Weber dan rubela kongenital). 16
2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan dapat berupa asimptomatis, atau biasanya keluhan
yang muncul adalah berkurangnya kemampuan penglihatan. 7
Tanda klasik glaukoma pseudoeksfoliativa adalah adanya material pseudoeksfoliatif putih
pada margin pupil dan pada permukaan lensa anterior (dengan zona antara yang jelas karena
terhapus oleh iris) yang terlihat jelas setelah dilakukan dilatasi. Material pseudoeksfoliatif dapat
dilihat pada konjungtiva, endotel kornea, zonula lensa, proses siliaris, dan meshwork trabecular.
Pada mata pseudophakia dan aphakia, dapat dilihat pada lensa intraokular dan wajah vitreus.9
Tanda-tanda sindroma ini disertai juga tanda-tanda glaukoma, dapat berupa tanda-tanda
glaukoma sudut terbuka maupun glaukoma sudut tertutup.
Tanda lain sindroma pseudoekfoliativa lain adalah midriasis, sinekia posterior, deposisi
pigmen pada permukaan iris, deposisi pigmen dan adanya material pseudoeksfoliativa pada
endotel kornea, terlepasnya pigmen setelah dilatasi pupil, dan adanya material pseudoeksfoliativa
yang menutupi siliar dan zonula. Subluksasi lensa dan dekompensasi endotel kornea dapat
ditemukan.7

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


Pemeriksaan fisik glaukoma pseudoeksfoliativa dapat dilakukan dengan menggunakan slit
lamp.7
Gambar 1.1 Material Pseudoexfoliatif 7

Gambar 1.2 Mata kiri pasien dengan glaukoma pseudoeksfoliativa. Perhatikan material pseudoeksfoliatif putih pada
9
kapsul lensa anterior sentral, dikelilingi oleh zona tembus cahaya (disebabkan oleh penggosokan iris)
Gambar 1.3 Mata kiri pasien dengan glaukoma pseudoeksoliativa. Perhatikan material pseudoeksfoliatif putih pada
bagian luar kapsul lensa dan zona tembus cahaya bagian dalam yang disebabkan oleh penggosokan iris. Hal ini tidak
dapat ditemukan pada pupil yang tidak berdilatasi 9
Gambar 1.4 Mata kiri pasien dengan glaukoma pseudoeksfoliativa. Perhatikan material pseudoexfoliativa pada margin
pupil. 9

9
Gambar 1.5 Terjadi peningkatan dan pigmentasi yang tidak merata pada trabecular meshwork.
Gambar 1.6 Material pseudoeksfoliativa pada margin pupil. 9

Gambar 1.7 Material pseudoeksfoliativa pada lensa intraokular. 9

Gambaran yang paling umum yang didapati adalah tanda 3 cincin pada kapsul lensa
anterior, yang dibentuk oleh central disk, cincin periferal, dan zona tembus cahaya yang
memisahkan keduanya. Zona tembus cahaya memiliki diameter yang bervariasi dan memiliki tepi
yang melengkung.7
Central disk berdiameter 1-2.5 mm dan berbatas tegas. Cincin periferal dapat terlihat
setelah pupil berdilatasi. Ukuran cincin periferal dapat bervariasi. Zona tembus cahaya dibentuk
oleh karena proses gesekan fisiologis dari permukaan posterior iris terhadap lensa yang
mengakibatkan pengikisan material pseudoeksfoliatif dari permukaan lensa. Pergesekan ini
menyebabkan pigmentary dispersion syndrome, dengan hilangnya melanin dari pigmen epitel iris
pada margin pupil sehingga berbentuk seperti gigi gergaji dan terdapat akumulasi butiran melanin
pada trabecular meshwork. Selain itu dapat juga ditemukan atrofi peripupil dari iris yang dapat
dilihat menggunakan transiluminasi infrared.7,9
Flouresen angiografi dan studi ultrastruktural telah menunjukkan adanya hipoksia pada
iris, dan hipoperfusi yang mungkin menjadi faktor terjadinya sindrom eksfoliasi. Hipoksia dapat
menyebabkan atrofi epitel pigmen iris, stroma, dan otot.9
Pemeriksaan gonioskopi menunjukan ada diskontinutitas pigmentasi dari trabecular
meshwork, yang memperlihatkan sudut terbuka, biasanya dengan densitas yang lebih rendah dari
glaukoma pigmen. Berbeda dengan glaukoma pigmen, pada trabecular meshwork terlihat pigmen
meningkat namun sebarannya tidak merata. Dispersi melanin ditimbulkan dari atrofi pigmen epitel
iris. Material pseudoeksfoliatif dapat juga ditemukan pada trabecular meshwork. Pada kasus
unilateral, perlu diperhatikan meningkatnya pigmentasi trabecular meshwork pada mata yang
terkena tanpa tanda-tanda eksfoliatif merupakan tanda paling awal dari proses penyakit yang
terdeteksi pada mata kontralateral. Meskipun sebagian besar mata dengan sindrom
pseudoexfoliativa atau glaukoma memiliki sudut terbuka, sekitar 9-18% mata dapat memiliki
sudut yang dapat ditutup kembali dan pasien dapat mengalami serangan akut glaukoma sudut
tertutup. Hal ini dapat disebabkan oleh lemahnya zonular yang menyebabkan pemindahan dari
diafragma iris-lensa dan sudut tertutup sekunder.7,9

Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan ditemukannya material pseudoexfoliatif pada hampir
seluruh struktur anterior mata. Sindroma pseudoexfoliativa didiagnosa secara klinis menggunakan
slit lamp yang memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 100%.7 Selain slit lamp, gonioskopi dan
dilatasi pupil merupakan gold standart untuk menegakan diagnosis glaukoma pseudoeksfoliativa.
Pelebaran pupil yang buruk dan terganggu pada glaukoma pseudoeksfoliativa dapat disebabkan
oleh endapan fibrillar dan iskemik pada iris yang menyebabkan atrofi stroma. Midriasis yang
optimal dibutuhkan untuk melihat material pseudoeksoliatif di atas kapsul anterior lensa.5

Diagnosis Banding

2.2.1 Uveitis Fuchs Heterokromik


Uveitis Fuchs heterokromik jarang terjadi. Penyakit ini merupakan proses
kronis dari iridoskiklitis yang ditandai dengan heterokromia pada iris dengan
kehilangan pigmen iris, COA dangkal, katarak posterior subkapsular, dan
glaukoma sekunder sudut terbuka. Kelainan ini bersifat unilateral dan terjadi pada
umur usia dewasa. Dari hasil gonioskopi ditemukan pembuluh darah pada
trabekular meshwork. Pembuluh darah bersifat rapuh dan dapat menyebabkan
pendarahan pada anterior chamber yang terjadi spontan ataupun dipicu oleh trauma,
termasuk operasi katarak dan glaukoma.11
2.2.2 Glaukoma Pigmentasi
Glaukoma pigmentari disebabkan adanya gangguan autosom dominan yang
ditandai dengan adanya penyebaran pigmen dari epithelium iris. Pada glaukoma
pigmentari sering terdapat ikatan pigmen yang vertical pada endotel kornea, yang
disebut Krukenberg spindle atau garis zentmeyer yang sangat jarang ditemukan
pada glaukoma dengan sindrom pseudoeksfoliasi.12
2.2.3 Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaukoma pada sindrom pseudoeksfliasi berbeda dengan glaukoma primer
sudut terbuka. Sindrom pseudoeksfoliasi bersifat monookular dan terdapat
pigmentasi pada trabelukar meshwork. Tekanan intraokuler sindrom eksfoliasi
lebih tinggi dan memiliki fluktuasi diurnal yang lebih besar dibandingkan dengan
glaukoma glaukoma primer sudut terbuka.13

Tatalaksana

Banyak pilihan terapi pada glaukoma dengan pseudoeksfoliasi ini, diantaranya seperti
pengobatan untuk menurunkan TIO seperti halnya dengan glaukoma biasa dapat dilakukan sebagai
terapi pilihan pertama. Pengobatan ini dapat menggunakan beta bloker, alfa 2 reseptor agonis
selektif, sistemik dan topikal inhibitor karbonik anhidrase, agonis prostaglandin dan
simpatomimetik.12
Glaukoma dengan sindrom eksfoliatif pada dasarnya diperlakukan sama dengan glaukoma
sudut terbuka primer. Meskipun telah ditekankan bahwa tipe glaukoma lebih sulit terkontrol.
Operasi laser sering dilakukan lebih awal daripada glaukoma sudut terbuka primer. Laser
trabekuloplasti mungkin sangat efektif dalam sindrom pseudoeksfoliasi, pengaturan energi yang
lebih rendah namun diperlukan karena pigmentasi meningkat ditemukan di mata dengan
pseudoeksfoliasi. Pengobatan untuk memberikan efek konstriksi pada pupil yaitu miosis, yang
dapat membantu mengurangi gesekan pada bagian posterior iris terhadap serpihan
pseudoeksfoliasi dan dapat mengurangi jumlah pigmen tersebut. Obat topikal sama dengan obat
pada penderita glaukoma sudut terbuka. Ketika pengobatan tidak lagi adekuat, trabekuloplasti laser
diindikasikan dan rata-rata tingkat keberhasilanya tinggi. Operasi filtrasi (trabekulektomi)
umumnya dianjurkan.14

Penatalaksanaan katarak pada sindrom pseudoeksfoliasi sering diindikasikan untuk


peningkatan ketajaman penglihatan pada beberapa pasien, meskipun tidak untuk pengobatan
utama glaukoma. Pada beberapa penelitian yang dilakukan dari tahun ke tahun, dilaporkan bahwa
materi eksfoliasi berkurang dan regresi setelah ekstraksi katarak intrakapsular. Ekstraksi katarak
pada mata dengan sindrom eksfoliasi bisa terjadi komplikasi yaitu sinekia antara epitel pigmen iris
dan sekeliling kapsul lensa anterior yang dapat menyebabkan ruptur dari kapsul lensa selama
operasi.14
Manifestasi dari sidrom pseudoeksfoliasi adalah kelemahan pada zonula zinn dan
keterbatasan dilatasi pupil karena deposit psudoekfoliasi. Ketidakstabilan zonula zinn dapat
menyebabkan fakodenesis, subluksasi lensa dan glaukoma sudut tertutup karena blok pupil dan
badan siliaris.14

Prognosis dan Komplikasi

Glaukoma pseudoeksfoliasi memiliki prognosis yang lebih buruk daripada glaukoma


primer sudut terbuka, dan glaukoma pesudoeksfoliasi memiliki respon yang buruk terhadap
pengobatan, sehingga kerusakan saraf optik lebih cepat, dan cacat lapangan pandang yang
berkembang lebih cepat dan lebih parah.15

Pasien dengan sindrom pseudoeksfoliasi memiliki peningkatan risiko katarak dan lebih
rentan terhadap komplikasi pada saat ekstraksi katarak. Penurunan dilatasi pupil, bersama dengan
serat zonula lemah dan sinekia antara iris dan perifer kapsul lensa anterior, membuat operasi
katarak secara teknis sulit. Selain itu, terdapat peningkatan insiden kapsuler pecah, kehilangan
vitreous dan dehiscence zonula selama ekstraksi katarak pada pasien dengan sindrom
pseudoeksfoliasi.15

Subluksasi lensa dan fakodonesis pada sindrom pseudoeksfoliasi dilaporkan 8,4% - 10.6%
terjadi selama operasi. Komplikasi pasca operasi ekstraksi katarak juga meningkat pada sindrom
pseudoeksfoliasi, termasuk peradangan, kekeruhan kapsul posterior, sindrom kontraksi kapsul dan
desentrasi IOL.15
BAB III

KESIMPULAN

Pseudoexfoliation syndrome (PXS) adalah suatu penyakit sistemik dengan manifestasi


primer pada mata yang menyebabkan akumulasi substansi fibrillar berwarna abu-keputihan pada
berbagai bagian mata. Prevalensi PXS bervariasi di setiap daerah. Kelainan ini lebih sering terjadi
pada wanita, usia di atas 50 tahun, dan paparan terhadap sinar matahari yang tinggi. Selain itu,
kelainan ini juga dihubungkan dengan adanya polimorfisme pada gen LOXL1.

Etiopatogenesis dari PXS belum sepenuhnya dipahami. Genetik dan faktor lingkungan diduga
mempengaruhi menifestasi penyakit. Patofisiologi dasar dari PXS diduga berhubungan dengan
produksi berlebih dan degradasi yang menurun dari matriks fibrilar. PXS banyak dikaitkan dengan
terjadinya pseudoexfoliation glaucoma. Pseudoexfoliation glaucoma dapat disebabkan oleh
mekanisme sudut terbuka, sudut tertutup, atau kombinasi keduanya. Mekanisme sudut tertutup
dikaitkan dengan pupillary block sedangkan sudut terbuka sebagian besar disebabkan oleh akibat
penyumbatan trabecular meshwork materi eksfoliatif. Beberapa penelitian menunjukkan
hubungan antara PSX dengan katarak. Perubahan pada vaskular iris dan blood aqueous barrier
mempengaruhi komposisi aqueous sehingga mempengaruhi metabolisme lensa. Pasien dengan
PXS juga memiliki peningkatan resiko untuk terjadinya komplikasi intraoperatif dan
postoperative.

Manifestasi klinis dari PXS berupa tekanan intraokular yang meningkat, dilatasi yang buruk
dengan defek transiluminasi peripupil, deposit serpihan putih fibrin pada kapsul lensa anterior.
Secara umum, diagnosis PXS ditegakkan berdasarkan ditemukannya materi pseudoexfoliation
pada segmen anterior mata. Tatalaksana glaukoma dan katarak pada PXS kurang lebih sama
seperti glaukoma dan katarak pada umumnya, akan tetapi prognosis pada glaukoma dan katarak
pesudoexfoliation lebih buruk. Pada pseudoexfoliation glaucoma, kerusakan saraf optik dan
kebutaan terjadi lebih sering. Operasi katarak akibat PXS juga memiliki risiko komplikasi yang
lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang, F. 2003. Sistem Neuromuskular dan Sensorik dalam Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi.Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 322-323
2. Vaughan D, Asbury T. Vaughan & Asbury’s General Opthalmology. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill; 2011.
3. Khurana A. Comprehensive ophthalmology. Tunbridge Wells: Anshan; 2015.
4. Diagnosis and Management of Pseudoexfoliation Glaucoma - American Academy of
Ophthalmology [Internet]. [cited 2019 Oct 15]. Available from:
https://www.aao.org/eyenet/article/diagnosis-management-of-pseudoexfoliation-
glaucoma
5. Yildirim N, Yasar E, Gursoy H, Colak E. Prevalence of pseudoexfoliation syndrome and
its association with ocular and systemic diseases in Eskisehir, Turkey. Int J Ophthalmol.
2017;10:128–34.
6. Pseudoexfoliation Syndrome (Pseudoexfoliation Glaucoma): Background,
Pathophysiology, Epidemiology. 2017 [cited 2019 Oct 15]; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1206366-overview#a6
7. Lee J, Wong EP, Ho SL. Pseudoexfoliation syndrome at a Singapore eye clinic. Clin
Ophthalmol. 2015;1619.
8. ePainAssist T. What is Pseudoexfoliation
Syndrome|Causes|Symptoms|Treatment|Prognosis|Pathophysiology|Risk
Factors|Complications [Internet]. ePainAssist. 2016 [cited 2019 Oct 15]. Available from:
https://www.epainassist.com/eye-pain/what-is-pseudoexfoliation-syndrome
9. Nathan N, Kuchtey RW. Genetics, Diagnosis, and Monitoring of Pseudoexfoliation
Glaucoma. Curr Ophthalmol Rep. 2016;4:206–12.
10. Fuse N, Miyazawa A, Nakazawa T, Mengkegale M, Otomo T, Nishida K. Evaluation of
LOXL1 polymorphisms in eyes with exfoliation glaucoma in Japanese. Mol Vis.
2008;14:1338–43.
11. Ritch R, Schlötzer-Schrehardt U, Allingham RR. Exfoliation Syndrome and Exfoliative
Glaucoma. In: Glaucoma [Internet]. Elsevier; 2015 [cited 2019 Oct 15]. p. 357–65.
Available from: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/B9780702051937000315
12. Lee B, Samuelson T. Glaucoma associated with pseudoexfoliation syndrome. In: 4th ed.
Elsevier; 2014. p. 1070–2.
13. Nathan N, Kuchtey RW. Genetics, Diagnosis, and Monitoring of Pseudoexfoliation
Glaucoma. Curr Ophthalmol Rep. 2016;4:206–12.
14. Ritch R, Schlötzer-Schrehardt U. Exfoliation (pseudoexfoliation) syndrome. Ocul Dis
Mech Manag. 2010;4:184–92.
15. Ritch R, Schlötzer-Schrehardt U, Allingham RR. Exfoliation Syndrome and Exfoliative
Glaucoma. In: Glaucoma: Second Edition. 2015. p. 357–65.
16. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 8th ed. Sydney:
Elsevier Saunders; 2016
17. Khawaja A. Pseudoexfoliative glaucoma. Eyewiki [Internet]. 2019 [updated Sept 20th
2019, cited october 15th 2019]. Available from:
https://eyewiki.aao.org/Pseudoexfoliative_Glaucoma
18. George K, Andrikopoulus, Sotirios, Gartaganis. Pseudoekxfoliation and Cataract. Greece:
Departement of Ophtalmology Medical School University of Patras Greece. 2010. P 353-
365.
19. American academy of ophtalmology. Pesudoexfoliation Syndrom. 2006.[Cited 16th
October 2019].Available from: www.aao.org/eyenet/article/diagnosis-management-
ofpseudoexfoliation-glaukoma?june-2006.
20. Pigmentary Glaucoma. 2018 [cited 2019 Oct 19]; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1205833-overview#a5
21. Stamper R, Lieberman M, Drake M. Becker-Shaffer’s. Diagnosis and Therapy of the
Glaukomas. 8th Edition. New York, NY: Mosby; 2009:239-265.

Anda mungkin juga menyukai