Anda di halaman 1dari 6

LIHAT KE HALAMAN ASLI

Shafa Zahra

Welcome! Ambil yang baik dan buang yang buruknya yaa:)

Semoga bermanfaat! Your Future Nurse!

FOLLOW

Pelanggaran Kode Etik pada Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan

27 Mei 2019 04:16 | Diperbarui: 27 Mei 2019 05:00

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang sangat dibutuhkan bukan hanya di Indonesia
melainkan juga di negara-negara lain seperti Jepang dan Korea Selatan. Semakin bertambahnya jumlah
penduduk Indonesia, kebutuhan akan tenaga perawat semakin meningkat. Perawat menjadi aspek
penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan sebuah negara. Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundangundangan. Pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat kepada
pasien harus berdasarkan pada standar profesi, standar operasional, dan kebutuhan penerima pelayanan
kesehatan. Perawat harus dapat menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan etika profesi dan nilai-
nilai profesionalisme. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika merupakan ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk mengenai suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Menurut
Aristoteles, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perilaku atau tindakan
manusia. Etika berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia yang
terikat dengan pengertian "baik atau buruk" tingkah laku manusia.

Di Indonesia, berlaku kode etik keperawatan yang telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) melalu munas PPNI pada 29 November 1989. Etika
keperawatan merupakan pedoman bagi perawat agar tindakan yang dilakukan tetap memperhatikan
kebaikan pasien. Menurut International Council of Nurses (ICN), kode etik keperawatan bersifat universal
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. ICN merumuskan sepuluh kode etik keperawatan pada tahun
1953, yaitu:
Perawat melaksanakan pelayanan dengan menghargai hakikat manusia dan keunikan pasien, tidak
membedakan sosial ekonomi, keadaan pribadi, atau hakikat masalah kesehatan.

Perawat menyelamatkan hak pasien dengan memelihara hak pasien.

Perawat menyelamatkan pasien atau masyarakat bila asuhan dan keamanan kesehatan pasien dijamah
oleh orang yang tidak berwenang, tidak sesuai etik, atau tidak resmi.

Perawat bertanggung jawab atas kegiatan dan pertimbangan keperawatan kepada seseorang.

Perawat membina kompetensi keperawatan.

Perawat menggunakan pertimbangan akan kualifikasi kompetensi orang yang akan diminta konsultasi
atau diberi tanggung jawab dan menerima delegasi tugas.

Perawat turut serta dalam usaha profesi untuk mengadakan dan membina keadaan tugas tenaga kerja
yang memungkinkan untuk mencapai kualitas keperawatan yang tinggi.

Perawat turut serta dalam kegiatan pengembangan profesi ilmu pengetahuan.

Perawat turut serta dalam usaha profesi untuk melindungi umum dari informasi yang salah dan
penyajian yang salah untuk memelihara integrasi keperawatan.

Perawat berkolaborasi dengan anggota profesi kesehatan dan warga lain dalam meningkatkan usaha
nasional dan masyarakat untuk memperoleh kebutuhan kesehatan masyarakat.

Kode etik menjadi dasar yang sangat penting bagi perawat dalam membina hubungan yang baik
dengan semua pihak pada saat memberikan pelayanan kesehatan. Jika hubungan perawat dengan pasien
dan pihak lainnya terjalin dengan baik, maka kesembuhan dan kepuasan pasien menjadi lebih mudah
dicapai. Perawat yang setiap saat berada di sisi pasien seharusnya memberikan asuhan keperawatan
dengan baik dan menerapkan kode etik keperawatan selama melakukan pelayanan kesehatan. Namun
kenyataannya masih banyak ditemukan kasus pelanggaran kode etik pada saat pelaksanaan pelayanan
keperawatan. Pasien sering kali merasa tidak puas atas pelayanan kesehatan yang diberikan. Pasien juga
merasa kebutuhannya tidak terpenuhi dengan baik oleh perawat. Permasalahan etika yang terjadi telah
menimbulkan konflik antara perawat dengan pasien sehingga upaya untuk mencapai kesembuhan pasien
menjadi tidak maksimal.

Seperti yang terjadi di RSUD Raden Mattaher, Kota Jambi. Gubernur Jambi, Zumi Zola mengadakan
sidak ke rumah sakit tersebut pada hari Jumat (20/01/2017) dini hari. Ketika sampai, Zumi mendapati
para dokter dan perawat sedang terlelap. Tidak hanya di ruangan itu saja, ketika gubernur melanjutkan
sidaknya ke gedung perawatan jantung, ruang jaga di sana pun kosong. Tidak ada perawat yang berjaga.
Namun, di kamar belakang ruang jaga, pintu kamar dikunci dari dalam. Zola berkali-kali menggedor pintu
tersebut dan akhirnya dibuka. Lagi-lagi Zola menyaksikan para perawat dan dokter yang terbangun dan
terkejut melihat Gubernur Jambi tersebut datang. (Sumber: Kompas.com)

Gubernur mengadakan sidak karena sering mendapatkan pengaduan dari warga yang mengeluhkan
pelayanan para perawat dan dokter rumah sakit. Pada malam hari jam 12 keatas, jika infus salah seorang
pasien habis atau kondisinya memburuk, perawat rumah sakit tersebut sering tidak ada di tempat. Zumi
Zola mengatakan bahwa beliau akan memberikan sanksi yang tegas kepada dokter dan perawat yang
tertidur saat jam berkerja karena hal tersebut tentunya dapat membahayakan pasien.

Menurut saya, perawat telah melanggar prinsip etik Beneficence (melakukan hal yang baik). Tidak
selayaknya perawat tidur sewaktu dinas di tempat kerjanya. Seorang perawat seharusnya selalu siap
setiap saat karena jika ada keterlambatan dalam penanganan kepada pasien, bisa berakibat fatal kepada
kondisi pasien. Pelanggaran etik tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi pasien, dapat menyebabkan
injury dan bahaya emosional seperti rasa ketidakpuasan.

Rasa ketidakpuasan tersebut bisa berdampak buruk pada citra perawat di mata masyarakat dan
pendapatan rumah sakit. Pasien merasa para perawat dan dokter tersebut tidak melaksanakan tugasnya
dengan tanggung jawab. Akhirnya pasien tidak mau berobat kembali ke tempat tersebut karena merasa
sudah tidak puas dengan pelayanan yang diberikan.

Dampak lain yang muncul antara lain kurangnya profesionalisme perawatan dalam pelayanan kesehatan,
perawat dipandang tidak sopan, image perawat dipandang buruk oleh pasien, sehingga pasien kurang
percaya dengan perawat dan meragukan dengan keahlian perawat.

Selain itu, perawat pada kasus di atas juga melanggar nilai-nilai profesionalisme dalam
keperawatan. Ada tujuh nilai-nilai perawat profesional, di antaranya yaitu:

Aesthetic = Memberi kepuasan bagi pasien, lingkungan, dan atasan. Sikap cerminannya berupa kreatif,
kritis, sensitif, dan integritas.

Altruism = Peduli terhadap kesejahteraan pasien atau orang lain. Sikap cerminannya berupa tekun,
berkomitmen, bekerja keras, sabar, dan penuh perasaan kasih sayang.
Equality = Setiap individu memiliki hak dan status yang sama.

Kebebasan = Sikap cerminannya berupa percaya diri, disiplin, dan mandiri.

Human dignity = Menghargai martabat dan keunikan pasien.

Justice = Keadilan. Menjaga prinsip-prinsip etik dan legal.

Truth = Kesesuaian antara fakta dan realitas. Sikap yang dapat dicerminkan yaitu jujur, rasional, rasa ingin
tahu yang tinggi, dan akuntabilitas.

Nilai yang mereka langgar adalah aesthetic dan altruism. Mengapa? Karena disaat mereka tidur di
waktu dinas, mereka telah gagal memberikan kepuasaan bagi pasien. Ketika ada pasien yang
membutuhkan perawat karena suatu hal, perawat tersebut tidak ada di tempat dan akhirnya kebutuhan
pasien terabaikan. Perilaku perawat dalam kasus di atas juga menunjukan bahwa mereka tidak
berkomitmen akan tugasnya dan tidak peduli terhadap kesejahteraan pasiennya. Seorang perawat
seharusnya bertanggung jawab terhadap kewajibannya, dapat berpikir kritis terlebih dahulu sebelum
melakukan sesuatu, apakah hal tersebut akan membuat pasien terlalaikan atau tidak.

Adanya pelanggaran yang dilakukan perawat menandakan bahwa perawat tersebut belum
memahami tentang kode etik dan nilai profesionalisme dalam keperawatan. Oleh karena itu, sangat
penting untuk menanamkan kode etik keperawatan dan nilai profesionalisme sejak masih dalam masa
pendidikan. Sehingga para perawat akan terbiasa menerapkan nilai-nilai tersebut ketika memberikan
pelayanan keperawatan dan mencegah terjadinya pelanggaran kode etik. Upaya pembinaan dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan juga perlu ditingkatkan kembali. Selain itu, peringatan dan sanksi
yang tegas harus diberikan kepada pelanggar kode etik sesuai dengan hukum yang berlaku untuk
menimbulkan efek jera dan meminimalisir terjadinya pelanggaran kode etik yang dapat merugikan
pasien. Dari kasus tersebut, saya belajar bahwa sekecil apapun kelalaian yang kita lakukan dapat
berdampak besar bagi pasien. Sebagai mahasiswi keperawatan, saya tidak hanya memahami kode etik
keperawatan serta nilai profesionalisme, tetapi juga akan menerapkannya mulai saat ini. Sehingga nanti
saya mampu menjadi perawat yang profesional dalam bertindak dan berperilaku demi memberikan
pelayanan yang terbaik untuk setiap pasien dan keluarganya.

HALAMAN SELANJUTNYA

Tulis Tanggapan Anda ...

TERPOPULER

Salah Langkah, Jokowi dan Pion-pion Caturnya

"Kocok Ulang" Kabinet Jokowi?


Lagi, Anies Pamerkan Narasi, Apakah Ini Jawaban Sentilan Ahok?

Lonceng Kematian Manipulator Agama

2 Pejabat DKI Jakarta Mengundurkan Diri, Buntut Polemik Anggaran?

NILAI TERTINGGI

Puisi | Di Tepi Senja, Kueja Sebuah Nama

Hujan Pertama

Memperoleh Hattrick dari Hobi Menulis

Kompasianer yang Berhasil Raih K-Rewards di Bulan Oktober 2019

Jangan Bebankan Guru SD dengan Administrasi Mengajar yang Ruwet

FEATURE ARTICLE

e-Budgeting Jakarta, Apakah Telah Mengatasi Masalah?

TERBARU

99 persen, mayat...

Apa itu diplomasi ?

Sekilas Sensasi Sate Kalong Kota Cirebon

Mengenal Lebih Dekat Kapitalisme

Jurus Maut Pakde

HEADLINE

Di Korea, Pemilik Restoran Wajib Belajar Kebersihan

Bila ke Islandia, Jangan Hanya 3 Hari 2 Malam

[Topik Pilihan] Dorong Transparansi Penganggaran Daerah

Tidak Ada yang Salah dengan Membaca untuk Kesenangan

Ini Alasan Mengapa Milenial Perlu Berinvestasi Mulai dari Sekarang


Copyright by

Anda mungkin juga menyukai