Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan petunjukNya, kita
dapat menyelesaikan penyusunan buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian RSIA Bunda Noni
Palembang
Buku Panduan Penyimpanan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP Yang Benar RSIA Bunda
Noni Palembang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pelayanan bagi petugas yang ada
di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Noni Palembang.
Diharapkan dengan adanya panduan ini dapat meningkatkan penyimpanan farmasi, alat
kesehatan, dan BMHP yang benar serta dapat mewadahi kebutuhan profesional dalam
menjalankan tugas dan fungsinya di RSIA Bunda Noni Palembang sebagai rumah sakit
terakreditasi.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
bekerjasama dalam penyusunan Buku Panduan Penyimpanan Farmasi alat kesehatan, dan BMHP
yang benar RSIA Bunda Noni Palembang, saran dan koreksi demi perbaikan panduan ini sangat
kami harapkan.
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi merupakan pedoman yang dipakai untuk melakukan
pelayanan kefarmasian di RSIA Bunda Noni Palembang. Pedoman pelayanan berisi latar
belakang pelayanan farmasi, tujuan pedoman, ruang lingkup pelayanan, batasan operasional,
landasan hukum, standar ketenagaan, standar fasilitas, tata laksana pelayanan, logistik,
keselamatan pasien, keselamatan kerja, dan pengendalian mutu.
A. Latar belakang
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu, hal tersebut diperjelas dalam Keputusan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi adalah suatu pelayanan langsung
dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan memberikan sediaan farmasi dan
alat kesehatan serta informasi terkait agar masyarakat mendapatkan manfaatnya yang terbaik.
Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi aktivitas promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif kepada masyarakat. Untuk memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan
mencegah efek yang tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan
obat. Hal ini menjadikan apoteker harus ikut bertanggungjawab bersama-sama dengan profesi
kesehatan lainnya dan pasien, untuk tercapainya tujuan terapi yaitu penggunaan obat yang
rasional.
Dalam rangka mencapai tujuan pelayanan kefarmasian tersebut maka diperlukan pedoman
bagi apoteker dan pihak lain yang terkait. Pedoman tersebut dituliskan dalam bentuk Pedoman
Pelayanan Instalasi Farmasi untuk memastikan pelayanan yang diberikan pada pasien telah
memenuhi standar mutu dan cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care.
B. Tujuan Pedoman
1.1. Tujuan Umum :
Tersedianya pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di RSIA Bunda Noni untuk
meningkatkan kegiatan akses keberadaan obat, informasi obat kepada penderita dan
petugas kesehatan, pelayanan dan mutu farmasi di RSIA Bunda Noni sejalan dengan
meningkatnya pelayanan kesehatan.
1.2. Tujuan Khusus :
1.2.2.1.Terselenggaranya RSIA Bunda Noni yang efisien, efektif, relevan, adekuat,
aman dengan biaya terjangkau masyarakat.
1.2.2.2.Terselenggaranya asuhan kefarmasian yang baik dan benar dalam
penggunaan obat dan alat kesehatan bagi pasien.
3
1.2.2.3.Terwujudnya sistem informasi pengelolaan perbekalan farmasi kesehatan
yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan perbekalan
farmasi
1.2.2.4.Terselenggaranya pencatatan dan pelaporan dari kegiatan Farmasi di RSIA
Bunda Noni dan program evaluasi penggunaan obat.
C. Ruang Lingkup
1. Instalasi farmasi
D. Batasan Operasional
1. Gudang Farmasi
Gudang Farmasi adalah unit yang melakukan fungsi pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan produksi (steril dan non steril).
2. Farmasi Rawat Inap
Melakukan fungsi pelayanan kefarmasian untuk pasien rawat inap.
3. Farmasi Rawat Jalan
Melakukan fungsi pelayanan kefarmasian untuk pasien rawat jalan.
4. Farmasi Klinik
Melakukan fungsi pelayanan farmasi klinik kepada pasien rawat inap, pasien rawat
jalan, dan petugas kesehatan lainnya.
E. Landasan Hukum
Landasan hukum buku pedoman Instalasi Farmasi adalah :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
4
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang melakukan
pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan organisasi rumah sakit
dengan persyaratan :
■ Terdaftar di Departeman Kesehatan
■ Terdaftar di Asosiasi Profesi
■ Mempunyai izin kerja.
■ Mempunyai SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang
berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek
hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka
menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus
disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan
visi rumah sakit.
1 Kompetensi Apoteker:
1.1 Sebagai Pimpinan :
■ Mempunyai kemampuan untuk memimpin
■ Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan mengembangkan
pelayanan farmasi
■ Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri
■ Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain
■ Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa dan
memecahkan masalah
5
1. Apoteker S1 Farmasi + Profesi Kompetensi 1
Apoteker Apoteker
2. Tenaga Teknis SI Farmasi Kompetensi 1
Kefarmasian Asisten Apoteker
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
C. PENGATURAN JAGA
Untuk petugas 3 shift :
Jadwal Dinas Waktu
Dinas Pagi Pkl. 08.00 – 15.00 WIB
Dinas sore Pkl. 14.00 – 20.00 WIB
Dinas malam Pkl. 20.00 – 08.00 WIB
BAB III
STÁNDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
1. 3.1 DENAH RUANG
I
A H
B
G
6
C
D
E F
Keterangan :
A : Lemari es persediaan obat
B : Meja komputer dan telepon
C : Rak persediaan sirup, dan Tetes Mata dan Cairan Infus
D : Pintu masuk
E : Wastafel
F : Lemari Narkotika
G : Lemari Persediaan Obat,Alkes, dan Cairan
H : Meja Etiket dan Peracikan Obat
I : Penyerahan obat, Penerimaan resep
1. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit
2. Luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah
3. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung pada
pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.
4. Memenuhi persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan
keamanan baik dari pencuri maupun binatang
5. Ruang penyimpanan memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya,
kelembaban, ventilasi dan sistem pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
6. Ruang pelayanan cukup untuk seluruh kegiatan pelayanan farmasi rumah sakit dan
terpisah antara ruang pelayanan pasien rawat jalan, pelayanan pasien rawat inap dan
pelayanan kebutuhan
7. Ada ruang khusus untuk apoteker yang akan memberikan konsultasi kepada pasien dalam
rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan
8. Tersedia ruangan untuk menyimpan sumber informasi yang dilengkapi dengan teknologi
komunikasi dan sistem penanganan informasi yang memadai untuk mempermudah
pelayanan informasi obat.
9. Ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan
dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan
dan teknik manajemen.
2. Peralatan
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan
dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk obat luar dan dalam.
Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan,
7
peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan minimal yang harus
tersedia:
1. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik nonsteril maupun
2. Peralatan kantor untuk administrasi
3. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika, berkunci ganda, dengan
kunci yang selalu dibawa oleh apoteker / asisten apoteker penanggungjawab shift
4. Lemari pendingin untuk perbekalan farmasi
5. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik.
6. Pemadam Kebakaran atau Alat Pemadan Api Ringan (APAR)
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
1. Seleksi
10. Pemantauan ( Selection )
( Monitoring )
2. Pengadaan
( Procurement )
9. Pemberian
( Administration )
3. Penyimpanan
( Storage )
8
8. Penyaluran
( Dispensing )
4. Peresepan
( Prescribe )
7. Persiapan
( Preparing )
6. Pendistribusian
( Storage )
5. Pencatatan
( Transcribe )
9
Tujuan
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien
b. Menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan
c. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna
e. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
1. Pemilihan ( Selection )
Pemilihan obat secara rasional di RSIA Bunda Noni dengan tujuan untuk
menghasilkan penyediaan atau pengadaan obat yang lebih baik, penggunaan
obat yang lebih rasional dan harga obat yang lebih murah. Pemilihan pengadaan
perbekalan farmasi dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi ( KFT ) yaitu suatu
tim yang anggotanya terdiri dari dokter, dokter spesialis, dan sekertaris adalh
seorang Apoteker dan tenaga lain di rumah sakit yaitu ahli gizi/perawat. Langkah-
langkah dalam pemilihan pengadaan perbekalan farmasi dasarnya terdapat pada
Kepmenkes 1197 / SK / Menkes / X / 2004 menyampaikan bahwa farmasi adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
berorientasi kepada pasien, penyediaan obat bermutu termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau dari semua lapisan masyarakat.
Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia
Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan
purna transaksi pembelian.
2. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah suatu kegiatan perencanaan
pembelian perbekalan farmasi dan alkes yang dibutuhkan oleh Instalasi Farmasi
RSIA Bunda Noni, digunakan dalam melayani kebutuhan perbekalan farmasi,
pada tiap-tiap unit pelayanan farmasi. Tujuan perencanaan perbekalan farmasi
adalah agar dapat melakukan pembelian perbekalan farmasi yang optimal dan
sesuai dengan kebutuhan. Selain itu dapat meminimalisasi perbekalan farmasi
yang kadaluarsa.
Perencanaan perbekalan farmasi mengacu pada pengadaan 2 tahun
sebelumnya dan dilaporkan ke bagian keuangan untuk diajukan sebagai Rencana
Anggaran Belanja ( RAB ) RSIA Bunda Noni. Pemilihan perbekalan farmasi telah
ditentukan sesuai buku pedoman yang ada di RSIA Bunda Noni yang meliputi
Formularium RSIA Bunda Noni, Daftar Obat Rumah Sakit ( DORS ), Daftar Plafon
Harga Obat ( DPHO ) ALKES, Daftar Obat Inhelath ( DOI ), dan Daftar Obat Bpjs.
Prosentase jenis sediaan obatnya yaitu : tablet 30%, Infus 9%, injeksi 30%, alkes
16%, obat luar 3%, sirup 3%, dan gas medik 3%.
10
Pola pemilihan perbekalan farmasi mengacu pola konsumsi, pola
konsumsi yang dianut adalah jumlah pemakaian perbekalan farmasi pemakaian
perbekalan farmasi selama kurun waktu 3 bulan kemudian dicari rata-ratanya
setiap bulan
Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia
Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan
purna transaksi pembelian.
3. Pengadaan
Pengadaan adalah suatu kegiatan pemesanan obat-obatan dan alkes yang
dibutuhkan Instalasi Farmasi RSIA Bunda Noni kepada Pedagang Besar Farmasi
( PBF ). Sistem pengadaan perbekalan farmasi dengan jumlah cukup sesuai
kebutuhan dengan mutu terjamin dan ada saat diperlukan. Sistem pengadaan di
RSIA Bunda Noni menganut pola konsumsi perbekalan farmasi 3 bulan dan
menganut berdasarkan diagnosa rekam medik tahun sebelumnya dengan jumlah
penyakit yang terbanyak anak-anak maupun orang dewasa dan menghitung
jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan pola konsumsi, perlu diperhatikan hal-
hal seperti pengumpulan dan pengolahan data, analisa data untuk informasi dan
evaluasi, perhitungan, perkiraan, kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Pelaksananya yaitu kepala logistik mengumpulkan kartu stok perbekalan farmasi
yang habis dan mengecek stok perbekalan farmasi.Pelaksana pengadaan
mengentri Surat Pesanan ( SP ) kepada PBF. PBF yang ditunjuk dalam pengadaan
ini adalah distributor resmi dari pabrik produsennya.
4. Penerimaan
Penerimaan perbekalan farmasi adalah kegiatan untuk menerima
perbekalan farmasi yang telah dipesan sesuai dengan surat pesanan. Penerimaan
perbekalan farmasi di RSIA Bunda Noni terdapat dua cara: barang dikirim melalui
distributor dan paket.
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi:
■ Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa
■ Barang harus bersumber dari distributor utama
■ Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
■ Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of
origin
■ Expire date minimal 2 tahun
5. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan:
■ Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
11
Penyimpanan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi di RSIA Bunda Noni
dibagi menjadi 2 jenis yaitu perbekalan farmasi ASKES dan Reguler. Untuk
perbekalan farmasi ASKES menggunakan kartu stok berwarna merah dan
untuk perbekalan farmasi reguler menggunakan kartu stok berwarna biru.
Masing-masing jenis dibagi lagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu : Tablet,
Infus, Injeksi, Alkes dan Obat Luar.
■ Dibedakan menurut suhunya, kestabilannya
Penyimpanan obat harus diperhatikan suhu ruangan :
a. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam kulkas 2 - 8º C
b. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam fritzer -2º C
c. Penyimpanan perbekalan farmasi dalam suhu ruangan 22 – 25 º C
■ Mudah tidaknya meledak/terbakar
■ Tahan/tidaknya terhadap cahaya
disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan
6. Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Instalasi Farmasi RSIA Bunda Noni
dalam melakukan distribusi menggunakan metode FEFO ( First Expired First Out )
dimana perbekalan farmasi yang keluar dari gudang ke unit pelayanan farmasi
berdasarkan obat yang kadaluarsanya paling dekat yang keluar pertama kali.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan :
■ Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
■ Metode sentralisasi atau desentralisasi
■ Sistem resep individu dan dispensing dosis unit.
6.1 Pendistnbusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di
ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh
Satelit Farmasi.
6.2 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotik
Rumah Sakit.
12
6.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh:
a. Apotik rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam
b. Ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi
Sistem pelayanan distribusi:
a. Sistem persediaan di ruangan
■ Persediaan yang ada diruangan hanya ada pada perbekalan farmasi
tertentu ( contoh : medisef, aqucheck )
■ Pemakaian sediaan farmasi tersebut kemudian diresepkan untuk
dilakukan penggantian oleh instalasi farmasi
13
SPK ini dibuat sesuai faktur satu surat pesanan dan bisa digunakan dua faktur.
Apabila ada tiga faktur dari PBF yang sama datang pada tanggal yang sama maka
semua digabung dengan faktur yang berbeda, surat pesanan dari ketiganya harus
digabung menjadi satu.
B. Pelayanan Kefarmasian
Adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat
dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui
penerapan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama
dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.
Tujuan :
a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit
b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi
penggunaan obat
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam
pelayanan farmasi
d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional
Kegiatan :
1 Pengkajian Resep
14
2 Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi,
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian
informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi.
3 Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan :
■ Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang.
■ Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali,
yang baru saja ditemukan.
■ Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan / mempengaruhi
timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya
Efek Samping Obat.
Kegiatan :
15
Membuat buletin, leaflet, label obat.
Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan Formularium Rumah Sakit.
Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya.
Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
16
- Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan polifarmasi
- Pasien geriatrik.
- Pasien pediatrik.
- Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas
■ Sarana dan Prasarana :
- Ruangan khusus
- Kartu pasien/catatan konseling
6 Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga
kesehatan lainnya Tujuan :
■ Pemilihan obat
■ Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik
■ Menilai kemajuan pasien.
■ Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan :
■ Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan tersebut kepada pasien.
■ Untuk pasien baru dirawat Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu
dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi.
■ Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar.
■ Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk
pemberian obat.
■ Setelah kunjungan membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam satu buku dan buku ini digunakan oleh setiap
17
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk mengidentifikasi,
menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan mengkomunikasikan risiko yang
ada pada suatu kegiatan.
Untuk mengetahui gambaran kegiatan pada suatu unit kerja (misalnya pada pelayanan
kefarmasian), terlebih dahulu dilakukan inventarisasi kegiatan di unit kerja tersebut.
Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara :
- mempelajari diagram kegiatan yang ada
- melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist)
- melakukan konsultasi dengan petugas Inventarisasi kegiatan diarahkan kepada
perolehan informasi untuk menentukan potensi bahaya (hazard) yang ada.
Bahaya (hazard) adalah sesuatu atau kondisi pada suatu tempat kerja yang dapat
berpotensi menyebabkan kematian, cedera atau kerugian lain.
Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat dilakukan oleh pihak manajemen
pembuat komitmen dan kebijakan, organisasi, program pengendalian, prosedur
pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan evaluasi. Kegiatan-kegiatan tersebut secara
terpadu dapat mendukung terlaksananya pengendalian secara teknis.
18
- pelaporan medication error yang berdampak cedera
- supervisi setelah terjadinya laporan medication error
- sistem pencegahan
- pemantauan kesalahan secara periodik
- tindakan preventif
- pelaporan ke tim keselamatan pasien tingkat nasional
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
- mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
- membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
- mengurangi efek akibat adverse event Pada tanggal 18 Januari 2002, WHO telah
mengeluarkan suatu resolusi
2. Untuk membentuk program manajemen risiko untuk keselamatan pasien yang terdiri dari
4 aspek utama:
a. Penentuan tentang norma-norma global, standar dan pedoman untuk
definisi, pengukuran dan pelaporan dalam mengambil tindakan
pencegahan, dan menerapkan ukuran untuk mengurangi resiko
b. Penyusunan kebijakan berdasarkan bukti (evidence-based) dalam
standar global yang akan meningkatkan pelayanan kepada pasien
dengan penekanan tertentu pada beberapa aspek seperti keamanan
produk, praktek klinik yang aman sesuai dengan pedoman, penggunaan produk obat
dan alat kesehatan yang aman dan menciptakan suatu budaya keselamatan pada
petugas kesehatan dan institusi pendidikan.
c. Pengembangan mekanisme melalui akreditasi dan instrumen lain, untuk mengenali
karakteristik penyedia pelayanan kesehatan yang unggul
dalam keselamatan pasien secara internasional
d. Mendorong penelitian tentang keselamatan pasien
C. Tata Laksana Keselamatan Pasien
Dalam penerapannya, keselamatan pasien harus dikelola dengan
pendekatan sistemik. Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu sistem terbuka,dimana
sistem terkecil akan dipengaruhi, bahkan tergantung pada sistem yang lebih besar. Sistem
terkecil disebut Mikrosistem, terdiri dari petugas kesehatan dan pasien itu sendiri, serta
proses-proses pemberian pelayanan di ujung tombak, termasuk elemen-elemen
pelayanan di dalamnya. Mikrosistem dipengaruhi oleh Makrosistem, yang merupakan
unit yang lebih besar, misalnya rumah sakit dan apotek. Mikrosistem dan Makrosistem
dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar lagi yang disebut Megasistem.
Seorang Apoteker yang berperan di dalam mikrosistem (apotek, puskesmas, instalasi
farmasi rumah sakit, dan sarana pelayanan farmasi lain) dalam membangun keselamatan
19
pasien harus mampu mengelola dengan baik elemen-elemen dalam mikrosistem tersebut,
yaitu sistem pelayanan, sumber daya, sistem inventori, keuangan dan teknologi informasi.
Teori kesalahan manusia dapat dilihat dalam diagram di bawah ini.
Kegagalan tersembunyi (Latent failures) :
- Penyebabnya jauh dari insiden
- Merupakan refleksi dari kegagalan manajemen
- Terjadi bila dikombinasikan dengan faktor lain
- Kegagalan tersembunyi dapat dikelola dengan memperbaiki proses pelayanan
(redesign). Contoh: peninjauan kembali beban kerja, jumlah SDM, dan lain-lain.
Kegagalan aktif (Active failures) :
- Terjadi oleh pelaku yang berhubungan langsung dengan pasien
- Beberapa bentuk active failures adalah: kurang perhatian (slips), kegagalan memori,
lupa (lapses), serta pelanggaran prosedur (mistake and violation ).
- Kegagalan aktif dapat dikelola dengan memperbaiki alur kerja, SOP, deskripsi kerja
yang jelas, training, pengawasan terhadap pelanggaran SOP, mengurangi interupsi
dan stress, dan membina komunikasi yang lebih baik antar staf dan dengan pasien.
Makrosistem merupakan sistem di atas Mikrosistem yang menyediakan sumber daya, proses
pendukung, struktur dan kebijakan-kebijakan yang berlaku di rumah sakit atau sarana kesehatan
lain yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pelaksanaan program-program yang
menyangkut keselamatan pasien. Kebijakan-kebijakan itu antara lain sistem penulisan resep,
standarisasi bahan medis habis pakai (BMHP), rekam medis dan lain sebagainya. Selain itu,
kultur atau budaya yang dibangun dan diterapkan di lingkungan rumah sakit juga akan sangat
mempengaruhi kinerja unit-unit yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pasien. Budaya
tidak saling menyalahkan (no blame culture), sistem informasi manajemen/information
technology (SIM/IT) rumah sakit, kerjasama tim, kepemimpinan, alur koordinasi, Komite/Panitia
Farmasi dan Terapi (KFT/PFT) RS, Formularium RS, dan Komite-komite serta Program Rumah
Sakit lainnya, merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan keselamatan pasien
yang berasal dari makrosistem.
Di atas mikrosistem dan makrosistem, ada satu sistem yang akan mempengaruhi
keselamatan pasien, yaitu megasistem. Yang dimaksud Megasistem adalah kebijakan kesehatan
nasional yang berlaku, misalnya kebijakan-kebijakan menyangkut obat dan kesehatan yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Kebijakan tentang akreditasi, Obat Rasional,
Infeksi Nosokomial, dan lain sebagainya), termasuk juga sistem pendidikan dan pendidikan
berkelanjutan yang berlaku. Hal lain yang juga mempengaruhi keselamatan pasien yang
memerlukan intervensi dari megasistem adalah pembenahan fenomena kemiripan Look a like
(obat-obat dengan rupa atau kemasan mirip) atau Look a like Sound a like - LASA (obat-obat
dengan rupa dan nama mirip), misalnya :
- Mefinter (asam mefenamat) dengan Metifer (mecobalamin),
20
- Leschol (fluvastatin) dengan Lesichol (lesitin, vitamin),
- Proza (ekstrak echinacea, vit C, Zn) dengan Prozac (fluoxetine). Dalam mengelola
keselamatan pasien di level Mikrosistem, seorang Apoteker
harus melakukannya dengan pendekatan sistemik. Masalah Keselamatan pasien merupakan
kesalahan manusia (human error) yang terutama terjadi karena kesalahan pada level
manajemen atau organisasi yang lebih tinggi.
Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Kefarmasian
Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu difahami dan
disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadan Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error
21
• Kejadian tentang Respons yang tidak diharapkan • Shok anafilaksis
obat yang tidak terhadap terapi obat dan pada penggunaan
diharapkan (Adverse mengganggu atau menimbulkan antbiotik golongan
Drug Event) cedera pada penggunaan obat penisilin
dosis normal. Reaksi Obat Yang • Mengantuk pada
Tidak Diharapkan (ROTD) ada penggunaan CTM
yang berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja
(efek samping) ada yang tidak
berkaitan dengan efek
farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).
• Efek obat yang Respons yang tidak diharapkan Shok anafilaksis pada
tidak diharapkan terhadap terapi obat dan penggunaan antbiotik
(Adverse drug effect) mengganggu atau menimbulkan golongan penisilin.
cedera pada penggunaan obat Mengantuk pada
dosis lazim Sama dengan ROTD penggunaan CTM
tapi dilihat dari sudut pandang
obat ROTD dilihat dari sudut
pandang pasien.
22
Apoteker harus mampu mengenali istilah-istilah di atas beserta contohnya sehingga
dapat membedakan dan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan cedera
akibat penggunaan obat dalam melaksanakan program Keselamatan pasien.
Berdasarkan laporan IOM (Institute of Medicine) tentang adverse event yang dialami
pasien, disebutkan bahwa insiden berhubungan dengan pengobatan menempati urutan
utama.
menimbulkan cedera namun tetap menimbulkan konsekuensi biaya. Atas kejadian
tersebut, IOM merekomendasikan untuk :
1. Menetapkan suatu fokus nasional terhadap isu tersebut
2. Mengembangkan suatu sistem pelaporan kesalahan secara nasional
3. Meningkatkan standar organisasi
4. Menciptakan sistem keselamatan dalam organisasi kesehatan.
WHO dalam developing pharmacy practice-a focus on patient care membedakan
tentang praktek farmasi (berhubungan dengan pasien langsung) dan pelayanan farmasi
(berhubungan dengan kualitas obat dan sistem proses pelayanan farmasi)
- Praktek pekerjaan kefarmasian meliputi obat-obatan, pengadaan produk farmasi dan
pelayanan kefarmasian yang diberikan oleh apoteker dalam sistem pelayanan
kesehatan.
- Pelayanan kefarmasian meliputi semua pelayanan yang diberikan oleh tenaga farmasi
dalam mendukung pelayanan kefarmasian. Di luar suplai obat-obatan, jasa kefarmasian
meliputi informasi, pendidikan dan komunikasi untuk mempromosikan kesehatan
masyarakat, pemberian informasi obat dan konseling, pendidikan dan pelatihan staf.
- Pekerjaan kefarmasian meliputi penyediaan obat dan pelayanan lain untuk membantu
masyarakat dalam mendapatkan manfaat yang terbaik.
Klasifikasi aktivitas apoteker (American Pharmacists Association/APha)
A. Memastikan terapi dan hasil yang sesuai
a. Memastikan farmakoterapi yang sesuai
b. Memastikan kepahaman/kepatuhan pasien terhadap rencana
pengobatannya
c. Monitoring dan pelaporan hasil
B. Dispensing obat dan alat kesehatan
a. Memproses resep atau pesanan obat
b. Menyiapkan produk farmasi
c. Mengantarkan obat atau alat kesehatan
C. Promosi kesehatan dan penanggulangan penyakit
a. Pengantaran jasa penanggulangan klinis
b. Pengawasan dan pelaporan issue kesehatan masyarakat
c. Promosi penggunaan obat yang aman dalam masyarakat
23
D. Manajemen sistem kesehatan
a. Pengelolaan praktek
b. Pengelolaan pengobatan dalam sistem kesehatan
c. Pengelolaan penggunaan obat dalam sistem kesehatan
d. Partisipasi dalam aktivitas penelitian
e. Kerjasama antardisiplin
Pada tahun 1998, FIP menerbitkan suatu statemen tentang Standard
profesional mengenai kesalahan pengobatan yang berhubungan dengan peresepan obat dengan
tujuan mendefinisikan istilah "kesalahan pengobatan" dan untuk menyarankan suatu tatanama
standard untuk mengkategorikan hal-hal seperti kesalahan dan disain sistemnya untuk
meningkatkan keselamatan dalam pabrikasi, pemesanan, pelabelan, penyiapan, administrasi
dan penggunaan obat.
Dalam, relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagi penyedia obat
(pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil dari farmakoterapi. Dengan
berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan, praktek asuhan kefarmasian diasumsikan
apoteker bertanggung jawab terhadap pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi
tersebut. Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya,
kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.
Dalam aplikasi praktek pelayanan kefarmasian untuk keselamatan pasien terutama
medication error adalah : menurunkan risiko dan promosi penggunaan obat yang aman.
Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan medication error yang
jika dipaparkan menurut urutan dampak efektifitas terbesar adalah :
1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function& constraints) : suatu upaya
mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal yang baik, contoh :
sediaan potasium klorida siap pakai dalam konsentrasi 10% Nacl 0.9%, karena sediaan
di pasar dalam konsentrasi 20% (>10%) yang mengakibatkan fatal (henti jantung dan
nekrosis pada tempat injeksi)
2. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry) : membuat statis
/robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan dukungan teknologi, contoh :
komputerisasi proses penulisan resep oleh dokter diikuti dengan ”/tanda peringatan”
jika di luar standar (ada penanda otomatis ketika digoxin ditulis 0.5g)
3. Standard dan protokol, standarisasi prosedur : menetapkan standar berdasarkan bukti
ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar pelaporan insiden dengan
prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi serta pemenuhan
sertifikasi/akreditasi pelayanan memegang peranan penting.
4. Sistem daftar tilik dan cek ulang : alat kontrol berupa daftar tilik dan penetapan cek
ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk mendukung efektifitas sistem ini
diperlukan pemetaan analisis titik kritis dalam sistem.
24
5. Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses manajemen obat pasien.
contoh : semua resep rawat inap harus melalui supervisi apoteker
6. Pendidikan dan Informasi : penyediaan informasi setiap saat tentang obat, pengobatan
dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk meningkatkan kompetensi
dan mendukung kesulitan pengambilan keputusan saat memerlukan informasi
7. Lebih hati-hati dan waspada : membangun lingkungan kondusif untuk mencegah
kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum menyerahkan.
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
25
A. Tujuan
1. Memberikan perlindungan kepada pekerja farmasi,pasien, dan pengunjung
2. Mencegah kecelakaan kerja, paparan/pajanan bahan berbahaya, kebakaran dan
pencemaran lingkungan.
3. Mengamankan peralatan kerja, bahan baku, dan hasil produksi
4. Menciptakan cara kerja yang baik dan benar.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
26
B. SASARAN MUTU INSTALASI FARMASI
1. Waktu Tunggu Pelayanan Obat Jadi
Judul Waktu Tunggu Pelayanan Obat Jadi
Definisi Operasional Waktu tunggu pelayanan obat jadi adalah tenggang waktu
mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima
obat jadi
Target 90%
Standar 85%
27
1. Salah dalam memberikan jenis obat
2. Salah dalam memberikan dosis
3. Salah orang
4. Salah Jumlah
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Standar 100%
4. Kelengkapan Resep
Judul Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
Definisi Operasional Kelengkapan resep merupakan salah satu unsur yang sangat
penting penting untuk mencegah medication error. Syarat
Administrasi: Nama dokter, No SIP, Alamat dan No Telpon
dokter, paraf dokter, nama pasien, tanggal lahir, No RM,
Berat Badan
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Standar 80%
BAB IX
PENUTUP
Dengan ditetapkanya buku pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Kardinah Tegal , tidaklah berarti semua permasalahan tentang pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit Umum Daerah Kardinah menjadi mudah dan selesai. Dalam pelaksanaannya dilapanagan
28
akan menghadapi berbagai kendala, antara lain sumber daya manusia / tenaga farmasi, kebijakan
manajemen serta pihak – pihak terkait yang umumnya masih dengan paradigma lama yang
melihat pelayanan farmasi di rumah sakit hanya mengurusi masalah pengadaan dan distribusi
obat saja. Untuk itu perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik antara manajemen sebagai
pembuat kebijakan, medis, dan paramedis yang menangani penderita serta farmasi yang telah
melaksanakan paradigma baru yaitu asuhan kefarmasian, sehingga pelayanan rumah sakit
kepada pengguna jasa akan semakin optimal.
29