Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja sering kali dikenal dengan masa mencari jati diri. Ini

terjadi karena masa remaja merupakan masa peralihan antara masa

kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Oleh karena itu

ada sejumlah sikap yang ditunjukkan oleh remaja antara lain kegelisahan,

pertentangan, mengkhayal, aktivitas berkelompok, dan keinginan mencoba

segala sesuatu (Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, 2009: 9).

Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan

masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Hurlock

menyatakan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai

16 tahun atau 17 tahun, dan masa akhir remaja bermula dari usia 16 tahun

atau 17 tahun sampai 18 tahun (Rita Eka Izzaty dkk., 2013: 122).

Sarlito W. Sarwono (2012: 6) mengungkapkan bahwa dalam

berbagai Undang-Undang yang ada di berbagai negara di dunia tidak

dikenal istilah “remaja”. Di Indonesia sendiri, konsep remaja tidak dikenal

dalam istilah sebagian Undang-undang yang berlaku. Hukum Indonesia

hanya mengenal anak-anak dan dewasa, walaupun batasan yang diberikan

untuk itu pun bermacam-macam. Tetapi banyak ahli yang mengemukakan

tentang remaja.

Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman

sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa

sebelumnya. Remaja mencari bantuan emosional pada kelompoknya.


Pemuasan intelektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya

dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan masalah. Pada usia remaja

pun fase perkembangannya tengah berada pada masa amat potensial, baik

dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Perkembangan intelektual

yang terus menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berpikir

operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berpikir

secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja

peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya (Rita

Izzaty dkk., 2013: 135).

Di era globalisasi, pergaulan dan persaingan antar bangsa semakin

ketat. Batas antar negara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi

menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antar bangsa yang semakin

kental itu akan terjadi proses akulturasi, saling meniru dan saling

mempengaruhi antar budaya masing-masing. Yang perlu dicermati dari

proses akulturasi tersebut adalah pengaruh global dapat melunturkan tata

nilai yang merupalan jati diri bangsa Indonesia atau sebaliknya. Arus

informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap

nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak

segera dibendung, akan berakibat lebih serius di mana pada puncaknya

masyarakat tidak bangga kepada bangsa dan negaranya (Syahrial

Syarbaini, 2014: 21).

Saat ini masyarakat di Indonesia pun lebih condong dan menyukai

budaya baru yang bukan asli berasal dari Indonesia sendiri. Dimana

masyarakat terutama remaja menganggap budaya baru tersebut lebih


bagus, hebat, maupun keren. Hal tersebut sejalan ketika masyarakat mulai

meninggalkan budaya aslinya, dibarengi dengan berkembangnya budaya

Pop Korea di Indonesia yang diterima baik dan disukai oleh remaja

Indonesia kebanyakan (Fitria Ramadhani, 2013: 55-56).

Shin Hyong Sik (2012: 225) menyebutkan bahwa Korean Wave

atau gelombang Korea menyebar ke Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Hal

ini mengacu pada popularitas dari budaya Pop Korea. Salah satu bintang

yang paling penting dalam gelombang Korea adalah Bae Young Jun, yang

mendapatkan popularitas dengan penampilan romantis di drama Winter

Sonata. Dia adalah selebriti besar yang disambut di Jepang, China dan

banyak negara lainnya. Lonjakan dari gelombang Korea telah membantu

mempromosikan tidak hanya lagu Pop Korea tetapi juga Film Korea.

Banyak artis Korea yang sudah memenangkan popularitas besar dan

ketenaran di seluruh dunia.

Hallyu atau Korean Wave adalah istilah yang diberikan untuk

tersebarnya budaya Pop Korea (dalam hal ini Korea Selatan) secara global

di berbagai negara di dunia. Umumnya gelombang Korea memicu banyak

orang di negara tersebut untuk mempelajari bahasa dan Kebudayaan Korea

(Syamsul Arifin, 2013: 22).

Pada saat ini gelombang Korea diikuti dengan banyaknya perhatian

akan produk Korea, seperti masakan, barang elektronik, musik dan film.

Fenomena ini turut mempromosikan bahasa dan budaya Korea ke berbagai

negara. Pemerintah Korea sendiri sangat mendukung dan memiliki peran

dalam mewabahnya gelombang Korea. Dukungan tersebut diwujudkan


dengan menghindarkan diri dari gempuran industri entertaiment barat. Hal

ini, menjadikan orang Korea sendirilah yang harus menciptakan produk-

produk media massanya sendiri. Selain itu, dukungan dan dari pemerintah

juga diwujudkan melalui berbagai event seni seperti festival film dan

musik bertaraf internasional.

Pada beberapa tahun ini gelombang Korea terjadi di Indonesia.

Bahkan sangat digandrungi oleh kalangan remaja pada umumnya. Bahkan

Judhariksawan selaku Ketua KPI (Rabu, 25 November 2015) dalam

sambutannya di acara Seminar Cultural Exchange in Broadcasting

berween Indonesia and Korea 2015 di The Ritz Carlton Jakarta Mega

Kuningan, menyebutkan bahwa di kalangan remaja, budaya K-Pop telah

digandrungi remaja dan musik Korea juga disukai. Judhariksawan pun

menyebutkan bahwa banyak program-program Korea yang ditayangkan di

Indonesia (Kompas, 2015). Program-program yang ditayangkan pun

antara lain acara musik, drama Korea dan reality show Korea seperti

MAMA (Indosiar), Superman Return (RCTI), Running Man (RTV),

Sayangku Seo Young (RTV), The Master Sun (RCTI), Jang Ok Jung

(Indosiar) dan lain sebagainya (Simpelaja, 2015).

Akibat dari adanya fenomena gelombang Korea menimbulkan efek

yang luar biasa yang kian menjalar dan secara berkelanjutan akan

mengikis minat untuk mempelajari kultur budaya di negeri sendiri. Di

Indonesia mulai terlihat peningkatan minat mempelajari budaya Korea

lebih jauh dengan bertebarnya kursus-kursus dan minat dalam bahasa

Korea yang ditandai dengan menjamurnya kursus-kursus Korea, setelah


sebelumnya didominasi oleh Jepang dan Mandarin. Menu-menu masakan

Korea juga mulai dicari bahkan pakain tradisional Korea (hanbok) pun

juga dicari. Apabila hal ini terus berlangsung secara terus-menerus maka

akan menimbulkan kebingungan identitas diri pada remaja Indonesia. Jika

awalnya sedikit orang yang berani mengakui suka mendengarkan lagu-

lagu korea, tapi kini banyak orang yang dengan terang-terangan mengaku

suka mendengarkan lagu-lagu korea bahkan juga tidak sedikit orang yang

juga menggunakan kata-kata berbahasa Korea dasar. Hal ini jika terus

berlangsung membuat pemahaman akan budaya Korea menjadi lebih baik

dari pada pemahaman pada budaya negeri sendiri.

Seperti yang diberitakan di laman republika online (17 Agustus

2015) bahwa dampak negatif apabila anak atau remaja tidak diajarkan

sikap nasionalisme dan rasa cinta tanah air maka kedepannya akan

cenderung mudah terbawa dengan budaya luar yang nilai-nilainya bisa

berbeda dengan budaya sendiri. Terlebih budaya luar cenderung lebih

bebas, dan lainnya. Bahkan ada juga yang tidak menghargai dan mencintai

bahasanya sendiri. Sehingga rasa kepemilikan dan menghargai menjadi

berkurang terhadap negaranya (Desy Susilawati, 2015).

Pada umumnya remaja mengidentifikasikan diri pada seseorang

yang dianggap sebagai idola. Ketika remaja mengidolakan seorang tokoh,

mereka akan mengidentifikasikan dirinya pada tokoh tersebut, lalu

berusaha untuk mewujudkan dirinya seperti tokoh idolanya itu. Caranya

dengan meniru sifat-sifat, kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh

tokoh idola itu. Begitu pun dengan remaja yang menggemari budaya Pop
Korea. Mereka akan melakukan hal yang sama. Hal tersebut pun akan

mendorong lahirnya sebuah fenomena fanatisme dimana para tokoh idola

dari negara Korea Selatan menjadi kiblat dalam berperilaku bagi remaja

dan generasi muda di tanah air pada proses pembentukan identitas dirinya.

Masa remaja adalah masa yang paling krusial dalam kehidupan

karena masa remaja adalah masa pencarian jati diri dimana remaja

memiliki sikap keingintahuan yang sangat tinggi. Oleh karena itu

seharusnya remaja memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap budaya

negaranya sendiri sehingga pemahaman terhadap budaya sendiri tidak

kalah dengan pemahaman budaya dari negara lain sehingga

nasionalismenya tetap terjaga.

Emosi yang belum stabil membuat remaja lebih mudah

terpengaruh, sehingga gempuran budaya asing yang dinilai lebih baik dari

pada negara sendiri membuat remaja menjadi pesimis terhadap masa

depan Indonesia, membuat mereka kehilangan rasa nasionalisme terhadap

negaranya sendiri.

Nasionalisme menurut Soekarno (2005: 5) adalah bukan tiruan dari

nasionalismenya Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia

dan kemanusiaan yakni nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya

itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai suatu bakti

yang terhindar dari segala faham kekecilan dan kesempitan. Maka rasa

cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi tempat pada lain-

lain sesuatu, sebagai lebar dan luasnya udara yang memberi tempat pada

segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala sesuatu hidup.


Nasionalisme sendiri dapat diartikan sebagai rasa kebangsaan yang

timbul karena kehendak untuk bersatu dan bernegara serta perasaan

senasib dan sepenanggungan dalam suatu bangsa. Hal ini berarti bahwa

nasionalisme merupakan perwujudan dan naluri manusia yang cenderung

bersatu untuk mempertahankan diri.

Sedangkan sikap nasionalisme yaitu cara berpikir, bersikap dan

berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang

tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan

politik bangsanya. Dalam sikap nasionalisme berarti ada penghayatan dan

kepedulian serta bertanggung jawab atas semua masalah Negara-Bangsa,

dengan kata lain, memperlakukan dan menyikapi suka duka kolektif

(nasional) sebagai keprihatinan pribadi (individual), dan siap sedia

membela Negara-Bangsa (Cholisin, 2011: 10). Adapun indikator dari

sikap nasionalisme sendiri antara lain a) Berbahasa Indonesia secara baik

dan benar b) Memiliki rasa cinta tanah air c) Setia kawan terhadap sesama

anak bangsa d) Menggunakan produksi dalam negeri e) Mengutamakan

persatuan dan kesatuan, kepetingan bangsa dan negara f) Melestarikan

dan mengembangkan nilai-nilai dan budaya daerah maupun nasional g)

Memelihara dan mengembangkan pilar-pilar kenegaraan yaitu Pancasila,

UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

Remaja merupakan generasi muda yang kelak akan menjadi

penerus bangsa dan akan menjadi penentu masa depan bangsa. Oleh

karena itu, remaja wajib memiliki sikap nasionalisme dengan indikator

sikap nasionalisme di atas tadi. Seperti halnya memiliki rasa cinta tanah air
maka remaja dalam kehidupan sehari-hari wajib melakukan kegiatan yang

mencerminkan rasa cinta tanah air, seperti menghormati pahlawan,

melakukan upacara bendera, memperingati hari-hari besar nasional,

menyanyikan lagu-lagu kebangsaan, melakukan kegiatan pelestarian

lingkungan, dan lain sebagainya. Disinilah pentingnya nasionalisme bagi

kalangan remaja. Ketika seseorang sudah tidak memiliki rasa

nasionalisme, maka dia tidak akan merasa bertanggung jawab atas keadaan

bangsanya dan ketika remaja tidak memiliki rasa nasionalisme terhadap

bangsanya, maka masalah-masalah yang ada pada negara saat ini akan

berlanjut pada masa depan (Muhammad Dzaky Farhan, Kompasiana

2014).

Komunitas Shinee World Yogyakarta adalah salah satu komunitas

pecinta budaya Pop Korea yang khusus mengidolakan group penyanyi

laki-laki yakni Shinee. Shine World Yogyakarta didirikan pada September

2010 dan mulai aktif pada tahun 2011. Sampai saat ini pengikut Shinee

World Yogyakarta ada 590 pengikut di Twitter kemudian jumlah yang

menyukai di fanpage facebook ada 1286 suka serta jumlah anggota aktif di

group Whatsapp ada 60 orang.

Berdasarkan pada observasi awal yang dilakukan peneliti pada

Komunitas Shinee World Yogyakarta, menurut informasi yang didapatkan

dari Ketua Shinee World Yogyakarta yakni Tata (15 Desember 2015), ia

mengatakan bahwa saat ini rasa nasionalisme yang dimiliki anggotanya

sudah makin menurun. Lebih lanjut Tata mengungkapkan bahwa

anggotanya dalam sehari-hari terkadang juga menggunakan bahasa korea


dasar dalam percakapan antar sesama pecinta budaya Pop Korea. Bahkan

setiap ada acara berbau K-Pop pun selalu dihadiri oleh anggotanya.

Kemudian menurut salah satu anggota Shinee World Yogyakarta yakni

Kurnia Citra (20 Februari 2016), ia mengatakan bahwa dalam kehidupan

sehari-hari sering menggunakan bahasa Korea dasar dalam membuat status

di media sosial. Bahkan ia juga mengatakan bahwa penggunaan produk

dari Korea juga membuatnya bangga. Selanjutnya, menurut salah seorang

remaja SMA yang bukan merupakan anggota Shinee World Yogyakarta

yakni Ramadhon Adi Gunawan (2 Maret 2016), ia mengatakan bahwa ia

lebih mencintai budaya sendiri dibanding budaya dari luar negeri yaitu

salah satunya dengan melestarikan budaya derah dengan selalu memakai

batik. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecintaan budaya Pop Korea oleh

anggota komunitas Shinee World Yogyakarta begitu tinggi. Pemahaman

akan budaya luar pun juga lebih tinggi dibanding budaya sendiri.

Pemahaman pada Budaya K-Pop yang begitu tinggi akan mempengaruhi

sikap nasionalisme remaja menjadi semakin menurun.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa remaja

komunitas pecinta K-Pop pemahamannya terhadap budaya K-Pop lebih

besar dari pada pemahaman terhadap kultur budaya sendiri yang

mengakibatkan sikap nasionalismenya pun juga barangkali luntur. Jika

pemahaman terhadap budaya K-Pop tinggi maka sikap nasionalismenya

turun dan jika pemahaman terhadap budaya K-Pop rendah maka sikap

nasionalismenya tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik

mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Pemahaman Budaya K-Pop


terhadap Sikap Nasionalisme Remaja Anggota Komunitas Shinee World

Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas

dapat diidentifikasi permasalahannya antara lain:

1) Globalisasi membuat sikap nasionalisme remaja turun sehingga

lebih menyukai budaya baru yang bukan berasal dari Indonesia

terutama K-Pop.

2) Minat untuk mempelajari kultur budaya Indonesia oleh remaja

mulai mengikis sehingga pemahaman kultur budaya Indonesia

rendah.

3) Minat mempelajari budaya Korea semakin tinggi sehingga

pemahaman budaya Korea juga tinggi.

4) Belum diketahui pengaruh pemahaman budaya K-Pop terhadap

sikap nasionalisme remaja.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, agar

penelitian lebih fokus, permasalahan pada penelitian ini dibatasi hanya

pada masalah Pengaruh Pemahaman Budaya K-Pop terhadap Sikap

Nasionalisme Remaja Anggota Komunitas Shinee World Yogyakarta.


D. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan pokok adalah

apakah ada pengaruh pemahaman budaya K-Pop terhadap sikap

nasionalisme remaja anggota komunitas Shinee World Yogyakarta.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka penelitian

ini memiliki tujuan: Mengetahui pengaruh pemahaman budaya K-Pop

terhadap sikap nasionalisme remaja anggota komunitas Shinee World

Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan khasanah

penegetahuan bagi peneliti, masyarakat luas, terutama kelompok atau

komunitas Shinee World Yogyakarta sekaligus menjadi upaya

pengembangan civic knowledge dalam Pendidikan Kewarganegaraan.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan sumber acuan

bagi penelitian-penelitian berikutnya yang relevan dengan penelitian

ini.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi ajang penerapan ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh selama masa perkuliahan

utamanya dalam bidang kewarganegaraan dan hukum.

b. Bagi subjek yang diteliti, yaitu komunitas Shinee World

Yogyakarta dapat mencintai budaya Indonesia disamping

kecintaanya terhadap budaya K-Pop.

c. Bagi Guru PKn, dengan adanya penelitian ini diharapkan guru PKn

dapat menambah dan memberikan stimulus pada siswa untuk tetap

teguh pada nilai-nilai luhur bangsa, mencintai dan melestarikan

budaya bangsa di tengah arus globalisasi.

d. Bagi peneliti selanjutnya, dengan melakukan penelitian ini dapat

menimbulkan ketertarikan bagi peneliti selanjutnya untuk

melakukan penelitian lebih mendalam khususnya dalam konteks

pengaruh budaya K-Pop terhadap sikap nasionalisme remaja dan

pada umumnya mengenai pengaruh budaya asing pada budaya

nasional.

Anda mungkin juga menyukai