Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun
1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi
jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia
yang memiliki jumlah produksi cukup melimpah. Menurut Badan Pusat Statistik
(2011), produksi ubi jalar di Indonesia, yaitu sekitar 2.438.076 ton per tahunnya.
Jenis ubi jalar ada beberapa macam diantaranya ubi ungu, ubi kuning, ubi putih
dan ubi jingga. Karakteristik ubi jalar ungu memiliki warna kulit ungu tua ke hitam-
hitaman, warna daging ubi ini ungu muda ke ungu tua, memiliki rasa manis
tergantung varietasnya. Biasanya semakin lama penyimpanan ubi yang masih mentah
maka rasanya akan semakin manis.
Ubi ungu mengandung serat pangan alami tinggi, prebiotik, kadar Glycemic
Index rendah, dan oligosakarida. Kandungan yang terdapat pada ubi ungu tiap 100 gr
seperti kalsium 30,00 gr, protein 1,80 gr, lemak 0,70 gr, vitamin A 7.700 gr, kalori
123 kal, fosfor 49,00 gr, zat besi 0,70 gr, vitamin B1 2 0,90 mg, vitamin C 22,0 gr,
serat kasar dan abu (Rukmana, 2008). Ubi ungu juga mengandung lisin, Cu, Mg, K,
Zn rata – rata 20 %.
Di Indonesia sebagian dari jenis ubi dimanfaatkan sebagai makanan pokok karena
umbi – umbian ini merupakan sumber karbohidrat. Ada juga yang memanfaatkan
umbi-umbian ini sebagai makanan sampingan seperti tape, keripik, ubi goreng, ubi
rebus, bahan dasar pembuatan es krim dan cake.
Tape merupakan makanan selingan yang sangat dikenal dan digemari oleh
masyarakat di Indonesia. Jenis tape yang paling dikenal oleh masyarakat yaitu tape
ketan dan tape singkong. Tape ini memiliki rasa manis dan mengandung sedikit
alcohol, memiliki aroma yang menyenangkan dengan tekstur lunak dan berair
(Hidayat, dkk. 2006).
Starter yang digunakan untuk memproduksi tape disebut ragi, yang umumnya
berbentuk bulat pipih. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk memproduksi ragi,
tetapi formulasi bahan yang digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia setiap
pengusaha ragi (Hidayat, dkk 2006). Ragi tape umumnya terdiri dari kapang, khamir
dan bakteri. Cita rasa tape yang dihasilkan ditentukan oleh jenis mikroorganisme
yang aktif di dalam ragi. Keaktifan mikroorganisme di dalam ragi diatur dengan
penambahan bumbu dan rempah (Tim Penulis UNAIR,2007).
TINJAUAN PUSTAKA
Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) memiliki kulit dan daging
umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ubi jalar ungu mengandung
pigmen antosianin yang lebih tinggi dari pada ubi jalar jenis lain (Kumalaningsih,
2007). Ubi jalar ungu mulai di kenal menyebar ke seluruh dunia terutama
negaranegara yang beriklim tropis.
Ubi jalar ungu merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi,
jagung, dan singkong. Ubi jalar ungu dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau
sampingan bahkan dianggap sebagai makanan kampungan. Namun di Irian Jaya dan
Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok (Zuraida dan Supriati, 2001).
Ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan sebagai pengganti makanan pokok karena
merupakan sumber kalori yang efisien. Selain itu kandungan gizi yang terkandung di
dalamnya sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh (Lingga, 2001).
Pembuatan tape tidak hanya berbahan baku singkong maupun ketan. Tape juga
dapat dibuat dari ubi jalar, melihat kandungan karbohidrat ubi jalar relatif tinggi yaitu
sebesar 16-35% per berat basah atau 80-90% per berat kering, sehingga ubi jalar
layak dibuat menjadi tape (Susanto dan Suneto, 1994). Prinsip pembuatan tape ubi
jalar sama dengan pembuatan tape ketan atau tape singkong. Keuntungan yang
dimiliki ubi jalar dibandingkan ubi kayu yaitu daging umbi yang berwarna putih,
krem, merah muda, kekuningan, dan jingga tergantung dari jenis umbi yang
digunakan. Warna daging umbi ini memberikan warna tape ubi jalar yang lebih
menarik (Sumantri, 2007 dalam Simbolon 2008).
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik sebgagai
akibat aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba, namun dalam beberapa hal
fermentasi dapat berlangsung tanpa malibatkan mikroorganisme. Mikroorganisme
pada proses fermentasi ini umumnya adalah bakteri asam laktat, bakteri asam asetat
yaitu bakteri yang mampu mengubah zat gula dalam bahan menjadi asam, alkohol,
dan karbondioksida. Terjadinya fermentasi ini maka bahan mengalami perubahan
rasa, aroma, tekstur dan warna (Novary, 1999).
Proses fermentasi yang berlangsung selama pembuatan tape terdiri dari tiga tahap
penguraian yaitu : (1) molekul-molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dan gula-
gula sederhana, merupakan proses hidrolisis enzimatik, (2) gulagula yang terbentuk
akan diubah menjadi asam-asam organik dan alkohol, (3) asam organik akan bereaksi
dengan alkohol membentuk citarasa tape yaitu ester (Hidayat, 2006).
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : Panci, kompor, wadah
plastik, alat pengaduk, toples, dan incubator.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu : Ubi jalar, daun pisang,
inokulum tape, air, dan daun pisang.
.
4.2 Pembahasan
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Astawan dan Mita, 1991). Astawan Mita Wahyuni & Astawan Made. (1991).
Astawan dan Mita, 1991 Astawan, M dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan
Pangan Nabati Tepat Guna. Bogor: Akademika Presssiado
Ganjar, I., 2003. Tapai from Cassava and Sereals. Di dalam: First InternationalSymposium
and Workshop on Insight into the World of Indigenous Fermented Foods for Technology
Development and Food Safety; Bangkok, hal 1–10.
(Ganjar, 2003
Hidayat, 2006
Hidayat, 2006
.
Hidayat, dkk. 2006). Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta
Hidayat, dkk. 2006). Hidayat, S., Padaga, M.C. & Suhartini, S. (2006).
Mikrobiologi Industri
.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
Hidayat, et al., 2006
Harris dan Karmas, 1989). Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada
Pengolahan Bahan Pangan. Penerjemah: S. Achmadi. ITB – Press, Bandung.
(Kumalaningsih, 2007).
Novary, 1999
Rukmana, 2001).
Rukmana, 2008).
Suprapti, (2003
Steinkraus,1969