PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti mata kuliah palliative care dan mendapatkan
penjelasan tentang penyakit gagal ginjal tahap akhir, mahasiswa mampu
memahami perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik stadium
akhir.
b. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep palliative care.
b. Mahasiswa mampu memahami konsep gagal ginjal kronik.
c. Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan asuhan
keperawatan palliative care pada pasien gagal ginjal kronik stadium
akhir.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup
keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui
pendekatan terintegrasi dengan mengikut sertakan beberapa profesi terkait.
Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna,
hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah
pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-
medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
4
mengurangi nyeri dan mengurangi symptom selain nyeri sepertimual,
muntah dan depresi. Perawatan bagi mereka yang akan segera meninggal
pertama didirikan di Inggris melalui lokakarya cicely Saunders di RS
Khusus St. Christopher, RS khusus tersebut pindah ke AS pada thn 1970-
an. RS khusus pertama di AS adalah RS New Haven yang kemudian
menjadi RS khusus Connecticut. RS tersebut kemudian menyebar ke
seluruh Negara.Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal
19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin
Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah
(Denpasar). Di RS Dr. Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh Pusat
Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan
meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care, dan
respite care.
Pengertian rawat jalan dan rawat inap sudah cukup jelas. Rawat
rumah (home care) dilakukan dengan melakukan kunjungan ke rumah-
rumah penderita, terutama yang karena alasan-alasan tertentu tidak dapat
datang ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim yang terdiri atas
dokter paliatif, psikiater, perawat, dan relawan, untuk memantau dan
memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami penderita kanker
dan keluarganya, bukan hanya menyangkut masalah medis/biologis, tetapi
juga masalah psikis, sosial, dan spiritual.
5
c. Perkembangan Hospice Care
Di Indonesia, perawatan di hospis atau Hospice care merupakan
hal yang baru. Falsafah Hospice Care adalah manusia yang menderita
harus dibantu dan diringankan penderitaannya, agar kualitas hidupnya
dapat ditingkatkan selama sakit sampai ajal, dan meninggal dengan tenang.
a. Rawat Jalan
b. Institusi
c. Hospice
d. Community Based Agency
Ruang lingkup :
6
2. Memberikan dukungan moril, spirituil maupun pelatihan praktis
dalam hal perawatan pasienbagi keluarga pasien dan pelaku rawat.
3. Memberikan dukungan moril bagi keluarga pasien selama masa duka
cita.
Tim Pelaksana Hospice Care :
1. Dokter
2. Perawat
3. Pekerja Sosial
4. Relawan
1. Standard I
Perawat mengumpulkan data kesehatan klien.
2. Standard II
Dalam menetapkan diagnosa keperawatan, perawat melakukan analisa
terhadap data yang telah terkumpul.
3. Standard III
Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan baik dari klien
maupun lingkungannya
4. Standard IV
7
Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan dengan
menetapkan intervensi yangakan dilakukan untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
5. Standard V
Perawat melaksanakan rencana intervensi yang telah di tetapkan
dalam perencanaan.
6. Standard VI
Perawat melakukan evaluasi terhadap kemajuan klien yang mengarah
ke pencapaian hasil yangdiharapkan.
1. Standard I
Kualitas asuhan keperawatan, perawat melakukan evaluasi terhadap
kualitas dan efektifitas praktik keperawatan secara sistematis
2. Standard II
Performance Appraisal, perawat melakukan evaluasi diri sendiri
terhadap praktik keperawatan yang dilakukannya dihubungkan dengan
standar praktik professional, hasil penelitian ilmiah dan peraturan
yang berlaku.
3. Standard III
Pendidikan, perawat berupaya untuk selalu meningklatkan
pengetahuan dan kemampuandirinya dalam praktik keperawatan.
4. Standard IV
Kesejawatan, perawat berinteraksi dan berperan aktif dalam
pengembangan professionalisme sesama perawat dan praktisi
kesehatan lainnya sebagai sejawat.
5. Standard V
8
Etika, putusan dan tindakan perawat terhadap klien berdasarkan pada
landasan etika profesi.
6. Standar VI
Kolaborasi, dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat
berkolaborasi dengan klien,keluarga dan praktisi kesehatan lain.
7. Standar VII
Penelitian, dalam praktiknya, perawat menerapkan hasil penelitian.
8. Standard VIII
Pemanfaatan sumber, perawat membantu klien atau keluarga untuk
memahami resiko,keuntungan dan biaya perencanaan dan pelaksanaan
asuhan keperawatan.
9
kandung kemih, maka akan timbul rangsangan untuk buang air kecil.
Jumlah urin yang dikeluarkan setiap hari sekitar 1-2 liter. Selain itu, ginjal
juga berperan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah,
mengatur kalsium pada tulang, mengatur produksi sel darah merah, dan
menghasilkan hormon seperti erythropoetin, renin, dan vitamin D.
b. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
c. Patofisiologi
10
a) Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular
Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :
2) Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi
akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat
tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap
diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga
perlu pengobatan medis.
3) Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4) Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya
sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa
metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin
dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian
ginjal. (Corwin, 1994).
11
b) Perjalanan Penyakit
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3
stadium:
1) Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap
inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada
tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan
pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti
tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
2) Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan
harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada
tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa
12
padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini
pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian
obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah
langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi
BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam
diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada
penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria
bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5
% - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala
gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas
penderita mulai terganggu.
3) Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %) Semua gejala
sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat
melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal
yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang.,
sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang
tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau
kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada
13
stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala
yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang
dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks
menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
d. Stadium Pada Gagal Ginjal Kronis
a) Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium
pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk
memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
b) Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan
perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk
mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
c) Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada
stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita
sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati
masalah ini.
d) Stadium 4
14
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai
pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan memperkuat
pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum
secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam
dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau
teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
e) Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis
atau pencangkokan ginjal.
1. Dialisis
Dua bentuk dialisis utama adalah hemodialisis dan dialisis
peritonea. Pada hemodialisis, darah kita dialihkan melalui
penyaringan yang menghilangkan bahan ampas. Darah bersih
dikembalikan ke tubuh kita. Hemodialisis umumnya dilakukan
pada pusat dialisis tiga kali seminggu untuk 3 hingga 4 jam. Pada
dialisis peritonea, sejenis cairan dimasukkan pada perut. Cairan
ini menangkap bahan ampas dari darah kita. Setelah beberapa
jam, cairan ini yang mengandung bahan ampas tubuh kita
dibuang. Kemudian, sekantong cairan baru diinfus ke perut. Kita
dapat melakukan dialisis peritonea sendiri. Bila kita memakai
dialisis peritonea yang berlangsung secara terus-menerus sebagai
rawat jalan (continuous ambulatory peritoneal dialysis/CAPD),
kita harus mengganti cairan empat kali sehari. Ada bentuk dialisis
15
peritonea lain, yang disebut dialisis peritonea terus-menerus
bersiklus (continuous cycling peritoneal dialysis/CCPD), yang
dapat dilakukan pada malam hari dengan alat yang
mengosongkan dan mengisi kembali perut secara otomatis.
2. Pencangkokan / transplantasi
Sebuah ginjal yang dapat disumbangkan oleh donor tanpa nama
yang baru saja meninggal atau dari orang yang masih hidup,
umumnya sanak saudara. Ginjal yang kita terima harus cocok
dengan tubuh kita. Semakin mirip ginjal baru dengan kita,
semakin tidak mungkin sistem kekebalan tubuh akan meningkat.
16
1. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
2. Nafas berbau ammonia
3. Ulserasi dan perdarahan mulut
4. Konstipasi dan diare
5. Perdarahan saluran cerna
e) Neurologi
1. Tidak mampu konsentrasi
2. Kelemahan dan keletihan
3. Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
4. Disorientasi
5. Kejang
6. Rasa panas pada telapak kaki
7. Perubahan perilaku
f) Muskuloskeletal
1. Kram otot
2. Kekuatan otot hilang
3. Kelemahan pada tungkai
4. Fraktur tulang
5. Foot drop
f. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin).
2. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT.
17
b) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c) Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate.
d) Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
18
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5
mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang
T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui
retensi enema.
f) Mempertahankan keseimbangan cairan; Penatalaksanaan
keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan
yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses,
drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar
untuk terapi penggantia cairan.
h. Pengertian gagal ginjal kronik terminal
Disebut gagal ginjal kronik stadium 'terminal' (akhir) bila fungsi ginjal
sudah dibawah 10-15% dan tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian
obat-obatan atau diet. Pada stadium ini ginjal sudah tidak mampu lagi
beradaptasi/mengkompensasi fungsi-fungsi yang seharusnya diemban oleh
ginjal yang sangat dibutuhkan tubuh sehingga memerlukan suatu terapi
atau penanganan untuk menggantikan fungsinya yang disebut terapi
pengganti ginjal atau Renal Replacement therapy. Terapi Pengganti
Ginjal bisa dengan metode dialysis atau metode transpantasi (cangkok)
ginjal. Metode dialysis ada 2 jenis yaitu: metode cuci darah (haemodialysis
atau disingkat HD) dan cuci perut (peritoneal dialysis, disingkat PD).
Keduanya akan diuraikan kemudian.
19
a) Manajemen diet bertujuan untuk membantu mempertahankan status
gizi yang optimal mencegah faktor- faktor pemberat, mencoba untuk
memperlambat penurunan fungsi ginjal, mengurangi dan
menghilangkan gejala yang mengganggu dan mengatur
keseimbangan elektrolit.
b) Dialistis merupakan tindakan terapi keperawatan yang harus di
lakukan oleh penderita gagal ginjal baik akut atau kronis. Dialisis
saat ini hanya mengeluarkan 48 sampai 52% dari toksin urenik, oleh
karena itu penderita tetap memerlukan pembatasan pemasukan
makanan dan minuman yang ketat serta intervensi obat-obatan untuk
mengatur aspek-aspek dari kegagalan fungsi ginjal yang lain serta
untuk mencegah terjadinya akumulasi sisa-sisa metabolisme
diantaranya waktu dialisa.
Transplantasi ginjal merupakan upaya terakhir dalam perawatan
penderita gangguan ginjal. Hal ini terutama dilakukan apabila fungsi
ginjal yang tersisa sangat sedikit bahkan tidak ada. Prinsip utama nya
adalah mengganti ginjal yang rusak dengan ginjal yang sehat lewat
proses operasi.
20
Gambar 3. Kecenderungan peningkatan prevalensi dan insidensi gagal ginjal
kronik dan ESRF di Amerika (Gilberston et al., 2005).
21
GFR (ml/min/1.73
N (1000s) %
m2)
Kerusakan ginjal
1 ³ 90 5,900 3.3
dengan GFR
Kerusakan ginjal
2 60-89 5,300 3.0
dengan sedikit ¯ GFR
22
RRT pada tahun 2000 mencapai lebih dari 31.000 orang (Wakai et al.,
2004). Di Jepang kejadian ESRF pada kelompok laki-laki lebih besar
dibandingkan pada kelompok wanita. Insidensi ESRF di Jepang tertinggi
terjadi pada kelompok umur 80-84 tahun yaitu sebesar 1432 tiap 1 juta
penduduk untuk laki-laki dan 711 tiap 1 juta penduduk untuk wanita
(Wakai et al., 2004).
Dampak Stres
Stres mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Dalam aspek
kognitif, stres dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif dengan
menurunkan atau meningkatkan perhatian pada sesuatu. Dalam aspek emosi,
stres dapat menimbulkan rasa ketakutan yang merupakan reaksi yang umum
ketika individu terasa terancam memunculkan perasaan sedih dan depresi, serta
memicu rasa marah ketika individu mengalami situasi yang membahayakan
23
atau membuat frustasi. Dalam aspek prilaku sosial stres dapat mengubah
prilaku individu dalam menghadapi orang lain.
b) Problem-Focused-Coping
Bentuk koping ini bertujuan untuk mengurangi tuntutan stresor
atau mengembangkan sumber daya dalam menghadapi tuntutan.
Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk koping ini
antara lain melakukan konfrontasi dengan menolak perubahan atau
berusaha mengubah keyakinan orang lain, bergantung pada
dukungan sosial dan melakuakan strategi pemecahan masalah yang
terencana.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia di cintai dan di
perhatikan, memiliki harga diri dan di hargai serta merupakan bagian dari
jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.
24
Dari definisi diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa sumber
dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi
dengan individu sehingga individu tersebut merasakan kenyamanan
secara fisik dan pisikologis. Orang lain ini terdiri dari:
1. Pasangan hidup
2. Orang tua
3. Saudara
4. Anak
5. Kerabat
6. Teman
7. Rekan kerja
8. Staf medis
9. Anggota dalam kelompok kemasyrakatan.
b) Bentuk Dukungan
1. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang,
pemberian barang, makanan serta pelayanan.
2. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, sarana
atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu.
3. Dukungan emosional
Membuat individu memiliki perasaan nyaman, yaki, di
perdulikan dan di cintai oleh sumber dukungan sosial sehingga
individu dapat menghadapi masalahnya dengan lebih baik.
25
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada
individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat
individu, perbandingan yang positif dengan individu lain.
d. Dukungan Spiritual
a) Anjurkan klien untuk melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
b) Ajak keluarga untuk mengikuti ibadah bersama dengan klien.
c) Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan ibadah di masyarakat,
misalnya pengajian
26
dan ketidaknyamanan yang diakibatkan dari sakit yang diderita atau
tindakan atau prosedur pengobatan terkait sakit yang diderita, gangguan
tidur, kualitas pelayanan dan perawatan, penyakit penyerta, status sosial
ekonomi dan dukungan keluarga (Cohen et al., 2007, Joan et al., 2004.
Scot et al., 2007).
1. Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya. Hal ini
dilakukan dengan berkonsultasi dengan dokter terkait.
2. Memberikan psikoedukasi mengenai arti kehidupan dan
memandang kematian sebagai suatu proses yang normal.
3. Melakukan terapi kelompok dengan sesama penderita gagal ginjal.
Tujuannya antara lain agar peserta terapi, termasuk pasien, dapat
saling memberi dukungan, berbagi pengalaman, dan mendapat
27
informasi seputar penyakit gagal ginjal dari sesama anggota
kelompok.
4. Meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh positif
selama sakit, antara lain dengan mendorong pasien agar tetap aktif
dalam berkegiatan (seperti olahraga dan bekerja) dan membuat
perencanaan terperinci mengenai rencana masa depan, termasuk
bidang pekerjaan yang akan didalami.
5. Memberikan psikoedukasi kepada keluarga pasien mengenai
pentingnya dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi
penyakitnya
28
BAB III TINJAUAN KASUS
3. 1 Kasus
Seorang Pria Bernama Tn D, Suku Sunda, Umur 35 Tahun Masuk Rumah Sakit
Pada Tanggal 12 Agustus 2014,
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum Klien : Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 X/Menit
Pernafasan : 35x/Menit
Suhu : 37,6 0c
SPO2 : 80%.
d. BB : 80 Kg
e. TB : 165 cm
29
Ginjal Kiri : Bentuk Dan Ukura Normal,Tak Tampak Batu.
Terapi :
a) Oksigen 3 Liter (Nasal Kanul)
b) Injeksi Lasix Kurang Lebih 3x2 Ampu
c) Hemobion 2x1 (250 Mg) Per Oral
Dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik Stadium Akhir (V) (Ckd Stadium V),
dan menjalani hemodialisa rutin sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang,
sekarang klien mengeluh, sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua tangan
dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh, mual-
mual, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu. Klien makan dan minum
sedikit, aktivitas berkurang, tidur terganggu karena sesak nafas, tidak ada
keluhan Nneri, hubungan klien dengan orang lain baik hubungan seksual
dengan istri terganggu akibat penyakit yang diderita oleh klien, dan keluarga
telah mengetahui mengenai penyakitnya dan telah menerimanya dengan lapang
dada, pasien dan keluarga rajin berdoa, baca Al-quran, dan sering dikunjungi
oleh ustadz.
3. 2 Pembahasan Kasus
a. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. D
Umur / Tanggal Lahir : 35 Tahun / 09 September 1977
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sunda/ Indonesia
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Nyengseret Selatan RW 03
No.RM : 1040274/12012702
Tanggal Masuk RS : 12 Agustus 2014
Tanggal Pengkajian : 12 Agustus 2014
30
Diagnosa Medis : CKD Stadium V
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. M
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan klien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Sesak Nafas
Klien mengatakan sesak nafas akan bertambah apabila klien
melakukan aktivitas berlebihan, seperti : menaiki tangga, jalan-
jalan disekitar rumah, dll dan sesak nafas akan berkurang apabila
klien berada didepan kipas angin (menghirup angin dari kipas
angin), klien merasa sesak nafas terus-menerus selama sehari
penuh, klien merasakan sesak sedang, dimana klien masih mampu
melakukan aktifitas sendiri seperti mengambil minum sendiri,
mandi, walaupun separuh aktivitas dibantu oleh keluarga seperti
mengantar ke kamar madi dam toilet,klien merasa sesak nafas pada
saat pagi, siang, dan malam hari atau terus menerus merasakan
sesak nafas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua
tangan dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan
berwarna keruh, mual-mual, nafsu makan menurun, lemah, letih,
lesu, pusing.
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan sering kerumah sakit untuk melakukan
hemodialisa, dan mengontrolkan diri kedokter.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga dan pasien mengatakan tidak ada yang mengalami
penyakit penyakit ginjal, jantung, dan hipertensi, diabetes mellitus,
dll.
3. Pola Persepsi
Pasien mengatakan dirinya mengalami gagal ginjal dan mengetahui
tentang gagal ginjal yang dideritanya. Pasien tahu apa yang
31
menyebabkan terjadinya gagal ginjal, akibat lanjut gagal ginjal dan
tahu tentang cara perawatannya. Selama ini pasien mengatakan sering
minum minuman keras (alkohol) dan jarang minum air putih.pasien
tidak menghiraukan tentang kesehatannya. Setelah sakit, baru
menyadari dan menyesali perbuatan buruknya serta berobat ke sarana
kesehatan.
4. Pola nutrisi metabolik
a. Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari, makan habis satu
porsi, mengkonsumsi nasi, lauk, buah, nafsu makan baik, minum
air putih 6-8 gelas sehari.
b. Setelah sakit : pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak
habis 1 porsi, habis 2-3 sendok makan. Minu, Pasien merasa
mual-mual, sehingga nafsu makan menurun.
5. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : BAB 1 kali sehari, warna kuning,
konsistensi lunak, BAK warna kuning jernih, tidak sakit.
b. Selama sakit : BAB 1 kali / 3 hari, konsistensi sedikit keras,
BAK lewat selang kateter, warna keruh.
6. Pola latihan dan aktivitas
a. Sebelum sakit : melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan orang lain.
b. Selama sakit : aktivitas dibantu oleh keluarga, karena sesak nafas,
klien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan
menegeluh lemah, letih dan lesu.
7. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : pasien tidur 7 jam pada malam hari dan
kadang-kadang tidur siang, 30 menit – 1 jam perhari.
b. Selama sakit : pasiensusah tidur dan kadang tidak tidur karena
sesak nafas yang dialaminya.
8. Pola persepsi sensori dan kognitif
Sebelum sakit dan selama sakit daya ingat klien bagus, tidak ada
keluhan nyeri maupun yang berkaitan dengan kemampuan sensasi.
9. Pola hubungan dengan orang lain
Sebelum dan selama sakit, hubungan pasien dengan orang lain baik.
32
Hubungan seksual dengan istri terganggu, terkait penyakit yang
dialami oleh klien, sehingga menghambat hubungan suami
istri.Namun pasien mengatakan mampu mengontrol nafsu seksualnya.
11. Riwayat psikososial
a. Pola konsep diri
Keluarga pasien dan pasien menerima penyakit yang diderita
pasien serta berusaha untuk melakukan perawatan yang terbaik
demi kesembuhan pasien.
b. Pola kognitif
Keluarga pasien dan pasienmengetahui tentang penyakit yang
diderita pasien.
c. Pola koping
Keluarga pasien dan pasien sempat khawatir dalam menghadapi
penyakit yang diderita pasien terlebih lagi tentang pembiayaan
(obat serta cuci darah).
12. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan Pasien Beribadah
Pasien beragama Islam, pasien rajin solat dan berdoa ditempat tidur
serta setiap malam pasien membaca Al-quran (pasien mengatakan
bahwa Tuhan adalah kekuatannya dan tempatnya mengadu).
b. Dukungan Keluarga Pasien
Keluarga sering berdoa dan membacakan ayat Al-quran ketika
mengunjungi pasien serta mengundang ustadz atau kyai untuk
datang mendoakan pasien.
c. Ritual Yang Biasa Dijalankan Pasien
Solat, berdoa, dan membaca Al-quran.
13. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien : Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernafasan : 35x/menit
Suhu : 37,6 0C
SPO2 : 80%.
BB : 80 kg
TB : 165 cm
d. Sistem Kardivaskuler
33
Jantung berada dibagian depan rongga mediastinum, iktus cordis
tak tampak, iktus cordis teraba di IC VI linea mid clavicula,
bunyi redup dan bunyi tambahan.
e. Sistem Pencernaan
Bentuk perut buncit, tidak ada massa, nteri tekan, bising usus
11x/menit.
f. Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot menurun, tidak ada kelainan tulang, adanya edema
pada kaki dan tangan, kekuatan otot masing – masing tangan dan
kaki, pada skala 4 (kekuatan cukup kuat tapi bukan kekuatan
penuh). (kekuatan otot skala menggunakan lovette’s, dengan nilai
0 - 5).
g. Sistem Endokrin
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada
tangan dan kaki, Wajah sedikit bengkak.
h. Sistem Integumen
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada
tangan dan kaki, CRT > 3 Detik, kulit diraba hangat.
i. Sistem Neurologi
Tingkat kesadaran pasien apatis.
j. Sistem Reproduksi
Tidak Ada Masalah.
k. Sistem Perkemihan
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh.Pasien
menggunakan foley cateter.
l. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Tgl : 12 Agustus 2014
Ureum : 202,32
Kreatinin : 18,5 mg/dl
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC : 5,5 x 103 / ?l
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
2. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil rontgen thorax
COR: Apeks jantung bergeser ke laterokauadal
34
CTR tidak dapat dinilai
Pulmo:
Tampak bercak keturunan pada pulmo
Diafragma kanan setingi kosta IX posterior
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Adanya cairan dirongga alveolus
Kesan:
Suspek kardiomegali (CV).Adanya dalam pulmo.
3. Pemeriksaan USG :
Ginjal kanan : Bentuk normal, batas kortiko meduler
tampak tidak jelas, ekogenitas parenkim hiperecoic, tak
tampak batu.
Ginjal kiri : Bentuk dan ukura normal,tak tampak
batu.
b. Analisa Data
35
Hasil pemeriksaan fisik paru :
simetris statis dinamis Pola nafas
taktil fremitus teraba kanan dan tidak efektif
kiri lemah, redup, ronkhi basah
hasil rontgen : adanya cairan di
rongga alveolus.
36
Terjadi
DO : perpindahan cairan
Edema pada tangan dan kaki Dari intravaskuler
Turgor kulit tidak elastis ke interstitial di
CRT lebih dari 3 detik. perifer
BB : 80 kg
Ureum 202,32 mg/dl Cairan interstitial
meningkat
kelebihan volume
cairan
4 DS : Kerusakan fungsi Gangguan
Klien mengatakan mual-mualn ginjal nutrisi kurang dari
nafsu makan berkurang. kebutuhan tubuh
BUN, kreatinin
DO : meningkat
Klien makan porsi sedikit, tidak
habis 1 porsi, habis 2-3 sendok Produksi sampah
makan. dialiran darah
Ureum : 202,32
Kreatinin : 0,10 Masuk dalam
SGOT : 19 saluran
SGPT : 30 gastrointestinal
WBC : 5,5 x 103 /
RBC : 3,90 Nausea
HGB : 10,7 Vomitus
HCT : 32,5%
37
GDS : 161 Gangguan nutrisi
Diet : kurang dari
Uremia 170 kkal kebutuhan tubuh
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam
DO : Berdoa dan
Klien dan keluarga tampak membaca Al-quran
berdoa, solat dan membaca al-
quran dan sering dikunjungi Kedekatan
oleh ustadz/ kiyai dengan Tuhan
Memiliki
hubungan yang
baik dengan Tuhan
6 DS : Klien dan Kualitas
Klien dan keluarga mengatakan keluarga hidup meningkat
tetap menjalani perawatan untuk
kesembuhan pasien dan terus memiliki
hidup dengan penuh semangat Semangat Hidup
dengan menjaga pola makan,
dan pola hidup Menghadapi
penyakit dengan
DO : sabar
Klien dan keluarga tampak
tenang menghadapi perawatan Pasrah kepada
yang melelahkan Tuhan
38
Kualitas hidup
meningkat
3. 3 Diagnosa Keperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Edema Paru.
2. Gangguan Perfusi Jaringan Berhubungan Dengan Suplai Oksigen Ke
Jaringan Menurun.
3. Kelebihan Volume Cairan Berhubungan Dengan Input Cairan Lebih
Besar Dari Pada Output.
4. Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan
Dengan Intake Tidak Adekuat.
5. Memiliki Hubungan Yang Baik Dengan Tuhan Berhubungan Dengan
Kepasrahan Dan Kesabaran Dalam Menghadapi Tingkat Penyakit
Yang Dialami Oleh Pasien (Gagal Ginjal Kronik Tahap Akhir/Stadium
V).
6. Kualitas Hidup Meningkat Berhubungan Dengan Kemampuan Pasien
Dan Keluarga Dalam Menghadapi Sulitnya Menjalani Hidup Dengan
Penyakit Yang Berat.
3. 4 Intervensi Keperawatan
NO TUJUAN DAN
RENCANA RASIONAL
DX KRITERIA HASIL
Tujuan : a. Auskultasi bunyi nafas, a. menyatakan adanya
pola nafas kembali
catat adanya crakles pengumpulan sekret
normal/stabil b. Ajarkan klien batuk b. membrsihkan jalan
Kriteria hasil :
efektif dan nafas dalam nafas dan
Klien tidak mengalami
c. Atur posisi senyaman
memudahkan alirfan
dyspnea
mungkin
oksigen
d. Batasi untuk
c. mencegah terjadimya
beraktivitas
sesak nafas
e. Anjurkan diet
d. mencegah sesak atau
hipertonis
hipoksia
f. kolaborasi pemberian
e. mengurangi edema
oksigen
paru
39
f. perfusi jaringan
adekuat.
Tujuan : a. Selidiki adanya tanda a. Mengetahui penyebab
Perfusi jaringan b. Edema merupakan
anemia
adekuat b. Observasi adanya penyebab
Kriteria hasil : c. Meningkatkan
edema ekstremitas
CRT kurang dari 2
c. Dorongan latihan aktif sirkulasi perifer
detik. d. Meningkatkan suplai
dengan rentang gerak
oksigen
sesuai toleransi
d. Kolaborasi pemberian
oksigen
a. Kaji status cairan a. Mengetahui status
dengan menimbang BB cairan, meliputi input
perhari, keseimbangan dan output.
b. Pembatasan cairan
masukan dan keluaran,
Tujuan : akan menentukan BB
turgor kulit Tanda-tanda
Volume cairan dalam ideal, keluaran urine,
vital
keadaan seimbang b. Batasi masukan cairan dan respon terhadap
c. Jelaskan pada pasien
terapi.
Kriteria hasil : dan keluarga tentang c. Pemahaman
Tidak ada edema, pembatasan cairan. meningkatkan
keseimbangan antara d. Anjurkan pasien / ajari
kerjasama klien dan
input dan output cairan klien untuk mencatat
keluarga dalam
penggunaan cairan
pembatasan cairan.
terutama pemasukan d. Mengetahui
dan keluaran. keseimbangan input
dan output.
4. Tujuan : a. Awasi konsumsi a. Mengidentifikasi
Mempertahankan
makanan / minuman kekurangan nutrisi
masukan nutrisi yang b. Perhatikan adanya mual b. Menurunkan
adekuat dengan muntah pemasukan dan
Kriteria hasil : c. Berikan makanan
memerlukan
Menunjukan protein
sedikit tapi sering
intervensi
albumin stabil. d. Berikan diet protein 0.6
c. Porsi lebih kecil dapat
hd/kg BB
40
e. Berikan perawatan meningkatkan
mulut sering masukan makanan
d. Meningkatkan protein
albumin
e. Menurunkan
ketidaknyamanan dan
mempengaruhi
masukan makanan.
5 Tujuan : a. Rajin melakukan doa a. Mendekatkan diri
Memelihara hubungan b. Rajin membaca al-
pada Tuhan (membina
baik dengan Tuhan. quran
hubungan yang baik
c. Rajin melakukan hal-
dengan Tuhan melalui
hal yang berkaitan
doa).
dengan kerohaniaan.
b. Menenangkan diri
dengan melihat dan
merengungkan
ajaran-ajaran Tuhan.
c. Meningkatkan
keimanan dengan
melibatkan diri
dengan hal-hal yang
berkaitan dengan
kerohaniaan.
6 Tujuan : a. Mampu a. Menghadapi segala
Mempertahankan
mengendalikan sesuatu dengan
kualitas hidup yang
masalah tenang
baik. b. Menghadapi b. Mampu
perawatan dengan mengendalikan stress
tabah dan sabar dengan baik.
41
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Makalah ini berisi tentang Palliative Care pada penderita gagal ginjal
kronik. Diharapkan perawat dapat mengetahui lebih lagi mengenai Palliative
Care dan cara penanganan pada pasien penderita gagal ginjal kronik, tidak
hanya tindakan medis tetapi penanganan pada psikis penderita (Meningkatkan
kualitas hidup penderita) dan keluarga dan dapat melakukan komunikasi
terapeutik.
4.2 Saran
1. Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dan
pengetahuan tentang penyakit Gagal Ginjal Kronis serta dapat menjadi
pemicu untuk melakukan tindakan pencegahan dini terhadap Penyakit
Gagal Ginjal Kronis.
2. Bagi petugas perawatan diharapkan makalah ini dapat menjadi informasi
tambahan mengenai penyakit Gagal Ginjal Kronis sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan dapat menjadi sarana
informasi bagi klien/ masyarakat dalam memberikan pendidikan
kesehatan.
3. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat ikut serta untuk melakukan
promosi kesehatan atau penyuluhan tentang Penyakit Gagal Ginjal Kronis
kepada masyarakat.
42
DAFTAR PUSTAKA
Anderson , Ian .D : Care of the Critically Ill Surgical Patient, 1999, The
Royal College of Surgeons of England
Rivet E.B and Coopersmith C.M : Critical Care, in The Washington MANUAL
OF surgery, 5th ed. , Ed. Klingensmith M.E, Lie E.C, Glasgow S.C et al,
2008, Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia, p. 134 – 52.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical–surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku
asli diterbitkan tahun 1996)
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa :
Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun
1999)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta:
EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994
(Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2001
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa :
Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun
1999)
43
44