Anda di halaman 1dari 11

LA KILAPONTO ” OMPUTO

MEPOKONDUAGHONO “GHOERA”

Rate This

Lakilaponto Raja Muna VII ( 1538- 1541 M ) putera


Raja Muna VI Sugi Manuru, adalah manusia yang fenomenal. Dia
memimiliki kesaktian yang tinggi, ahli strategi perang, piawai dalam
berdiplomasi serta pakar ketata negaraan. Karena kepiawaiannya tersebut
LA KILAPONTO pernah memimpin lima kerajaan besar dalam waktu
bersamaan, hal ini dijelaskan dalam dokumen koleksi Belanda “ Adapun
tatkala Murhum menjadi raja di Negeri Buton ini, tatkala dikaruniai
Murhum, maka menjadilah sekalian Negeri, karena ia raja La Kilaponto
membawahi negeri yang besar yaitu Buton dan Wuna, jadi ikut sekalian
negeri seperti kaledupa dialihkan, Mekonggo dialihkan, dan kabaena di
Alihkan. Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum” ( Koleksi
Belanda, hal 1 ). Karena itulah LA KILAPONTO dikalangan masyarakat
muna di beri gelar ‘ mepokonduaghono Ghoera’ artinya orang yang
menggabungkan Negeri/Kampung.
Dari semua kerajaan yang pernah dipimpinnya, hanyalah di kerjaan Buton
LA KILAPONTO memerintah cukup lama yaitu 46 tahun ( 1538 – 1584
M ). Di kerajaan Muna LA KILAPONTO menjadi raja kurang lebih 3
tahun ( 1538 – 1541 M ), setelah itu dilanjutkan oleh adiknya LA
POSASU sebagai Raja Muna VIII. Sedangkan di kerajaan-kerajaan
lainnya tidak ada catatan sejarah yang mengungkapkan berapa lama LA
KILAPONTO menjadi Raja di kerajaan tersebut serta bagaiman proses
penyerahan kekuasaan pasca LA KILAPONTO.
LA KILAPONTO menjadi Raja pada kerajaan – kerajaan itu bukan karena
invasi, tetapi karena kharisma beliau atau penghargaan karena berhasil
melakukan sesuatu yang besar dinegeri tersebut. Hal ini dapat dilihat
setelah beliau menjadi Penguasa di negeri itu dia tidak berusaha untuk
menjadikan negeri itu sebagai koloni atau bagian dari Kerajaan Muna,
tetapi membiarkan tetap merdeka dan Berdaulat. Padahal bila mau LA
KILAPONTO dapat saja menggabung kerajaan-kerajaan tersebut dibawah
kerajaan Muna karena sebagai raja dia punya kekuasaan yang besar.
LA KILAPONTO dikenal mewarisi ilmu yang diturunkan oleh
ayahandanya SUGI MANURU di bidang Tata Negara, diplomasi dan
strategi perang. Potensi yang dimiliki LA KILAPONTO tersebut telah
dilihat oleh ayahandanya SUGI MANURU. Olehnya itu sebelum
dinobatkan menjadi Raja Muna LA KILAPONTO ditugaskan untuk
melaksanakan misi diplomasi dibeberapa kerajaan seperti Todore, Ternate,
Banggai dan Luwu. ( Lakimi; Sejarah Muna, Jaya Press Raha). Misi
diplomatik yang dilakukan LA KILAPONTO sangat sukses, sebab beliau
dapat meyakinkan kerajaan-kerajaan yang dikunjunginya untuk menjalin
kerja sama dengan kerajaan Muna. Hal ini dibuktikan setelah kunjungan
diplomatik tersebut sudah tidak ada lagi gangguan keamanan dan
kedaulatan Kerajaan Muna yang datang dari kerajaan-kerajaan tersebut.
Kepakaran LA KILAPONTO dalam bidang ketatanegaraan dapat dilihat
saat beliau menjaddi penguasa di suatu negeri. Selain Hal ini dapat dilihat
pada saat ,menjadi Raja di suatu kerajaan beliau melakukan penataan
sisten ketata negaraan Kerajaan tersebut. Beliau juga menanamkan falsafa
atau nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti
yang diajarkan oleh SUGI MANURU yaitu ;
Pobini-biniti kuli, ( saling tengang rasa )
Poangka-angka tau, ( Saling harga-menghargai )
Poma-masigho, ( Saling sayang- menyayangi )
Poadha-adhati. (Saling menghormati )
Keempat prinsip dasar diatas wajib dipahami dan dijalankan oleh setiap
warga kerajaan dalam hal ini termasuk juga Raja dan aparat kerajaan
lainnya.
LA KILAPONTO juga menyebar luaskan konstitusi Negara kerajaan
Muna pada kerjaan-kerajaan yang dipimpinnya Yaitu :
Hansuru –hansuru badha Sumano kono hansuru liwu ( Biarlah badan
binasa asal Negara tetap berdiri ).
Hansuru-hansuru Liwu Sumano kono hansuru Ahdati ( kalaupun Negara
harus bubar adat tetap harus dipertahankan ).
Hansuru-hansuru Adhati sumano Tangka Agama ( Kalupun adat tidak bisa
lagi dipertahankan, agama harus tetap ditegakkan ).
Falsafah dasar dan Konstitusi kerajaan Muna yang telah di ajarkan oleh
Ayahandanya Raja Muna VI Sugi Manuru kemudian disebar luaskan pada
kerajaan-kerajaan yang pernah dipimpin oleh LA KILAPONTO. Tentu
saja falsafa dasar dan konstitusi tersebut diadaptasi dengan nilai-nilai yang
dianut oleh masyrakat setempat dalam hal ini termasuk nilai-nilai Islam
sebelum dijadikan sebagai Konstitusi Kerajaan. Sikap toleransi terhadap
masuknya nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat local dan nilai- nilai
agama yang positif merupakan strategi untuk menghindari konflik dan
penolakan masyarakat terhadap ajaran itu. Misalnya Konsitusi pada
Kerajaan / kesultanan Buton yang diproklamirkan pada masa Sultan Buton
IV DAYANU IKSANUDDIN (1597- 1631 M) yang mesakukan nilai-nilai
Islam. Konstitusi Kesultanan Buton itu dikenal dengan Martabat Tujuh.
DAYANU IKHSANUDDIN adalah cucu LA KILAPONTO dari putrinya
PARAMASUNI yang bersuamikan LA SIRIDATU.
Menurut A.E. saidi dalam makalahnya pada Simposium Internasionel
Pernaskahan Nusantara IX di Baruga Keraton Buton 5 – 8 Agustus 2005,
Martabat Tujuh di Undangkan oleh Sapati LA SINGGA pada tahun 1610
M di depan Masjid Agung Keraton. Inti dari Konstitusi Martabat Tujuh
yaitu ; 1) Pomae-maeyaka; 2) Popiara-piara’ 3) Po maa-maasiaka. 4)
Poangka-angkataka. Keempat nilai dasar dari Konstitusi martabat Tujuh
memiliki makna yang sama dengan apa yang diajarkan oleh Raja Muna VI
SUGI MANURU pada tahun 1438 M. Demikian pula tatanan
pemerintahan yang dianut kesultanan Buton seperti yang termuat dalam
Martabat Tujuh juga merupakan sisten dan tatanan pemerintahan yang
diterapkan oleh Kerajaan Muna sejak jaman SUGI MANURU Raja Muna
VI ( Baca; Sugi Manuru ) .
Selain alhi di bidang Tata Negara, LAKILAPONTO juga piawai dalam
bidang diplomasi serta ahli dalam strategi perang. Kemampuan diplomasi
LA KILAPONTO dibuktikan dengan dapat mendamaikan konflik dua
kerajaan besar di jazirah Pulau Sulawesi bagian Tenggara yaitu kerajaan
Konawe dan Mekongga. Konflik kedua kerajaan tersebut telah
berlangsung lama dan telah banyak menelan korban nyawa dan harta. Oleh
LA KILAPONTO konflik tersebut diselesaikan hanya dalam waktu
delapan hari, sehingga di kedua kerajaan tersebut LA KILAPONTO di beri
gelar “HALUOLEO” yang artinya delapan hari. Karena sukses
mendamaikan konflik tersebut, LA KILAPONTO dinikahkan dengan Putri
Raja Konawe yang bernama ANAWAY ANGGUHAIRAH serta
dinobatkan menjadi Raja Konawe.
Sebagai mana kerajaan-kerajaan kuno lainnya, LA KILAPONTO
menjalankan strategi diplomasinya melalui perkawinan. Dalam beberapa
sejarah ditulis selama hidupnya La Kilaponto melakukan perkawinan
sebanyak 5 kali, berturut-turut putri yang dikawininya adalah :
1. WA TAMOIDONGI ( Putri Raja Buton V LA MULAE)
2. WA ANAWAY ANGGUHAIRAH ( Putri kerajaan Mekongga )
3. Putri raja Jampea
4. Putri Raja selayar OPU MANJAWARI
5. WA SAMEKA ( Putri Sangia YI TETE )
Dari masing-masing perkawinannya tersebut, LA KILAPONTO/SULTAN
KAIMUDDIN KHALIFATUL KHAMIS/SULTAN MURHUM
memperoleh putra dan putri yaitu :
1. perkawinan dengan WA TAMPOIDONGI tidak memperoleh anak
2. perkawinan dengan ANAWAI ANGGUHAIRAH memperoleh 3 orang
puteri yaitu WA ODE POASIA, WA ODE LEPO-LEPO dan WA ODE
KONAWE.
3. perkawinan dengan putri raja Jampae memperoleh 1 orang putera yang
bernama LA TUMPARASI (Sangia Boleko)
4. perkawinan dengan putri raja Selayar memperoleh 1 orang putera yang
bernama LA SANGAJI (Sangia Makengkuna)
5. Perkawinan dengan Wa Sameka memperoleh 4 orang puteri yaitu
Paramasuni (istri LA SIRIDATU putra Raja Batauga), Wasugirampu (istri
LA GALUNGA cucu Raja Buton V), WABUNGANILA (istri LA
KABAURA putra raja Batauga) dan WABETA (istri LA SONGO raja
Kambe-kambero)
Sedangkan kemampuan strategi perangnya dibuktikan saat menumpas
pemberontak LA BOLONTIO yang berasal dari Tobelo. LABOLONTIO
terkenal sakti dan sangat kejam sehingga Kerajaan Buton tidak mampu
lagi menghadapinya. Raja Buton saat itu LA MULAE dan segenap
rakyatnya telah putus asa sehingga memaksa dia membuat sayembara. Isi
dari sayembara tersebut adalah ‘ barang siapa yang dapat menumpas
pemberontakan Labolontio akan dikawinkan dengan salah satu putri Raja ’
yang bernama WA TAMPOIDONGI. WA TAMPOIDONGI terkenal
sangat cantik dan menjadi rebutan petinggi-petinggi Kerajaan Buton dan
kerajaan-kerajaan tetangga.
Sayembara yang dibuat oleh Raja Buton LA MULAE tersebut
mengundang minat satria-satria di kerajaan tetangga untuk ambil bagian.
Mereka sangat tertarik untuk mempersunting putrid Raja yang
kecantikannya sudah terkenal di mana-mana. Salah seorang petinggi
kerajaan tetangga yang mengikuti sayembara tersebut adalah Raja Selayar
dan Raja Jampea.
Sudah sekitar satu tahun sayembara dibuka, para peserta sayembara telah
mengeluarkan segala kemampuannya, namun tidak ada satupun dari satria-
satria yang ikut dalam kompetisi tersebut yang dapat menumpas
Labolontio. Bahkan Labolontio dan pasukannya semakin merajalela dan
telah menguasai beberapa wilayah Kerajaan Buton . Bukan saja itu bahkan
Labolontio sudah mengancam kerajaan-kerajaan tetangga Buton termasuk
Kerajaan Muna.
Kabar semakin mengganasnya Labolontio dan pasukannya ikut
meresahkan LAKILAPONTO yang baru saja dilantik menjadi Raja Muna
VII. Olehnya itu LA KILAPONTO meminta saran dari Ayahandanya
SUGI MANURU dalam menyikapi ancaman tersebut. Setelah mendengar
masukan-masukan dari LAKILAPONTO dan beberapa petinggi kerajaan,
SUGI MANURU Raja Muna VI menyarankan pada LA KILAPONTO
untuk segera pergi ke Buton, menumpas LABOLONTIO sekaligus
menyelamatkan Negeri Buton dari kehancuran. Jadi keikutsertaan
LAKILAPONTO dalam menumpas LABOLONTIO bukan untuk
mengikuti sayembara yang dibuka oleh Raja LA MULAE tetapi
melakukan misi Kerajaan Muna untuk menyelamatkan Negeri Muna dari
ancaman LABOLONTIO sekaligus menyelamatkan Negeri Buton.
Sesampainya di Buton dengan tanpa terlebih dahulu menghadap pada Raja
LA MULAE, LA KILAPONTO langsung menyusuri pantai, mencari
LABOLONTIO, orang yang telah yang membuat Raja Buton dan segenap
rakyatnya kalang kabut dan tidak berdaya. Selain itu aksi yang dilakukan
LABOLONTIO dalam melakukan terror pada kerajaan Buton juga
meresahkan Kerajaan-kerajaan lain yang bertetangga dengan Buton
termasuk Muna. Sebagai Raja yang lagi berkuasa di Kerajaan Muna LA
KILAPONTO bertanggung jawab untuk segera menghentikan sepak
terjang LABOLONTIO agar tidak meluas di Kerajaan Muna. Dalam
hitungan hari saja LA KILAPONTO sudah menemukan LABOLONTIO
hingga terjadi adu tanding.
Dalam pertarungan di pasisir Kerajaan Buton, LABOLONTIO di buat
bertekuk lutut bahkan mati ditangan LA KILAPONTO. Sebagai bukti
telah membunuh LABOLONTIO, LA KILAPONTO membawa kepala LA
BOLONTIO di hadapan Raja Buton LAMULAE. Maksud
LAKILAPONTO menghadap Raja LA MULAE adalah untuk
menyampaikan bahwa Kerajaan Buton saat ini telah aman sebab pengacau
keamanan telah berhasil di bunuhnya sekaligus berpamitan untuk pulang
ke Muna meneruskan tugasnya sebagai Raja Muna. LA KILAPONTO
tidak menuntut apapun dengan apa yang telah di lakukannya. LA
KILAPONTO berpikir misinya menumpas LABOLONTIO selain
membantu kerajaan Buton yang berada dalam ambang kehancuran, juga
menjaga keamanan dan kedaulatan Kerajaan Muna dari gangguan pihak
luar.
Lain dengan Raja Buton LA MULAE dan segenap rakyatnya, LA
KILAPONTO oleh mereka dianggap telah berjasa menyelamatkan
Kerajaan Buton dari gangguan keamanan. Untuk itu LABOLONTIO
berhak mendapatkan hadia seperti isi dari sayembara yang telah dibuat
Raja LA MULAE. Sebagai Raja, LAMULAE harus tetap konsisten
menjalankan apa yang telah diucapkan. Untuk itu pernikahan antara
LAKILAPONTO dan Putri Raja WA TAMPOIDONGI tetap harus
dilaksanakan.
Dengan rasa berat dan penghargaan terhadap Raja Buton LAMULAE,
akhirnya LAKILAPONTO menerimah untuk dinikahkan dengan putrid
raja seperti isi sayembara yang di buat Raja LAMULAE. Namun demikian
LA KILAPONTO tetap mengajukan syaraat bahwa setelah pernikahan
dilaksanakan dia tetap kembali ke Kerajaan Muna untuk menjalankan
tugasnya sebagai Raja Muna. Persyaratan itu diterimah dan pernikahan
keduanya pun dilaksanakan. Setelah prosesi pernikahan dilaksanakan LA
KILAPONTO langsung berpamitan untuk Kembali Ke Kerajaan Muna
sedangkan isrinya di tinggal di Kerajaan Buton bersama Orang tuanya.
Belum cukup satu tahun Menjalankan pemerintahanya sebagai Raja Muna
setelah menumpas LABOLONTIO, Raja Buton V LA MULAE meninggal
dunia. Karena raja LA MULAE tidak memiliki anak Laki-laki, maka
petinggi-petinggi Kerajaan Buton bersepakat untuk mengangkat LA
KILAPONTO sebagai Raja Buton VI menggantikan LA MULAE.
Kesepakatna para petinggi Kerajaan Buton tersebut kemudian di
sampaikan pada LA KILAPONTO dengan cara mengutus beberapa utusan
untuk datang ke kerajaan Muna. Awalnya LA KILAPONTO merasa
sangat berat menerima kesepakatan yang telah dibuat oleh para petinggi
Kerajaan Buton untuk menjadi Raja di kerajaan Buton, karena saat itu LA
KILAPONTO sedang menjadi raja di kerajaan Muna dan Kerajaan
Konawe.
Atas saran Ayahandanya dan melalui pertimbangan yang matang, akhinya
LA KILAPONTO mau menerima untuk menjadi Raja di Kerajaan Buton.
Dengan diterimahnya menjadi Raja Buton, maka secara otomatis pada saat
itu LA KILAPONTO menjadi Raja di tiga kerajaan besar di Sulawesi
Tenggara yaitu Kerajaan Buton, Kerajaan Muna dan Kerajaan Konawe,
karena itulah oleh masyarakat Muna LA KILAPONTO mendapat gelar
‘Omputo Mepokonduaghoono Ghoera ’ artinya orang yang mengawinkan
Negeri/Kampung.
Pada sebuah hikayat disebutkan, saat LA KILAPONTO menjadi Raja di
Kerajaan Muna, Buton dan Konawe, kerajaan-kerajaan lainya yaitu
Kerajaan kaledupa, Kerajaan Mokole dan Mekongga ikut menggabungkan
diri dibawa kekuasaan LA KOLAPONTO, sebagai mana kutipan berikut
‘Adapun tatkala Murhum menjadi raja di Negeri Buton ini, tatkala
dikaruniai Murhum, maka menjadilah sekalian Negeri, karena ia raja La
Kilaponto membawahi negeri yang besar yaitu Buton dan Wuna, jadi ikut
sekalian negeri seperti kaledupa dialihkan, Mekongga dialihkan, dan
kabaena di Alihkan. Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum” (
Koleksi Belanda, hal 1 ).
Selama tiga tahun LAKILAPOTO menjadi raja di lima kerajaan tersebut,
nilai-nilai Islam yang seberbakan seorang Ulama dari Arab SYEKH
ABDUL WAHID dan di bantu seorang imam dari Patani yang bernama
FIRUS MUHAMMAD mulai mempengaruhi istana Kesultanan Buton.
Setelah Islam diterima di Istana dan LAKILAPONTO telah memeluk
Islam, maka pemerintahan Buton berubah menjadi kesultanan dan
LAKILAPONTO dilantik menjadi Sultan dengan bergelar Sultan
MURHUM/ SULTAN KAIMUDDIN KHALIMATUL KHAMIS.
Menyusul berubahnya Buton menjadi Kesultanan (948 H/ 1542 M ),
LAKILAPONTO kemudian menyerahkan jabatannya pada kerajaan-
kerajaan lainnya. Misalnya di Kerajaan Muna, LAKILAAPONTO
menyerahkan jabatannya kepada adiknya LA POSASU untuk menjadi
Raja Muna VIII. sedangkan dikerajaan-kerajaan lainnya tidak ada data
yang pasti bagai mana proses penyerahannya. Namun yang pasti pada saat
itu juga Kerajaan Konawe dan kerajaan-kerajaan lainya yang pernah di
pimpin LAKILAPONTO telah memiliki raja sendiri-sendiri. Walaupun
LAKILAPONTO pernah memimpin kerajaan-kerajaan tersebut, namun
setelah dia melepaskan jabatannya, LAKILAPONTO tetap mengakui
kerajaan-kerajaan tersebut sebagai Negara merdeka dan berdaulat.
Setelah LAKILAPONTO Menjadi SULTAN di Kesultanan Buton dan
adiknya LA POSASU menjadi Raja Muna VIII, kedua bela pihak
mengadakan perjanjian. Isi dari perjanjian tersebut adalah wilayah
kerajaan Muna bagian Selatan yang terdiri dari Mawasangka dan GU
diserahkan ke Buton. Sebagai gantinya, Wialayah pesisir Barat Buton
bagian Utara yaitu Wakorumba dan Kambowa diserahkan pada Muna.
Termasuk dalam perjanjian itu kesepakatan untuk saling membantu dan
bekerja sama bila kedua kerajaan menghadapi situasi pelik, termasuk
ancaman dan intervensi dari luar ( La kimi- Sejarah Muna, Jaya pres
Raha).
Hubungan persaudaraan di antara kedua Kerajaan- kerjajaan yang pernah
dipimpin oleh LA KILAPONTO, terjalin hangat selama kurang lebih 3,5
abad. Namun, Setelah Kesultanan Buton bekerja sama dengan Kolonial
Belanda dan dalam kerangka politik pecah belah, pemerintah kolonial
Belanda bersama Sultan Buton LA ODE FALIHI, secara sepihak membuat
perjanjian yang disebut Korte Verklaring pada 2 Agustus 1918 (Jules
Couvreur , Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna- Artha Wacana Press,
Kupang, Nusa Tenggara Timur, 2001).
Perjanjian sepihak tersebut tidak pernah diakui oleh Raja Muna.
perlawanan terhadap perjanjian Korte Verklaring ditunjukan oleh raja
Muna LA ODE DIKA gelar OMPUTO KOMASIGINO yang tidak
mematuhi perjanjian tersebut termasuk membayar pajak kepada Sultan
Buton seperti yang diatur dalam perjanjian Korte Verklaring . Raja Muna
LA ODE DIKA juga tidak mau tunduk saat bertemu dengan Sultan Buton.
Bahkan LA ODE DIKA mengangkat telunjuknya seakan mengancam saat
bertemu dengan Sultan Buton di Istana Sultan Buton. Sikap Raja LA ODE
DIKA tersebut oleh Sultan Buton di adukan kepada penguasa colonial
Belanda di Makassar. Akibatnya LA ODE DIKA di pecat kemudian
penguasa colonial Belanda di makkasar menunjuk LA ODE PANDU
sebagai Raja Muna menggantukan LA ODE DIKA.
LA KILAPONTO / SULTAN MURHUM / SULTAN KAIMUDDIN
KHALIFATUL KHAMIS Putra Raja Muna SUGIMANURU Yang Agung
mengakhiri masa pemerintahannya di Kesultanan Buton karena wafat
tahun 1584 setelah memerintah lebih kurang 46 tahun ( sebagai raja Buton
VI selama 3 tahun dan sebagai Sultan I selama 43 tahun ), dan menjadi
Raja Muna selama tiga tahun ( (1488- 1491 M ),. Setelah LA
KILAPONTO / SULTAN MURHUMIN / SULTAN KAIMUDDIN
KHALIFATUL KHAMIS meninggal dunia, Sara Kesultanan Buton
memilih LA TUMPARASI (Sangi Boleka) Putranya dari perkawinannya
dengan Putri Raja JAMPEA ( Suku Bajo ? ) sebagai sultan Buton II dan
dilantik pada tahun itu juga.

Anda mungkin juga menyukai