Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dengan munculnya berbagai macam permasalahan dan perkembangan teknologi
yang pesat, organisasi bisnis dihadapkan pada tantangna yang sangat besar. Setiap
organisasi dituntut untuk berkompetisi dan meningkatkan daya saingnya demi bertahan di
era yang semakin maju dalam bidang teknologi, komunikasi dan informasi. Kemampuan
suatu organisasi untuk berkompetisi tentunya perlu didukung dengan adanya individu
individu yang mampu membuat organisasi tumbuh dan bersaing. Ilmu yang dimiliki oleh
setiap individu dalam organisasi dapat menjadi kunci keberhasilan organisasi.

Organisasi pembelajar adalah adalah organisasi dimana orang terus-menerus


memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka
inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif
dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara
menyeluruh (Senge, 2004). Dengan diterapkannya organisasi pembelajar, diharapkan,
pada situasi yang cepat berubah organisasi dapat menghadapi segala perubahan dengan
fleksibel, adaptif dan produktif.

Menurut Peter Senge (2004), terdapat lima pilar dalm organisasi pembelajar
dimana salah satu pilar tersebut adalah shared vision atau visi bersama. Membangun visi
bersama dalah sebuah proses membangun sebuah komitmen dalam suatu kelompok
dengan menggambarkan visi organisasi menjadi visi masing –masing individu yang
bekerja di dalam organisasi tersebut. Visi bersama merupakan sesuatu yang penting
dalam suatu organisasi karena dapat memberikan focus dan energy untuk belajar adaptif
dan menyeluruh. (https://suvonalya.blogspot.com/2017/12/tugas-kelompok-shared-
vision.html?m=1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Shared Vision


Menurut Peter Senge, (1990) visi bersama (shared vision) yang tidak lain adalah
budaya organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah organisasi karena
adanya visi yang dimiliki bersama, akan mendorong anggota organisasi bersedia
berkontribusi mencapai tujuan bersama dalam organisasi. Lebih lanjut, Senge
menyebutkan bahwa shared vision tersebut yang membuat anggota organisasi mampu
bekerja sama, terutama ketika organisasi menghadapi tantangan, terutama dari
lingkungan eksternal. Visi bersama menciptkan identitas bersama, yaitu tingkatan paling
mendasar dari kesamaan sesama anggota organisasi.
Shared Vision (Visi bersama) adalah tentang bagaimana membangun komitmen
didalam sebuah group dengan mengembangkan pandangan bersama terhadap masa depan
yang ingin dibuat serta prinsip prinsip dan acuan praktis yang dapat mengarahkan kepada
tujuan yang ingin dicapai. Disiplin dalam membangun visi bersama merupakan proses
yang tidak pernah berakhir dimana individu dalam organisasi saling mengemukakan ide,
visi, tujuan, keinginan, nilai, mengapa apa yang mereka kerjakan itu penting dan
bagaimana mencapai tujuan bersama yang lebih besar. Sebuah tim yang memiliki visi
bersama akan berjalan selaras menuju tujan yang sama.
Lima disiplin dalam Organisasi pembelajar menurut Peter Senge (2004) adalah
sebagai berikut.
1. Personal Mastery- belajar untuk memperluas kapasitas personal untuk mencapai
hasil yang diinginkan, dan menciptakan lingkungan organisasi yang mampu
mendorong setiap orang untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
2. Mental Models- melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus menerus,
dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat bagaimana
gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku.
3. Shared Vision membangun komitmen dalam kelompok, dengan mengembangkan
gambaran bersama tentang masa depan, prinsip, dan praktek terarah untuk
mencapai tujuan.
4. Team Learning-mentransformasi kemahiran berpikir dan berdialog secara
kolektif, sehingga orang-orang secara kolektif dapat mengembangkan
kemampuan dan kepandaiannya.
5. Systems Thinking adalah suatu cara berpikir, dan bahasa untuk mendeskripsikan
dan mengetahui kekuatan dan saling hubungan yang mempengaruhi sistem
perilaku. System thinking akan membantu melihat perubahan sistem secara efektif
dan melakukan tindakan yang tepat dalam sebuah sistem yang lebih besar.

B. Visi, Nilai, Tujuan & Sasaran shared vision


Visi merupakan suatu komponen dari aspirasi-aspirasi penuntun organisasi. Inti
dari prinsip-prinsip penuntun tersebut adalah pemahaman tentang tujuan dan nasib
bersama, termasuk semua komponen-komponen seperti:

1. Visi
Suatu visi merupakan suatu gambaran tentang masa depan yang coba diciptakan, yang
diuraikan dalam tata bahasa yang seakan-akan terjadi sekarang. Karena sifatnya yang
kasat mata dan langsung, suatu visi memberikan bentuk dan arah pada masa depan
organisasi.
2. Nilai-nilai
Kata nilai berasal dari kata kerja dalam bahasa Perancis valoir, yang berarti
”bernilai”. Kata ini secara bertahap mengembangkan suatu hubungan keberanian dan
kelayakan. Nilai-nilai menguraikan bagaimana cara kita mengejar visi.
3. Tujuan / Misi
”Misi” berasal dari bahasa latin mittere, yang berarti ”melemparkan, melepasakan
atau mengirim”. Kata ”tujuan” juga berasal dari bahasa latin ”proponere” yang
berarti ”menyatakan”. Kata misi dan tujuan merupakan alasan fundamental untuk
keberadaan organisasi.
4. Sasaran
Setiap upaya visi bersama tidak hanya memerlukan suatu visi yang luas, namun juga
sasaran yang spesifik dan dapat direalisasikan. Sasaran-sasaran menyatakan apa yang
akan dilakukan oleh orang-orang sesuai dengan komitmen.
Dalam membangun visi bersama, dibarengi dengan perenungan yang terus
menerus dengan masalah-masalah yang ada, maka tentu saja hal ini dapat membantu
untuk mendapatkan aspirasi-aspirasi baru yang membuka wawasan pengetahuan.

(https://susanaekawati.wordpress.com/landasan-teori-dan-teknologi-manajemen-
managemen-berbasis-sekolah/)

C. Strategi Membangun Shared Vision


Ide yang ada dalam setiap individu dibangkitkan melalui kebersamaan. Berbagai
macam ide individual digabungkan dalam satu ide besar yang handal untuk mewakili dari
masing-masing individu.Beberapa visi yang dikumpulkan akan dikombinasikan menjadi
sebuah variasi yang utuh dan universal. inilah yang dinamakan Shared visi.

Sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa anggota terlebih dahulu


menyamakan visi untuk menjalankan roda organisasi. Sebuah puskesmas yang unggul
merupakan kumpulan dari unsur tenaga kesehatan yang sama-sama membangun visi ke
depan dalam mengarahkan tujuan sekolah itu. ilsutrasi yang pantas untuk dipakaikan
dalam shared vision ini seperti alat transportasi yang digunakan untuk pengangkutan
penumpang. alam menentukan alat transportasi itu, maka pemilik, yang menjalankan
serta orang-orang yang bekerja pada alat transportasi itu terlebih dahulu menyamakan
nama merek dan tujuan sehingga calon penumpang cepat faham dan mengerti tentang alat
transportasi itu. melihat namanya saja penumpang akan mengerti dengan jelas mereknya,
tujuannya serta kondisi alat transportasi itu.

Ada intinya shared sisi ini merupakan langkah yang dilakukan demi terbangunnya
komitmen anggota untuk mengembangkan sisi bersama dan sama-sama merumuskan
strategi untuk mencapai visi tersebut. disiitu bukan hanya milik atau hasil fikiran
pemimpin saja, tetapi merupakan milik dan hasil pemikiran dari seluruh anggota. hal ini
disebabkan bahwa organisasi atau lembaga itu tidak akan berjalan dan mencapai tujuan
yang ingin dicapai kalau hanya pemimpin saja.

Bagaimana Strategi yang harus dilakukan dalam menciptakan shared vision ini?
Peter Senge memberikan 5 langkah, yaitu:
1. Telling
Menceritakan disini bukanlah menceritakan dengan orang lain. Tetapi menceritakan
dalam diri sendiri secara internal individual. Setiap individu merumuskan sendiri
dalam dirinya sisi yang dibentuknya dalam dirinya. Secara psikologis, maka disinilah
terjadi proses berfikir individu tentang visinya yang akan dilimpahkannya ke dalam
organisasinya, antara lain:
 pimpinan mengetahui visi yang seharusnya organisasi harus megikutinya.
 Sosialisasikan kepada seluruh anggota oganisasi secaara langsung jelas dan dan
monsisten apa dimana mengapa.
 katakan kebenarannya realitas saat ini
 jelaskan strategi langka langkah nya.
2. Selling
Selling (menjualkan) sisi disini dimaksudkan menyampaikan visi hasil individual
(Telling) ke forum anggota. disinilah hasil individual ditawarkan kepada seluruh
anggota untuk disatukan. masing-masing anggota menyampaikan visi yang telah
mereka hasilkan agar anggota lainnya bisa memahaminya. dari sini nanti akan
nampak gambaran, keunggulan, keefisienan, serta daya dukung untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai. dari berbagai sisi yang ada, maka akan dibuat suatu
kesimpulan akhir yang terlebih dahulu memikirkan pemahaman dari seluruh anggota.
ilustrasi yang bisa diungkapkan seperti pimpinan organisasi yang meminta pandangan
visi anggotanya masing-masing. Seluruh anggota mengungkapkannya dan anggota
lain menyimak dan menelaah. Setelah semua visi dikumpulkan, maka secara
bersama-sama pimpinan dan anggota berkomitmen untuk menyatukannya dalam
sebuah visi yang universal.
 mpinan mengetahui 5isi yang seharusnya namun organisasi perlu turut terlibat
sebelum terlibat secar langsung
 menjaga agar saluran tetap terbuka untuk respon
 membangung diatas pimpinan antara pimpinan dengan karyawan
3. Testing
Kebulatan hasil komitmen dalam melahirkan visi itu juga harus diuji
kehandalannya. sebab hal ini penting dilakukan untuk melihat dimana kelemahan dan
kekurangan yang ada testing ini dimaksudkan selain mencari kelemahan juga sebagai
penguatan pemahaman anggota dalam menyikapi kelemahan itu. Sebuah visi yang
belum matang dan belum teruji kehandalannya apabila dilaksanakan akan membawa
kepada kerusakan di masa mendatang. dalam menguji cobakan visi ini juga
diperlukan objektivitas. walau ada kelemahan harus disampaikan sebagai bahan
perbaikan untuk direvisi.
 pimpinan mempunyai gagasan (beberapa) tentang visi yang seharusnya ingin
mengetahui reaksi sebelum melangkah lebih lanjut
 sampaikan kepada anggota melalui kelompok kelompok
4. Consulting
Tahap ini merupakan tahap kedua terakhir dalam pelaksanaan sisi. kekurangan,
kelemahan, dan hal-hal yang dipandang perlu untuk memperbaiki sisi itu
konsultasikan dalam anggota. kelemahan yang banyak diminimalisir dan
disempurnakan. Sehingga tidak ada celah yang akan mengganggu pelaksanaan visi
itu. uji coba yang telah dilaksanakan harus dikonsltasikan demi kesempurnaan.
Setelah diperbaiki dan disepakati, maka sisi yang telah disempurnakan itu
dilaksanakan secara bersama-sama.
 pimpinanan menyetukan suatu sisi (dari beberapa disi) menginginkan input yang
kreatif dari organisasi sebelum melangkah lebih lanjut.
5. Cocreating
Disinilah operasional dari visi yang telah sama-sama dibuat. Seluruh anggota,
pimpinan dan unsur yang terkait wajib menjunjung tinggi dan melaksanakan visi itu.
ini merupakan konsekwensi yang harus dilaksanakan sebab seluruh anggota,
pimpinan, dan unsur yang terkait telah faham proses terciptanya visi yang dihasilkan.
Semua bertanggung jawab penuh dalam menjaga agar tidak terjadi kesalahan dalam
menjalankan visi guna terlasananya organisasi yang ingin mencapai tujuan bersama
 pimpinana bersama anggota anggota organsasi melalui proseskolaborasi bersama
sama menciptakan visi bersama

(https://www.academia.edu/11350704/SHARED_VISION)
BAB III
PEMBAHASAN

Membahas Masalah Kesehatan Mastarakat Terkait Shared Vision


Dalam laporan the united state institute of medicine America serikat 1988 yang
menulis dalam the future of public helath menekankan tiga spek yang terkait dengan defenisi
kesehatan masyarakat, yatu :
1. Misi kesehatan masyarakat adalah pemenuhan kepentingan masyarakat dalam
menjamin keadaan di mana masyarakat sehat
2. Esensi kesehatan masyarakat adalah upaya masyarakat terorganisis yang di tunjukan
pada pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
3. Kerangka organisasi kesehatan masyarakat bertujuan untuk menjaring aktifitas
kesehatan baik yang dilakukan oleh sector pemerintah dan swasta.
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi
primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak.
TBC, TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat
menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk
dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis.
Tuberkulosis masih jadi masalah kesehatan di dunia. Indonesia merupakan
penyumbang penderita TB terbanyak ketiga di dunia setelah China dan India dengan jumlah
pasienn sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia (Depkes 2008)
Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia dalam hal
jumlah penderita tuberkulosis (TB). Baru pada tahun ini turun ke peringkat ke-5 dan masuk
dalam milestone atau pencapaian kinerja 1 tahun Kementerian Kesehatan. Berdasarkan Data
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2005 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis
di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina.
Laporan WHO pada tahun 2006, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima
dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar
kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia
(WHO Global Tuberculosis Control 2006)
Laporan WHO pada tahun 2009 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Kepala Seksi Bimbingan dan
Evaluasi Dikrektorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan menyebutkan jumlah penderita Tuberkulosis (TBC) di Indonesia sekitar saat ini
sekitar 299 ribu orang. (BPS.2011)
Dampak penyakit TBC terhadap masyarakat lebih nyata pada kelompok-kelompok
rentan (seperti masyarakat miskin dan tidak terlindungi asuransi, masyarakat di wilayah
terpencil, wanita dan anak-anak, dan masyarakat yang menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan yang belum melaksanakan DOTS). Sayangnya, belum ada perhatian khusus yang
ditujukan bagi kelompok masyarakat tersebut untuk menjamin akses terhadap DOTS.
Masalah TBC pada anak relatif terabaikan dibandingkan dengan pada dewasa. Anak-anak
lebih sering mengalami diagnosis dan pengobatan yang tidak tepat. Angka pelaporan menurut
usia menunjukkan bahwa epidemi TBC mulai bergeser secara perlahan ke kelompok usia
yang lebih tua (mencapai puncak pada usia 55-64 tahun), meskipun sebagian besar usia
penderita TBC masih berada pada kelompok 15-64 tahun. Secara keseluruhan, rasio laki-laki
dan perempuan untuk TBC BTA+ baru tetap konsisten dalam beberapa tahun terakhir (1,2–
1,3) dan kesenjangan jender ini semakin melebar menurut usia (setelah usia 35-44 tahun)
Dalam penanggulangan tbc harus di banguan dari visi bersama yang jelas dengan
melibatkan semua fihak, antara lain pemerintah dalam hal ini puskesmas atau tenaga
kesehatan, masyarakat dan keluarga, sebab penanganganTBC tidak dapat selesai dengan di
selesaikan oleh satu fihak saja tetapi semua fihak harus konsisten pada visi yang telah di buat
secara bersama,
.Selanjutnya untuk merealisasikan visi tersebut diatas tidak mungkin hanya
dibebankan pada sektor kesehatan saja, karena masalah tingginya angka kesakitan dan
kematian penyakit tuberkulosis adalah masalah kesehatan yang kompleks yang dipengaruhi
banyak faktor, yaitu faktor internal dan ekternal. Faktor internal yang menentukan kesehatan
seseorang, kelompok yaitu perilaku. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun non fisik (social, budaya, ekonomi, politik).
Dengan demikian masalah tingginya angka kesakitan dan kematian penyakit
tuberkulosis adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah dan
swasta. Pemerintah dalam hal ini paling bertanggung jawab (leading sector), namun dalam
mengimplementasikan program penanggulangan tuberkulosis harus bersama-sama dengan
sektor lain baik pemerintah atau swasta. Dengan kata lain sektor kesehatan harus menjalin
kerjasama atau kemitraan (partnership) dengan sektor-sektor terkait.
Membangun visi bersama dalam penanggulanagn TBC adalah suatu bagian dari
aktifitas , pemberantasan TB tidak hanya menjadi tanggung jawab orang per orang maupun
kelompok, melainkan tanggung jawab bersama dalam memberikan pemahaman kepada
masyarakat terhadap bahaya penyakit TB, dan menghilangkan stigma yang ada di masyarakat.
TB adalah penyakit menular yang harus ditanggulangi bersama, dan tidak lagi menjadikan
penyakit tersebut sebagai penyakit yang selalu masuk dalam urutan penyakit 10 besar
terbanyak di Indonesia.
Sejalan perbaikan TBC, yang menjadi permasalahan adalah jenis yang bertambah
kompleks. Walaupun kemajuan tercapai, berbagai masalah masih dihadapi seperti rate dari
kasus stagnan, hambatan memperoleh akses diagnostik, dan pelaporan tidak memadai.
"Hambatan penting lain, sistem pelayanan masih lemah, kurang tenaga terlatih, surveilans
tidak memadai terhadap kasus TBC di rumah sakit.
Selama ini yang ikut terlibat dalam pengendalian TBC adalah bersifat berat sebelah,
sebab kenyataan ya beberapa kasus adlah kasus yg tidak pernah sampaipada tingkat pelayanan
artinya pihak keluarga tidak dilibatkan dalam visi penangglanagn TBC, yang terliibat
hanyalah pihak pemerintah, masyarakat tidak ikut terlibat dan keluarga pun tidak ikut terlibat,
sementara konsep visi bersama adalah membangun visi pribadi menjadi visi bersama.
Ekspansi program pengendalian TBC membutuhkan keterlibatan masyarakat dalam
melawan penyakit TBC. Permasalahan yang berkaitan dengan akses, pembiayaan pengobatan
TBC bagi penderita dan optimalisasi infrastruktur dan sumber daya manusia yang tersedia
dapat dikurangi dengan pelayanan DOTS berbasis masyarakat. Masyarakat berperan besar
dalam pengawasan minum obat, pelacakan kasus dan penemuan suspek. Ketersediaan
informasi mengenai TBC akan meningkatkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan pemerintah dan mengurangi keterlambatan penderita dalam mengakses pelayanan.
Secara nasional, komunikasi mengenai TBC dengan bahasa masyarakat akan menarik
perhatian tersangka penderita TBC. Selain itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mengurangi stigma TBC di masyarakat dengan cara meningkatkan pemahaman tentang
penyakit TBC dan meyakinkan masyarakat bahwa penyakit TBC dapat diobati dan sembuh.
Dengan informasi, masyarakat dan jejaring penderita akan diberdayakan untuk memperoleh
pelayanan DOTS yang lebih bermutu.
Permasalahan dalam pengobatan pasien TBC di rumah sakit swasta dan praktik
dokter adalah kurangnya pemantauan terhadap pasien, baik dalam konsistensi kunjungan
(berobat) dan meminum obat. mengingat obat TBC diminum sedikitnya enam bulan. Agar
pasien patuh, perlu pengawas menelan obat (PMO)
Diharapkan kerja sama dari semua pihak untuk mencegah dan memberantas TB di
Indonesia. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan
mengenai pentingnya penanggulangan TB serta mendorong dan membekali pemuda dan
masyarakat agar mampu berperan aktif dalam upaya menanggulangi TB di Indonesia. Kami
berharap informasi tentang TB ini dapat menggerakkan masyarakat dan mahasiswa untuk
bermsama-sama membantu upaya penanggulangan TB di Indonesia, yaitu dapat menjadi
PMO (Pengawas Menelan Obat) ataupun dengan pendekatan kepada penderita TB.
Dalam penangguangan tbc harus di banguan dari visi bersama yang jelas dengan
melibatkan semua fihak, antara lain pemerintah dalam hal ini puskesmas atau tenaga
kesehatan, masyarakat dan keluarga, sebab penanganganTBC tidak dapat selesai dengan di
selesaikan oleh satu fihak saja tetapi semua fihak harus konsisten pada visi yang telah di buat
secara bersama,
Visi penanggulanagan TBC saat ini adalah tbc bukan lagi masalaha kesehatan
masyarakat sehingga salah satu caranya adalah melibatkan semua element masyarakat dalam
menangggulangi nya, visi bersama harus di laksanakan secara bersama sama, Advokasi dan
sosialisasi informasi kepada penderita, masyarakat dan stakeholder di berbagai tingkatan
harus diprioritaskan untuk meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku mengenai TBC.
Oleh karenanya, rencana dan pelaksanaan strategi penyampaian pesan-pesan utama dalam
program pengendalian TBC akan dilaksanakan untuk memberdayakan penderita dan
masyarakat serta meningkatkan komitmen politik dari pemerintah daerah. Kegiatannya dapat
berbentuk kegiatan di masyarakat, tulisan di media massa dan tools komunikasi yang efektif.
(Hermawati, 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Hermawati. (2017). shared visison. Retrieved from https://www.academia.edu diakses pada


tanggal 17 November 2019

Anda mungkin juga menyukai