Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rara Salwa Oktaliza

NPM : F1D016030

Mata Kuliah : Genetika Manusia dan Populasi

Autisme
A. Pengertian Autisme
Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; „aut‟ = diri sendiri, isme‟
orientation/state = orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan sebagai kondisi seseorang
yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada
di dalam dunianya sendiri.

Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak yang sifatnya


komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk
berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku
dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan ini akan sangat
mempengaru hi perkembangan anak selanjutnya. Autisme dapat mengenai siapa saja tidak
tergantung pada etnik, tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi.

B. Penyebab Autisme
1. Faktor genetika

Menurut laporan Journal Nature Genetics, gen neurexin yang ditemukan pada
kromosom manusia no.11 merupakan salah satu gen yang berperan penting dalam
terjadinya sindrom autisme. Neurexin merupakan protein yang berperan dalam membantu
komunikasi sel saraf. Salah satu protein dari family neurexin yang dikodekan oleh gen
CNTNAP2 (Contactine Assosiates Protein-like 2) berfungsi sebagai molekul reseptor pada sel
saraf. Pada saat dalam kandungan, ketika sampel darah janin diambil dan dianalisis, anak
autis mengalami peningkatan protein dalam darah, yaitu tiga kali lebih tinggi dibanding dengan
anak normal.

 Nama gen : Neurexin


 Profil gen Neurexin : gen neurexin adalah protein presinaptik yang membantu
menghubungkan neuron di sinaps. Mereka sebagian besar terletak di membran presinaptik
dan mengandung domain transmembran tunggal. Domain ekstraseluler berinteraksi dengan
protein dalam celah sinaptik, sedangkan bagian sitoplasma intraseluler berinteraksi dengan
protein yang terkait dengan eksositosis.
 Fungsi Neurexin : Neurexin memediasi pensinyalan melintasi sinaps, dan memengaruhi
sifat-sifat jaringan saraf dengan spesifisitas sinaps. Neurexins terdistribusi secara menyebar
dalam neuron dan menjadi terkonsentrasi pada terminal presinaptik ketika neuron matang.
Ada dialog trans-sinaptik antara neurexin dan neuroligin, artinya neuroligin dapat
menginduksi ekspresi neurexin dan sebaliknya. Pemicu dua arah ini membantu
pembentukan sinapsis dan merupakan komponen kunci untuk memodifikasi jaringan saraf.
 Mutasi : Neurexin sangat penting untuk fungsi sinaptik dan konektivitas, seperti yang
disorot dalam spektrum luas fenotipe perkembangan saraf pada individu dengan
penghapusan neurexin. Ini memberikan bukti kuat bahwa penghapusan neurexin
menghasilkan peningkatan risiko autisme, dan menunjukkan disfungsi sinaps sebagai
kemungkinan tempat asal autisme. perubahan gen penyandi neurexin juga terlibat dalam
autism.

Secara singkat, langkah-langkah transduksi sinyal adalah:

 Sintesis molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal.


 Pelepasan molekul sinyal oleh sel yang memberi sinyal.
 Transpor sinyal oleh sel target.
 Pengikatan sinyal oleh reseptor spesifik yang menyebabkan aktivasi reseptor tersebut.
 Inisiasi satu atau lebih jalur transduksi sinyal intrasel.
 Peubahan spesifik fungsi, metabolisme, atau perkembangan sel.
 Pembuangan sinyal yang mengakhiri respon sel.

2. Disfungsi metabolik
Disfungsi metabolik terutama berhubungan dengan kemampuan memecah
komponen asam amino phenolik. Amino phenolik banyak ditemukan di berbagai
makanan dan dilaporkan komponen utamanya dapat menyebabkan terjadinya
gangguan tingkah laku pada pasien autis. Sebuah publikasi dari lembaga psikiatri
biologi menemukan bahwa anak autis mempunyai kapasitas rendah untuk menggunakan
berbagai komponen sulfat sehingga anak-anak tersebut tidak mampu memetabolisme
komponen amino phenolik. Komponen animo phenolik merupakan bahan baku
pembentukan neurotransmitter, jika komponen tersebut tidak dimetabolisme dengan
baik akan terjadi akumulasi katekolamin yang toksik bagi syaraf. Makanan yang
mengandung amino phenolitik itu adalah : terigu (gandum), jagung, gula, coklat,
pisang dan apel (Mujiyanti, 2011).

3. Infeksi Virus
Anak-anak dengan sistem imun tubuh yang terganggu dan usus yang
meradang sangat mudah diserang oleh jamur khususnya jamur dari spesies Candida.
Kultur feces dan tes-tes laboratorium lainnya seringkali mengidentifikasi
pertumbuhan Candida albicans yang berlebihan. Ternyata beberapa riset
mengidentifikasikan bahwa beberapa spesies Candida dan jamur lainnya dapat
menjadi penyebab utama dari banyak tingkah laku yang tidak pantas dan masalah
kesehatan yang terlihat pada pasien autistik (McCandless, 2003).

4. Teori kelebihan opioid dan hubungannya dengan diet protein kasein dan protein gluten
Aktivasi opioid yang tinggi akan berpengaruh terhadap persepsi, kognisi dan
emosi penyandang autis. Peptide tersebut berasal dari pencernaan makanan yang
tidak sempurna khususnya gluten dan kasein. Gluten berasal dari gandum dan biji-
bijian (sereal) seperti barley, rye (gandum hitam) dan oats. Kasein berasal dari susu dan
produk susu. Karena adanya kebocoran usus (leaky gut) maka terjadi peningkatan
jumlah peptide yang masuk ke darah. Karena adanya peningkatan jumlah peptide
yang terbentuk diusus sehingga yang masuk ke aliran darah pun relative lebih banyak,
demikian juga yang melewati sawar darah otak. Hal ini dapat mengakibatkan
gangguan perilaku yang tampak secara klinis (Nugraheni, 2008).
Pencernaan anak autis terhadap kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua
potein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida dari kedua protein
tersebut terserap dalam aliran darah dan menimbulkan “efek morfin” di otak anak.
Pori-pori yang tidak lazim kebanyakan ditemukan di membrane saluran cerna
pasien autis, yang menyebabkan masuknya peptide didalam darah. Hasil
metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan berikatan dengan reseptor
opioid C dan D. Reseptor tersebut berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet
sangat ketat bebas gluten dan kasein menurunkan kadar peptide opioid serta dapat
mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Sehingga, implementasi diet
merupakan terobosan yang baik untuk memperoleh kesembuhan pasien (Mujiyanti,
2011).

C. Gejala Autisme
Adapun gejala pada autisme adalah:

1. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari kontak sosial kedalam suatu keadaan
yang disebut extreme autistic alones. Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang
lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak ada.
2. Kelemahan kognitif

Anak autis sebagian besar (±70%) mengalami retardasi mental (IQ <70) disebut
dengan autis dengan tuna grahita tetapi anak autis infertil sedikit lebih baik,
contohnya dalam hal yang berkaitan dengan hal sensor motorik. Anak autis dapat
meningkatkan hubungan sosial dengan temannya, tetapi hal itu tidak berpengaruh
terhadap retardasi mental yang dialami.

3. Kekurangan dalam bahasa


Lebih dari setengah autis tidak dapat berbicara, yang lainnya hanya
mengoceh, merengek, atau menunjukkan ecocalia, yaitu menirukan apa yang
dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV atau
potongan kata yang terdengar tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti
dengan cara yang aneh.

4. Tingkah laku stereotif


Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus menerus
tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain
sebagainya. Gerakan ini dilakukan berulangulang disebabkan karena kerusakan
fisik, misalnya ada gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan
menarik-narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering kesakitan akibat
perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat
kuat dalam diri mereka. Anak autis juga hanya tertarik pada bagianbagian tertentu
dari sebuah objek misalnya pada roda mobil-mobilan. Anak autis juga menyukai
keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton.

5. Hiperaktif
Hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal yang disebabkan
disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Begitu
pula anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian.

D. Penangan Autisme
Beberapa penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autism antara lain:

a. Terapi Tingkah laku

Berbagai jenis terapi tingkah laku telah dikembangkan untuk mendidik


penyandang autisme, mengurangi tingkah laku yang tidak lazim dan menggantinya
dengan tingkah laku yang bisa diterima dalam masyarakat. Terapi ini sangat penting
untuk membantu penyandang autisme untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam
masyarakat.

b. Terapi wicara

Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk memperlancar bahasa


anak. Menerapkan terapi wicara pada anak autisme berbeda daripada anak lain. Oleh
karena itu diperlukan pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan bicara pada
anak autisme.

c. Pendidikan kebutuhan khusus


Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu anak. Cara ini paling
efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar. Secara
bertahap anak dimasukan dalam kelompok kelas untuk dapat mengikuti
pembelajaran secara klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya tidak terlalu
dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme dapat secara terus
menerus belajar dengan anak-anak lainnya dalam satu pembelajaran bersama. Pola
pendidikan yang terstruktur baik di sekolah maupun di rumah sangat diperlukan
bagi anak ini. Mereka harus dilatih untuk mandiri. Maka seluruh keluarga di rumah
harus memakai pola yang sama, agar tidak membingungkan anak.

d. Terapi okupasi
Sebagian individu dengan gangguan autisme mempunyai perkembangan motorik
terutama motorik halus yang kurang baik. Terapi okupasi diberikan untuk membantu
menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot halus seperti tangan.
Otot jari tangan penting dilatih terutama untuk persiapan menulis dan melakukan
segala pekerjaan yang membutuhkan keterampilan motorik halus.

e. Terapi medikamentosa (obat)


Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme mempunyai beberapa
gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti perilaku agresif atau hiperaktivitas.
Pada individu dengan keadaan demikian dianjurkan untuk menggunakan pemberian
obat-obatan secara tepat. Penggunaaan obat-obat yang digunkan biasanya dilakukan
dengan cermat agar memperoleh pengaruh positif terhadap perkembangan anak.

Sumber :

https//file.upi.edu/Direktori/.../INDIVIDU_DENGAN_GANGGUAN_AUTISME.pdf

https://en.wikipedia.org/wiki/Neurexin

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2728827/

Anda mungkin juga menyukai