LATAR BELAKANG
Knowledge Management di dalam suatu perusahaan menjadi suatu hal yang sangat
mendasar dalam era globalisasi dewasa ini. Kemampuan perusahaan untuk mengelola
sumber daya manusia sebagai penggerak bisnis perusahaan. Perusahaan dituntut untuk
terus dapat menjadikan seluruh lini untuk dapat terus bersaing agar tidak tertinggal
oleh para pesaingnya. Kondisi tersebut menuntut adanya perubahan paradigma
menjadi knowledge-based-competiveness. Dimana konsep ini mengandalkan pada ilmu
pengetahuan (IPTEK). Untuk membenahi hal tersebut diperlukan kemampuan untuk
mengelola dan mengembangkan pengetahuan (knowledge) yang pada akhirnya
menjadi sebuah senjata untuk dapat bersaing dalam era ini.
Knowledge Management adalah sebuah konsep yang relatif baru yang bergerak di atas
infrastruktur teknologi informasi (Internet & Intranet) yang ada. Dengan berbasis Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang menunjang, perusahaan seharusnya dapat
mengakomodir segala yang dibutuhkan sumber daya manusia yang ada di dalamnya,
dalam hal ini adalah pengetahuan yang mendukung para karyawan dan seluruh jajaran
lini perusahaan untuk dapat terus berkompetisi dengan competitor.
Peter Drucker mengatakan bahwa “perubahan dunia ini mengarah ke fenomena bahwa
sumber ekonomi, bukan lagi dalam bentuk money capital atau sumber daya alam, tapi
ke arah knowledge capital.” Organisasi dan perusahaan harus mengelola
pengetahuannya dengan baik, sehingga nantinya ketika seorang karyawan telah
meninggalkan perusahaannya terdapat transfer ilmu yang dapat dilakukan baik antara
senior-junior, maupun atasan-bawahan.
Knowledge Management telah menjadi sebuah disiplin ilmu sejak tahun 1995 dan
telah menjadi bagian dari kurikulum perguruan tinggi serta di publikasikan pada
berbagai jurnal akademik maupun profesional. Kebanyakan perusahaan besar memiliki
sumber daya yang didedikasikan untuk knowledge management yang seringkali
merupakan bagian dari departemen ‘Teknologi Informasi’ atau ‘Manajemen SDM’,
maupun terdapat koordinasi yang bersinergi dalam keduanya dan dalam banyak
struktur lapor langsung ke pimpinan organisasi. Pengelolaan informasi secara efektif
adalah sebuah keharusan dalam bisnis.
Knowledge Management terdiri dari sejumlah praktek yang digunakan oleh organisasi
untuk mengidentifikasi, menciptakan, merepresentasikan, dan
mendistribusikan pengetahuan untuk dipergunakan kembali, menciptakan kesadaran,
serta pembelajaran.
Terdapat banyak definisi tentang Knowledge Management. Knowledge dalam hal ini
sulit untuk diterjemahkan secara bebas, knowledge bukan hanya pengetahuan,
menurut Thomas Davenport dan Laurence, Knowledge didefinisikan sebagai berikut :
“Knowledge merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual,
pandangan pakar, dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan
kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Di
perusahaan, knowledge sering terkait tidak saja pada dokumen atau tempat
penyimpanan barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek dan norma
perusahaan.” (Dave, 1998)
Knowledge Management
Salah satu aspek penting dalam Knowledge Management yang akan selalu ada adalah
transfer pengetahuan. Misalnya program magang formal, program pelatihan dan
mentoring profesional, atau keberadaan perpustakaan korporat. Namun terkadang,
sering dilupakan bahwa harus ada transfer pengetahuan antara karyawan, sehingga
disaat seseorang yang, katakanlah, menangani suatu bagian yang memang sudah
menjadi tugasnya selama bertahun-tahun lamanya memasuki masa pension, terdapat
regenerasi, dan organisasi bisa berjalan tanpa ada kendala teknis semacam itu.
Perusahaan dapat menggunakan kerangka Zack sebagai alat bantu untuk menentukan
knowledge apa yang harus dimiliki dan apa yang sudah dimiliki. Berikut adalah gambar
mengenai kerangka berpikir Zack (Tiwa, 2000)
Analisis kesenjangan knowledge pada dasarnya merupakan kegiatan yang sulit sekali
dipisahkan dari penyusunan strategi organisasi.
a) Core knowledge
Merupakan pengetahuan inti yang harus ada untuk melaksanakan bisnis perusahaan.
b) Advanced Knowledge
c) Innovative Knowledge
Disamping ketiga knowledge tersebut ada satu factor lagi yang perlu untuk
dimunculkan, yaitu teknologi
Knowledge Management mempunyai fungsi penting yang terbagi dalam 4 (empat) hal
sebagai berikut (Davi, 2003) :
Mencari tahu apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dalam organisasi tersebut.
Mengidentifikasi sejauh mana knowledge dalam organisasi telah berlangsung.
Langkah ini adalah paling penting dimana karyawan harus dapat mengaplikasikan
pengetahuannya dengan efisien.
Knowledge management adalah praktek-praktek salah satu aliran dari berbagai aliran
pemikiran dan praktek yang berkaitan dengan:
Seperti knowledge bases and expert system, help desk, corporate intranet
dan extranet,manajemen content, wiki, manajemen dokumen.
Knowledge Management sangat luas. Hal tersebut bisa ditinjau dalam kacamata yang
beragam. Baik dalam hal teknologi, dimana terfokus pada teknologi yang menjadi
media penyaluran informasi untuk berbagi pengetahuan. Selain itu, bila ditinjau dari
segi manajemen atau organizational, dimana desain untuk Knowledge Management
untuk memfasilitasi proses-proses pengetahuan yang ada dalam suatu organisasi,
apakah dengan program magang formal, program pelatihan dan mentoring
profesional, atau keberadaan perpustakaan korporat. Factor ecological yang
bercampur dengan psikis, dimana manajemen harus tepat untuk mengaplikasikan
Knowledge Management dengan menilik factor lingkungan, identifikasi personal
karyawan, tingkat komunikasi sebagai system yang nantinya akan diadaptasi dengan
Knowledge Management itu sendiri.
1.Scanning imperative
Yaitu menemukan hal terpenting dalam perusahaan, sisi negatif maupun positif yang
dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan harus mengetahui posisi di pasar, baik
kelemahan maupun kelebihannya.
2. Corporate Culture
Di dalam tubuh perusahaan pasti memiliki budaya, dimana budaya tersebut harus
mendukung dalam kegiatan knowledge sharing.
Dimana melakukan evaluasi atas apa yang telah dimiliki oleh perusahaan dan
menambah apa yang telah dimiliki hingga pada akhirnya melakukan sesuatu yang baru
Setelah perusahaan merasa siap, maka nantinya kegiatan Knowledge Management
akan terbagi menjadi 4 (empat) fase sebagai berikut :
Pada fase ini hampir sama dengan apa yang ada pada scanning imperative, dimana
mengidentifikasi apa yang telah diketahui untuk memulai Knowledge Management,
namun lebih spesifik seperti :
Perusahaan harus memiliki pengetahuan apa yang ada dalam benak setiap
pegawainya. Meskipun hal tersebut sulit, namun dapat dilakukan dengan melakukan
kuesioner, maupun wawancara
Hal ini dapat disebut juga maping untuk menjaga dokumen serta apa yang telah
dicapai oleh perusahaan. Kegiatan ini bertujuan untuk :
B. Menyimpulkan knowledge yang sudah ada ke dalam bentuk yang mudah untuk
dibagikan
Membuat system yang bertujuan membuat knowledge yang ada dimanapun dalam
organisasi tersedia kemanapun knowledge tersebut dibutuhkan.
Saat suatu knowledge menawarkan perbaikan kinerja organisasi maka organisasi akan
menerapkannya dan menciptakan system yang menyertakan knowledge tersebut
kedalam prosedur kerja sehari-hari. Hal ini pada akhirnya akan merubah knowledge
menjadi modal structural.
Keempat fase tersebut dikenal sebagai pendekatan I-R-S-A, dimana fase tersebut
memperlihatkan sebuah urutan logis bagaimana sebuah organisasi dapat
mengembangkan strategi Knowledge Management perusahaan. Siklus tersebut
menekankan bahwa Knowledge Management merupakan sebuah proses. Setelah satu
siklus tercapai, organisasi harus mempelajari hal yang baru.
Disitu terdapat siklus yang selalu berputar antara strategi perusahaan; strategi
pengetahuan dan manajemen pengetahuan. Merujuk pada siklus tersebut, maka
dalam menyusun suatu strategi bisnis perlu didukung dengan :
Beberapa hal yang sering muncul dalam masing-masing kegiatan adalah sebagai
berikut :
1. Akuisisi
A. Perusahaan tidak memiliki kebijakan baku yang efektif untuk mendukung akuisisi
knowledge
B. Daya serap karyawan rendah sehingga kegiatan akuisisi menjadi tidak maksimal
yang berimbas pada kegiatan Knowledge Management.
2. Berbagi (sharing)
3. Pemanfaatan
A. Karyawan telah terbiasa untuk melakukan kegiatan yang rutin untuk dilakukan
setiap harinya sehingga bisa jadi enggan untuk menerapkan knowledge baru
Menurut Van Krogh, Ichiyo dan Nonaka (dalam Enabling Knowledge Creation, 2000)
Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan the dimension of
care, kelima dimensi tersebut adalah:
1. Membangun rasa saling percaya diantara para anggota organisasi. Terlepas dari
kedudukan, kecerdasan dan kinerja
2. Berempati secara aktif, sehingga setiap anggota organisasi bisa mengetahui apa
masalah yang dihadapi yang lain, dan apakah knowledge yang ada saat ini
dapat membantu anggota tersebut.
3. Akses pada pertolongan, apabila setiap orang dalam perusahaan, terutama
orang yang lebih dibandingkan yang lain, menjadikan dirinya menjadi tempat
untuk dimintai pertolongan
4. Cukup toleran dalam mengevaluasi kinerja atau kemajuan orang lain dalam
proses belajar
5. Memiliki keberanian untuk berinterkasi, berani untuk bereksperimen. Seperti
melakukan umpan balik dan berani memberikan alternative solusi pada sebuah
masalah.
Sedangkan knowledge sebagai informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu
terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau ketika informasi
tersebut memam-pukan seseorang atau institusi untuk mengambil tindakan yang berbeda atau
lebih efektif dari sebelumnya.
Menurut Hendro Wicaksono, informasi dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang kita bagi,
melalui beragam media komunikasi yang ada (Information is something that we share).
Sedang-kan Pengetahuan adalah sesuatu yang masih ada dalam pikiran kita (Knowledge is
something that is still in our mind).
Kemudian dapat disimpulkan, Informasi adalah Pengetahuan yang dibagi atau dikomu-
nikasikan melalui beragam media yang ada (Infor-mation is shared knowledge).
Pendapat lain juga mengartikan knowledge sebagai actionable information atau informasi
yang dapat ditindaklanjuti atau informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
bertindak, meng-ambil keputusan dan untuk menmpuh arah ataupun strategi.
Alur Proses Penciptaan Pengetahuan
Information Acquisition (Proses Pengadaan Informasi)
Proses pengadaan informasi adalah proses mengumpulkan beragam informasi dari berbagai
sumber yang dianggap relevan dengan interes komunitas pemakai sistem manajemen
pengetahuan. Karena itu, proses ini harus dilakukan berdasarkan survei kebutuhan dan interes
anggota komunitas yang yang telah dilakukan terlebih dahulu. Sumber informasi tidak hanya
berasal dari Internet, tetapi juga dari sumber informasi yang didistribusikan dalam bentuk
offline, seperti CDROM atau DVDROM.
Pada proses pengadaan informasi, ada dua jenis informasi yang dikumpulkan. Pertama
Unstructured Information (informasi yang tidak terstruktur) dan Structured Information
(informasi yang terstruktur). Unstructured Information adalah informasi yang tidak mendalam
tentang suatu topik. Contohnya adalah artikel surat kabar. Sedangkan Unstructured
Information adalah (sekumpulan) informasi yang mendalam dan detail tentang suatu topik.
Unstructured Information disimpan dan men-jadi bagian penting dalam Unstructured
Knowledge Creation (Penciptaan Pengetahuan yang Tidak Terstruktur), sedangkan Structured
Information disimpan dalam sistem repository (digital library).
Agar anggota komunitas mau, berani dan termotivasi berbagi pengetahuan (knowledge
sharing).
Agar anggota komunitas terbiasa dengan sistem manajemen pengetahuan yang akan
digunakan.
Setelah pustakawan mendapatkan topik interes anggota komunitas, maka tahap berikutnya
adalah mengajak anggota komunitas untuk mendiskusikannya secara lebih spesifik dan ter-
struktur pada Discussion Forum. Jika memung-kinkan, pustakawan juga bisa mendorong
anggota komunitas langsung ke proses Structured Knowledge Creation (Penciptaan
Pengetahuan Yang Terstruktur). Tapi ini relatif sulit dilakukan karena untuk menghasilkan
pengetahuan yang terstruktur relatif butuh waktu dan proses yang tidak sebentar. Yang paling
mudah adalah membuat pengetahuan yang tidak terstruktur menjadi lebih terstruktur dalam
Discussion Forum. Bisa dibilang Discussion Forum adalah Semi-structured Know-ledge Creation
(Penciptaan Pengetahuan Yang Semi Terstruktur).
Semua fungsi di atas dilakukan oleh pus-takawan. Oleh karena itu, pustakawan sebaiknya
punya kemampuan yang cukup dalam hal pencarian, pengolahan dan kemas-ulang informasi,
serta kemampuan belajar secara cepat dan kemam-puan berkomunikasi.
Keempat, Evaluasi. Suatu pengembangan sistem dianggap baik, bila secara transparan
melibatkan pemakai dalam pengembangannya. Karena itu perlu secara berkala komunitas
pemakai diajak berdiskusi mengenai usability sistem manajamen pengetahuan yang
digunakan. Dari sini, akan didapat masukan-masukan bagi pengembangan sistem lebih lanjut.
Dapat disimpulkan bahwa, baik individu, kelompok ataupun organisasi harus mampu bertahan
di era yang penuh ketidak-pastian ini. Organisasi pembelajar yang berisi individu pembelajar
yang didukung infrastruktur yang kuat mulai dari pengadaan informasi sampai dengan
pengetahuan yang terstruktur dalam digital library, untuk selanjutnya disosialisasikan untuk
menghasilkan nilai-nilai baru dalam organisasi. Dimana nilai –nilai baru tersebut mengubah
cara pandang setiap elemen organisasi untuk melakukan pengembangan ke arah yang lebih
baik.
Referensi:
Abell, Angela dan Nigel Oxbrow, ”Computing with Knowledge: The Information Professional in
the Knowledge Management Age”, Library Association Publication, London, 2001.
American National Standard, ”A Guide to the Project Management Body of Knowledge”,
Project Management Institute, New Jersey, 2004.
Bell, Housel, “Measuring and Managing Knowledge”, McGraw-Hill, Singapore, 2001.
Davenport, Thomas H and Prusak, L, “Working Knowledge : How Organizations Manage What
They Know”, Harvard Business School Press, Boston, 1998.
Davidson, Carl & Philip Voss, “Knowledge Management : An Introduction tocreating
Competitive Advantage fromintellectual capital”, Vision Books, New Delhi, 2003.
Harvard Business School Press, “Harvard Business Review on Knowledge Management”,
Harvard Business School Press, Harvard, 1998.
htttp://www.skyrme.com/, tanggal 25 November 2007
http://www.sekitarkita.com, Wcr_putu KM.Doc, 11 September 2007
http://www.ebizzasia.com, 24 Agustus 2007
http://hendrowicaksono.multiply.com/journal/, 24 September 2007
Housel, Thomas J and Arthur H.Bell, “Measuring and Managing Knowledge”, Mc Graw-Hill
International Edition, Boston, 2001.
Jann Hidajat Tjakraatmadja, Donal Crestofel Lantu, Knowledge Management dalam konteks
organisasi pembelajar, SBMITB, 2006
Jeffery L. Whitten, Lonnie D. Bentl, Kevin C. Dittman, Metode Desain dan Analissi Sistem,
2005.
Kling, Rob, “Learning about InformationTechnology and Social Change: the Contribution of
Social Informatics”, The Information Society, Vol.16, No.3, pp 217-232, 2000.
Lendy Widayana, “Knowledge Management: Meningkatkan Daya Saing Bisnis”, Bayumedia
Publishing, 2005.
Malhotra, Yogesh, “From Information Management to Knowledge Management: Beyond the
“Hi-Tech Hidebound ’Systems” dalam K. Srinantaiah dan MED Koenig (ed), “Knowledge
Management for the Information Professional”, Medford, Information Today, Inc.pp:37-61,
New York, 2000.
Munteanu Igor, Ionita Veaceslav IONITA, The Management of Knowledge , Cartier, 2003.
Natarajan, Ganesh, “Knowledge Management: Enabling Business Growth” McGraw Hill, New
York, 1999.
Nonaka, Ikujiro and Takeuchi, Hirotaka, “The Knowledge-Creating Company: How Japanese
Companies Create theDynamics of Innovation”, Oxford University Press, Oxford, 1995.
Paul L. Tobing, Konsep Knowledge Management, Konsep, Arsitektur dan Implementasi, Graha
Ilmu, 2007.
Setiarso, Bambang, “Knowledge Sharing in Organizations: models and mechanism”, Special
Library Conference May 15-17, 2005.p 14, Kuala Lumpur, 2005.
______________, ”Strategi Pengelolaan Knowledge untuk Meningkatkan Daya Saing UKM”.
Proceeding Seminar Ilmiah Nasional PESAT 2005, Universitas Guna Darma, Jakarta, 2005.
Subagyo, H, “Metodologi Pengukuran Peranan Forum Diskusi dalam Proses Berbagi Knowledge;
Kasus Intra PDII-LIPI”, Diklat Peneliti Tingkat I, Jakarta, 2006.
Tiwana, Amrit, ”Knoeledge Management Toolkit”, Prentice Hall, New Jersey, 2002.
Tjaraamadja, Jaan Hidayat, “Knowledge Management dalam Konteks Organisasi
Pembelajaran”, 2006.