Anda di halaman 1dari 9

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

ANALISIS POKOK-POKOK MATERI PENDIDIKAN KARAKTER


BERBASIS FOLKLOR BALI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

Gusti Ayu Putu Sukma Trisna, A.A.I.N. Marhaeni, Nyoman Sudiana


Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: sukma.trisna@pasca.undikhsa.ac.id, agung.marhaeni@pasca.undikhsa.ac.id


, nyoman.sudiana@pasca.undikhsa.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pokok-pokok materi pendidikan karakter berbasis
folklor Bali dalam pembelajaran Bahasa Indonesia (BI) di sekolah dasar. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan subjek penelitian adalah guru pengajar BI di kelas I, II, dan III yang
tersebar di 44 sekolah dasar. Hasil penelitian menunjukkan: pertama, folklor Bali yang digunakan
dalam pembelajaran BI di sekolah dasar kelas I adalah Siap Selem, Ni Timun Mas, I Cupak lan I
Gerantang, dan I Ubuh; kelas II adalah I Belog, Pan Balang Tamak, I Durma, dan Ni Timun Mas; di
kelas III adalah Jayaprana, Ni Tuwung Kuning, I Raja Pala, Ni Bawang Teken Ni Kesuna, Men Tiwas
Teken Men Sugih, I Cicing Teken I Kambing, dan I Durma. Kedua, nilai karakter yang termuat dalam
folklor Bali yang digunakan dalam pembelajaran BI di sekolah dasar adalah kemandirian, tanggung
jawab, kerjasama, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, keteguhan hati, keberanian mengambil
risiko, percaya diri, rasa empati, kejujuran, kerjasama, rendah hati, dan keadilan. Ketiga, materi
pendidikan karakter yang termuat dalam folklor Bali relevan dengan kompetensi yang dituntut oleh
mata pelajaran BI di sekolah dasar karena seluruh nilai karakter pada folklor Bali yang digunakan
oleh guru dapat diintegrasikan ke dalam sebaran kompetensi dasar (KD). Nilai karakter yang paling
dominan dapat diintegrasikan, berturut-turut di kelas I adalah percaya diri dengan tingkat kerelevanan
tinggi, di kelas II adalah kemandirian dengan tingkat kerelevanan tinggi, dan di kelas III adalah
percaya diri dengan tingkat kerelevanan tinggi.

Kata kunci: Analisis pokok-pokok materi, pendidikan karakter, folklor Bali, pembelajaran Bahasa
Indonesia.

Abstract

This study aimed at analyzing the points in the material of Balinese folklore-based character
education materials in learning Indonesian of elementary school. This research was a descriptive
approach in which the research subject were Indonesian teachers in grade I, II, and III spread across
44 elementary schools. The result of the research shows: first, Balinese folklore used in teaching
learning Indonesian in the first grade are: Siap Selem, Ni Timun Mas, I Cupak lan I Gerantang, and I
Ubuh; the second grade are: I Belog, Pan Balang Tamak, I Durma, and Ni Timun Mas, in third grade
are: Jayaprana, Ni Tuwung Kuning, I Raja Pala, Ni Bawang Teken Ni Kesuna, Men Tiwas Teken Men
Sugih, I Cicing Teken I Kambing, and I Durma. Second, the value of the characters contained in
Balinese folklore used in teaching learning Indonesian in elementary school are: independence,
responsibility, cooperation, believe in God, courage, courage of risks taking, confidence, empathy,
honesty, humility, and justice. Third, character education materials contained in Balinese folklore is
relevant to the competencies required by the Indonesian subjects in elementary school due toe all
character values in Balinese folklore used by the teacher could be integrated into basic competence.
The most dominant character value that could be integrated , sequently in the first grade is self-
confidence with high relevancy, in the second grade is independence with high relevancy, and in the
third grade is self-confidence with high relevancy.
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

Key words: Analysis of the main points of the material, character education, Balinese folklore, learning
Indonesian

PENDAHULUAN Pada Kurikulum Nasional Tahun


Kehidupan bermasyarakat, 2006, mata pelajaran Bahasa Indonesia
berbangsa, dan bernegara Indonesia saat pada jenjang sekolah dasar bertujuan
ini telah menunjukkan adanya degradasi agar peserta didik memiliki kemampuan
atau demoralisasi dalam pembentukan sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara
karakter dan pribadi ke-Indonesia-an, efektif dan efisien sesuai dengan etika
khususnya yang berkenaan dengan yang berlaku, baik secara lisan maupun
penerapan nilai-nilai kepribadian tulis; (2) menghargai dan bangga
Pancasila. Degradasi nilai-nilai dan moral menggunakan Bahasa Indonesia sebagai
Pancasila sebagai inti atau core values bahasa persatuan dan bahasa negara; (3)
dari pembentukan karakter Indonesia memahami Bahasa Indonesia dan
tersebut tidak saja terjadi di kalangan menggunakannya dengan tepat dan
masyarakat awam tetapi juga sudah kreatif untuk berbagai tujuan; (4)
merambah pada kepribadian para menggunakan Bahasa Indonesia untuk
profesional, tokoh masyarakat, para meningkatkan kemampuan intelektual,
terpelajar, para pendidik, elit politik, serta kematangan emosional dan sosial;
bahkan hingga para pemimpin bangsa (5) menikmati dan memanfaatkan karya
dan negara ini. Jika diamati lebih jauh, sastra untuk memperluas wawasan,
masih banyak fakta lainnya yang memperhalus budi pekerti, serta
menunjukkan bahwa degradasi nilai-nilai meningkatkan pengetahuan dan
luhur itu telah merambah pada seluruh kemampuan berbahasa; dan (6)
jenjang usia dan jenjang kehidupan. menghargai dan membangakan sastra
Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia sebagai khazanah budaya dan
pembangunan karakter kebangsaan yang intelektual manusia Indonesia.
mengindonesia merupakan hal yang Ruang lingkup mata pelajaran
sangat mendesak untuk dilaksanakan Bahasa Indonesia di sekolah dasar
pada era globalisasi. mencakup komponen kemampuan
Globalisasi merupakan era berbahasa dan kemampuan bersastra
keterbukaan dan kesejagatan yang mana yang meliputi aspek-aspek; (1)
batas-batas negara bukan merupakan mendengarkan, (2) berbicara, (3)
sesuatu yang penting. Bersandar pada membaca, dan (4) menulis. Oleh karena
kedirian akademis di atas, salah satu yang itu, pembelajaran Bahasa Indonesia (PBI)
menjadi trend dan merupakan ciri di SD diarahkan agar siswa memiliki
globalisasi adalah adanya persamaan keterampilan dalam menyimak,
hak. Pada konteks pendidikan, persamaan mendengarkan, membaca dan menulis,
hak itu tentunya berarti bahwa setiap serta dapat mempergunakan keterampilan
individu berhak mendapat pendidikan tersebut sebagai alat berkomunikasi.
yang setinggi-tingginya dan sebaik- Kegiatan pembelajaran akan berhasil
baiknya tanpa memandang bangsa, ras, apabila guru dalam menyajikan materi
latar belakang ekonomi, maupun jenis menggunakan prosedur yang tepat,
kelamin. Pendidikan memiliki tugas untuk diantaranya metode yang tepat, alat
dapat menjawab tantangan tersebut peraga yang sesuai, bahasa pengantar
dengan menyediakan kesempatan bagi yang menarik, dan media pembelajaran
setiap peserta didik untuk memperoleh yang memotivasi keingintahuan siswa.
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai Pada konteks ini, guru sering menghadapi
sebagai bekal mereka memasuki berbagai kendala ketika memberikan
persaingan dunia yang kian hari semakin materi pelajaran, baik yang berasal dari
ketat. Hal yang tidak kalah penting juga siswa, guru, maupun lingkungan. Hal itu
adalah memberikan pendidikan yang menyebabkan proses pembelajaran
bermakna (meaningful learning).
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

kurang berjalan maksimal dan hasil yang dengan mengabaikan domain afeksi dan
didapat kurang memuaskan. psikomotor. Fakta itu sejalan dengan
Pembelajaran Bahasa Indonesia pendapat Sahlan (2012:31) yang
(PBI) memiliki fungsi yang sangat esensial menyatakan bahwa pendidikan karakter
dalam kaitannya dengan pembentukan sepertinya hanya bisa berbicara jauh
karakter kebangsaan. Melalui bahasa, dalam tataran kawasan teoretis, tetapi
peserta didik mengenal dirinya, membisu saat hendak diterjemahkan
budayanya serta budaya orang lain. dalam kehidupan keseharian.
Melalui bahasa pula, peserta didik Karakter berkaitan dengan
mengemukakan gagasan dan pengetahuan moral, perasaan moral, dan
perasaannya. PBI diarahkan untuk perilaku moral. Karakter yang baik terdiri
meningkatkan kemampuan peserta didik atas pengetahuan tentang kebaikan,
untuk berkomunikasi dalam Bahasa keinginan untuk berbuat baik, atau
Indonesia dengan baik dan benar, baik kebiasaan pikiran, kebiasaan perasaan
secara lisan maupun tulisan, serta dalam hati, dan kebiasaan berperilaku
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil yang baik. Zubaedi (2011:8) menyatakan
karya sastra manusia Indonesia. Fakta ini bahwa karakter mengacu pada
tentu merupakan sebuah tugas mulia yang serangkaian sikap (attitudes), perilaku
mesti direalisasikan oleh para guru dalam (behaviors), motivasi (motivations),
PBI. Akan tetapi, fakta di lapangan keterampilan (skills), dan keyakinan
menunjukkan bahwa PBI yang (beliefs). Pernyataan tersebut diperkuat
dikembangkan oleh guru belum mampu oleh Lickona (2012:101) yang menyatakan
secara optimal menjadikan pendidikan bahwa pengetahuan moral, perasaan
karakter sebagai sebuah bagian integral moral, dan tindakan moral dalam
dari tujuan pembelajaran yang manifestasinya merupakan ‘kualitas
dilakukannya. Guru BI masih lebih sering karakter’ yang membuat nilai-nilai moral
bersandar pada upaya pencapaian target menjadi realitas yang hidup. Karakter
ketuntasan kurikulum dengan merupakan cara berpikir dan berperilaku
mengabaikan tujuan mulia PBI yaitu yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
membentuk dan menjadikan siswa hidup dan bekerjasama, baik dalam
sebagai manusia-manusia yang lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
berkarakter keindonesiaan. negara. Individu yang berkarakter baik
Membangun karakter anak sejak adalah individu yang bisa membuat
dini, sangat penting bagi orang tua dan keputusan dan siap mempertanggung-
guru, harapannya agar anak sejak dini jawabkan setiap akibat dari keputusan
memiliki karakter yang baik. Membangun yang ia buat.
karakter anak dapat dilakukan melalui Pembentukan karakter merupakan
jalur pendidikan formal, nonformal salah satu tujuan pendidikan nasional.
maupun informal. Semakin meningkatnya Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003
perhatian orang tua dan pemerintah menyatakan bahwa satu di antara tujuan
terhadap pendidikan anak usia dini, pada pendidikan nasional adalah
satu sisi merupakan hal yang sangat mengembangkan potensi peserta didik
menggembirakan. Akan tetapi, di sisi lain, untuk memiliki kecerdasan, kepribadian
seringkali orang tua dan pendidik juga dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas
masih memiliki pandangan yang kurang tahun 2003 itu bermaksud agar
tepat dan sempit tentang proses pendidikan tidak hanya membentuk insan
pelaksanaan pembentukan pribadi pada Indonesia yang cerdas, namun juga
anaknya, yakni terbatas pada kegiatan berkepribadian atau berkarakter sehingga
akademik saja seperti membaca, menulis, nantinya akan lahir generasi bangsa yang
menghitung, dan mengasah kreativitas. tumbuh berkembang dengan karakter
Fakta ini telah ikut serta menjerumuskan yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa
lembaga pendidikan kepada pencarian serta agama. Pendidikan yang bertujuan
yang salah arah, yaitu terfokus pada melahirkan insan cerdas dan berkarakter
kemasan-kemasan empiris yang kuat itu, juga diungkapkan oleh Licona
menekankan pada capaian kognisi, yakni character education, we always
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

emphasize, is not a new idea. Down mampu mempengaruhi karakter peserta


through history, all over the world, didik. Guru mestinya mampu memainkan
education has had two great goals: to help peran dan fungsinya secara optimal dalam
students become smart and to help them membantu membentuk karakter peserta
become good (Soedarsono, 2009:112). didik. Pada konteks pembentukan ini,
Sejalan dengan pendapat itu, Cronbach harus mencakup keteladanan dari guru itu
menyatakan bahwa “Character is not a sendiri, yaitu bagaimana perilaku guru,
cumulation of separate habits and ideas. cara guru berbicara atau menyampaikan
Character is an aspect of the personality. materi, bagaimana guru bertoleransi, dan
Belief, feeling, and actions are linked; to berbagai hal terkait dalam aktivitas
change character is too reorganize the instruksional guru.
personality. Tiny lessons on principles of Melalui pembelajaran Bahasa
good conduct will not to be effective if they Indonesia, diharapkan realisasi pendidikan
cannot be integrated with the person’s karakter pada anak usia sekolah dasar
system of beliefs about himself, about dapat dioptimalkan, mengingat bahasa
others and about the good community” disamping sebagai salah satu unsur
(Sastroadmodjo, 2011:6). Melalui kebudayaan, memungkinkan pula
pendidikan karakter yang diterapkan manusia memanfaatkan pengalaman-
secara sistematis dan berkelanjutan, pengalaman mereka, mempelajari dan
tingkat kecerdasan emosional anak mengambil bagian dalam pengalaman-
semakin meningkat. pengalaman itu, serta belajar berkenalan
Komponen-komponen karakter yang dengan nilai-nilai dasar berkehidupan
baik menurut Lickona (Dantes, 2008:23) yang sangat dibutuhkan dalam
adalah (1) moral knowing yang terdiri atas bermasyarakat. Bahasa sebagai alat
moral awarness, knowing moral values, komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap
perspective taking, moral reasoning, orang untuk merasa dirinya terikat dengan
decision making, dan self knowlegde; (2) nilai dan budaya kelompok sosial yang
moral feeling yang terdiri atas conscience, dimasukinya sehingga mendorong
self-esteem, empathy, loving the good, terbangunnya integrasi (pembauran) yang
self control, dan humility; (3) moral action sempurna bagi tiap moral dasar individu
yang terdiri atas competence, will, dan dalam bermasyarakat dan bernegara.
habit.
Berdasarkan kajian empiris dan METODE
konseptual di atas, dapat ditarik benang Penelitian ini merupakan penelitian
merah terkait dengan makna dan konsepsi deskriptif. Fokus penelitian ini adalah 1)
pendidikan karakter, yaitu suatu sistem folklor Bali yang digunakan oleh guru di
penanaman nilai-nilai karakter kepada sekolah dasar, 2) nilai-nilai karakter dalam
warga sekolah yang meliputi komponen folklor Bali, dan 3) relevansi pokok-pokok
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, materi pendidikan karakter yang terdapat
dan tindakan untuk melaksanakan nilai- pada folklor Bali dalam pembelajaran
nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter Bahasa Indonesia di sekolah dasar.
di sekolah, semua komponen (pemangku Subjek penelitian ini adalah guru
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk Bahasa Indonesia kelas I, II dan III,
komponen-komponen pendidikan itu tersebar di 44 sekolah dasar yang dipilih
sendiri, yaitu isi kurikulum; proses berdasarkan kriteria penarikan sampel.
pembelajaran dan penilaian; penanganan Keseluruhan data dalam penelitian
atau pengelolaan mata pelajaran; ini dikumpulkan dengan angket. Data
pengelolaan sekolah; pelaksanaan mengenai folklor Bali dan nilai karakter
aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler; dikumpulkan dengan angket terbuka.
pemberdayaan sarana prasarana, Sementara data mengenai kerelevanan
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga materi pendidikan karakter yang terdapat
sekolah atau lingkungan. Dengan kata dalam folklor Bali dengan kompetensi
lain, pada konteks pendidikan formal, yang dituntut oleh mata pelajaran Bahasa
pendidikan karakter adalah segala Indonesia di sekolah dasar dikumpulkan
sesuatu yang dilakukan guru, yang menggunakan angket tertutup yang dibuat
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

berdasarkan syarat-syarat pembuatan kebudayaannya, yang diwariskan secara


instrumen. turun temurun secara lisan atau melalui
suatu contoh yang disertai dengan gerak
HASIL DAN PEMBAHASAN isyarat atau alat pembantu pengingat.
Berdasarkan hasil penelitian, folklor Dengan demikian, foklor adalah bagian
Bali yang bisa digunakan dalam kebudayaan yang disebarkan dan
pembelajaran Bahasa Indonesia di diwariskan secara tradisional, baik dalam
sekolah dasar untuk kelas I adalah Siap bentuk lisan maupun contoh yang disertai
Selem, Ni Timun Mas, I Cupak lan I dengan gerak isyarat atau alat pembantu
Gerantang, dan I Ubuh, untuk kelas II pengingat.
adalah: I Belog, Pan Balang Tamak, I Hasil penelitian tentang nilai
Durma, dan Ni Timun Mas, dan untuk karakter yang termuat dalam folklor Bali di
siswa di kelas III terdiri dari: Jayaprana, Ni sekolah dasar yaitu moral knowing yang
Tuwung Kuning, I Raja Pala, Ni Bawang meliputi percaya kepada TYME, percaya
Teken Ni Kesuna, Men Tiwas Teken Men diri, toleransi, kerja sama. Moral feeling
Sugih, I Cicing Teken I Kambing, dan I yang meliputi rasa empati, kejujuran,
Durma. nasionalisme, keteguhan hati. Moral
Hasil penelitian menunjukkan bahwa acting yang meliputi kepemimpinan,
folklor Bali yang digunakan oleh guru di tanggung jawab, keberanian mengambil
sekolah dasar cukup beragam, risiko, rendah hati. Moral belief meliputi
disesuaikan dengan kebutuhan anak kemandirian, kesetiaan dan keadilan.
didiknya. Cerita yang dipilih pun dari Penanaman nilai-nilai karakter
beragam tema seperti binatang, legenda, kepada warga sekolah yang meliputi
cerita jenaka, bahkan yang bersifat komponen pengetahuan, kesadaran atau
takhayul. Hal itu sesuai dengan pendapat kemauan, dan tindakan untuk
Munandar (1986) bahwa minat anak melaksanakan nilai-nilai adalah tujuan dari
terhadap isi cerita sangat dipengaruhi oleh pendidikan karakter. Pendidikan karakter
usia kronologis anak. dapat dimaknai sebagai “the deliberate
Sejalan dengan paparan hasil use of all dimensions of school life to
penelitian tersebut, Riastini dan foster optimal character development”
Margunayasa (2013:106-110) menyatakan (Dantes, 2012:2). Dalam pendidikan
bahwa terdapat pengaruh penggunaan karakter di sekolah, semua komponen
media satua Bali sebagai media (pemangku pendidikan) harus dilibatkan,
pembelajaran terhadap nilai-nilai karakter termasuk komponen-komponen
bangsa pada siswa sekolah dasar. pendidikan itu sendiri, pelajaran,
Foklor dalam penelitian ini sering pengelolaan sekolah, pelaksanaan
diidentikkan dengan tradisi dan kesenian aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
yang berkembang pada zaman sejarah pemberdayaan sarana prasarana,
dan telah menyatu dalam kehidupan pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga
masyarakat. Di dalam masyarakat sekolah/lingkungan. Di samping itu,
Indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, pendidikan karakter dimaknai sebagai
suku, bangsa, golongan agama masing- suatu perilaku warga sekolah yang dalam
masing telah mengembangkan foklornya menyelenggarakan pendidikan harus
sendiri-sendiri sehingga di Indonesia berkarakter.
terdapat aneka ragam foklor. Foklor ialah Untuk memfasilitasi peserta didik
kebudayaan manusia (kolektif) yang mengembangkan dirinya menjadi insan
diwariskan secara turun-temurun, baik yang berkarakter tangguh, ada banyak
dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat. nilai yang perlu ditanamkan. Akan tetapi,
Pernyataan di atas didukung oleh menanamkan semua karakter kepada
teori yang dikemukakan oleh Danandjaya, peserta didik merupakan hal yang tidak
(2002: 1) bahwa folklor berasal dari mudah. Oleh sebab itu, perlu diidentifikasi
bahasa Inggris, folklore (kata jamak) yaitu sejumlah nilai prioritas yang akan
folk dan lore. Folk adalah kolektif ditanamkan kepada siswa. Nilai-nilai yang
‘collectivity’. Yang dimaksudkan dengan dikembangkan dalam pendidikan budaya
lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian dan karakter bangsa diidentifikasi dari
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

sumber-sumber agama, pancasila, responsibel, disiplin, mandiri (c) respect


budaya dan tujuan pendidikan nasional. dan beretika, (d) kerjasama dan peduli, (e)
Individu yang berkarakter baik atau kreatif, confidence, (f) ramah dan
unggul adalah seseorang yang berusaha humanis. Pengembangan silabus, serta
melakukan hal-hal yang terbaik terhadap materi pembelajaran diperlukan sesuai
TYME, dirinya, sesama, lingkungan, dengan tingkatan siswa di sekolah dasar.
bangsa dan negara serta dunia Di Bali, folklor sering
internasional pada umumnya dengan diperdengarkan oleh orang tua sebagai
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) bentuk penanaman nilai-nilai moral dan
dirinya dan disertai dengan kesadaran, sekaligus pengenalan budaya Bali.
emosi dan motivasinya (perasaannya). Umumnya, cerita Bali itu disebut dengan
Berdasarkan hasil analisis terhadap satua. Cerita-cerita tersebut merupakan
kurikulum Bahasa Indonesia SD salah satu bagian dari folklor lisan karena
menyangkut sebaran standar kompetensi disebarkan dari mulut ke mulut, serta tidak
(SK), kompetensi dasar (KD), dan pokok- ada nama pengarangnya. Meskipun folklor
pokok materi pembelajaran Bahasa lisan tersebut kini tersaji dalam bentuk
Indonesia pada masing-masing kelas cetakan, hal itu semata-mata untuk
(kelas I s/d III) sekolah dasar dan hasil keperluan dokumentasi. Tentunya untuk
analisis terhadap kuesioner yang telah anak-anak seusia SD, akan dipilih tema
disebarkan kepada para guru Bahasa cerita yang mengandung unsur jenaka,
Indonesia di Kecamatan Buleleng dan menarik untuk disimak anak. Berbagai
diperoleh gambaran bahwa materi jenis cerita yang eksis dalam masyarakat
pendidikan karakter yang termuat dalam Bali hingga kini apabila diklasifikasikan
folklor Bali relevan dengan kompetensi menurut tokoh-tokohnya terdiri atas tokoh
yang dituntut oleh mata pelajaran Bahasa binatang seperti I Siap Selem, I Lutung, I
Indonesia di sekolah dasar karena seluruh Bojog teken Kambing; dan tokoh manusia
nilai karakter pada folklor Bali yang seperti I Ubuh, Ni Bawang teken Ni
digunakan oleh guru dapat diintegrasikan Kesuna, Ni Tuwung Kuning, Pan Balang
ke dalam sebaran kompetensi dasar (KD). Tamak, dan lain-lain.
Secara rinci, nilai karakter dominan yang Selain mengandung hiburan, dan
terdapat pada folklor Bali yang digunakan nilai-nilai moral kemanusiaan, cerita Bali
oleh guru dan relevan diintegrasikan ke tersebut juga mengedepankan contoh-
dalam sebaran KD di kelas I adalah contoh perilaku baik dan buruk agar dapat
percaya diri dengan tingkat kerelevanan dicerna oleh anak sehingga nantinya
tinggi. Nilai karakter dominan yang dapat dipakai sebagai suatu pijakan dalam
terdapat pada folklor Bali yang digunakan melangkah menapaki hidup. Hal itu
oleh guru dan relevan diintegrasikan ke disampaikan melalui amanat cerita Bali
dalam sebaran KD di kelas II adalah yang komunikatif (Suastika, 2011: 2).
kemandirian dengan tingkat kerelevanan Berdasarkan rasional di atas, folklor Bali
tinggi. Nilai karakter dominan yang merupakan salah satu media yang mampu
terdapat pada folklor Bali yang digunakan berperan sebagai pembentuk karakter
oleh guru dan relevan diintegrasikan ke peserta didik melalui ide, pesan atau
dalam sebaran KD di kelas III adalah amanat serta nilai-nilai budaya yang
percaya diri dengan tingkat kerelevanan terkandung di dalamnya. Dalam hal ini
tinggi. dituntut kekreatifan pendidik untuk
Hasil penelitian di atas sejalan menyeleksi, mengemas, serta
dengan penelitian Sudirman dan Mohd. mengintegrasikan folklor-folklor secara
Meerah (2012) yang menyimpulkan baik ke dalam pembelajaran.
bahwa setidak-tidaknya tiga dari enam Pendidikan karakter berbasis folklor
pilar karakter harus dibangun semenjak Bali dalam pembelajaran Bahasa
siswa di kelas rendah, mengingat Indonesia di sekolah dasar memiliki
banyaknya perilaku menyimpang peranan yang sangat penting dalam
dilakukan sekalipun siswa masih duduk di membangun pribadi insan Indonesia yang
bangku kelas rendah. Keenam pilar itu cerdas dan berakhlak mulia. Pada era
antara lain (a) yakin dengan Tuhan, (b) globalisasi ini, pendidikan karakter tidak
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

sekadar sebagai pedoman dalam yang digunakan dalam pembelajaran


berperilaku, tetapi sebagai acuan untuk Bahasa Indonesia di kelas I adalah Siap
menguasai IPTEKS dengan sikap dan Selem dengan persentase 40,9%; Ni
pola tingkah laku sesuai dengan kaidah Timun Mas 25,0%; I Cupak lan I
dan falsafah hidup bangsa serta Gerantang 18,2% dan I Ubuh 15,9%, di
kebudayaan Indonesia. kelas II adalah: I Belog dengan
Perkembangan masyarakat, persentase 38,6%; Pan Balang Tamak
kemajuan teknologi dan perubahan 29,5%; I Durma 27,3% dan Ni Timun Mas
lingkungan telah menimbulkan berbagai 4,5%, dan di kelas III adalah Jayaprana
tantangan baru utamanya dalam bidang dengan persentase 22,7%; Ni Tuwung
pendidikan. Pengintegrasian nilai budaya Kuning18,2%; I Raja Pala 15,9%; Ni
dan norma-norma menjadi hal yang patut Bawang Teken Ni Kesuna 15,9%, Men
diberikan perhatian lebih intens agar Tiwas Teken Men Sugih 13,5%; I Cicing
generasi penerus bangsa dapat Teken I Kambing 9,1% dan I Durma 4,5%.
meneruskan cita-cita luhur negara Kedua, nilai karakter dalam folklor
Indonesia. Pendidikan karakter Bali yang digunakan di dalam
seyogyanya diinternalisasikan dengan pembelajaran BI di sekolah dasar adalah:
baik oleh segenap komponen yang (1) I Siap Selem, dengan nilai-nilai
terlibat dalam bidang pendidikan sejak karakter: kemandirian, tanggung jawab,
dini dalam setiap pembelajaran. Hal itu dan kerjasama, (2) Ni Timun Mas, dengan
mengingat tujuan manusia bukan nilai-nilai karakter: percaya pada TYME,
berhenti pada pemenuhan kebutuhan keteguhan hati, dan keberanian
material saja, tetapi jauh dari pada itu, mengambil risiko, (3) I Cupak lan I
mendambakan “the meaning of life” Grantang, dengan nilai-nilai karakter:
sehingga ia dapat hidup lebih bermakna percaya diri, keberanian mengambil risiko,
dan kaya akan nilai-nilai sebagai dan keteguhan hati, (4) I Ubuh, dengan
pelengkap kehidupannya (Mayun, 1996: nilai-nilai karakter: kemandirian,
26). keteguhan hati, dan percaya pada TYME,
Mengacu pada hal tersebut, folklor (5) I Durma, dengan nilai-nilai karakter:
Bali merupakan alat yang penting dalam keteguhan hati, rasa empati, dan
menyampaikan ide, rasa, nilai, kemandirian, (6) Pan Balang Tamak,
pengetahuan, adat, kebiasaan yang ada dengan nilai-nilai karakter: percaya diri,
dalam lingkungan masyarakat Bali. kejujuran, dan keberanian mengambil
Pengintegrasian nilai pendidikan karakter risiko, (7) I Belog, dengan nilai-nilai
melalui folklor dalam pembelajaran karakter: percaya diri, kejujuran, dan
Bahasa Indonesia sangat penting tanggung jawab, (8) I Rajapala, dengan
dilakukan pada siswa sekolah dasar, nilai-nilai karakter: percaya diri,
karena nilai pendidikan, agama, budi keberanian mengambil risiko, dan
pekerti, kemanusiaan akan tumbuh tanggung jawab, (9) I Cicing Teken I
secara dini sebagai dasar pembentukan Kambing, dengan nilai-nilai karakter:
moral anak. Berbahasa merupakan kerjasama, kejujuran, dan keadilan, (10)
kegiatan yang selalu mengisi berbagai Jayaprana, dengan nilai-nilai karakter:
bidang kehidupan umat, misalnya, bidang kesetiaan, kejujuran, dan keteguhan hati,
ekonomi, hukum, politik, termasuk juga (11) Ni Tuwung Kuning, dengan nilai-nilai
bidang pendidikan. Kegiatan tersebut karakter: percaya diri, kejujuran, dan
dilakukan baik secara transaksional tanggung jawab, (12) Men Tiwas Teken
maupun interaksional. Melalui kegiatan Men Sugih, dengan nilai-nilai karakter:
tersebut pemakai bahasa berusaha keteguhan hati, percaya pada TYME,
memberikan, memaparkan, rendah hati, dan keadilan, dan (13) Ni
menceritakan, atau menyarankan Bawang Teken Ni Kesuna, dengan nilai-
sesuatu. nilai karakter: keteguhan hati,
kemandirian, rendah hati, percaya pada
SIMPULAN DAN SARAN TYME, dan keadilan.
Berdasarkan analisis data, dapat Ketiga, materi pendidikan karakter
disimpulkan bahwa pertama, Folklor Bali yang termuat dalam folklor Bali relevan
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

dengan kompetensi yang dituntut oleh Pasca Sarjana Undiksha.


mata pelajaran Bahasa Indonesia di Singaraja.
sekolah dasar karena seluruh nilai
karakter pada folklor Bali yang digunakan Dantes, Nyoman, dkk. 2012. “Pendidikan
oleh guru dapat diintegrasikan ke dalam Karakter untuk Menciptakan
sebaran kompetensi dasar (KD). Nilai Sekolah menjadi A Caring
karakter yang paling dominan dapat Community (Suatu Rangkaian
diintegrasikan, berturut-turut di kelas I Perspektif dan Kebijakan
adalah percaya diri dengan tingkat Pendidikan Pendidikan
kerelevanan tinggi, di kelas II adalah Menghadapi Tantangan Global)”.
kemandirian dengan tingkat kerelevanan Makalah. Singaraja: Universitas
tinggi, dan di kelas III adalah percaya diri Panji Sakti.
dengan tingkat kerelevanan tinggi.
Saran berdasarkan hasil penelitian Danandjaja, James. 2002. Folklor
ini guna peningkatkan kualitas Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama
pembelajaran Bahasa Indonesia adalah Grafiti.
sebagai berikut. Pertama, para guru
Bahasa Indonesia di kelas awal sekolah Departemen Pendidikan Nasional
dasar, diharapkan senantiasa mengaitkan Republik Indonesia. 2003.Undang-
atau mengelaborasi nilai-nilai karakter undang Republik Indonesia Nomor
tersebut dalam pembelajaran Bahasa 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Indonesia, sehingga akan menjadikan Pendidikan Nasional. Jakarta.
Bahasa Indonesia sebagai media
pendidikan karakter yang produktif dan Departemen Pendidikan Nasional
berdaya guna bagi pembangunan karakter Republik Indonesia. 2007. Model
kebangsaan, menuju terwujudnya sumber Kurikulum Tingkat Satuan
daya manusia Indonesia yang mapan dan Pendidikan di Sekolah Dasar.
siap menjalani kehidupan masyarakat
global yang dinamis, dengan tanpa Lickona, Thomas. 2012. Mendidik untuk
kehilangan jati diri dan kedirian budaya Membentuk Karakter: Bagaimana
bangsanya. Kedua, pengambil kebijakan Sekolah Dapat Memberikan
diharapkan untuk mempertimbangkan Pendidikan tentang Sikap Hormat
folklor Bali sebagai model alternatif dalam dan Bertanggung jawab.
meningkatkan nilai- nilai karakter siswa. Terjemahan Juma Abdu
Ketiga, peneliti diharapkan mampu Wamaungo. Educating for
menindaklanjuti temuan penelitian ini, Character. 1991. Jakarta: Bumi
dengan melibatkan variabel dan cakupan AksaraMayun, Ida Bagus, dkk.
sampel yang lebih luas sehingga dapat 1996. Wujud, Arti dan Fugsi
menghasilkan temuan yang lebih Puncak-puncak Kebudayaan Lama
komprehensif dan valid, bagi penguatan dan Asli Bagi Masyarakat Bali.
kedirian dan fungsionalisasi pembelajaran Depdikbud
Bahasa Indonesia dalam kaitannya
dengan pendidikan karakter menuju Munandar, Utami. 1986. Memupuk Rasa
terwujudnya pembangunan karakter Tanggung Jawab dan Kemandirian
bangsa yang optimal melalui Anak. Jakarta: Gramedia.
pembelajaran Bahasa Indonesia,
khususnya di sekolah dasar. Ristiani, Pt Nanci.,I Gd. Margunayasa.
2013. “Pengaruh Satua Bali
DAFTAR RUJUKAN Terhadap Nilai Karakter Siswa”.
Prosiding Seminar Nasional Riset
Dantes, Nyoman. 2008. “Pendidikan Inovatif I. Lembaga Penelitian
Multikultur dan Integritas Undiksha. Singaraja. 2013. Hal:
Kebangsaan dalam Pembelajaran 106-110.
PKn dan IPS”. Makalah. Program
e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

Sahlan, Asmaun & Angga Teguh Prastyo.


Desain Pembelajaran Berbasis
Pendidikan Karakter. Jogjakarta:
Azz-Ruzz Media.

Sastroatmodjo, Sudijono. 2012.


“Menanamkan Nilai-nilai Karakter
Generasi Emas: Menyongsong
Indonesia 2045” (halaman 3-17).
Buku Makalah Utama Konaspi 7.
2012. Yogyakarta: UNY Press.

Soedarsono, Soemarno. 2009. Karakter


Mengantar Bangsa dari Gelap
Menuju Terang. Jakarta: Elex
Media Komputindo.

Suastika, I Made. 2011. Tradisi Sastra


Lisan (satua) di Bali : Kajian
Bentuk, Fungsi dan Makna.
Denpasar: Pustaka Larasan

Sudirman dan Mohd. Meerah. 2012. “The


Development of Character
Education Curriculum For
Elementary School Students”.
Dimuat dalam International Journal
on Social Science Economics & Art
Vol.2 No. 4. 2012 hal. 8-11

Zubaedi. 2011. Desain pendidikan


Karakter: Konsepsi dan
Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai