Oleh :
Aghisna Binurilla S. (1703151)
Fitamala Juliasih (1703525)
Rahayu Meilawati (1700311)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan
karunia serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
merupakan tugas dan syarat untuk memenuhi tugas bahasa indonesia. Sholawat
serta salam tetap terhaturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa
risalah suci, petunjuk dan jalan lurus menuju keridhoan Ilahi Robbi. Penulis sadar
sepenuhnya bahwa makalah ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bimbingan dan
bantuan dari semua pihak. Dengan terinring rasa hormat, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Hj. Sri Anggraeni, M.S. selaku Dosen Mata Kuliah Biologi Dasar
dan Dosen pembimbing.
2. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesain makalah ini.
Penulis meyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dibutuhkan untuk pembuatan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
2.6 Pengaruh Faktor Lingkungan bagi
Lichen .............................................................................................................
9
2.7 Bioindikator Kualitas
Udara ..............................................................................................................
9
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu
penelitian ........................................................................................................
12
3.2 Metode
Penelitian ........................................................................................................
12
3.3 Alat dan
bahan ..............................................................................................................
12
3.4 Cara
Kerja ...............................................................................................................
12
3.5 Hasil
Penelitian ........................................................................................................
13
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan.....................................................................................................
20
4.2
Saran ...............................................................................................................
20 ....................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA .................................................................................................................
21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia mulai membuka mata dan mulai menfokuskan diri pada bidang
industri. Dampaknya, pabrik-pabrik mulai di bangun dimana-mana, di daerah-
daerah dan lebih banyak lagi di kota-kota besar..
Namun masalah kota besar tidak hanya soal industri, namun juga
banyaknya kendaran bermotor karena pesatnya mobilisasi orang-orang dikota.
Hal-hal ini lah yang mengakumulasi banyaknya zat-zat yang berbahaya ke
udara, hingga membuat udara perkotaan tercemar.
1
perubahan kondisi lingkungan yang akan memberikan informasi tentang
perubahan dan tingkat pencemaran lingkungan (Kovacs, 1992). Sehingga
pencemaran bisa segera ditangani.
2
1.3 Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari mini riset ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mulai tercemar dalam hutan
1.4 Hipotesis.
Adanya perbedaan keragaman serta morfologi lichen yang dijumpai pada
tempat yang tercemar dan tidak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan
disebut endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan
tumbuhan disebutendoploidik atau endoploidal. Lichenes yang
longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut
leprose.
2.2.2 Foliose.
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh
lobuslobus.Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya.
Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang
mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda.
Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Rhizines ini
juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh
: Xantoria, Physcia, Peltigera, Parmelia dll.
2.2.3 Fruticose.
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan
bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada
batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan
antara permukaan atas dan bawah. Contoh: usnea, Ramalina, dan
Cladonia.
2.2.4 Squamulose.
Lichen ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini disebut
squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan
sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.
Contoh: Psora pseudorusselli, Cladonia carneola.
5
besar fragmentasi tersebut dilakukan saat musim kering atau saat talus pada
Lichen mengalami kekeringan dan memulai pertumbuhannya ketika mulai
terdapat embun. Perkembangbiakan lumut kerak dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu vegetatif dan generatif.
6
2.4 Anatomi Lichen.
Secara umum anatomi jaringan talus lichen tersusun atas beberapa
lapisan diantaranya sebagai berikut :
1. Korteks Atas
Lapisan teratas disebut sebagai lapisan hifa fungi. Lapisan ini tidak
memiliki ruang antar sel dan jika ada maka ruang antar sel biasanya diisi
oleh gelatin. Pada beberapa jenis lumut kerak yang bergelatin, kulit atas juga
kekurangan satu atau beberapa sel tipis. Namun, permukaan tersebut dapat
ditutupi oleh epidermis (Misra & Agrawal, 1978). Alga sangat penting
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi lumut kerak, karena alga dapat
melakukan fotosintesis (Moore, 1972). secara umum, lapisan atas alga
diketahui dapat menerima cahaya matahari. Simbiosis yang terjadi
mengakibatkan kedia komponen tersebut saling bergantung satu sama lain.
Lumut kerak dapat mengabsorbsi air dari hujan, aliran permukaan, dan
embun.
2. Lapisan Alga
Lapisan ini berada dibawah lapisan korteks atas yang terdiri atas
lapisan gonodial. Lapisan ini merupakan jalinan hifa fungi yang
bercampur dengan alga. Berdasarkan penyeberan lapisan alga pada
talusnya, lumut kerak telah diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu
homoiomerus dan heteromerous.
Pada homoimerus, sel alga tersebar merata pada jaringan longgar hifa
fungi sedangkan pada heteromerus sel-sel alga terbatas pada lapisan atas
talus (Misra & Agrawal, 1978)
3. Medulla
Menurut Misra & Agrawal (1978), lapisan medulla terdiri dari jalinan
longgar hifa-hifa. Lapisan ini akan memberikan kekuatan dan penghubung
anatar lapisan bawah dan atas atau bagian luar dan dalam talus. Menurut
Fink (1961), lapisan ini menyerupai parenkim bung karang seperti pada
jaringan daun. Pembagian atau pemisahan antara lapisan alga dan lapisan
medula tidak selalu terjadi secara sempurna. Pada lapisan ini hanya sedikit
terdapat sel-sel alga, dan pada umumnya lapisan ini realtif tebal dan tidak
berwarna atau transparan.
4. Korteks Bawah
Menurut Fink (1961), lapisan korteks bagian bawah sangat mirip
dengan lapisan korteks bagian atas. Pada lapisan ini akan terbentuk rizoid
yang berkembang masuk ke substrat. Jika rizoid tidak ada, maka fungsinya
7
akan digantikan oleh hifa-hifa fungi yang merupakan perpanjangan hifa
dari lapisan medulla.
Menurut Meler & Chapman (1983) diacu dalam Ronoprawiro (1989)
menyatakan bahwa hubungan fungi dan alga merupakan simbiosis dan
hubungan ini terjadi melalui houstoria, yaitu terjadi pelekatan yang erat
benang fungi pada alga. Pada lumut kerak, terdapat dua tipe houstaria,
yaitu houstaria intramembran yang masuk kedalam dinding sel alga dan
tidak banyak yang melewatinya dan houstaria intrasel, masuk jauh ke
dalam sel alga (Pevelling, 1973; Fitting et al., 1954 diacu dalam
Ronoprawiro, 1989). lumut kerak yang memiliki struktur talus yang jelas
pada umumnya hanya mempunyai houstaria intramembran (Tschermak,
Geitler, Plessl, cit Pevelling, 1973 diacu dalam Ronoprawiro, 1989).
Menurut Fink (1981), lumut kerak yang ada pada pohon umumnya
tumbuh pada batang atau bagian batang yang lebih rendah. Menurut Pandey
& Trivendi (1977); Misra & Agrawal (1978), habitat lumut kerak dapa
dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
1) Saxicolous adalah jenis lumut kerak yang hidup di batu. Menempel
pada substrat yang padat dan di daerah dingin.
2) Corticolous adalah jenis lumut kerak yang hidup pada kulit pohon.
Jenis ini sangat terbatas pada daerah tropis dan subtropis, yang
sebagian besar kondisi lingkungannya lembab.
3) Terricolous adalah jenis lumut kerak terestrial, yang hidup pada
permukaan tanah
8
2.6 Pengaruh Faktor Lingkungan bagi Lichen
2.6.1 Faktor Lingkungan.
Pertumbuhan lumut dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan,
antara lain suhu udara, kelembapan udara dan kualitas udara.
2.6.1.1 Suhu udara
Lumut kerak memiliki kisaran toleransi suhu yang cukup
luas. Lumut kerak dapat hidup baik pada suhu yang sangat
rendah atau pada suhu yang sangat tinggi. Lumut kerak akan
segera menyesuaikan didi bila keadaan lingkungannya kembali
normal. Salah satu contohnya alga jenis Trebouxia tumbuh baik
pada kisaran suhu 12-24 C, dan fungi penyusun lumut kerak
pada umumnya baik pada suhu 18-21 C (Ahmadjian, 1967).
2.6.1.2 Kelembapan udara
Walaupun lumut kerak tahan pada kekeringan dalam jangka
waktu yang cukup panjang, namun lumut kerak tumbuh dengan
optimal pada lingkungan yang lembab (Ronoprawiro, 1989).
2.6.1.3 Kualitas udara
Kemampuan lumut kerak untuk merespon perubahan yang
ditimbulkan oleh kondisi lingungan menyebabkan lumut kerak
dapat dipakai sebagai bioindikator untuk pencemaran udara
(Galun, 1988 diacu dalam Noer, 2004). hal tersebut dijelaskan
oleh Woodruff (1996) diacu dalam Simoson (1996) yang
menyatakan bahwa berdasarkan objek penelitian yang telah
dilakukan beberapa jenis lumut kerak dapat menjadi indikator
dalam waktu pendek karena pertumbuhannya yang lambat dan
di dalam sel terdapat bahan campuran dari polusi yang telah ada.
2.7 Bioindikator Kualitas Udara
Alexopolous & Mims (1979) menyatakan bahwa pusat kota dengan
polusi industri beratnya tidak ditemukan atau jarang ditemukan lumut kerak.
Populasi lumut kerak secara bertahap bertambah pada jarak semakin jauh
dari pusat kota tersebut. Dengan demikian lumut kerak dapat digunakan
sebagai petunjuk di dalam program mengukut kualitas lingkungan, dimana
9
bahwa tidak ada organisme lain yang lebih peka terhadapat sulfur dioksida
(SO2) dari pada lumut kerak.
10
menimbun logam-logam berat yang dipancarkan ke udara lebih cepat
daripada tanaman tinggi (Noer dan Bonito, 1982 diacu dalam Soedaryanto
et al, 1992).
Menurut Garty (2000) diacu dalam Wijaya (2004), berdasarkan daya
sensitivitasnya terhadap pencemaran udara maka lumut kerak
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: sensitif, merupkan jenis yang sangat
peka terhadap pencemaran udara, pada daerah yang telah tercemar jenis ini
tidak akan dijumpai, toleran merupakan jenis yang tahan (resisten) terhadap
pencemaran udara dan tetap mampu hidup pada daerah yang tercemar,
pengganti merupakan jenis yang muncul setelah sebagian besar komunitas
lumut kerak yang asli rusak karena pencemaran udara.
Menurut Noer (2004), terdapat beberapa paremeter yang dapat
dipergunakan dalam penelitian lumut kerak untuk mengukur adanya
pencemaran udara:
1) Keanekaan : jumlah jenis yang terdapat di setiap substrat yang diamati.
Pada daerah dimana pencemaran telah terjadi, jumlah jenis yang ada
sedikit dan jenis-jenis yang peka sekali akan hilang.
2) Pertumbuhan : diamati dengan melihat keadaan morfologi dan warna
talusnya. Lumut kerak di daerah yang tercemar pertumbuhannya kurang
baik, warnanya pucat atau berubah.
3) Kesuburan : dilihat ada tidaknya alat berkembangbiak yaitu soredia,
isidia, lobules, chypellea dan chepaloidia. Pada daerah tercemar, lumut
kerak yang ada kurang subur dan alat berkembang biak tidak ada.
4) Frekuensi : penyebaran dan pengelompokan lumut kerak pada setiap
substrat yang diamati, sedangkan frekuensi adalah kehadiran lumut kerak
pada setiap pohon contoh dimasing-masing stasiun pengamatan.
5) Persentase penutupan (density) : diukur dengan menghitung luas
penutupan lumut kerak pada substrat atau habitat yang diamati.
11
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
12
4. Ambil sample lichen dengan cara dikerik lalu masukan pada plastik
spesimen dan di labeli.
13
Hutan Bababkan Siliwangi
14
Jl. DR. Setiabudhi
15
3.5.2 Hasil penelitian
Crustose Orange
9 Taman Hutan Ir. Djuanda
Foliose Hijau muda
16
Dari data di atas terlihat bahwa bentuk lumut kerak yang banyak dijumpai adalah
bentuk crustose dan foliose. Bentuk squamulose hanya ditemukan satu di hutan
babakan siliwangi. Sedangkan bentuk fructicose tidak dijumpai di tiga tempat
pengamatan.
Warna lumut kerak di babakan siliwangi beraneka ragam, mulai dari hijau muda,
hijau tua pucat, hingga abu-abu. Sedangkan di Jl. DR. Setiabudhi terlihat lumut
kerak memiliki warna hijau pucat hingga abu-abu. Pada Taman Hutan Ir. Djuanda,
terlihat lumut kerak lebih beraneka warna. Mulai dari orange, hijau muda, hijau tua,
sampai abu-abu.
Jika dilihat dengan mata tanpa pengukuran, di Hutan Babakan Siliwangi, lumut
kerak hanya menutupi sedikit dari batang pohon, begitupun dengan lumut kerak
yang terdapat di pohon sepanjang Jl. DR. Setiabudhi, lumut kerak disana tidak
penuh menutupi batang pohon. Berbeda dengan lumut kerak yang terdapat di
pohon-pohon di Taman Hutan Ir. Djuanda, jika dilihat dengan dekat dan seksama
maka lumut kerak menutupi hampir seluruh batang terutama batang bagian bawah.
17
Jl. DR. Setiabudhi
18
Taman
Hutan Ir.
Djuanda
19
20
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan.
Lumut kerak ini merupakan salah satu organisme yang digunakan sebagai
bioindikator pencemaran udara. Kematian lichen yang sensitif dan peningkatan
dalam jumlah spesies yang lebih tahan lama dalam suatu daerah dapat dijadikan
peringatan dini akan kualitas udara yang memburuk. Pada daerah yang cukup
baik dan tidak mengalami pencemaran, kepadatan lichen pada pohon-pohon
disekitar dan dominan ditumbuhi oleh berbagai jenis lichen dengan warna yang
tidak pucat.
4.2 Saran.
Sebelum melakukan penelitian sebbaiknya lebih mempersiapkan alat yang
akan digunakan. Selain itu juga harus mempersiapkan ilmu agar hasil penelitian
lebih akurat dan lebih detail.
21
DAFTAR PUSTAKA
http://biologipedia.blogspot.co.id/2010/09/lichenes.html?m=1
http://biodiversitywarriors.org/m/article.php?idj=1850
Pratiwi, M.E. (2006). Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara
(Studi Kasus : Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan
Mahoni Cikabayan). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Nurjanah, H, dkk. Keragaman dan Kemampuan Lichen Menyerap Air Sebagai
Bioindikator Pencemaran Udara di Kediri. Jurnal Ilmiah. Kediri : Universitas
Nusantara PGRI Kediri.
22