Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATANANAK

PADA PASIEN DENGAN SAH (SUBARACHNOID HEMORRHAGE)


DIRUANGAN THALASEMIA RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU

Oleh: Kelompok 5

Yulita, S.Kep
Lili Sofia, S.Kep
Sri DewiZalmi, S. Kep
AdityaNugraha, S.Kep
Nurcahyati, S. Kep

PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak
dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang
sering pada trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh darah
leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak, atau
pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah serebral major.
Insiden subarachnoid pendarahan subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh
gangguan peredaran darah otak(GPDO) Usia : insidennya 62% pendarahan subarachnoid
timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia
berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang
terjadi setelah suatu cedera kepala, pada MAV laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
Pasien yang mengalami subarachnoid, mampu bertahan dari pendarahan subarachoid
dan mengalami adhessi anachnoid, obstruksi aliran cairan cerebrospinal dan hidrocepalus,
serta cedera intrkarnial juga dapat terjadi.
Dalam hal ini peran serta perawat harus mampu untuk melakukan kolaborasi dengan
dokter dan tim kesehatan lainnya agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang dapat
mencegah terjadinya komplikasi. Peran perawat sangatlah penting bagi klien pendarahan
subarachnoid karena memberikan asuhan secara penuh dalam 24 jam. Jika pelayanan
keperawatan kurang diberikan pada klien yang menderita pendarahan subarachnoid dengan
cepat dan tepat maka akan lebih membahayakan kondisi klien.
Sehubungan dengan hal diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan pendarahan subarachnoid.

B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi subarachoid?
b. Apa etiologi subarachoid?
c. Apa manifestasi subarachoid?
d. Bagaimana patofisiologi subarachoid?
e. Bagaimana WOC subarachoid?
f. Bagaimana penatalaksanaan subarachoid?
g. Bagaimana diagnose subarachoid?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan subarachoid?

C. Rumusan Masalah
a. Untuk mengetahui definisi subarachoid?
b. Untuk mengetahui etiologi subarachoid?
c. Untuk mengetahui manifestasi subarachoid?
d. Untuk mengetahui patofisiologi subarachoid?
e. Untuk mengetahui WOC subarachoid?
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan subarachoid?
g. Untuk mengetahui diagnose subarachoid?
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan subarachoid?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan di daerah antara otak dan jaringan tipis
yang menutupi otak . Daerah ini disebut ruang subarachnoid. Subarachnoid hemorrhage
adalah pendarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater)
dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).
(Muttaqin, 2008)

B. Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau durameter dan lapisan dalamnya leptomeninx, dibagi menjadi aracnoid
dan piameter. (Harsono, 2009)
1. Durameter
Dura kranialis atau pachymeninx atau suatu struktur fibrosa yang kuat dengan
suatu lapisan dalam ( meningeal ) dan lapisan luar ( periosteal ). Kedua lapisan dural
yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus ( sebagian besar sinus venosus terletak diantara
lapisan – lapisan dural ), dan tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara
bagian – bagian otak.
2. Arachnoidea
Membrana archnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural.Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis
dan dihubungkan ke piameter oleh trabekulae dan septa – septa yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi sistem rongga – rongga yang saling berhubungan.
3. Piameter
Piameter merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan sekitar pembuluh darah di
seluruh otak. Piameter juga membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus
callosum. Di tempat ini piameter membentuk tela choroideus untuk membentuk pleksus
dengan ependim dan pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus
dari ventrikel – ventrikel ini. Piameter dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

C. ETIOLOGI
Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurysm).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti
kehilangan singkat pada kesadaran.
Perdarahan subarachnoid dapat disebabkan oleh :
1. Perdarahan dari malformasi arteri ( AVM )
2. Kelainan perdarahan.
3. Perdarahan dari aneurisma otak
4. Cedera kepala
5. Tidak diketahui penyebabnya ( idiopatik )
6. Penggunaan pengencer darah
Subarachnoid hemorrhage biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,
pendarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Subarachnoid hemorrhage dipertimbangkan sebagai
sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan-yaitu, ketika pendarahan tidak
diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Pendarahan spontan biasanya
diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurysm di dalam arteri cerebral. Aneurysms
menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurysms biasanya terjadi dimana
cabang nadi. Aneurysms kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari aneurysm sejak lahir.
Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal
antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep
jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian
melemah dan pecah.
Secara umum, trauma kepala adalah penyebab paling umum, tetapi traumatis
perdarahan subarachnoid biasanya dianggap sebagai gangguan yang terpisah. Spontan
(primer ) perdarahan subarachnoid biasanya terjadi akibat aneurisma pecah. Sebuah
kongenital intracranial saccular atau berry aneurisma adalah penyebab sekitar 85 % pasien .
Perdarahan dapat berhenti secara spontan . Aneurisma perdarahan dapat terjadi pada semua
usia , tetapi paling sering terjadi dari usia 40-65. (Waxman, 2010).

D. PATOFISIOLOGI
Darah dalam ruang subarachnoid menyebabkan meningitis kimia yang sering meningkatkan
tekanan intrakranial selama berhari-hari atau beberapa minggu . Vasospasme sekunder dapat
menyebabkan iskemia otak fokal ; sekitar 25 % pasien mengembangkan tanda-tanda
serangan transient ischemic ( TIA ) atau stroke iskemik . Edema otak maksimal dan risiko
kejang urat, dan infark berikutnya ( disebut otak marah ) tertinggi antara 72 jam dan 10 hari .
Hidrosefalus akut sekunder juga umum . Sebuah pecah kedua ( perdarahan ulang ) kadang-
kadang terjadi , paling sering dalam waktu sekitar 7 hari. (Smeltzer & Suzanne, 2010)

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit
kepala.
2. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delir
sampai koma.
3. Gejala/ tanda rangsangan : kaku kuduk, tanda kernig ada.
4. Fundus okuli: 10% penderita mengalami edema-papil beberapa jam setelah perdarahan.
Sering terdapat perdarahan . Sering terdapat perdarahan subhialoid karena pecahnya
aneurisma pada komunikans anterior, atau karotis interna.
5. Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi. (Hartono, 2009)
6. Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus. Begitu pun muntah,
berkeringat, menggigil, dan takikardi, ada hubungannya dengan hipotalamus. Bila berat,
maka terjadi ulkus peplitikum disertai hematemesis dan melena(stress ulcer), dan
seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan
pada EKG. Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan
demikian diperlukan peringkat klinis, sebagai suatu pegangan, sebagi berikut:
Tingkat I Asimtomatik
Tingkat II Nyeri kepala hebat tanpa defit neurologic kecuali paralisis nervi
kranialis
Tingkat III Somnolen dan deficit ringan
Tingkat IV Stupor, hemiparesis atau hemiplegia, dan mungkin ada regiditas
awal dan gangguan vegetative
Tingkat V Koma, regiditas deserebrasi, dan kemudian meninggal dunia

F. KOMPLIKASI
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama dengan
penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang dipersulit oleh
perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 % dan merupakan komplikasi segera yang
paling memprihatinkan. (Harsono, 2009).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Muttaqin (2008), yaitu :
1. Pada sebagian besar kasus, CT scan kranial akan menunjukkan darah pada subarakhnoid.
2. Perdarahan kecil mungkin tidak tersedia pada CT scan. Diperlukan fungsi lumbal untuk
konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi fungsi lumbal selama diyakini tidak ada
lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan tidak ada kelainan perdarahan
3. Diagnosis perdarahan subarakhnoid dari fungsil lumbal adalah darah yang terdapat pada
ketiga botol dengan kekeruhan yang sama, tidak ada yang lebih jernih. Supernatan cairan
serebrospinal terlihat berserabut halus atau berwarna kuning (xantokromia) hingga tiga
jam setelah perdarahan setelah karena adanya produk pemecahan hemoglobin.
4. Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada dan EKG.
5. Gangguan perdarahan harus disingkirkan.
6. Kadang-kadang terjadi glikosuria

H. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan
intensif, termasuk kontrol tekanan darah dan tata laksana nyeri, sementara menunggu
perbaikan aneurisma defisit. Selain itu, pasien harus menerima profilaksis serangan kejang
dan bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
Perdarahan subarahnoid akibat aneurisma memiliki angka mortalitas sangat tinggi 30-
40% pasien meninggal pada hari-hari pertama. Terdapat resiko perdarahan ulang yang
signifikan ,terutama pada 6 minggu pertama, dan perdarahan kedua dapat lebih berat. Oleh
karena itu, tata laksan ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan perdarahan ulang.
Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tata laksana. Antagonis kalsium nimodipin
dapat menurunkan mor komplikasi dini perdarahan subarahnoid meliputi hidrosepalus
sebagai akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuan darah. Komplikasi ini juga
dapat terjadi pada tahap lanjut (hidrosepalus komunikans). Jika pasien sadar atau hanya
terlihat mengantuk, maka pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan dengan angiogrrafi
serebral. Identifikasi aneurisma memungkinkan dilakukan sedini memungkinkan
dilakukannya intervensi jepitan (clipping) leher aneurisma, atau jika mungkin membungkus
(wropping) aneurisma tersebut.
Waktu dan saran angiografi serta pembedahan pada pasien dengan perdarahan
subarahnoid yang lebih berat dan gangguan kesadaran merupakan penilaian spesialitis,
karena pasien ini mempunyai prognosis lebih buruk dan toleransi operasi lebih rendah.
Perdarahan lebih rendah akibat malformasi arteriovenosa memiliki mortalitas lebih rendah
dibandingkan aneurisma. Pemeriksaan dilakukan dengan angiografi dan terapi dilakukan
dengan pembedahan, radio terapi atau neurologi intervensional. Malformasi arteriovenosa
yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi, biasanya tidak ditangani dengan
pembedahan.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
2) Keluhan fungsi reproduksi
a) Riwayat penyakit dahulu
b) Riwayat penyakit sekarang
c. Pemeriksaan fisik
d. Riwayat psikososial
1) Oksigenasi
2) Nutrisi dan cairan : kaji frekuensi makan, nafsu makan, jenis makanan rumah,
makanan yang tidak disukai.
3) Eliminasi : kaji pola BAK (frekuensi, warna, keluhan saat BAK), pola BAB
(frekuensi, warna, keluhan saat BAB).
4) Termoregulasi
5) Aktivitas dan latihan
6) Seksualitas
7) Psikososial (stress, koping, dan konsep diri)
8) Rasa aman dan nyaman
9) Spiritual
10) Hygiene : kaji oral hygiene, kebersihan rambut, kebersihan tubuh
11) Istirahat tidur : Kaji lama tidur, kebiasaan sebelum tidur, keluhan saat tidur.
12) Rekreasi
13) Kebutuhan belajar
e. Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul (NANDA 2015)
. DiagnosaKeperawatan
DiagnosaKeperawatan yang biasanya muncul adalah:

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. ketidakefektifan kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udem otak
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Kecemasan keluarga berhubungan keadaan yang kritis pada pasien.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.

3. Intervensi
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat
napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-
tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
1) Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa
Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
2) Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian
tidal volume.
3) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang
dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara
terhadap gangguan pertukaran gas.
4) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan
sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
5) Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan
tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak
adekuat.
6) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi
yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Diagnosa 2: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


penumpukan sputum.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Hasil : Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi
alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Intervensi :
1) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris
dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya
penumpukan sputum.
3) Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia.
4) Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian
paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

Diagnosa 3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udem otak


Tujuan : Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Intervensi
1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks
membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
2) Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan
refleks batang otak.
3) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
4) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
5) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan
hindari konstipasi yang berkepanjangan.
6) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
7) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
8) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).

Diagnosa 4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos -


coma)
Tujuan :Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil : Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan
yang aman dan bersih.
5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

Diagnosa 5. Kecemasan keluarga berhubungan keadaan yang kritis pada pasien.


Tujuan : Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri Hasil:
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada
pasien.
3) Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
4) Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

Diagnosa 6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, tidak


adekuatnya sirkulasi perifer
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Intervensi
1) Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan
kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
2) Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
3) Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang
menonjol.
4) Ganti posisi pasien setiap 2 jam
5) Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan
terjadinya kerusakan kulit.
6) Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
7) Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
8) Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
9) Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan
menggunakan H2O2.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan pada An. R F dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2019 yaitu
pada hari pertama dinas di ruangan PICU. An. R F merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, anak
RF tinggal di Jalan Cempaka Gg Surya Sukajadi Pekanbaru. An.RF mengalami kecelakaan lalu
lintas setelah kejadian An.RF tidak sadarkan diri dan di tangan kiri mengalami bengkak. An.RF
di bawa ke RS. Aulia Hospital dan dirawat selama 2 hari di ruang PICU, karena alasan finansial
pasien di rujuk ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Dari hasil pengkajian didapatkan TD:
139/77 mmHg, RR: 42x/ menit, N:132x/ menit, S: 37,5 C, An.R F menggunakan ventilator
Identitas klien
Nama klien : An. R F
Usia : 14 tahun 7 bulan
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMP
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Cempaka Gg Surya, Sukajadi Pekanbaru
Sumber biaya : BPJS
A. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama : Orang Tua pasien mengatakan bahwa anak kecelakaan sepeda
motor , diserempet becak mesin dan langsung pingsan setelah kejadian, Tangan kiri
dipasang spalak.
2. Riwayat kesehatan: klien tidak memiliki riwayat penyakit
sebelumnya. Klien juga belum pernah di rawat di RS
sebelumnya.
1. Riwayat keluarga : Tidak ada penyakit keturunan, seperti DM danHipertensi.
B. Pengkajian Fisik
1. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Berat badan : 45 kg
b. Tekanan darah : 139/77 mmHg
c. Nadi : 132 x/m
d. Frekuensi napas : 41 x/m
e. Suhu tubuh : 38,5 ˚C
f. Keadaan umum : Anak tampak sesak, terdapat bunyi nafas tambahan
(ronchi)
g. Kesadaran : Sopor, GCS = 6, E2M3V1

2. Pemeriksaan Fisik
a. Lila dan LP : Ukuran lingkar kepala = 52 cm
b. Kepala :
c. Mata : Terdapat lensa berwarna abu-abu pada mata kiri,
konjungtiva anemis (-), sklera tidak ikterik, reflek
cahaya positif (+/+), isokor (3/2).
d. Telinga : Simetris, pinna lunak, dan ujung pina segaris dengan
bagian luar kontus mata, dan fungsi pendengaran
baik
e. Hidung : Hidung terpasang NGT, kesulitan dalam bernafas,
terdapat pernafasan cuping hidung
f. Mulut : Terpasang gudle/oppa, terpasang ETT size 6,5 level
20 cm batas bibir
g. Wajah : Wajah simetris,
h. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
peningkatan JVP
i. Dada : Dada simetris, pengembangan dada kiri dan kanan
sama, perkusi paru terdengar resonan, auskultasi
terdengar ronchi terdengar pada ICS 6, tachipnea,
RR=41 x/m, saat diauskultasi suara jantung normal,
tidak ada suara jantung tambahan, dan saat diperkusi
kesan tidak melebar jantung terkompensasi.
a.
b. Perut : Bising usus ada (15 x/ menit) , tidak ada
nyeri tekan ataupun nyeri lepas
c. Punggung :Tidak ditemukan kelainan, tidak ada lesi, spinal normal
d. Ekstremitas : Edema (-), tangan kiri terpasang spalak
e. Kulit dan kuku : Turgor kulit tidak elastis, CRT <3 detik, clubbing finger (-),
akral hangat.
f. Ginekologi : Tidak ditemukan kelaianan, terpasang foley cateter
g. Anorektal : Anus paten
h. Neurology : Kesadaran sopor, GCS 6 pada tanggal 14 Oktober 2019
i. Cairan : Intake : 1,930 cc
Output : 3,080 cc
Balance cairan : intake-output= - 1,150 cc
C. Daftarpemeriksaanpenunjang

Tanggal Jenispemeriksaan
06 Oktober 2019 AGD
06 Oktober 2019 DarahLengkap
06 Oktober 2019 Hematosis
D. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Tanggal : 6 Oktober 2019

LABORATORIUM KLINIK
Inisial : An.R F
Usia : 14 tahun 7 bulan
Ruangan : Aulia Hospital
Tanggal : 06 Oktober 2019

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Analisa Gas
Darah
pH H.7.37 7.35 – 4.45
pCO2 L. 36 mmHg 34 – 45
PO2 L. 100 mmHg 80 – 100
HCO3 21 mmol/L 22 – 26
TCO2 L.22 Mmol/L 24 – 30
BE -3,7 (-2) – (+2)
O2 Saturasi L.98 % >95
Hematosis
MasaProtrombin 19,2 detik 10,9 – 14,7
APTT 42,5 detik 30 – 41
b) Tanggal : 06 Oktober 2019

LABORATORIUM KLINIK

Inisial : An.R F
Usia :14 tahun 7 bulan
Ruangan : Aulia Hospital
Tanggal : 6 Oktober 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Darah
Lengkap
Hemoglobin 14,2 g/dL 11,5 – 13,5
Leukosit 29,8 103/ πL 6,00 – 17,00
Trombosit 320 103/ πL 150 – 450
Hematokrit 40 % 34,0 – 40,0
MCV 78 Fl 79,00 – 99,00
MCH 27 Pg 27,0 – 31,0
MCHC 35 g/dL 33,0 – 37,0

Hitung Jenis
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 1 % 1,0 – 30,0
Neotrofil 73 % 40,0 – 70,0
Limfosit 22 % 20,0 – 40, 0
Monosit 4 % 2,0 – 8,0
Tanggal pengkajian : 11Oktober 2019 Ruang Rawat : PICU

Inisial : An.R F No. RM : 01-02-61-73

Umur : 14 tahun 7 bulan Diagnosa : SAH

Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS: - Penurunan kesadaran Ketidak efektifan
DO: bersihan jalan nafas
- auskultasi suara nafas terdengar penumpukan sekret berhubungan dengan
ronchi pada ICS 6 pulmo dextra, produksi sekret
takipnea , RR : 41 x/menit, jalan nafas obstruksi meningkat dan
- terdapat banyak sekret dimulut dan hipersalivasi
jalan nafas Bernafas tidak
adekuat

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

2 DS: - Hipoventilasi Pola nafas tidak


DO: efektif
- Kesadaran DPO/Sopor
- Dispnea (+)
TTV
- T : 37,5 C
- RR: 33 x/mnt
- TD : 139/77 mmHg
- N: 132 x/mnt
- Memakai oksigen NRM 6 liter

3 Tanggal 12 Oktober 2019 Kehilangan darah Gangguan perfusi


DS: - akibat kecelakaan jaringan serebral
DO: - kesadaran DPO/Sopor ↓
Suplai O2 yang
- GCS
dikirim kejaringan
- E2V1M3 menurun
Total GCS 6 ↓
TTV Hipoksia jaringan
- TD 143/83 mmHg ↓
- N 116x/menit Frekuensi jantung
- RR 34x/menit meningkat

Beban kerja jantung
meningkat

Hipertropi ventrikel

Daya ejeksi menurun

Suplai darah O2
kejaringan otak
menurun

Gangguan perfusi
jaringan serebral

4. Tanggal 14 Oktober 2019 Hipertermia


DS: -
DO:
- Kesadaran sopor
- Kulit teraba panas
- N: 103 x/mnt
- RR: 28 x/ menit
- T: 39,2 C
- TD : 131/75 mmHg

5. DS: - Kekurangan volume


DO: cairan
- Turgor kulit kurang elastis
- urine pekat
- N: 130 x/mnt
- RR: 28 x/ menit
- T: 39,2 C
- TD : 126/72 mmHg

6 DS: - Peningkatan Intoleransi aktivitas


DO: permeabilitas
- Kesadaran sopor glomerulus
- Pasien terbaring
- Terpasang Ventilator Proteinuria massif
- Terpasang DC
- N: 125 x/mnt Hipoproteinemia
- RR: 41 x/ menit
Tekanan onkotik
- T: 36,8 C plasma menurun
- TD : 146/75 mmHg
Volume plasma
meningkat

Resensi natrium
renal meningkat

Terjadi edema

Efusi pleura

Sesak

Intoleransi aktifitas
F. Catatan Perkembangan
Catatan Perkembangan

Tanggal pengkajian : 11Oktober 2019 Ruang Rawat : Picu

Inisial : An.R F No. RM : 01-02-61-73

Umur : 14 tahun 7 bulan Diagnosa : SAH


Tanggal Diagnose Implementasi keperawatan Evaluasi SOAP
11 Ketidakefektifan bersihan memonitoring hemodinamik Evaluasi tindakan
Oktober jalan nafas berhubungan setiap jam keperawatan yang
2019 denganobstruksijalannafasa dilakukan selama
09.00 kibat produksi mucus yang Memposisikan pasien semi 24 jam sudah
10.00 berlebihan fowler untuk memaksimalkan dengan rencana
ventilasi keperawatan
didapatkan hasil
Melakukan suction lewat oral evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
Melakukan suction 118/83 mmHg
Memposisikan pasien semi RR : 32 x/mnt
fowler untuk memaksimalkan T: 37,5 C
ventilasi N: 98x/mnt
Kesadaran DPO
Auskultasi bunyi
Memberikan terapi nafas ronchi,
bronkodilator ( nebulizer tachipnea.
:ventolin 2 amp) A: masalah belum
teratasi
Memonitoring bunyi nafas
dengan auskultasi P: intervensi
dilanjutkan, dan
Memberikan oksigen NRM 6 jika ditemukan
liter kegawatan
pernafasan
kolaborai untuk
pemasangan
ETT. Monitoring
Gangguan pola nafas tidak AGD
efektif berhubungan dengan Observasi hemodinamik
kelelahan Ttv tiap jam S: -
Observasi status neurolgis O: sesak sedikit
Observasi intake cairan berkurang lalu
bertambah
RR: 33x/menit
A: Pola nafas
tidak efektif belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
Gangguan perfusi jaringan
serebral Observasi hemodinamik

TTV tiap jam S: -


O: GCS
Observasi GCS E1V1M2 total
4
A: masalah
belum teratasi
Kekurangan volume cairan P: Intervensi
Monitoring TTV 15menit- dilanjutkan
1jam
Evaluasi tindakan
Monitoring statushidrasi keperawatan yang
dilakukan selama
Monitoring intake dan output 24 jam sudah
selama 8jam dengan rencana
keperawatan
didapatkan hasil
evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
A: masalah belum
teratasi
Hipertermi
P: intervensi
Monitoring suhu dilanjutkan

Monitroing intake dan output Evaluasi tindakan


Monitoring TTV keperawatan yang
Kompres dilakukan selama
24 jam sudah
dengan rencana
keperawatan
didapatkan hasil
evaluasi:
S: -
O: S: 38,2 C , badan
masih teraba panas
A: masalah belum
Intoleransi aktivitas teratasi
P: intervensi
Memonitoring intake output dilanjutkan

Memonitoring Evaluasi tindakan


hemodinamik/jam keperawatan yang
dilakukan selama
Mengkaji tonus otot 24 jam sudah
dengan rencana
Pemberian terapi oksigen keperawatan
didapatkan hasil
evaluasi:
S: -
O: hemodinamik
- TD = 110/60
mmHg
- N = 100x/
menit
- RR= 50
x/menit
- T = 37.2OC
Palpasi teraba tonus
otot
A: masalah belum
teratasi

P: intervensi
dilanjutkan
Catatan Perkembangan

Tanggal pengkajian : 12 Oktober 2019 Ruang Rawat : Picu

Inisial : An.R F No. RM : 01-02-61-73

Umur : 14 tahun 7 bulan Diagnosa : SAH

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Tanggal
(DS & DO) Keperawatan SOAP

12 Oktober 2019 Ketidakefektifan Suction lewat oral Evaluasi tindakan


14.30 bersihan jalan keperawatan yang
16.00 nafas berhubungan Memberikan terapi dilakukan selama 24 jam
dengan obstruksi bronkodilator ( sudah dengan rencana
jalan nafas akibat nebulizer :ventolin keperawatan didapatkan
produksi mucus 2 amp) hasil evaluasi:
yang berlebihan S: -
O: hemodinamik:
Memposisikan TD: 143/83mmHg
pasien semi fowler RR : 34 x/mnt
untuk T: 37 C
memaksimalkan N: 116 x/mnt
ventilasi Auskultasi bunyi nafas
ronchi, tachipnea,
Memonitoring retraksi (+).
hemodinamik A: masalah belum teratasi
setiap jam
P: intervensi dilanjutkan

Gangguan pola Dilakukan Evaluasi tindakan


nafas tidak efektif pemasangan keperawatan yang
ventilator dilakukan selama 24 jam
sudah dengan rencana
Observasi setingan keperawatan didapatkan
ventilator hasil evaluasi:
S: -
Observasi O: hemodinamik:
hemodinamik TD: 143/83 mmHg
RR : 34 x/mnt
T: 37 C
N: 116 x/mnt
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Gangguan perfusi Observasi Evaluasi tindakan
jaringan serebral hemodinamik keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
TTV tiap jam sudah dengan rencana
keperawatan didapatkan
Observasi GCS hasil evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
TD: 143/83mmHg
RR : 34 x/mnt
T: 37 C
N: 116 x/mnt
Kesadaran Sopor
GCS 4
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Kekurangan Monitoring TTV Evaluasi tindakan


volume cairan 15menit-1jam keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Monitoring sudah dengan rencana
statushidrasi keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Monitoring intake S: -
dan output selama O: hemodinamik:
8jam A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Hipertermi Monitoring suhu Evaluasi tindakan


keperawatan yang
Monitroing intake dilakukan selama 24 jam
dan output sudah dengan rencana
Monitoring TTV keperawatan didapatkan
Kompres hasil evaluasi:
S: -
O: S: 38,2 C , badan
masih teraba panas

A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Intoleransi Memonitoring Evaluasi tindakan


aktivitas intake output keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Memonitoring sudah dengan rencana
hemodinamik/jam keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Mengkaji tonus S: -
otot O: hemodinamik
- TD = 110/60 mmHg
Pemberian terapi - N = 100x/ menit
oksigen - RR= 50 x/menit
- T = 37.2OC
Palpasi teraba tonus otot
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
Catatan Perkembangan

Tanggal pengkajian : 14 Oktober 2019 Ruang Rawat : Picu

Inisial : An.R F No. RM : 01-02-61-73

Umur : 14 tahun 7 bulan Diagnosa : SAH

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Tanggal
(DS & DO) Keperawatan SOAP

14 Oktober 2019 Ketidak efektifan Monitor TTV Evaluasi tindakan


bersihan jalan keperawatan yang
22.00 nafas berhubungan Posisikan pasien dilakukan selama 24 jam
dengan obstruksi secara semifowler sudah dengan rencana
jalan nafas akibat untuk keperawatan didapatkan
produksi mucus memaksimalkan hasil evaluasi
yang berlebihan ventilasi
S=-
Lakukan suction O=
- Posisi semifowler
24.00 - Masih ada penumpukan
Memberikan terapi sekret, auskultasi masih
bronkodilator ( terdengar ronchi
nebulizer :ventolin - TD = 108/70 mmHg
2 amp) - N = 122x/ menit
- RR= 38 x/mwnit
- T = 39 OC
- Saturasi O2 50 %
A = Masalah belum
teratasi

P = Lanjutkan intervensi

Ketidak efektifan Memonitroing pola Evaluasi tindakan


pola nafas b.d nafas dan bunyi keperawatan yang
kelelahan nafas dilakukan selama 24 jam
sudah dengan rencana
Suction sesuai keperawatan didapatkan
indikasi hasil evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
TD = 108/70 mmHg
- N = 122x/ menit
- RR= 38 x/mwnit
- T = 39 OC
Kesadaran Sopor
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Gangguan perfusi Observasi Evaluasi tindakan


jaringan serebral hemodinamik keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
TTV tiap jam sudah dengan rencana
keperawatan didapatkan
Observasi GCS hasil evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Hipertermi Monitoring suhu Evaluasi tindakan


keperawatan yang
Monitroing intake dilakukan selama 24 jam
dan output sudah dengan rencana
Monitoring TTV keperawatan didapatkan
Kompres hasil evaluasi:
S: -
O: S: 38,2 C , badan
masih teraba panas

A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Kekurangan Monitoring TTV Evaluasi tindakan


volume cairan 15menit-1jam keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Monitoring sudah dengan rencana
statushidrasi keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Monitoring intake S: -
dan output selama O: hemodinamik:
8jam A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Intoleransi Memonitoring Evaluasi tindakan


aktivitas intake output keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Memonitoring sudah dengan rencana
hemodinamik/jam keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Mengkaji tonus otot S: -
O: hemodinamik
Pemberian terapi - TD = 110/60 mmHg
oksigen - N = 100x/ menit
- RR= 50 x/menit
- T = 37.2OC
Palpasi teraba tonus otot
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
Catatan Perkembangan

Tanggal pengkajian : 14 Oktober 2019 Ruang Rawat : Picu

Inisial : An.R F No. RM : 01-02-61-73

Umur : 14 tahun 7 bulan Diagnosa : SAH

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Tanggal
(DS & DO) Keperawatan SOAP

14 Oktober 2019 Ketidak efektifan Monitor TTV Evaluasi tindakan


bersihan jalan keperawatan yang
22.00 nafas berhubungan Posisikan pasien dilakukan selama 24 jam
dengan obstruksi secara semifowler sudah dengan rencana
jalannafas akibat untuk keperawatan didapatkan
produksi mucus memaksimalkan hasil evaluasi
yang berlebihan ventilasi
S=-
Lakukan suction O=
- Posisi semifowler
24.00 - Masih ada penumpukan
Memberikan terapi sekret, auskultasi masih
bronkodilator ( terdengar ronchi
nebulizer :ventolin - TD = 108/70 mmHg
2 amp) - N = 122x/ menit
- RR= 38 x/mwnit
- T = 39 OC
- Saturasi O2 50 %
A = Masalah belum
teratasi

P = Lanjutkan intervensi

Ketidak efektifan Memonitroing pola Evaluasi tindakan


pola nafas b.d nafas dan bunyi keperawatan yang
kelelahan nafas dilakukan selama 24 jam
sudah dengan rencana
Suction sesuai keperawatan didapatkan
indikasi hasil evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
TD = 108/70 mmHg
- N = 122x/ menit
- RR= 38 x/mwnit
- T = 39 OC
Kesadaran Sopor
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Gangguan perfusi Observasi Evaluasi tindakan


jaringan serebral hemodinamik keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
TTV tiap jam sudah dengan rencana
keperawatan didapatkan
Observasi GCS hasil evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Kekurangan Monitoring TTV Evaluasi tindakan


volume cairan 15menit-1jam keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Monitoring sudah dengan rencana
statushidrasi keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Monitoring intake S: -
dan output selama O: hemodinamik:
8jam A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
Hipertermi Monitoring suhu Evaluasi tindakan
keperawatan yang
Monitroing intake dilakukan selama 24 jam
dan output sudah dengan rencana
Monitoring TTV keperawatan didapatkan
Kompres hasil evaluasi:
S: -
O: S: 38,2 C , badan
masih teraba panas

A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Intoleransi Memonitoring Evaluasi tindakan


aktivitas intake output keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Memonitoring sudah dengan rencana
hemodinamik/jam keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Mengkaji tonus otot S: -
O: hemodinamik
Pemberian terapi - TD = 110/60 mmHg
oksigen - N = 100x/ menit
- RR= 50 x/menit
- T = 37.2OC
Palpasi teraba tonus otot
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
Catatan Perkembangan

Tanggal pengkajian : 14 Oktober 2019 Ruang Rawat : Picu

Inisial : An.R F No. RM : 01-02-61-73

Umur : 14 tahun 7 bulan Diagnosa : SAH

Diagnosa Implementasi Evaluasi


Tanggal
(DS & DO) Keperawatan SOAP

14 Oktober 2019 Ketidak efektifan Monitor TTV Evaluasi tindakan


bersihan jalan keperawatan yang
22.00 nafas berhubungan Posisikan pasien dilakukan selama 24 jam
dengan obstruksi secara semifowler sudah dengan rencana
jalannafas akibat untuk keperawatan didapatkan
produksi mucus memaksimalkan hasil evaluasi
yang berlebihan ventilasi
S=-
Lakukan suction O=
- Posisi semifowler
24.00 - Masih ada penumpukan
Memberikan terapi sekret, auskultasi masih
bronkodilator ( terdengar ronchi
nebulizer :ventolin - TD = 108/70 mmHg
2 amp) - N = 122x/ menit
- RR= 38 x/mwnit
- T = 39 OC
- Saturasi O2 50 %
A = Masalah belum
teratasi

P = Lanjutkan intervensi

Ketidak efektifan Memonitroing pola Evaluasi tindakan


pola nafas b.d nafas dan bunyi keperawatan yang
kelelahan nafas dilakukan selama 24 jam
sudah dengan rencana
Suction sesuai keperawatan didapatkan
indikasi hasil evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
TD = 108/70 mmHg
- N = 122x/ menit
- RR= 38 x/mwnit
- T = 39 OC
Kesadaran Sopor
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Gangguan perfusi Observasi Evaluasi tindakan


jaringan serebral hemodinamik keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
TTV tiap jam sudah dengan rencana
keperawatan didapatkan
Observasi GCS hasil evaluasi:
S: -
O: hemodinamik:
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Kekurangan Monitoring TTV Evaluasi tindakan


volume cairan 15menit-1jam keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Monitoring sudah dengan rencana
statushidrasi keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Monitoring intake S: -
dan output selama O: hemodinamik:
8jam A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
Hipertermi Monitoring suhu Evaluasi tindakan
keperawatan yang
Monitroing intake dilakukan selama 24 jam
dan output sudah dengan rencana
Monitoring TTV keperawatan didapatkan
Kompres hasil evaluasi:
S: -
O: S: 38,2 C , badan
masih teraba panas

A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Intoleransi Memonitoring Evaluasi tindakan


aktivitas intake output keperawatan yang
dilakukan selama 24 jam
Memonitoring sudah dengan rencana
hemodinamik/jam keperawatan didapatkan
hasil evaluasi:
Mengkaji tonus otot S: -
O: hemodinamik
Pemberian terapi - TD = 110/60 mmHg
oksigen - N = 100x/ menit
- RR= 50 x/menit
- T = 37.2OC
Palpasi teraba tonus otot
A: masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan
BAB 4
PEMBAHASAN
Setelah kelompok menguraikan landasan teori kemudian menerapkan asuhan
keperawatan pada An. TSD dengan sindrom nefrotik di ruangan PICU RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau, maka dalam hal ini penulis akan membahas beberapa hal baik yang mendukung
mauapun menghambat kelancaran proses keperawatan.
Pada proses penerapan asuhan keperawatan yang diberikan pada An. TSD penulis tidak
menemukan kesenjangan antara tinjauan teoritis dan laporan kasus. Proses asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi, dan evaluasi tindakan keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada An. R F dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2019 yaitu pada
hari pertama dinas di ruangan PICU. An. R F merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, anak
RF tinggal di Jalan Cempaka Gg Surya Sukajadi Pekanbaru. An.RF mengalami kecelakaan
lalu lintas setelah kejadian An.RF tidak sadarkan diri dan di tangan kiri mengalami bengkak.
An.RF di bawa ke RS. Aulia Hospital dan dirawat selama 2 hari di ruang PICU, karena
alasan finansial pasien di rujuk ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Dari hasil pengkajian
didapatkan TD: 139/77 mmHg, RR: 42x/ menit, N:132x/ menit, S: 37,5 C, An.R F
menggunakan ventilator
B. Diagnosa
Pada laporan kasus ini, penulis hanya mencantumkan diagnosa berdasarkan
pengkajian yang didapatkan dan berdasarkan anamnesa. Diagnosa yang diangkat adalah:
1. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas b.d penumpukan secret meningkat dan
hipersalivasi
2. Gangguan pola nafas tidak efektif b.d kelelahan
3. Gangguan perfusi jaringan serebral
4. Hipertemi b.d peningkatan metabolisme
5. Kekurangan volume cairan b.dkegagalan mekanisme pengaturan
6. Intoleransi aktivitas b.d Keletihan
C. Intervensi
Pada perencanaan ini implementasi yang dilakukan :
1. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas b.d penumpukan secret meningkat san
hipersaliva
a. Tujuan : Kebersihan jalan nafas sudah adekuat
b. Kriteria hasil :
 Bisa melakukan batuk efektif, suara nafas sudah bersih, tidak sianosis, dan
dyspnea ( mampu bernafas dengan mudah)
 Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasakan sesak, irama nafas
normal, frekuensi pernafasan normal, dan tidak ada suara nafas abnormal).
c. Intervensi
 Monitoring hemodinamika setiap jam
 Posisikn pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
 Lakukan suction lewat oral
 Berikan bronkodilator
 Monitor bunyi nafas dengan auskultasi
2. Gangguan pola nafas tidak efektif b.d kelelahan
a. Tujuan : Pola nafas adekuat
b. Kriteria hasil :

1) Sudah mampu mempraktekan batuk efektif dan mampu mengeluarkan


sputum dan mampu bernafas dengan normal
2) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa sesak nafas lagi,
frekuensi, irama nafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal
a. Intervensi

 Monitor Tanda Vital


Mengumpulkan dan menganalisis sistem kardiovaskular, pernafasan, dan
suhu untuk menentukan dan mencegah terjadinya komplikasi
- Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu setiap satu jam
sesuai dengan indikasi
- Monitor irama pernafasan
- Monitor pola pernafasan abnormal
- Monitor suhu, kelembapan kulit
 Buka jalan nafas dengan teknik chinlift
 Posisikan pasien semifowler
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Pemberian terapi O2 menggunakan nasal kanul dan monitor respirasi serta
aliran O2
 Observasi apakah ada tanda tanda hipoventilasi

3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d perdarahan otak

a. Tujuan : gangguan perfusijaringan serebral dapat tertasi


b. Intervensi
 Observasi hemodinamika
 TTV tiap jam
 Observasi status neurologis
 Observasi intake cairan
4. Hipertermi b.d peningkatanmetabolisme
a.Tujuan:Hipotermi dapat tertasi
b.intervensi
 monitor suhu sesering mungkin
 monitor TTV
 monitori intake dan output
 kompres aksila dan lipatan paha

5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan keletihan


a. Tujuan :
 ADL bisa terpenuhi
 Sudah dapat beraktifitas normal
b. Kriteria hasil

 Klien dapat meningkatkan aktivitas


 Dapat meningkatkan mobilitas fisik
b. Intervensi
 Monitor vital sign
 Monitor pola tidur
 Palpasi adanya pembatasan klien dalam melaksanakan aktivitas
 Bantu pasien dalam memenuhi ADL

6. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan


Tujuan : kekurangan volume cairan teratasi
KH : mempertahankan urine outpu sesuai dengan usia dan bb, TTV dalam batas normal,
tidak ada tanda dehidrasi.

Intervensi:

 Pertahankan intake dan output


 Monitor status hidrasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendarahan subarachnoid adalah keadaan seseorang yng mengalami pendarahan
dibagian subarachnoid yng disebabkan trauma,kerusakan dinding arteri pada otak, pecahnya
anuirisma biasanya mengalami nyeri kepala akut, kesadaran sering terganggu, serta mual
muntah kadang-kadang kejang. Untuk mengetahui dimana kerusakan terjadi dapat dilakukan
CT Scan, Pungsi lumbal, EKG, MRI. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien
dengan pendarahan subarachnoid antara lain adalah dengan memberikan obat tranexamic
sesuai dosis dan resep dokter.

B. Saran
a. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mengerti konsep serta asuhan keperawatan pada klien dengan
pendarahan subarachnoid agar mudah dalam mengaplikasikan dirumah sakit dan
lapangan.
b. Perawat
Untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan, maka tenaga perawat dituntut untuk
memahami konsep dan manfaat kerja tim dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien.
c. Rumah sakit
Diharapkan untuk pihak rumah sakit dapat menyediakan alat-alat penunjang pengobatan
pada pasien dan memberikan penyuluhan rutin kepada perawat mengenai asuhan
keperawatan sesuai dengan kasus yang terdapat diruangan.
d. Masyarakat
Sebaiknya menghindari atau mencegah terkena perdarahan subarhnoid dengan cara tidak
merokok dan menjaga pola makan

Anda mungkin juga menyukai