Oleh: Kelompok 5
Yulita, S.Kep
Lili Sofia, S.Kep
Sri DewiZalmi, S. Kep
AdityaNugraha, S.Kep
Nurcahyati, S. Kep
PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak
dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang
sering pada trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh darah
leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak, atau
pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah serebral major.
Insiden subarachnoid pendarahan subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh
gangguan peredaran darah otak(GPDO) Usia : insidennya 62% pendarahan subarachnoid
timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia
berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang
terjadi setelah suatu cedera kepala, pada MAV laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
Pasien yang mengalami subarachnoid, mampu bertahan dari pendarahan subarachoid
dan mengalami adhessi anachnoid, obstruksi aliran cairan cerebrospinal dan hidrocepalus,
serta cedera intrkarnial juga dapat terjadi.
Dalam hal ini peran serta perawat harus mampu untuk melakukan kolaborasi dengan
dokter dan tim kesehatan lainnya agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang dapat
mencegah terjadinya komplikasi. Peran perawat sangatlah penting bagi klien pendarahan
subarachnoid karena memberikan asuhan secara penuh dalam 24 jam. Jika pelayanan
keperawatan kurang diberikan pada klien yang menderita pendarahan subarachnoid dengan
cepat dan tepat maka akan lebih membahayakan kondisi klien.
Sehubungan dengan hal diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan pendarahan subarachnoid.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi subarachoid?
b. Apa etiologi subarachoid?
c. Apa manifestasi subarachoid?
d. Bagaimana patofisiologi subarachoid?
e. Bagaimana WOC subarachoid?
f. Bagaimana penatalaksanaan subarachoid?
g. Bagaimana diagnose subarachoid?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan subarachoid?
C. Rumusan Masalah
a. Untuk mengetahui definisi subarachoid?
b. Untuk mengetahui etiologi subarachoid?
c. Untuk mengetahui manifestasi subarachoid?
d. Untuk mengetahui patofisiologi subarachoid?
e. Untuk mengetahui WOC subarachoid?
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan subarachoid?
g. Untuk mengetahui diagnose subarachoid?
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan subarachoid?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Subarachnoid hemorrhage adalah pendarahan di daerah antara otak dan jaringan tipis
yang menutupi otak . Daerah ini disebut ruang subarachnoid. Subarachnoid hemorrhage
adalah pendarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater)
dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).
(Muttaqin, 2008)
B. Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens. Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau durameter dan lapisan dalamnya leptomeninx, dibagi menjadi aracnoid
dan piameter. (Harsono, 2009)
1. Durameter
Dura kranialis atau pachymeninx atau suatu struktur fibrosa yang kuat dengan
suatu lapisan dalam ( meningeal ) dan lapisan luar ( periosteal ). Kedua lapisan dural
yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus ( sebagian besar sinus venosus terletak diantara
lapisan – lapisan dural ), dan tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara
bagian – bagian otak.
2. Arachnoidea
Membrana archnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural.Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis
dan dihubungkan ke piameter oleh trabekulae dan septa – septa yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi sistem rongga – rongga yang saling berhubungan.
3. Piameter
Piameter merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan sekitar pembuluh darah di
seluruh otak. Piameter juga membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus
callosum. Di tempat ini piameter membentuk tela choroideus untuk membentuk pleksus
dengan ependim dan pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus
dari ventrikel – ventrikel ini. Piameter dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel
keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurysm).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti
kehilangan singkat pada kesadaran.
Perdarahan subarachnoid dapat disebabkan oleh :
1. Perdarahan dari malformasi arteri ( AVM )
2. Kelainan perdarahan.
3. Perdarahan dari aneurisma otak
4. Cedera kepala
5. Tidak diketahui penyebabnya ( idiopatik )
6. Penggunaan pengencer darah
Subarachnoid hemorrhage biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,
pendarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Subarachnoid hemorrhage dipertimbangkan sebagai
sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan-yaitu, ketika pendarahan tidak
diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh. Pendarahan spontan biasanya
diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurysm di dalam arteri cerebral. Aneurysms
menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurysms biasanya terjadi dimana
cabang nadi. Aneurysms kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari aneurysm sejak lahir.
Kebanyakan subarachnoid hemorrhage diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal
antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada klep
jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri yang
mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa kemudian
melemah dan pecah.
Secara umum, trauma kepala adalah penyebab paling umum, tetapi traumatis
perdarahan subarachnoid biasanya dianggap sebagai gangguan yang terpisah. Spontan
(primer ) perdarahan subarachnoid biasanya terjadi akibat aneurisma pecah. Sebuah
kongenital intracranial saccular atau berry aneurisma adalah penyebab sekitar 85 % pasien .
Perdarahan dapat berhenti secara spontan . Aneurisma perdarahan dapat terjadi pada semua
usia , tetapi paling sering terjadi dari usia 40-65. (Waxman, 2010).
D. PATOFISIOLOGI
Darah dalam ruang subarachnoid menyebabkan meningitis kimia yang sering meningkatkan
tekanan intrakranial selama berhari-hari atau beberapa minggu . Vasospasme sekunder dapat
menyebabkan iskemia otak fokal ; sekitar 25 % pasien mengembangkan tanda-tanda
serangan transient ischemic ( TIA ) atau stroke iskemik . Edema otak maksimal dan risiko
kejang urat, dan infark berikutnya ( disebut otak marah ) tertinggi antara 72 jam dan 10 hari .
Hidrosefalus akut sekunder juga umum . Sebuah pecah kedua ( perdarahan ulang ) kadang-
kadang terjadi , paling sering dalam waktu sekitar 7 hari. (Smeltzer & Suzanne, 2010)
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit
kepala.
2. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delir
sampai koma.
3. Gejala/ tanda rangsangan : kaku kuduk, tanda kernig ada.
4. Fundus okuli: 10% penderita mengalami edema-papil beberapa jam setelah perdarahan.
Sering terdapat perdarahan . Sering terdapat perdarahan subhialoid karena pecahnya
aneurisma pada komunikans anterior, atau karotis interna.
5. Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi. (Hartono, 2009)
6. Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus. Begitu pun muntah,
berkeringat, menggigil, dan takikardi, ada hubungannya dengan hipotalamus. Bila berat,
maka terjadi ulkus peplitikum disertai hematemesis dan melena(stress ulcer), dan
seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan
pada EKG. Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan
demikian diperlukan peringkat klinis, sebagai suatu pegangan, sebagi berikut:
Tingkat I Asimtomatik
Tingkat II Nyeri kepala hebat tanpa defit neurologic kecuali paralisis nervi
kranialis
Tingkat III Somnolen dan deficit ringan
Tingkat IV Stupor, hemiparesis atau hemiplegia, dan mungkin ada regiditas
awal dan gangguan vegetative
Tingkat V Koma, regiditas deserebrasi, dan kemudian meninggal dunia
F. KOMPLIKASI
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik. Pada kasus lain, terutama dengan
penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penakit yang dipersulit oleh
perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang, atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70 % dan merupakan komplikasi segera yang
paling memprihatinkan. (Harsono, 2009).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Muttaqin (2008), yaitu :
1. Pada sebagian besar kasus, CT scan kranial akan menunjukkan darah pada subarakhnoid.
2. Perdarahan kecil mungkin tidak tersedia pada CT scan. Diperlukan fungsi lumbal untuk
konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi fungsi lumbal selama diyakini tidak ada
lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan tidak ada kelainan perdarahan
3. Diagnosis perdarahan subarakhnoid dari fungsil lumbal adalah darah yang terdapat pada
ketiga botol dengan kekeruhan yang sama, tidak ada yang lebih jernih. Supernatan cairan
serebrospinal terlihat berserabut halus atau berwarna kuning (xantokromia) hingga tiga
jam setelah perdarahan setelah karena adanya produk pemecahan hemoglobin.
4. Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada dan EKG.
5. Gangguan perdarahan harus disingkirkan.
6. Kadang-kadang terjadi glikosuria
H. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan
intensif, termasuk kontrol tekanan darah dan tata laksana nyeri, sementara menunggu
perbaikan aneurisma defisit. Selain itu, pasien harus menerima profilaksis serangan kejang
dan bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
Perdarahan subarahnoid akibat aneurisma memiliki angka mortalitas sangat tinggi 30-
40% pasien meninggal pada hari-hari pertama. Terdapat resiko perdarahan ulang yang
signifikan ,terutama pada 6 minggu pertama, dan perdarahan kedua dapat lebih berat. Oleh
karena itu, tata laksan ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan perdarahan ulang.
Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tata laksana. Antagonis kalsium nimodipin
dapat menurunkan mor komplikasi dini perdarahan subarahnoid meliputi hidrosepalus
sebagai akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuan darah. Komplikasi ini juga
dapat terjadi pada tahap lanjut (hidrosepalus komunikans). Jika pasien sadar atau hanya
terlihat mengantuk, maka pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan dengan angiogrrafi
serebral. Identifikasi aneurisma memungkinkan dilakukan sedini memungkinkan
dilakukannya intervensi jepitan (clipping) leher aneurisma, atau jika mungkin membungkus
(wropping) aneurisma tersebut.
Waktu dan saran angiografi serta pembedahan pada pasien dengan perdarahan
subarahnoid yang lebih berat dan gangguan kesadaran merupakan penilaian spesialitis,
karena pasien ini mempunyai prognosis lebih buruk dan toleransi operasi lebih rendah.
Perdarahan lebih rendah akibat malformasi arteriovenosa memiliki mortalitas lebih rendah
dibandingkan aneurisma. Pemeriksaan dilakukan dengan angiografi dan terapi dilakukan
dengan pembedahan, radio terapi atau neurologi intervensional. Malformasi arteriovenosa
yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi, biasanya tidak ditangani dengan
pembedahan.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,
bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama
2) Keluhan fungsi reproduksi
a) Riwayat penyakit dahulu
b) Riwayat penyakit sekarang
c. Pemeriksaan fisik
d. Riwayat psikososial
1) Oksigenasi
2) Nutrisi dan cairan : kaji frekuensi makan, nafsu makan, jenis makanan rumah,
makanan yang tidak disukai.
3) Eliminasi : kaji pola BAK (frekuensi, warna, keluhan saat BAK), pola BAB
(frekuensi, warna, keluhan saat BAB).
4) Termoregulasi
5) Aktivitas dan latihan
6) Seksualitas
7) Psikososial (stress, koping, dan konsep diri)
8) Rasa aman dan nyaman
9) Spiritual
10) Hygiene : kaji oral hygiene, kebersihan rambut, kebersihan tubuh
11) Istirahat tidur : Kaji lama tidur, kebiasaan sebelum tidur, keluhan saat tidur.
12) Rekreasi
13) Kebutuhan belajar
e. Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul (NANDA 2015)
. DiagnosaKeperawatan
DiagnosaKeperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. ketidakefektifan kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udem otak
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Kecemasan keluarga berhubungan keadaan yang kritis pada pasien.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
3. Intervensi
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat
napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-
tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
1) Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa
Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
2) Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian
tidal volume.
3) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang
dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara
terhadap gangguan pertukaran gas.
4) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan
sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
5) Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan
tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak
adekuat.
6) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi
yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
TINJAUAN KASUS
Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan pada An. R F dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2019 yaitu
pada hari pertama dinas di ruangan PICU. An. R F merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, anak
RF tinggal di Jalan Cempaka Gg Surya Sukajadi Pekanbaru. An.RF mengalami kecelakaan lalu
lintas setelah kejadian An.RF tidak sadarkan diri dan di tangan kiri mengalami bengkak. An.RF
di bawa ke RS. Aulia Hospital dan dirawat selama 2 hari di ruang PICU, karena alasan finansial
pasien di rujuk ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Dari hasil pengkajian didapatkan TD:
139/77 mmHg, RR: 42x/ menit, N:132x/ menit, S: 37,5 C, An.R F menggunakan ventilator
Identitas klien
Nama klien : An. R F
Usia : 14 tahun 7 bulan
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMP
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Jl. Cempaka Gg Surya, Sukajadi Pekanbaru
Sumber biaya : BPJS
A. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama : Orang Tua pasien mengatakan bahwa anak kecelakaan sepeda
motor , diserempet becak mesin dan langsung pingsan setelah kejadian, Tangan kiri
dipasang spalak.
2. Riwayat kesehatan: klien tidak memiliki riwayat penyakit
sebelumnya. Klien juga belum pernah di rawat di RS
sebelumnya.
1. Riwayat keluarga : Tidak ada penyakit keturunan, seperti DM danHipertensi.
B. Pengkajian Fisik
1. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Berat badan : 45 kg
b. Tekanan darah : 139/77 mmHg
c. Nadi : 132 x/m
d. Frekuensi napas : 41 x/m
e. Suhu tubuh : 38,5 ˚C
f. Keadaan umum : Anak tampak sesak, terdapat bunyi nafas tambahan
(ronchi)
g. Kesadaran : Sopor, GCS = 6, E2M3V1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Lila dan LP : Ukuran lingkar kepala = 52 cm
b. Kepala :
c. Mata : Terdapat lensa berwarna abu-abu pada mata kiri,
konjungtiva anemis (-), sklera tidak ikterik, reflek
cahaya positif (+/+), isokor (3/2).
d. Telinga : Simetris, pinna lunak, dan ujung pina segaris dengan
bagian luar kontus mata, dan fungsi pendengaran
baik
e. Hidung : Hidung terpasang NGT, kesulitan dalam bernafas,
terdapat pernafasan cuping hidung
f. Mulut : Terpasang gudle/oppa, terpasang ETT size 6,5 level
20 cm batas bibir
g. Wajah : Wajah simetris,
h. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
peningkatan JVP
i. Dada : Dada simetris, pengembangan dada kiri dan kanan
sama, perkusi paru terdengar resonan, auskultasi
terdengar ronchi terdengar pada ICS 6, tachipnea,
RR=41 x/m, saat diauskultasi suara jantung normal,
tidak ada suara jantung tambahan, dan saat diperkusi
kesan tidak melebar jantung terkompensasi.
a.
b. Perut : Bising usus ada (15 x/ menit) , tidak ada
nyeri tekan ataupun nyeri lepas
c. Punggung :Tidak ditemukan kelainan, tidak ada lesi, spinal normal
d. Ekstremitas : Edema (-), tangan kiri terpasang spalak
e. Kulit dan kuku : Turgor kulit tidak elastis, CRT <3 detik, clubbing finger (-),
akral hangat.
f. Ginekologi : Tidak ditemukan kelaianan, terpasang foley cateter
g. Anorektal : Anus paten
h. Neurology : Kesadaran sopor, GCS 6 pada tanggal 14 Oktober 2019
i. Cairan : Intake : 1,930 cc
Output : 3,080 cc
Balance cairan : intake-output= - 1,150 cc
C. Daftarpemeriksaanpenunjang
Tanggal Jenispemeriksaan
06 Oktober 2019 AGD
06 Oktober 2019 DarahLengkap
06 Oktober 2019 Hematosis
D. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Tanggal : 6 Oktober 2019
LABORATORIUM KLINIK
Inisial : An.R F
Usia : 14 tahun 7 bulan
Ruangan : Aulia Hospital
Tanggal : 06 Oktober 2019
LABORATORIUM KLINIK
Inisial : An.R F
Usia :14 tahun 7 bulan
Ruangan : Aulia Hospital
Tanggal : 6 Oktober 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Darah
Lengkap
Hemoglobin 14,2 g/dL 11,5 – 13,5
Leukosit 29,8 103/ πL 6,00 – 17,00
Trombosit 320 103/ πL 150 – 450
Hematokrit 40 % 34,0 – 40,0
MCV 78 Fl 79,00 – 99,00
MCH 27 Pg 27,0 – 31,0
MCHC 35 g/dL 33,0 – 37,0
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 1 % 1,0 – 30,0
Neotrofil 73 % 40,0 – 70,0
Limfosit 22 % 20,0 – 40, 0
Monosit 4 % 2,0 – 8,0
Tanggal pengkajian : 11Oktober 2019 Ruang Rawat : PICU
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS: - Penurunan kesadaran Ketidak efektifan
DO: bersihan jalan nafas
- auskultasi suara nafas terdengar penumpukan sekret berhubungan dengan
ronchi pada ICS 6 pulmo dextra, produksi sekret
takipnea , RR : 41 x/menit, jalan nafas obstruksi meningkat dan
- terdapat banyak sekret dimulut dan hipersalivasi
jalan nafas Bernafas tidak
adekuat
Resensi natrium
renal meningkat
Terjadi edema
Efusi pleura
Sesak
Intoleransi aktifitas
F. Catatan Perkembangan
Catatan Perkembangan
P: intervensi
dilanjutkan
Catatan Perkembangan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
Catatan Perkembangan
P = Lanjutkan intervensi
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
Catatan Perkembangan
P = Lanjutkan intervensi
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
Hipertermi Monitoring suhu Evaluasi tindakan
keperawatan yang
Monitroing intake dilakukan selama 24 jam
dan output sudah dengan rencana
Monitoring TTV keperawatan didapatkan
Kompres hasil evaluasi:
S: -
O: S: 38,2 C , badan
masih teraba panas
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
Catatan Perkembangan
P = Lanjutkan intervensi
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
Hipertermi Monitoring suhu Evaluasi tindakan
keperawatan yang
Monitroing intake dilakukan selama 24 jam
dan output sudah dengan rencana
Monitoring TTV keperawatan didapatkan
Kompres hasil evaluasi:
S: -
O: S: 38,2 C , badan
masih teraba panas
P: intervensi dilanjutkan
P: intervensi dilanjutkan
BAB 4
PEMBAHASAN
Setelah kelompok menguraikan landasan teori kemudian menerapkan asuhan
keperawatan pada An. TSD dengan sindrom nefrotik di ruangan PICU RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau, maka dalam hal ini penulis akan membahas beberapa hal baik yang mendukung
mauapun menghambat kelancaran proses keperawatan.
Pada proses penerapan asuhan keperawatan yang diberikan pada An. TSD penulis tidak
menemukan kesenjangan antara tinjauan teoritis dan laporan kasus. Proses asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi, dan evaluasi tindakan keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada An. R F dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2019 yaitu pada
hari pertama dinas di ruangan PICU. An. R F merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, anak
RF tinggal di Jalan Cempaka Gg Surya Sukajadi Pekanbaru. An.RF mengalami kecelakaan
lalu lintas setelah kejadian An.RF tidak sadarkan diri dan di tangan kiri mengalami bengkak.
An.RF di bawa ke RS. Aulia Hospital dan dirawat selama 2 hari di ruang PICU, karena
alasan finansial pasien di rujuk ke RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Dari hasil pengkajian
didapatkan TD: 139/77 mmHg, RR: 42x/ menit, N:132x/ menit, S: 37,5 C, An.R F
menggunakan ventilator
B. Diagnosa
Pada laporan kasus ini, penulis hanya mencantumkan diagnosa berdasarkan
pengkajian yang didapatkan dan berdasarkan anamnesa. Diagnosa yang diangkat adalah:
1. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas b.d penumpukan secret meningkat dan
hipersalivasi
2. Gangguan pola nafas tidak efektif b.d kelelahan
3. Gangguan perfusi jaringan serebral
4. Hipertemi b.d peningkatan metabolisme
5. Kekurangan volume cairan b.dkegagalan mekanisme pengaturan
6. Intoleransi aktivitas b.d Keletihan
C. Intervensi
Pada perencanaan ini implementasi yang dilakukan :
1. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas b.d penumpukan secret meningkat san
hipersaliva
a. Tujuan : Kebersihan jalan nafas sudah adekuat
b. Kriteria hasil :
Bisa melakukan batuk efektif, suara nafas sudah bersih, tidak sianosis, dan
dyspnea ( mampu bernafas dengan mudah)
Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasakan sesak, irama nafas
normal, frekuensi pernafasan normal, dan tidak ada suara nafas abnormal).
c. Intervensi
Monitoring hemodinamika setiap jam
Posisikn pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan suction lewat oral
Berikan bronkodilator
Monitor bunyi nafas dengan auskultasi
2. Gangguan pola nafas tidak efektif b.d kelelahan
a. Tujuan : Pola nafas adekuat
b. Kriteria hasil :
Intervensi:
A. Kesimpulan
Pendarahan subarachnoid adalah keadaan seseorang yng mengalami pendarahan
dibagian subarachnoid yng disebabkan trauma,kerusakan dinding arteri pada otak, pecahnya
anuirisma biasanya mengalami nyeri kepala akut, kesadaran sering terganggu, serta mual
muntah kadang-kadang kejang. Untuk mengetahui dimana kerusakan terjadi dapat dilakukan
CT Scan, Pungsi lumbal, EKG, MRI. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien
dengan pendarahan subarachnoid antara lain adalah dengan memberikan obat tranexamic
sesuai dosis dan resep dokter.
B. Saran
a. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mengerti konsep serta asuhan keperawatan pada klien dengan
pendarahan subarachnoid agar mudah dalam mengaplikasikan dirumah sakit dan
lapangan.
b. Perawat
Untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan, maka tenaga perawat dituntut untuk
memahami konsep dan manfaat kerja tim dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien.
c. Rumah sakit
Diharapkan untuk pihak rumah sakit dapat menyediakan alat-alat penunjang pengobatan
pada pasien dan memberikan penyuluhan rutin kepada perawat mengenai asuhan
keperawatan sesuai dengan kasus yang terdapat diruangan.
d. Masyarakat
Sebaiknya menghindari atau mencegah terkena perdarahan subarhnoid dengan cara tidak
merokok dan menjaga pola makan