Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demensia-1
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demensia-1
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2002, sekitar 2,5 juta orang Amerika didiagnosa dengan demensia. Pada
tahun 2030, Thurman memuat laporan dalam State of Aging and Health in America angka
kejadian demensia di Amerika terjadi dua kali lipat menjadi 5,2 juta (Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit [CDC], 2007). Dalam statistik ini, kejadian yang berpotensial
menjadi demensia reversibel tidak termasuk. Jenis-jenis utama dari demensia termasuk
penyakit Alzeimer (AD), demensia vaskular (VAD), dementia dengan badan Lewy
(DLB), dan demensia frontotemporal (FTD), (Meiner, 2011, hal. 571).
Pada umumnya, demensia lebih sering ditemukan pada lansia, individu tidak mampu
melakukan pekerjaan seperti yang ada di dalam pikirannya karena terjadi perubahan
mental dalam bersosialisasi terkait proses penyakit. Beberapa hal yang ditemui dalam
demensia, yaitu kemunduran bahasa, apraxia (kesulitan dalam memanipulasi objek),
agnosia (ketidakmampuan dalam mengenal objek yang dikenal), agrafia (kesulitan
menggambarkan objek), dan kegagalan fungsi secara umum (Alzheimer’s Association,
2007 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 571).
Gambaran klinis dari demensia perlu diidentifikasi dan diimplementasikan
penatalaksanaan dengan berfokus pada penyebab munculnya gejala, tetapi tidak semua
individu yang mengalami gejala demensia dapat disembuhkan. Berdasarkan beberapa
hasil penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut yang telah
berumur di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita
demensia di Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Demensia?
2. Apa saja penyebab dari Demensia?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit Demensia?
4. Bagaimana patofisiologi dari kasus Demensia?
5. Apa saja maniestasi klinis dari Demensia?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Demensia?
1
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari penyakit Demensia?
8. Apa saja komplikasi dari penyakit Demensia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Demensia.
2. Mengetahui penyebab terjadinya Demensia.
3. Mengetahui klasifikasi dari Demensia.
4. Mengetahui patofisiologi dari Demensia.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari Demensia.
6. Mengetahui penatalaksanaan dari kasus Demensia.
7. Mengetahui pemeriksaan apa saja yang digunakan dalam kasus Demensia.
8. Mengetahui komplikasi dari penyakit Demensia.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins,
P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson,
C. 2004).
3
2.3 Klasifikasi
1. Demensia Reversibel
Demensia reversibel merupakan kejadian yang terjadi ketika individu
mengalami kondisi patologis lain yang menyerupai demensia. Penyebab potensial
pada demensia reversibel, yaitu:
a. Obat-obatan
e. Delirium
2. Demensia Alzeimer
Ini merupakan bentuk demensia yang terjadi pada lansia dan dialami oleh 60% -
4
3-4 dekade mengalami perkembangan dalam kondisi patologis demensia alzeimer
(Jones, et.al, 2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 573). b. Nutrisi
Kekurangan vitamin B12 ditemukan pada 10% lansia dan prevalensi yang lebih
ditemukan pada individu dengan demensia alzeimer. Resiko hiperomosisteinemia
(homosisten cairan lebih dari 14 µmol/L) meningkat pada demensia dan demensia
alzeimer (Smith, 2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 573). c. Virus
Penyakit virus seperti herpes zoster, herpes simplex, atau ensepalitis dipercaya
memiliki faktor risiko terjadinya demensia alzeimer. Infeksi virus pada otak sangat
penting karena berhubungan dengan demensia dan AIDS. Deposit amiloid
menimbulkan plak pada sel otak sehingga menyebabkan kepikunan pada pasien
dengan demensia alzeimer. Prekursor protein amiloid mempunyai peran penting
dalam deposit myeloid pada demensia alzeimer. Serabut amiloid menempel
tersangkut disekeliling pembuluh darah serebral dan serat saraf amiloid
menggantikan plak dengan degerasi saraf akhir.
d. Lingkungan
5
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk pasien demensia
alzeimer, beberapa ahli farmakologi memilih untuk memperkenalkan terapi yang
dapat memperlambat proses penyakit pada stadium awal. Obat yang pertama yang
menghambat kholinesterase yaitu tacrin (cognex), tetapi dibutuhkan pemantauan
fungsi liver, sehingga digunakan dengan terbatas. Obat lain adalah donepezil
(aricept), rivastigmin (exelon), dan galantamin (reminil), semua penghambat
kholinesterase; ini memberikan efek samping kecil.
Sebuah ekstrak tumbuhan herbal dari Ginkgo biloba telah menjanjikan
kestabilkan dan peningkatkan kinerja kognitif dan fungsi pada lansia selama 6 bulan
sampai satu tahun (Birks & Grimley Evans, 2007, 2009; dikutip dari Meiner, 2011,
hal. 574.).
3. Demensia Vaskular
Jenis ini dikenal dengan multiinfarct demensia, merupakan jenis kedua paling
sering ditemukan dalam kategori demensia, banyak ditemukan pada lansia
(Schneck, 2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 574). VAD didefinisikan sebagai
hilangnya fungsi kognitif akibat iskemik, lesi otak hipoperfusif, atau perdarahan
akibat penyakit serebrovaskular atau kondisi patologis kardiovaskular. VAD
dikaitkan dengan hilangnya progresif jaringan otak sebagai akibat dari serangkaian
serangan otak kecil (infark) yang disebabkan oleh oklusi dan penyumbatan arteri ke
otak. Individu yang mengalami kecelakaan cerebrovas-cular (CVA) memiliki risiko
yang lebih besar VaD.
Pemulihan fungsi dapat terjadi dari waktu ke waktu, tetapi ada pemulihan
penuh. Seperti kerusakan infark mengakumulasi lebih luas dari kemampuan ada.
Faktor Risiko. Beberapa masalah medis tempat yang beresiko untuk
pengembangan KVA. Ini termasuk sis, diskrasia darah, dekompensasi jantung, atrial
fibrilasi, penggantian katup jantung, sistemik karena alasan lain, diabetes mellitus,
pembuluh darah perifer disebut sebagai serangan iskemik transien (TIA).
Manifestasi klinis. Permulaan VAD mungkin atau tiba-tiba. VAD onset
bertahap terjadi sebagai infark yang mempengaruhi daerah yang sangat kecil dari
6
otak, motorik, atau sensorik defisit fungsi persepsi. Tiba-tiba VAD menimbulnya
gejala langsung, seperti kelemahan disatu sisi, kiprah hubungan, atau tanda-tanda
neurologis fokal. Penghancuran otak akibat emboli kecil atau otak berdifusi.
Perkembangan yang biasa mengikuti kemunduran, terus menurun terkait dengan
VAD memiliki infark, penurunan fungsi, dan kemudian dataran fungsional sebelum
mengalami penurunan lain dan selanjutnya.
Gejala VaD tergantung pada lokasi:
d. Gangguan Bahasa
7
4. Demensia Badan Lewy
DLB (inklusi neuronal intracytoplasmic)merupakan gangguan otak progresif
yang degeneratif, yang dapat ditemukan di batang otak, di encephalon, ganglia
basalis, dan korteks serebral (Kalra, Bergeron, 8c Lang, 1996). DLB diperkirakan
terhitung hingga 30% dari semua kasus demensia (Zakai, McCracken, & Braque,
2005). Individu dengan penyakit Parkinson (PD) memiliki peningkatan risiko enam
kali lipat untuk pengembangan DLB dibandingkan dengan populasi umum (buter et
at, 2008).
Faktor risiko yang terkait dengan pengembangan DLB termasuk usia lanjut,
depresi, kebingungan, atau psikosis saat mengambil levodopa, dan masker wajah
pada individu dengan PD didiagnosis (Dodel et at, 2008).
Manifestasi klinis DLB mirip dengan AD, namun DLB sering ditandai dengan
fluktuasi menonjol dalam perhatian dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
tingkat keparahan gejala-gejala kejiwaan, halusinasi visual. DLB, dibandingkan
dengan AD, cenderung memiliki proses yang lebih merusak proses visuospasial dan
fitur dari demensia subkortikal. Ini termasuk penurunan perhatian dan penurunan
defisit dalam kefasihan verbal. Extrapyra-midal fitur juga ditemukan di DLB,
termasuk kekakuan, dykinesia bra-, tertekuk postur, dan menyeret kiprah.
Gejala lain mungkin termasuk
8
sangat penting dalam hal kiprah dan perubahan keseimbangan. Penggunaan
inhibitor kholinesteras juga telah didukung dalam DLB (Bhasin, Rowan, Edwards,
& McKeith, 2007). Penting untuk dicatat bahwa laporan kasus baru-baru ini
mengungkapkan eksaserbasi kemungkinan DLB reldted ke administrasi memantine
(Ridha, Josephs, Rossor 8c, 2005). Dengan demikian, diagnosis hati-hati dan
manajemen perawatan sangat penting untuk mencegah ini interaksi obat-penyakit.
Pengasuh pendidikan dan dukungan merupakan aspek penting dari manajemen
penyakit karena pola yang unik dari gejala kejiwaan dan motor dan deficit kognitif
bahwa pasien menampilkan.
5. Demensia Frontotemporal
FTD adalah sindrom klinis pengecualian terkait dengan non-AD kondisi
patologis dan relatif jarang terjadi dalam pengaturan klinikal. Sindrom ini mencakup
spektrum non-AD demensia dan ditandai oleh atrofi fokus daerah temporal yang
frontal dan anterior. Patologis, FTD adalah variabel, beberapa kasus mungkin
menunjukkan teupostur penyakit (dengan atau tanpa badan Pick klasik), sedangkan
yang lain menunjukkan ubiquitin-positif inklusi, dan masih orang lain mungkin
kurang khas histologis ciri-ciri (Mendez et al, 2008).
Faktor risiko untuk FTD yang kurang dipahami. Manifestasi klinis. Dua
presentasi klinis utama termasuk varian FTD frontal atau aphasic. Perilaku pada
FTD varian frontal dikaitkan dengan perubahan progresif dalam dan kognisi sosial,
rasa malu, kehilangan empati, perubahan pola makan, perilaku ritual atau
stereotypic, dan apatis. Afasia bentuk dari FTD termasuk afasia fasih atau non-fasih
progresif (hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa), tergantung pada
fokus frontal atau temporal (Mendez ct pada, 2008). Salah satu dari varian utama
dapat dikaitkan dengan motor neuron dis-eose, meskipun fitur perilaku biasanya
mendahului gejala motorik (Mendez et at, 2008).
Salah satu contoh dari FTD yang lebih sering terjadi di Eropa daripada di
Amerika Serikat adalah penyakit Pick. Penyakit Pick adalah jenis umum dari
demensia progresif dengan clin-ical fitur mirip dengan AD. Sering terjadi antara usia
9
40 dan 60, penyakit Pick melibatkan atrofi lobus frontal dan temporal dari korteks
serebral. Atrofi ini terjadi karena kehilangan neuronal dan inklusi. Individu dengan
penyakit Pick seringkali memiliki gejala lobus frontal yang lebih, terutama masalah
perilaku.
10
beresiko mengalami hematoma subdural yang disebabkan oleh atrofi otak dan
perubahan vaskular yang sesuai yang terjadi dengan penuaan normal dan juga
berisiko untuk jatuh dan cedera kepala berikutnya.
Ada dua jenis subdural hematoma: akut dan kronis. Gejala hematoma subdural
akut berkembang dalam
2.4 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur
30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi
saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya
ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi
pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang
terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat
berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
11
4. Individu mengalami retardasi psikomotor atau agitasi
5. Kognitif:
• Proses pikir : kegagalan berpikir secara umum, sulit memahami kata, kegagalan
dalam mengimbangi suatu hal
6. Kesalahan persepsi tidak terjadi secara umum
8. Status mental dan latihan, biasanya mengalami penurunan dari waktu ke waktu
2.6 Penatalaksanaan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
12
4. Komunikasi dg bahasa sederhana langsung pada pokok bahasan
1. Buat kegiatan pada pagi hari sehingga klien tdk tidur terus
3. Anjurkan klien memakai tanda pengenal seperti gelang yang bertulis alamat 4.
Buat jadwal aktifitas ringan klien
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan demensia
antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
5. Pemeriksaan genetika
6. Pemeriksaan neuropsikologis
13
2.8 Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia
adalah:
1) Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
a) Ulkus diabetikus
c) Pneumonia
2) Thromboemboli, infarkmiokardium
3) Kejang
4) Kontraktur sendi
14
PATHWAY
Faktor predisposisi : virus, autoimun, keracunan alumunium dan
geneti
Dan amigdala
DEMENSIA
1) Genogram.
2) Konsep diri
16
e) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
3) Hubungan sosial
1) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya
sendiri.
2) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
17
5) Afek dan emosi.
7) Persepsi
18
dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi,
pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik
(memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien
regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi
dan neologisme.
9) Tingkat kesadaran
10) Memori
1) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk
dan gelisah. Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga
tidak merasa segar di pagi hari.
2) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
3) Eliminasi
19
4) Mekanisme koping
a. Faktor Predisposisi
b. Penuaan
c. Neurobilogi
e. Stresor presipitasi
1) Hipoksia
2) Gangguan metabolik
20
3) Racun infeksi
h. Perilaku :
3.2 Diagnosa
1. Kerusakan Memori (00131) berhubungan dengan ganggua neurologis
21
3.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
22
- Ketidakmampuan 9. Klien mampu
mengingat
informasi aktual
- Keidakmampuan
mengingat perilaku
tertentu yang pernah
dilakukan
- Ketidakmampuan
mengingat
peristiwa
- Ketidakmampuan
menyimpan
23
informasi baru mengidentifikasikan tempat 2. Tempatkan objek/hal-hal
- Lupa melakukan dengan benar. yang familiar di lingkungan/di
perilaku pada waktu 10. Klien mampu mengidentifikasi kamar klien
yang telah waktu dengan benar. 3. Observasi kemampuan
dijadwalkan klien berkonsentrasi.
- Mudah lupa 4. Kaji kemampuan klien
Faktor Yang memahami dan memproses
Berhubungan ; informasi
- Anemia 5. Berikan instruksi setelah klien
24
Peningkatan kerentanan Setelah dilakukan tindakan 2. Mengidentifikasi perilaku dan
untuk jatuh yang dapat keperawatan selama 3x 24 jam di faktor yang mempengaruhi
menyebabkan bahaya fisik harapkan klien resiko jatuh
25
Faktor Resiko mampu untuk : 3. Mengidentifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat
1. Dewasa 1. Keseimbangan:
meningkatkan potensi untuk
Usia 65 tahun atau kemampuan untuk
jatuh ( misalnya : lantai yang
lebih mempertahankan
licin dan tangga terbuka )
Riwayat jatuh ekuilibrium
4. Mendorong pasien untuk
Tinggal sendiri 2. Gerakan terkoordinasi :
menggunakan tongkat atau alat
Prosthesis eksremitas kemampuan otot untuk
pembantu berjalan
bawah bekerja sama secara
5. Kunci roda dari kursi
Penggunaan alat bantu volunter untuk melakukan
roda,tempat tidur,atau brankar
( misalnya : gerakan yang
selama transfer pasien
walker,tongkat ) bertujuan
6. Tempat artikel mudah dijangkau
Penggunaan kursi roda 3. Perilaku pencegahan jatuh :
dari pasien
tindakan individu atau
1. Anak 7. Ajarkan pasien bagaimana jatuh
pemberi asuhan untuk
Usia dua tahun atau untuk meminimalkan cedera
meminimalkan faktor
kurang 8. Menyediakan toilet ditinggikan
resiko yang dapat memicu
Tempat tidur yang untuk memudahkan transfer
jatuh dilingkungan individu
terletak didekat 9. Membantu ke toilet
4. Kejadian jatuh : tidak ada
jendela seringkali,interval dijadwalkan
kejadian jatuh
Kurangnya penahan / 10. Sarankan alas kaki yang aman
5. Pengetahuan : pemahaman
pengekang kereta 11. Mengembangkan cara untuk
pencegahan jatuh
dorong pasien untuk berpartisipasi
pengetahuan : keselamatan
Kurangnya/longgarnya keselamatan dalam kegiatan
anak fisik,
pagar pada tangga rekreasi
6. Pengetahuan : keamanan
Kurangnya 12. Lembaga program latihan rutin
pribadi
penghalang atau fisik yang meliputi berjalan
7. Pelanggaran perlindungan
tali pada jendela 13. Tanda-tanda posting
tingkat kebingungan akut
Kurang pengawasan untuk mengingatkan staf
8. Tingkat agitasi
orang tua
26
Jenis kelamin laki-laki 9. Komunitas pengendalian bahwa pasien yang beresiko
yang berusia < 1 tahun resiko : tinggi untuk jatuh
Bayi yang tidak 10. Gerakan terkoordinasi
diawasi saat berada
dipermukaan yang
tinggi ( misalnya:
tempat tidur/meja)
2. Kognitif
Penurunan status
mental
27
3. Lingkungan
Lingkungan
yang
tidak
terorganisasi
Ruang yang
memiliki
pencahayaan yang
redup
Tidak ada meteri
yang antislip di
tempat mandi
pancuran
Pengekangan
Karpet yang tidak
rata/terlipat
Ruang yang tidak
di kenal
Kondisi cuaca (
misalnya :
lantai basah,es)
4. Medifikasi
Penggunaan
alcohol
Inhibitor enzyme
pengubah
angiotensin
Agen anti ansietas
28
Agen anti
hipertensi
Deuretik
Hipnotik
Narkotik/opiate
Obat penenang
Antidepresan
trisiklik
5. Fisiologis
Sakit akut
Anemia
Arthritis
Penurunan
kekuatan
ekstremitas bawah
29
Diare
Kesulitan gaya
berjalan
Vertigo saat
mengekstensikan
leher
Masaalah kaki
Kesulitan
mendengar
Gangguan
keseimbangan
Gangguan
mobilitas fisik
Inkontinensia
Neoplasma (
misalnya :
letih,mobilitas
terbatas )
Neuropati
Hipotensi
ortostatisk
Kondisi
postoperative
Perubahan gula
darah
postprandial
Deficit
proprioseptif
Ngantuk
30
Berkemih yang
mendesak
Penyakit vaskuler
Kesulitan melihat
31
atvitas atau menyelesaikan selama 3 x 24 jam Defisit dan makan.
aktivitas berpakaian sendiri, perawatan diri teratas dengan 3. Sediakan bantuan sampai klien
eliminasi sendiri dan makan kriteria hasil: mampu secara utuh untuk
sedndiri melakukan self-care.
- Klien dapat berdandan
4. Dorong klien untuk melakukan
Batasan Kharateristik eliminasi dan makan
aktivitas sehari-hari yang normal
dengan mandiri
- Ketidakmampuan sesuai kemampuan yang dimiliki.
- Menyatakan kenyamanan
mengacingkan pakaian 5. Dorong untuk melakukan secara
terhadap kemampuan untuk
- Hambatan mengambil mandiri, tapi beri bantuan ketika
melakukan ADLs
pakaian klien tidak mampu
- Dapat melakukan ADLS
- Hambatan melakukannya.
dengan bantuan
mengenakan pakaian 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
- Ketidakmampuan Mendorong kemandirian, untuk
menggunakan higene Memberikan bantuan hanya jika
eliminasi tepat pasien tidak mampu untuk
- Ketidakmampuan naik melakukannya.
toilet 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
- Ketidakmampuan sesuai kemampuan.
memanipulasi pakaian 8. Pertimbangkan usia klien jika
untuk eliminasi. mendorong pelaksanaan aktivitas
- Ketidakmampuan sehari-hari.
untuk berdiri dan
duduk di toilet
- Ketidakmampuan
mengambil makanan
dan memasukannya ke
mulut
32
- Ketidakmampuan
mengunyah
makanan
- Ketidakmampuan
menghabiskan
makanan
- Ketidakmampuan
makan makanan dalam
jumlah memadai
- Ketidakmampuan
memanipulasi
makanan dalam mulut
- Ketidakmampuan
menyapakna makanan
untuk di makan
33
- Ketidakmampuan
untuk menelan
- Gangguan kognitif
- Penurunan motivasi
- Ketidaknyamanan
- Kendala lingkungan
- Keletihan
- Gangguan
musculoskeletal
- Gangguan
neuromuscular
- Nyeri
- Gangguan persepsi
- Ansietas berat
4. Hambatan Komunikasi NOC NIC
Verbal (00051)
1. Ansiety Communication Enhancement :
Domain : 5 Persepsi Kognisi Speech Deficit
2. Coping
Kelas : 5 Komunikasi 1. Gunakan penerjemah jika
3. Sensori Funtion : hearing
diperlukan
Definisi dan
2. Beri satu kalimat simple setiap
Penurunan, keterlambatan vision bertemu jika di perlukan
atau ketiadaan kemampuan 3. Konsultasikan dengan dokter
4. Fear self control
untuk menerima kebutuhan terapi wicara
proses mengirim dan Kriteria Hasil 4. Dorong pasien untuk
berkomunikasi secara perlahan
dan untuk mengulangi permintaan
34
atau menggunaka sistem Setelah dilakukan tindakan 5. Dengarkan dengan penuh
symbol keperawatan selama 3 x 24 jam perhatian berdiri di depan pasien
klien mampu :
Batasan Kharateristik
1. Berkomunikasi :
- Tidak ada Kontak
penerimaan
Mata
- Tidak Dapat Bicara
35
- Kesulitan interpretasi dan ekspresi ketika berbicara.
mengekspresikan pesan 6. Gunakan kertu baca, kertas,
- fikiran secara 2. Lisan, tulisan dan non pensil, bahasa tubuh, gambar,
- verbal Kesulitan verbal meningkat. daftar kosa kata, bahasa asing,
- menyusn kalinat 3. Komunikasi ekspresif : computer, dan lain-lain. Untuk
Kesulitan menyusun (kesulitan berbicara memfasilitasi komunikasi dua
-
kata-kata ekspresi pesan verbal atau arah yang optimal
Kesuliatan memahami non verbal yang 7. Ajarkan bicara dari esophagus
-
pola bermakna) jika diperlukan
komunikasi yang biasa 4. Komunikasi reseptif 8. Beri anjuran kepada pasien dan
-
Kesulitan dalam (kesulitan mendengar) : keluarga tentang penggunaan alat
- kehadiran penerimaan komunikasi bantu bicara misalnya prostesi,
- tertentu dan interprestasi pesan trakheoesofagus dan laring buatan
Kesulitan menggunakan verbal atau non verbal 9. Berikan pujian positif jika
- ekspresi wajah 5. Gerakan terkoordinasi : diperlukan
Disorientasi orang, mampu mengkoordinasi 10. Anjurkan pada pertemuan
- gerakan dalam kelompok
ruang dan waktu.
Tidak bicara menggunakan isyarat. 11. Anjurkan kunjungan keluarga
-
Dismpena 6. Pengolahan informasi : secara teratur untuk member
-
ketidakmampuan klien mampu untuk stimulus komunikasi.
-
dalam bahasa pemberi memperoleh, mengatur, 12. Anjurkan ekspresi diri dengan
- cara lain dalam menyampaikna
asuhan dan menggunakan
- informasi informasi misalnya bahasa
Ketidakmampuan
- 7. Mampu mengontrol isyarat.
menggunakan
- respon ketakutan dan
ekspresi tubuh
- kecemasan terhadap
Ketidak mampuan
menggunakan ekspresi ketidak mampuan
wajah berbicara
8. Mampu memanajemen
36
Ketidaktepatan kemampuan fisik yang di
verbalisasi miliki
Defisit visual parsial 9. Mampu
Pello mengkomunikasikan
Sulit bicara kebutuhan dengan
Gagap lingkungan sosial
Defisit penglihatan total
Bicara dengan kesulitan
Menolak bicara
37
Faktor Yang Berhubungan
38
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
39
DAFTAR PUSTAKA
Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, W.2009. Keperawatan Gerontik & Geriatric Edisi 3.Jakarta : EGC
Sue E. Meiner, Meredith Wallace Kazer, Gerontologi Nursing , edisi 4. Fairfield University
40