Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMENSIA

Makalah ini ditujukan Untuk Memenuhi Penugasan Mata Kuliah Keperawatan


Komunitas II
Kelompok 2
Ilham akbar sultoni (15010071) Salasatul kiftiah (15010085)
Imroatul jamila (15010072) Santi aprilia (15010086)
Kisnawati (15010074) Siti azizah (15010087)
Moch. Danny susanto (15010076) Siti umi kulsum (15010088)
Mohamad ali nur robet (15010077) Sofiatul hasanah (15010089)
Odilia dewi dacosta (15010079) Umar syarif (15010090)
Rika oktaviana (15010080) Ummi khulsum (15010091)
Risty dian puspita (15010081) Waridatul amanah (15010093)
Rita wulandari (15010082) Yuni datul jannah (15010094)
Rizky juniarto (15010083) Zilfi nikmatul jannah (15010095)
Rizky monicasari (15010084) Gieo vury alfa fendo (15010191)

PRODI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah kami masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Jember, November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMENSIA................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 3
2.1 Definisi.......................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi.......................................................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi ..................................................................................................................... 4
1. Demensia Reversibel .......................................................................................................... 4
2. Demensia Alzeimer ............................................................................................................ 4
3. Demensia Vaskular ............................................................................................................. 6
4. Demensia Badan Lewy ....................................................................................................... 8
5. Demensia Frontotemporal .................................................................................................. 9
6. Demensia Lain yang Berhubungan dengan Penyakit ....................................................... 10
2.4 Patofisiologi ................................................................................................................ 11
2.5 Maniestasi Klinis ........................................................................................................ 11
2.6 Penatalaksanaan .......................................................................................................... 12
2.7 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................................. 13
2.8 Komplikasi .................................................................................................................. 14
PATHWAY .......................................................................................................................... 15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................ 16
3.1 Pengkajian ................................................................................................................... 16
3.2 Diagnosa ..................................................................................................................... 21
3.3 Intervensi .................................................................................................................... 22
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 40

iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2002, sekitar 2,5 juta orang Amerika didiagnosa dengan demensia. Pada
tahun 2030, Thurman memuat laporan dalam State of Aging and Health in America angka
kejadian demensia di Amerika terjadi dua kali lipat menjadi 5,2 juta (Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit [CDC], 2007). Dalam statistik ini, kejadian yang berpotensial
menjadi demensia reversibel tidak termasuk. Jenis-jenis utama dari demensia termasuk
penyakit Alzeimer (AD), demensia vaskular (VAD), dementia dengan badan Lewy
(DLB), dan demensia frontotemporal (FTD), (Meiner, 2011, hal. 571).
Pada umumnya, demensia lebih sering ditemukan pada lansia, individu tidak mampu
melakukan pekerjaan seperti yang ada di dalam pikirannya karena terjadi perubahan
mental dalam bersosialisasi terkait proses penyakit. Beberapa hal yang ditemui dalam
demensia, yaitu kemunduran bahasa, apraxia (kesulitan dalam memanipulasi objek),
agnosia (ketidakmampuan dalam mengenal objek yang dikenal), agrafia (kesulitan
menggambarkan objek), dan kegagalan fungsi secara umum (Alzheimer’s Association,
2007 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 571).
Gambaran klinis dari demensia perlu diidentifikasi dan diimplementasikan
penatalaksanaan dengan berfokus pada penyebab munculnya gejala, tetapi tidak semua
individu yang mengalami gejala demensia dapat disembuhkan. Berdasarkan beberapa
hasil penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut yang telah
berumur di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita
demensia di Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Demensia?
2. Apa saja penyebab dari Demensia?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit Demensia?
4. Bagaimana patofisiologi dari kasus Demensia?
5. Apa saja maniestasi klinis dari Demensia?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Demensia?

1
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari penyakit Demensia?
8. Apa saja komplikasi dari penyakit Demensia?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Demensia.
2. Mengetahui penyebab terjadinya Demensia.
3. Mengetahui klasifikasi dari Demensia.
4. Mengetahui patofisiologi dari Demensia.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari Demensia.
6. Mengetahui penatalaksanaan dari kasus Demensia.
7. Mengetahui pemeriksaan apa saja yang digunakan dalam kasus Demensia.
8. Mengetahui komplikasi dari penyakit Demensia.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi atau


keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. Demensia merupakan
sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif antara lain intelegensi,
belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan
konsentrasi, penyesuaian dan kemampuan bersosialisasi (Corwin, 2009).

2.2 Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins,
P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari
gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah),
demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya
disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson,
C. 2004).

3
2.3 Klasifikasi

1. Demensia Reversibel
Demensia reversibel merupakan kejadian yang terjadi ketika individu
mengalami kondisi patologis lain yang menyerupai demensia. Penyebab potensial
pada demensia reversibel, yaitu:
a. Obat-obatan

b. Alkohol : intoksikasi atau ketergantungan etil alkuohol

c. Kelainan metabolik seperti penyakit tiroid, defisiensi vitamin B12,


hiponatremia, hiperkalsemia, disfungsi hepar, difungsi ginjal,
d. Depresi

e. Delirium

f. Neoplasma otak (CNS neoplasm)

g. Hematoma subdural kronik

h. Hidrosepalus tekanan normal

2. Demensia Alzeimer
Ini merupakan bentuk demensia yang terjadi pada lansia dan dialami oleh 60% -

80% responden pada penelitian demensia (Alzheimer’s Association, 2007 dikutip


dari Meiner, 2011, hal. 572).
Faktor resiko pada demensia alzeimer,
yaitu: a. Genetik
Mutasi genetik menyebabkan peningkatan jumlah protein amyloid yang
dihubungkan dengan usia (sporadik) (Waring & Rosenberg, 2008 dikutip dari
Meiner, 2011, hal. 572). Demensia alzeimer menunjukkan gen autosom dominan
diwariskan pada keluarga dengan penderita demensia. Mutasi kromosom 21,
dihubungkan dengan sindrom down (trisomy 21), juga dihubungkan dengan
perkembangan penyakit. Semua individu dengan sindrom down yang bertahan pada

4
3-4 dekade mengalami perkembangan dalam kondisi patologis demensia alzeimer
(Jones, et.al, 2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 573). b. Nutrisi
Kekurangan vitamin B12 ditemukan pada 10% lansia dan prevalensi yang lebih
ditemukan pada individu dengan demensia alzeimer. Resiko hiperomosisteinemia
(homosisten cairan lebih dari 14 µmol/L) meningkat pada demensia dan demensia
alzeimer (Smith, 2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 573). c. Virus
Penyakit virus seperti herpes zoster, herpes simplex, atau ensepalitis dipercaya
memiliki faktor risiko terjadinya demensia alzeimer. Infeksi virus pada otak sangat
penting karena berhubungan dengan demensia dan AIDS. Deposit amiloid
menimbulkan plak pada sel otak sehingga menyebabkan kepikunan pada pasien
dengan demensia alzeimer. Prekursor protein amiloid mempunyai peran penting
dalam deposit myeloid pada demensia alzeimer. Serabut amiloid menempel
tersangkut disekeliling pembuluh darah serebral dan serat saraf amiloid
menggantikan plak dengan degerasi saraf akhir.
d. Lingkungan

Lingkungan sangat berpotensi jika dihubungkan dengan disfungsi kognitif


terkait pemaparan substansi beracun atau zat kimia. Dewasa ini, trauma kepala yang
sering terjadi dengan penurunan kesadaran dihubungkan dengan demensia alzeimer.
e. Kasus lainnya, seperti individu dengan dua penyakit yang sama dalam 5 tahun
terakhir menjelang umur 65 tahun
Manifestasi klinis dari demensia alzeimer diidentifikasi melalui anggota
keluarga dan perawat menanyakan pertanyaan dan pernyataan yang berulang-ulang.
Beberapa gejala demensia alzeimer, yaitu disorientasi tempat, kehilangan ingatan,
kesulitan dalam pemahaman bahasa, kegagalan mental dalam memanipulasi
informasi visual, bingung, sering mengantuk, emosi labil.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan PET scans (Positron Emission
Tomography) dapat digunakan untuk pemeriksaan diagmostik pada pasien demensia
alzeimer. Karena biayanya mahal, kemudian ditemukan kesamaan dengan latihan di
klinik untuk penderita demensia alzeimer, sehingga tes tersebut tidak
direkomendasikan secara rutin.

5
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk pasien demensia
alzeimer, beberapa ahli farmakologi memilih untuk memperkenalkan terapi yang
dapat memperlambat proses penyakit pada stadium awal. Obat yang pertama yang
menghambat kholinesterase yaitu tacrin (cognex), tetapi dibutuhkan pemantauan
fungsi liver, sehingga digunakan dengan terbatas. Obat lain adalah donepezil
(aricept), rivastigmin (exelon), dan galantamin (reminil), semua penghambat
kholinesterase; ini memberikan efek samping kecil.
Sebuah ekstrak tumbuhan herbal dari Ginkgo biloba telah menjanjikan
kestabilkan dan peningkatkan kinerja kognitif dan fungsi pada lansia selama 6 bulan
sampai satu tahun (Birks & Grimley Evans, 2007, 2009; dikutip dari Meiner, 2011,
hal. 574.).

3. Demensia Vaskular
Jenis ini dikenal dengan multiinfarct demensia, merupakan jenis kedua paling
sering ditemukan dalam kategori demensia, banyak ditemukan pada lansia
(Schneck, 2008 dikutip dari Meiner, 2011, hal. 574). VAD didefinisikan sebagai
hilangnya fungsi kognitif akibat iskemik, lesi otak hipoperfusif, atau perdarahan
akibat penyakit serebrovaskular atau kondisi patologis kardiovaskular. VAD
dikaitkan dengan hilangnya progresif jaringan otak sebagai akibat dari serangkaian
serangan otak kecil (infark) yang disebabkan oleh oklusi dan penyumbatan arteri ke
otak. Individu yang mengalami kecelakaan cerebrovas-cular (CVA) memiliki risiko
yang lebih besar VaD.
Pemulihan fungsi dapat terjadi dari waktu ke waktu, tetapi ada pemulihan
penuh. Seperti kerusakan infark mengakumulasi lebih luas dari kemampuan ada.
Faktor Risiko. Beberapa masalah medis tempat yang beresiko untuk
pengembangan KVA. Ini termasuk sis, diskrasia darah, dekompensasi jantung, atrial
fibrilasi, penggantian katup jantung, sistemik karena alasan lain, diabetes mellitus,
pembuluh darah perifer disebut sebagai serangan iskemik transien (TIA).
Manifestasi klinis. Permulaan VAD mungkin atau tiba-tiba. VAD onset
bertahap terjadi sebagai infark yang mempengaruhi daerah yang sangat kecil dari

6
otak, motorik, atau sensorik defisit fungsi persepsi. Tiba-tiba VAD menimbulnya
gejala langsung, seperti kelemahan disatu sisi, kiprah hubungan, atau tanda-tanda
neurologis fokal. Penghancuran otak akibat emboli kecil atau otak berdifusi.
Perkembangan yang biasa mengikuti kemunduran, terus menurun terkait dengan
VAD memiliki infark, penurunan fungsi, dan kemudian dataran fungsional sebelum
mengalami penurunan lain dan selanjutnya.
Gejala VaD tergantung pada lokasi:

a. Gangguan penanganan tugas-tugas baru

b. Gangguan kemampuan penalaran

c. Gangguan kemampuan spasial dan orientasi

d. Gangguan Bahasa

Gangguan ini umumnya mengganggu fungsi kerja. Gejala lain mungkin


termasuk mengembara, hilang di tempat yang akrab, bergerak dengan cepat,
langkah-langkah, hilang kontrol kandung kemih atau usus, dan memiliki kesulitan
mengikuti petunjuk. Serangan mengakibatkan penurunan intelektual, beberapa
menit mempengaruhi, visi, atau fungsi lainnya.
Pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan tomografi (CT) atau MRI
biasanya mengungkapkan satu atau lebih infark serebral. VAD paling ohen
berhubungan dengan atau daerah kortikal atau subkortikal bilateral infark atau
infark.
Selain neuroimaging dan klinis tidak ada tes diagnostic ada untuk VaD.

Pengobatan. Penelitian tentang penggunaan Donepezil untuk fungsi kognitif,


kesan global klinis, dan untuk melakukan ADL pada pasien dengan ringan sampai
sedang VAD telah menjanjikan (Dichgans et at, 2008). Nimodipine atas), blocker
saluran kalsium, juga telah menunjukkan manfaat jangka dalam pengobatan KVA,
namun, sedikit mendukung kemanjurannya dengan penggunaan jangka panjang di
VAD (Pantoni 2005). Ada bukti yang cukup untuk mendukung untuk pencegahan
tersier KVA. Zekry (2009)

7
4. Demensia Badan Lewy
DLB (inklusi neuronal intracytoplasmic)merupakan gangguan otak progresif
yang degeneratif, yang dapat ditemukan di batang otak, di encephalon, ganglia
basalis, dan korteks serebral (Kalra, Bergeron, 8c Lang, 1996). DLB diperkirakan
terhitung hingga 30% dari semua kasus demensia (Zakai, McCracken, & Braque,
2005). Individu dengan penyakit Parkinson (PD) memiliki peningkatan risiko enam
kali lipat untuk pengembangan DLB dibandingkan dengan populasi umum (buter et
at, 2008).
Faktor risiko yang terkait dengan pengembangan DLB termasuk usia lanjut,
depresi, kebingungan, atau psikosis saat mengambil levodopa, dan masker wajah
pada individu dengan PD didiagnosis (Dodel et at, 2008).
Manifestasi klinis DLB mirip dengan AD, namun DLB sering ditandai dengan
fluktuasi menonjol dalam perhatian dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
tingkat keparahan gejala-gejala kejiwaan, halusinasi visual. DLB, dibandingkan
dengan AD, cenderung memiliki proses yang lebih merusak proses visuospasial dan
fitur dari demensia subkortikal. Ini termasuk penurunan perhatian dan penurunan
defisit dalam kefasihan verbal. Extrapyra-midal fitur juga ditemukan di DLB,
termasuk kekakuan, dykinesia bra-, tertekuk postur, dan menyeret kiprah.
Gejala lain mungkin termasuk

a. Kantuk di siang hari yang berlebihan dan perubahan minat

b. Periode perhatian dan konsentrasi berkurang

c. REM sleep disorder

Pemeriksaan diagnostic. Tidak ada tes laboratorium yang tersedia untuk


diagnosis DLB. MRI menunjukkan aktivitas kurang hippocampal daripada yang
terlihat di AD, tetapi ini terlalu minim untuk menjadi nilai diagnostik (Walker et at,
2007). Manajemen. Manajemen pasien dengan DLB berfokus pada gejala lega
ketika gejala kejiwaan dan perilaku menjadi menyedihkan. Pengobatan untuk PD

8
sangat penting dalam hal kiprah dan perubahan keseimbangan. Penggunaan
inhibitor kholinesteras juga telah didukung dalam DLB (Bhasin, Rowan, Edwards,
& McKeith, 2007). Penting untuk dicatat bahwa laporan kasus baru-baru ini
mengungkapkan eksaserbasi kemungkinan DLB reldted ke administrasi memantine
(Ridha, Josephs, Rossor 8c, 2005). Dengan demikian, diagnosis hati-hati dan
manajemen perawatan sangat penting untuk mencegah ini interaksi obat-penyakit.
Pengasuh pendidikan dan dukungan merupakan aspek penting dari manajemen
penyakit karena pola yang unik dari gejala kejiwaan dan motor dan deficit kognitif
bahwa pasien menampilkan.

5. Demensia Frontotemporal
FTD adalah sindrom klinis pengecualian terkait dengan non-AD kondisi
patologis dan relatif jarang terjadi dalam pengaturan klinikal. Sindrom ini mencakup
spektrum non-AD demensia dan ditandai oleh atrofi fokus daerah temporal yang
frontal dan anterior. Patologis, FTD adalah variabel, beberapa kasus mungkin
menunjukkan teupostur penyakit (dengan atau tanpa badan Pick klasik), sedangkan
yang lain menunjukkan ubiquitin-positif inklusi, dan masih orang lain mungkin
kurang khas histologis ciri-ciri (Mendez et al, 2008).
Faktor risiko untuk FTD yang kurang dipahami. Manifestasi klinis. Dua
presentasi klinis utama termasuk varian FTD frontal atau aphasic. Perilaku pada
FTD varian frontal dikaitkan dengan perubahan progresif dalam dan kognisi sosial,
rasa malu, kehilangan empati, perubahan pola makan, perilaku ritual atau
stereotypic, dan apatis. Afasia bentuk dari FTD termasuk afasia fasih atau non-fasih
progresif (hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa), tergantung pada
fokus frontal atau temporal (Mendez ct pada, 2008). Salah satu dari varian utama
dapat dikaitkan dengan motor neuron dis-eose, meskipun fitur perilaku biasanya
mendahului gejala motorik (Mendez et at, 2008).
Salah satu contoh dari FTD yang lebih sering terjadi di Eropa daripada di
Amerika Serikat adalah penyakit Pick. Penyakit Pick adalah jenis umum dari
demensia progresif dengan clin-ical fitur mirip dengan AD. Sering terjadi antara usia

9
40 dan 60, penyakit Pick melibatkan atrofi lobus frontal dan temporal dari korteks
serebral. Atrofi ini terjadi karena kehilangan neuronal dan inklusi. Individu dengan
penyakit Pick seringkali memiliki gejala lobus frontal yang lebih, terutama masalah
perilaku.

Pemerisaan diagnostic. Neuroimaging dengan CT atau MRI mungkin berguna


dalam diagnosis FTD. Atrofi Fokal daerah prefrontal atau temporal menegaskan
FTD, namun, temuan ini tidak selalu hadir. PET scan juga dapat membantu dalam
penegasan diagnosis klinis (Mendez et a1, 2008).
Prognosis FTD antara timbulnya gejala-gejala dan berkisar demensia berat dari
3 sampai 10 tahun. Saat ini tidak ada pengobatan untuk FTD (Mendez, 2009).

6. Demensia Lain yang Berhubungan dengan Penyakit


Tekanan yang normal hidrosefalus. Tekanan normal hidrosefalus (NPH) adalah
suatu kondisi yang jarang namun berpotensi reversibel, jika tidak diobati dapat
mengarah pada penurunan kognitif permanen. Di NPH CSF beredar ke ruang
subarachnoid otak, memperbesar ventrikel namun tidak menyebabkan peningkatan
tekanan CSF. Hal ini diyakini bahwa sebagian besar kasus NPH terkait dengan
penghinaan otak sebelum seperti cedera traumatis, penghinaan virus, atau operasi
sebelumnya. NPH memiliki tiga serangkai gejala yang hadir bersama-sama:
gangguan gaya berjalan (gait misalnya, ataxic atau magnet), inkontinensia, dan
disfungsi kognitif (Shprecher, Schwalb & Kurlan, 2008). Klien yang
mengembangkan demensia sebelum gangguan gait memiliki hasil yang lebih buruk.
Pengobatan melibatkan menempatkan shunt untuk mengalirkan CSF (Shprecher,
Schwalb, & Kurlan, 2008).
Demensia juga merupakan hasil dari penyakit lain, termasuk Penyakit
Huntington (sebelumnya disebut Huntington chorea), Creutzfeldt-Jakob, dan infeksi
dengan manusia Immuno Defisiensi-Virus (HIV). Penyakit ini kurang umum di
antara populasi orang dewasa yang lebih tua.
Hemaiomas Subdural adalah perdarahan antara tengkorak dan korteks serebral.
Perdarahan ini dapat menyebabkan gangguan kognitif dan deficit neurologis. Lansia

10
beresiko mengalami hematoma subdural yang disebabkan oleh atrofi otak dan
perubahan vaskular yang sesuai yang terjadi dengan penuaan normal dan juga
berisiko untuk jatuh dan cedera kepala berikutnya.
Ada dua jenis subdural hematoma: akut dan kronis. Gejala hematoma subdural
akut berkembang dalam
2.4 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur
30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses konduksi
saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi kognitif (daya
ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian, kesadaran), persepsi, isi
pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan tergantung lokasi area yang
terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya, karena manifestasinya dapat
berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan memicu keadaan konfusio akut
demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).

2.5 Maniestasi Klinis


Secara umum, gambaran klinik dari demensia menurut Koedam (2008 dikutip dari
Meiner, 2011, hal. 572), yaitu:
1. Onset berminggu-minggu hingga bertahun-tahun

2. Terjadi dalam jangka waktu panjang atau seumur hidup

3. Keadaan psikologis: berfluktuasi, depresi, apatis, dan bingung

11
4. Individu mengalami retardasi psikomotor atau agitasi

5. Kognitif:

• Cenderung lambat dari waktu ke waktu

• Kewaspadaan secara umum normal

• Proses pikir : kegagalan berpikir secara umum, sulit memahami kata, kegagalan
dalam mengimbangi suatu hal
6. Kesalahan persepsi tidak terjadi secara umum

7. Bicara dan bahasa teratur dan sulit memahami kata-kata baru

8. Status mental dan latihan, biasanya mengalami penurunan dari waktu ke waktu

2.6 Penatalaksanaan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif

a. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.

b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang


memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
Prinsip keperawatan klien dimensia

1. Monitor dan pertahan kan kesehatan fisik

2. Kenali perubahan perilaku klien

3. Adaptasikan dg kegiatan rutin

12
4. Komunikasi dg bahasa sederhana langsung pada pokok bahasan

5. Selalu lakukan orientasi

6. Pertahankan interaksi soial/harga diri klien

Tindakan keperawatan pada klien yang mengalami sindrom down, yaitu:

1. Buat kegiatan pada pagi hari sehingga klien tdk tidur terus

2. Kurangi stimulasi lingkungan; terburu-buru

3. Beri penerangan yang cukup pada kamar

4. Temani dan beri perasaan nyaman pada saat matahari terbenam

5. Nyalakan lampu sebelum matahari terbenam

Tindakan perawatan pada klien yang mengalami wondering adalah:

1. Yakini bahwa lingkungan aman bagi klien

2. Perhatikan keselamatan klien pada saat klien jalan – jalan

3. Anjurkan klien memakai tanda pengenal seperti gelang yang bertulis alamat 4.
Buat jadwal aktifitas ringan klien
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan demensia
antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin

2. Imaging : Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance


Imaging)
3. Pemeriksaan EEG

4. Pemeriksaan cairan otak

5. Pemeriksaan genetika

6. Pemeriksaan neuropsikologis

13
2.8 Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada demensia
adalah:
1) Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.

a) Ulkus diabetikus

b) Infeksi saluran kencing

c) Pneumonia

2) Thromboemboli, infarkmiokardium

3) Kejang

4) Kontraktur sendi

5) Kehilangan kemampuan untuk merawat diri

6) Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan


peralatan.

14
PATHWAY
Faktor predisposisi : virus, autoimun, keracunan alumunium dan
geneti

Penurunan metabolisme dan aliran darah jorteks parietalis superior

Degenerasi neuron kolinergik

Kesulitan neurfiblar yang difus hilangnya serat saraf kolinergik di korteks


serebrum

Terjadi plak senilis Yang penurunan sel neuron kolinergik


kelainan neurotransmitter
berproyeksi ke hipokampus

Dan amigdala

Asetilkolin menurun pada otak

DEMENSIA

Perubahan kemampuan Kehilangan kemampuan Tingkah laku aneh dan kacau


erawat diri sendiri menyelesaikan masalah cenderung mengembara

DEFISIT PERAWATAN DIRI Perubahan mengawasi keadaan KERUSAKAN MEMORY

Emosi, labil , pelupa, apatis


RISIKO JATUH

Loss deep memory

Perubahan proses berfikir HAMBATAN KOMUNIKASI


15
VERBAL
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas

Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar


belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama

Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang


berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran
menurun.
c. Pemeriksaan fisik

Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi


menurun, takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang
menurun dan tidak mau makan.
d. Psikososial

1) Genogram.

2) Konsep diri

a) Ganbaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran


diri karena proses patologik penyakit.
b) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan
individu.

c) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian


antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu
diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran
berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber
yang cukup.
d) Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.

16
e) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien
merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
3) Hubungan sosial

Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang


disingkirkan atau kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri
dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang
penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka
individu dalam kekosongan internal. Perkembangan hubungan sosial
yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar
mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien
cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan
pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa
ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan
tergantung.
4) Spiritual

Keyakinan klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a


tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai
dengan agama dan kepercayaannya.
e. Status Mental

1) Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya
sendiri.
2) Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.

3) Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya


peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis,
steriotipi.
4) Alam perasaan

Klien nampak ketakutan dan putus asa.

17
5) Afek dan emosi.

Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak


dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa
tersebut dapat menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan
perubahan afek yang digunakan klien untukj melindungi dirinya,
karena afek yang telah berubahn memampukan kien mengingkari
dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan eksternal.
Respon emosional klien mungkin tampak tidak sesuai karena datang
dari kerangka pikir yang telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul,
datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen
6) Interaksi selama wawancara

Sikap klien terhadap pemeriksa kurawng kooperatif, kontak mata


kurang.

7) Persepsi

Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional


terhadap suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau
kebiuh panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang
dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi.
8) Proses berpikir

Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern,


tindakannya cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap
realitas yang tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.
Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian
subyektif yang dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak
logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak menelaah ulang kebenaran
realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan proses pikir yang dapat

18
dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya asosiasi,
pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik
(memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien
regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi
dan neologisme.
9) Tingkat kesadaran

Kesadaran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan


orang

10) Memori

Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian beberapa tahun


yang lalu).
11) Tingkat konsentrasi

Klien tidak mampu berkonsentrasi

12) Kemampuan penilaian

Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.

f. Kebutuhan klien sehari-hari

1) Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk
dan gelisah. Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kemabali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga
tidak merasa segar di pagi hari.
2) Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya
hanya sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
3) Eliminasi

Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih


sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang
dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.

19
4) Mekanisme koping

Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan


menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak mampuan
mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer
terbentuknya pola tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang
digunakan seseorang dalam keadaan delerium adalah mengurangi
kontak mata, memakai katakata yang cepat dan keras (ngomel-
ngomel) dan menutup diri.

Selain itu, perlu dikaji:

a. Faktor Predisposisi

1) Gangguan fungsi SSP

2) Gangguan peredaran darah

3) Gangguan pengiriman nutrisi

b. Penuaan

1) Komulatif gereratif jaringan otak

2) Racun dalam jar otak : racun kimia logam berat

3) Respon kognitif ganguan mental organik

c. Neurobilogi

Penyakit alzaimer, gangguan metabolik, anoreksia/bulimia

d. Genetik : penyakit jar otak

e. Stresor presipitasi

1) Hipoksia

2) Gangguan metabolik

20
3) Racun infeksi

4) Perubahan struktur : tumor atau trauma

5) Stimulus sensori yang kurang dan berlebihan

f. Datang : biasanya pelahan lahan lama dan progresif

g. Stersor : hipertensi,hipotensi,anemi,devisit vitamin

h. Perilaku :

Hilang daya ingat, kerusakan penilaian perhatian menurun, perilaku


sosial tidak sesuai, afek labil, gelisah agitasi
i. Umur : lebih dari 65 tahun keatas

3.2 Diagnosa
1. Kerusakan Memori (00131) berhubungan dengan ganggua neurologis

2. Resiko Jatuh (00155)

3. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gangguan kognitif

4. Hambatan Komunikasi Verbal ( 00051) berhubungan dengan perubahan sistem


saraf pusat

21
3.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil (NOC) Intervensi (NIC)

1. Kerusakan Memori NOC NIC


(00131) 1. Orientasi Kognitif Memori Taining (Pelatihan Memori)
1. Stimulasi memory dengan
Domain 5 ;
Kriteria Hasil; mengulangi pembicaraan secara
Persepsi/Kognisi
Setelah dilakukan tindakan jelas di akhir pertemuan dengan
Kelas 4 ; Kognisi keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien.
kesadaran klien terhadap identitas 2. Mengenang pengalaman masa
Definisi :
personal, waktu dan tempat lalu dengan pasien.
Ketidakmampuan meningkat/baik, dengan 3. Menyediakan gambar untuk
mengingat beberapa indikator/kriteria hasil : mengenal ingatannya kembali
informasi atau keterampilan 1. Mengenal kapan klien lahir 4. Monitor perilaku pasien selama
perilaku. 2. Mengenal orang atau hal terapi
penting 5. Monitor daya ingat klien.
Batasan Karakteristik :
3. Mengenal hari, bulan, dan 6. Kaji kemampuan klien dalam
- Ketidakmampuan tahun dengan benar mengingat sesuatu.
melakukan 4. Klien mampu memperhatikan 7. Ingatkan kembali pengalaman
keterampilan yang dan mendengarkan dengan baik masa lalu klien
telah dipelajari 5. Klien mampu melaksanakan 8. Implementasikan teknik
sebelumnya instruksi sederhana yang mengingat dengan cara yang
- Ketidakmampuan diberikan. tepat
mempelajari 6. Klien dapat menjawab 9. Latih orientasi klien
informasi baru pertanyaan yang diberikan 10. Beri kesempatan kepada klien
- Ketidakmampuan dengan tepat. untuk melatih, konsentrasinya
mempelajari 7. Klien mampu mengenal Stimulasi Kognitif (Cognitive
keterampilan baru identitas dirinya dengan baik. Stimulation)
8. Klien mengenal identitas orang 1. Monitor interpretasi klien terhadap
disekitarnya dengan tepat/baik. lingkungan

22
- Ketidakmampuan 9. Klien mampu
mengingat
informasi aktual
- Keidakmampuan
mengingat perilaku
tertentu yang pernah
dilakukan
- Ketidakmampuan
mengingat
peristiwa
- Ketidakmampuan
menyimpan

23
informasi baru mengidentifikasikan tempat 2. Tempatkan objek/hal-hal
- Lupa melakukan dengan benar. yang familiar di lingkungan/di
perilaku pada waktu 10. Klien mampu mengidentifikasi kamar klien
yang telah waktu dengan benar. 3. Observasi kemampuan
dijadwalkan klien berkonsentrasi.
- Mudah lupa 4. Kaji kemampuan klien
Faktor Yang memahami dan memproses
Berhubungan ; informasi
- Anemia 5. Berikan instruksi setelah klien

- Distraksi menunjukkan kesiapan untuk

lingkungan belajar atau menerima


informasi.
- Gangguan
neurologis 6. Atur instruksi sesuai tingkat
pemahaman klien
- Hipoksia
7. Gunakan bahasa yang familiar
- Gangguan volume
dan mudah dipahami
cairan
8. Dorong klien menjawab
- Ketidakseimbangan
pertanyaan dengan singkat
elektrolit
dan jelas.
- Penurunan curah
9. Koreksi interpretasi yang salah
jantung
10. Beri reinforcement pada
setiap kemajuan klien
2. Resiko Jatuh (00055) NOC NIC

Domain : 11 Kemanan 1. Trauma risk for 1. Mengidentifikasi defisit


2. Injury risk for kognitif atau fisik yang dapat
Kelas : 2 Cedera Fisik
meningkatkan potensi jatuh
Definisi dalam lingkungan tertentu
Kriteria hasil :

24
Peningkatan kerentanan Setelah dilakukan tindakan 2. Mengidentifikasi perilaku dan
untuk jatuh yang dapat keperawatan selama 3x 24 jam di faktor yang mempengaruhi
menyebabkan bahaya fisik harapkan klien resiko jatuh

25
Faktor Resiko mampu untuk : 3. Mengidentifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat
1. Dewasa 1. Keseimbangan:
meningkatkan potensi untuk
 Usia 65 tahun atau kemampuan untuk
jatuh ( misalnya : lantai yang
lebih mempertahankan
licin dan tangga terbuka )
 Riwayat jatuh ekuilibrium
4. Mendorong pasien untuk
 Tinggal sendiri 2. Gerakan terkoordinasi :
menggunakan tongkat atau alat
 Prosthesis eksremitas kemampuan otot untuk
pembantu berjalan
bawah bekerja sama secara
5. Kunci roda dari kursi
 Penggunaan alat bantu volunter untuk melakukan
roda,tempat tidur,atau brankar
( misalnya : gerakan yang
selama transfer pasien
walker,tongkat ) bertujuan
6. Tempat artikel mudah dijangkau
 Penggunaan kursi roda 3. Perilaku pencegahan jatuh :
dari pasien
tindakan individu atau
1. Anak 7. Ajarkan pasien bagaimana jatuh
pemberi asuhan untuk
 Usia dua tahun atau untuk meminimalkan cedera
meminimalkan faktor
kurang 8. Menyediakan toilet ditinggikan
resiko yang dapat memicu
 Tempat tidur yang untuk memudahkan transfer
jatuh dilingkungan individu
terletak didekat 9. Membantu ke toilet
4. Kejadian jatuh : tidak ada
jendela seringkali,interval dijadwalkan
kejadian jatuh
 Kurangnya penahan / 10. Sarankan alas kaki yang aman
5. Pengetahuan : pemahaman
pengekang kereta 11. Mengembangkan cara untuk
pencegahan jatuh
dorong pasien untuk berpartisipasi
pengetahuan : keselamatan
 Kurangnya/longgarnya keselamatan dalam kegiatan
anak fisik,
pagar pada tangga rekreasi
6. Pengetahuan : keamanan
 Kurangnya 12. Lembaga program latihan rutin
pribadi
penghalang atau fisik yang meliputi berjalan
7. Pelanggaran perlindungan
tali pada jendela 13. Tanda-tanda posting
tingkat kebingungan akut
 Kurang pengawasan untuk mengingatkan staf
8. Tingkat agitasi
orang tua

26
 Jenis kelamin laki-laki 9. Komunitas pengendalian bahwa pasien yang beresiko
yang berusia < 1 tahun resiko : tinggi untuk jatuh
 Bayi yang tidak 10. Gerakan terkoordinasi
diawasi saat berada
dipermukaan yang
tinggi ( misalnya:
tempat tidur/meja)
2. Kognitif
 Penurunan status
mental

27
3. Lingkungan
 Lingkungan
yang
tidak
terorganisasi
Ruang yang
memiliki
pencahayaan yang
redup
 Tidak ada meteri
yang antislip di
tempat mandi
pancuran
 Pengekangan
 Karpet yang tidak
rata/terlipat
Ruang yang tidak
di kenal
 Kondisi cuaca (
misalnya :
lantai basah,es)
4. Medifikasi
 Penggunaan
alcohol
 Inhibitor enzyme
pengubah
angiotensin
 Agen anti ansietas

28
 Agen anti
hipertensi
 Deuretik
 Hipnotik
 Narkotik/opiate
 Obat penenang
 Antidepresan
trisiklik
5. Fisiologis
 Sakit akut
 Anemia
 Arthritis
 Penurunan
kekuatan
ekstremitas bawah

29
 Diare
 Kesulitan gaya
berjalan
 Vertigo saat
mengekstensikan
leher
 Masaalah kaki
 Kesulitan
mendengar
 Gangguan
keseimbangan
 Gangguan
mobilitas fisik
 Inkontinensia
 Neoplasma (
misalnya :
letih,mobilitas
terbatas )
 Neuropati
 Hipotensi
ortostatisk
 Kondisi
postoperative
 Perubahan gula
darah
postprandial
 Deficit
proprioseptif
 Ngantuk

30
 Berkemih yang
mendesak
 Penyakit vaskuler
 Kesulitan melihat

3. Defisit Perawatan Diri NOC : NIC

Domain : 4 : Aktivitas/Istrahat 1. Self care : Self Care assistane : ADLs


Activity of Daily
Kelas : Kelas 5 Perawatan 1. Monitor kemempuan klien untuk
Diri 2. Living perawatan diri yang mandiri.
(ADLs) Kriteria Hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-
Definisi
Setelah dilakukan tindakan alat bantu untuk kebersihan diri,
Hambatan kemampuan untuk keperawatan berpakaian, berhias, toileting
melakukan

31
atvitas atau menyelesaikan selama 3 x 24 jam Defisit dan makan.
aktivitas berpakaian sendiri, perawatan diri teratas dengan 3. Sediakan bantuan sampai klien
eliminasi sendiri dan makan kriteria hasil: mampu secara utuh untuk
sedndiri melakukan self-care.
- Klien dapat berdandan
4. Dorong klien untuk melakukan
Batasan Kharateristik eliminasi dan makan
aktivitas sehari-hari yang normal
dengan mandiri
- Ketidakmampuan sesuai kemampuan yang dimiliki.
- Menyatakan kenyamanan
mengacingkan pakaian 5. Dorong untuk melakukan secara
terhadap kemampuan untuk
- Hambatan mengambil mandiri, tapi beri bantuan ketika
melakukan ADLs
pakaian klien tidak mampu
- Dapat melakukan ADLS
- Hambatan melakukannya.
dengan bantuan
mengenakan pakaian 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
- Ketidakmampuan Mendorong kemandirian, untuk
menggunakan higene Memberikan bantuan hanya jika
eliminasi tepat pasien tidak mampu untuk
- Ketidakmampuan naik melakukannya.
toilet 7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari
- Ketidakmampuan sesuai kemampuan.
memanipulasi pakaian 8. Pertimbangkan usia klien jika
untuk eliminasi. mendorong pelaksanaan aktivitas
- Ketidakmampuan sehari-hari.
untuk berdiri dan
duduk di toilet
- Ketidakmampuan
mengambil makanan
dan memasukannya ke
mulut

32
- Ketidakmampuan
mengunyah
makanan
- Ketidakmampuan
menghabiskan
makanan
- Ketidakmampuan
makan makanan dalam
jumlah memadai
- Ketidakmampuan
memanipulasi
makanan dalam mulut
- Ketidakmampuan
menyapakna makanan
untuk di makan

33
- Ketidakmampuan
untuk menelan

Faktor Yang Berhubungan

- Gangguan kognitif
- Penurunan motivasi
- Ketidaknyamanan
- Kendala lingkungan
- Keletihan
- Gangguan
musculoskeletal
- Gangguan
neuromuscular
- Nyeri
- Gangguan persepsi
- Ansietas berat
4. Hambatan Komunikasi NOC NIC
Verbal (00051)
1. Ansiety Communication Enhancement :
Domain : 5 Persepsi Kognisi Speech Deficit
2. Coping
Kelas : 5 Komunikasi 1. Gunakan penerjemah jika
3. Sensori Funtion : hearing
diperlukan
Definisi dan
2. Beri satu kalimat simple setiap
Penurunan, keterlambatan vision bertemu jika di perlukan
atau ketiadaan kemampuan 3. Konsultasikan dengan dokter
4. Fear self control
untuk menerima kebutuhan terapi wicara
proses mengirim dan Kriteria Hasil 4. Dorong pasien untuk
berkomunikasi secara perlahan
dan untuk mengulangi permintaan

34
atau menggunaka sistem Setelah dilakukan tindakan 5. Dengarkan dengan penuh
symbol keperawatan selama 3 x 24 jam perhatian berdiri di depan pasien
klien mampu :
Batasan Kharateristik
1. Berkomunikasi :
- Tidak ada Kontak
penerimaan
Mata
- Tidak Dapat Bicara

35
- Kesulitan interpretasi dan ekspresi ketika berbicara.
mengekspresikan pesan 6. Gunakan kertu baca, kertas,
- fikiran secara 2. Lisan, tulisan dan non pensil, bahasa tubuh, gambar,
- verbal Kesulitan verbal meningkat. daftar kosa kata, bahasa asing,
- menyusn kalinat 3. Komunikasi ekspresif : computer, dan lain-lain. Untuk
Kesulitan menyusun (kesulitan berbicara memfasilitasi komunikasi dua
-
kata-kata ekspresi pesan verbal atau arah yang optimal
Kesuliatan memahami non verbal yang 7. Ajarkan bicara dari esophagus
-
pola bermakna) jika diperlukan
komunikasi yang biasa 4. Komunikasi reseptif 8. Beri anjuran kepada pasien dan
-
Kesulitan dalam (kesulitan mendengar) : keluarga tentang penggunaan alat
- kehadiran penerimaan komunikasi bantu bicara misalnya prostesi,
- tertentu dan interprestasi pesan trakheoesofagus dan laring buatan
Kesulitan menggunakan verbal atau non verbal 9. Berikan pujian positif jika
- ekspresi wajah 5. Gerakan terkoordinasi : diperlukan
Disorientasi orang, mampu mengkoordinasi 10. Anjurkan pada pertemuan
- gerakan dalam kelompok
ruang dan waktu.
Tidak bicara menggunakan isyarat. 11. Anjurkan kunjungan keluarga
-
Dismpena 6. Pengolahan informasi : secara teratur untuk member
-
ketidakmampuan klien mampu untuk stimulus komunikasi.
-
dalam bahasa pemberi memperoleh, mengatur, 12. Anjurkan ekspresi diri dengan
- cara lain dalam menyampaikna
asuhan dan menggunakan
- informasi informasi misalnya bahasa
Ketidakmampuan
- 7. Mampu mengontrol isyarat.
menggunakan
- respon ketakutan dan
ekspresi tubuh
- kecemasan terhadap
Ketidak mampuan
menggunakan ekspresi ketidak mampuan

wajah berbicara
8. Mampu memanajemen

36
Ketidaktepatan kemampuan fisik yang di
verbalisasi miliki
Defisit visual parsial 9. Mampu
Pello mengkomunikasikan
Sulit bicara kebutuhan dengan
Gagap lingkungan sosial
Defisit penglihatan total
Bicara dengan kesulitan
Menolak bicara

37
Faktor Yang Berhubungan

- Ketiadaan Orang terdekat


- Perubahan Konsep Diri
- Perubahan sistem syaraf
pusat
- Defek anatomis
- Tumor otak
- HDR kronik
- Perubahan harga diri
- Perbedaan Budaya
- Penurunan Sirkulasi ke otak
- Perbedaan yang
berhubungan dengan usia
perkembangan
- Gangguan emosi
- Kurang informasi
- Hambatan fisik
- Kondisi psikologi
- HDR situasional
- Stress kendala lingkungan
- Efek samping obat
jelemahan sistem
musculoskeletal

38
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Demensia merupakan sindrom kemunduran kognitif secara berangsur-angsur dan


menetap”; perubahan ingatan yang diperoleh dari perubahan fungsi intelektual secara
menetap (seperti: orientasi, kalkulasi, perhatian, dan keterampilan motorik) yang
dicurigai mengenai beberapa bagian kognitif.
Klasifikasi demensia terbagi menjadi demensia alzeimer, demensia vaskular,
demensia badan Lewy, demensia frontotemporal, dan demensia yang berhubungan
dengan penyakit lain.
Beberapa obat yang tersedia untuk membantu dalam pengelolaan perilaku orang tua
dengan demensia termasuk antipsikotik, antidepresan, benzodiazepines, buspirone dan
antiepileptics.

39
DAFTAR PUSTAKA

Boedhi – Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4. Jakarta: FKUI.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. Jakarta : EGC
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, W.2009. Keperawatan Gerontik & Geriatric Edisi 3.Jakarta : EGC
Sue E. Meiner, Meredith Wallace Kazer, Gerontologi Nursing , edisi 4. Fairfield University

40

Anda mungkin juga menyukai