Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem perekonomian Islam merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian


hasil usaha harus ditentukan pada awal terjadinya kontrak kerja sama (akad), yang
ditentukan adalah porsi masing-masing pihak, misalkan 20:80 yang berarti bahwa atas
hasil usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 20% bagi pemilik dana
(shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana (mudharib).

Berkaitan dengan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima , bank syariah
dapat berada dalam dua posisi yang berbeda. Pertama, bagi hasil pendapatan antara
bank dan nasabah dimana bank sebagai mudharib dan nasabah sebagai sahibul maal.
Kedua, bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai
sahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.

Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal
dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan
bisnis mudharabah, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan bersih
harus dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati
sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian
laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul maal telah dibayar kembali.
Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai
pembagian keuntungan dimuka

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah definisi teori bagi hasil?


2. Bagaimana konsep bagi hasil?
3. Seperti apa keuntungan nisbah berdasarkan prinsip bagi hasil?
4. Bagaimana prinsip bagi hasil?
5. Bagaimana cara perhitungan teori bagi hasi?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI BAGI HASIL

Bagi Hasil adalah bentuk return (perolehan kembaliannya) dari kontrak investasi, dari
waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar-kecilnya perolehan kembali itu
bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah. 1

Bagi hasil menurut terminology asing ( inggris ) dikenal sebagai profit sharing, Profit
sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagiaan laba. Secara definitif profit
sharing diartikan “distrbusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan” lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang
tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun
sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan.

Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul


maal dan mudharib. Dengan demikian semua pengeluaran rutin yang berkaitan
dengan bisnis mudharabah, dapat dimasukan ke dalam biaya operasional.
Keuntungan bersih harus dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai proporsi
yang disepakati sebelumnya secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak
ada pembagiaan laba sampai semua kerugian sudah ditutup dan ekuiti shahibul maal
telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian
akan dianggap sebagai pembagian keuntungan dimuka.

Kerja sama para pihak dengan sistem bagi hasil harus dilaksanakan dengan transparan
dan adil. Hal ini disebabkan untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada periode tertentu itu
tidak dapat dijalankan kecuali harus ada laporan keuangan atau pengakuan yang
terpercaya. Pada tahap perjanjian kerja sama ini disetujui oleh para pihak,

Metode bagi hasil terdiri dari dua sistem :

1
Naf’an, pembiayaan musyarakah dan mudharabah , graha ilmu, Yogyakarta, 2014, H 56

2
a. Bagi untung (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan
setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat
digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.

b. Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan
pengelolaan dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan untuk keperluan
distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah.

Aplikasi perbankan syariah pada umumnya, bank dapat menggunakan sistem profit
sharing maupun revenue sharing tergantung kepada kebijakan masing-masing bank
untuk memilih salah satu dari sistem yang ada. Bank bank syariah yang ada di
Indonesia saat ini semuanya menggunakan perhitungan bagi hasil atas dasar revenue
sharing untuk mendistribusikan bagi hasil kepada para pemilik dana (deposan).

Suatu bank menggunakan sistem profit sharing di mana bagi hasil dihitung dari
pendapatan netto setelah dikurangi biaya bank, maka kemungkinan yang akan terjadi
adalah bagi hasil yang akan diterima oleh para shahibul mal (pemilik dana) akan
semakin kecil, tentunya akan mempunyai dampak yang cukup signifikan apabila
ternyata secara umum tingkat suku bunga pasar lebih tinggi. Kondisi ini akan
mempengaruhi keinginan masyarakat untuk menginvestasikan dananya pada bank
syariah yang berdampak menurunnya jumlah dana pihak ketiga secara keseluruhan,
tetapi apabila bank tetap ingin mempertahankan sistem profit sharing tersebut dalam
perhitungan bagi hasil mereka, maka jalan satusatunya untuk menghindari resiko-
resiko tersebut di atas, dengan cara bank harus mengalokasikan sebagian dari porsi
bagi hasil yang mereka terima untuk subsidi terhadap bagi hasil yang akan dibagikan
kepada nasabah pemilik dana.2
Suatu bank yang menggunakan sistem bagi hasil berdasarkan revenue sharing yaitu
bagi hasil yang akan didistribusikan dihitung dari total pendapatan bank sebelum
dikurangi dengan biaya bank, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah tingkat
bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan
tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kondisi ini akan mempengaruhi para pemilik
dana untuk mengarahkan investasinya kepada bank syariah yang nyatanya justru

2
Naf’an, pembiayaan musyarakah dan mudharabah, graha ilmu, Yogyakarta, 2014, H 72

3
mampu memberikan hasil yang optimal, sehingga akan berdampak kepada
peningkatan total dana pihak ketiga pada bank syariah. Pertumbuhan dana pihak
ketiga dengan cepat harus mampu diimbangi dengan penyalurannya dalam berbagai
bentuk produk aset yang menarik, layak dan mampu memberikan tingkat profitabilitas
yang maksimal bagi pemilik dana.
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Imam Syafi'i yang
mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai
biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib
telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu
(nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari
bagian shahibul mal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan berdasarkan
pendapat dari Abu Hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat
membelanjakan harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja baik
itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Imam Ahmad bin Hambali
mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan sebagian dari harta mudharabah baik
dalam keadaan menetap atau bepergian dengan ijin shahibul mal, tetapi besarnya nafkah
yang boleh digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para
pedagang dan tidak boros.

B. KONSEP BAGI HASIL


Konsep bagi hasil adalah sebagai berikut:

a. Pemilik dana akan menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan syariah


yang bertindak sebagai pengelola;

b. Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola dana tersebut dalam
sistem pool of fund selanjutnya akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek
atau usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah;

c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama,
nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.3

3
Rizal Yaya, akuntansi perbankan syariah teori dan praktik kontemporer , salemba empat, Jakarta, 2009, H 9

4
C. NISBAH KEUNTUNGAN BERDASARKAN PRINSIP BAGI HASIL

Hal-hal yang berkaitan dengan nisbah bagi hasil yaitu:


a. Persentase

Nisbah keuntungan harus didasarkan dalam bentuk persentase antara kedua belah
pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiah tertentu. Nisbah keuntungan itu
misalnya 50:50, 70:30, 60:40, atau 99:1. Jadi nisbah keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal. Nisbah keuntungan
tidak boleh dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah tertentu, misalnya shahib almaal
mendapat Rp 50.000,00 dan mudharib mendapat Rp 50.000,00.

b. Bagi Untung dan Bagi Rugi

Ketentuan diatas itu merupakan konsekuensi logis dari karakteristik akad


mudharabah itu sendiri, yang tergolong ke dalam kontrak investasi (natural
uncertainty contracts).
Bila dalam akad mudharabah ini mendapatkan kerugian, pembagian kerugian itu
bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak.
Kerugiannya itu harus dibagi berdasarkan porsi masing-masing pihak, bukan
berdasarkan nisbah. Hal ini karena ada perbedaan kemampuan untuk menanggung
kerugian di antara kedua belah pihak. Kemampuan shahib al-maal untuk menanggung
kerugian finansial tidak sama dengan kemampuan mudharib. Kerugian (finansial)
ditanggung 100% oleh shahib al-mal. Di lain pihak, karena proporsi modal (finansial)
mudharib dalam kontrak ini adalah 0%, andaikata terjadi kerugian, mudharib akan
menanggung kerugian (finansial) sebesar 0% pula.

Apabila bisnis rugi, sesungguhnya mudharib akan menanggung kerugian hilangnya


kerja, usaha dan waktu yang telah ia curahkan untuk menjalankan bisnis itu. Kedua
belah pihak sama-sama menanggung kerugian, tetapi bentuk kerugian yang
ditanggung oleh keduanya berbeda, sesuai dengan objek mudharabah yang
dikonstribusikannya. Bila yang dikontribusikan adalah uang, risikonya adalah
hilangnya uang tersebut. Sedangkan yang dikontribusikan adalah kerja, risikonya
adalah hilangnya kerja, usaha dan waktunya, sehingga tidak mendapatkan hasil
apapun atas jerih payahnya selama berbisnis.
5
c. Jaminan

Bila kerugian terjadi karena karakter buruk, misalnya karena mudharib lalai dan atau
melanggar persyaratan-persyaratan kontrak mudharabah, maka shahib al-maal tidak
perlu menanggung kerugian seperti ini.
"Para fuqaha berpendapat bahwa pada prinsipnya tidak perlu dan tidak boleh
mensyaratkan agunan sebagai jaminan, sebagaimana dalam akad syirkah lainnya.
Jelas hal ini konteksnya adalah business risk.

Sedangkan untuk character risk, mudharib pada hakikatnya menjadi wakil dari
shahibul maal dalam mengelola dana dengan seizin shahibul maal, sehingga wajib
baginya berlaku amanah. Jika mudharib melakukan keteledoran, kelalaian,
kecerobohan dalam merawat dan menjaga dana, yaitu melakukan pelanggaran,
kesalahan, dan kelewatan dalam perilakunya yang tidak termasuk dalam bisnis
mudharabah yang disepakati, atau ia keluar dari ketentuan yang disepakati, mudharib
tersebut harus menanggung kerugian mudharabah sebesar bagian kelalaiannya
sebagai sanksi dan tanggungjawabnya. Ia telah menimbulkan kerugian karena
kelalaian dan perilaku zalim karena ia telah memperlakukan harta orang lain yang
dipercayakan kepadanya di luar ketentuan yang disepakati. Mudharib tidak pula
berhak untuk menentukan sendiri mengambil bagian dari keuntungan tanpa kehadiran
atau sepengetahuan shahibul maal sehingga shahibul maal dirugikan. Jelas hal ini
konteksnya adalah character risk.4

Pihak mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak ini, maka shahib al-maal
dibolehkan meminta jaminan tertentu kepada mudharib. Jaminan ini akan disita oleh
shahib al-maal jika ternyata timbul kerugian karena mudharib melakukan kesalahan,
yakni lalai dan ingkar janji. Kerugian yang timbul disebabkan karena faktor resiko
bisnis, jaminan mudharib tidak dapat disita oleh shahib al-mal. Cara penyelesaiannya
adalah jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

4
Rizal yaya, akutansi perbankan syariah teori dan praktik kontemporer , salemba empat , Jakarta, 2009, H 15

6
d. Menentukan Besarnya Nisbah

Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang


berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara
shahib al-mal dengan mudharib.

e. Cara Menyelesaikan Kerugian

Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannya adalah diambil terlebih dahulu dari
keuntungan, karena keuntungan merupakan pelindung modal. Kemudian bila kerugian
melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok modal.

D. PRINSIP-PRINSIP BAGI HASIL

Prinsip pembagian hasil usaha ada 2 yaitu:

a. Distribusi Hasil Usaha Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi hasil usaha berdasarkan prinsip
bagi hasil (revenue sharing) adalah sebagai berikut:
1) Pendapatan Operasi Utama.

Pendapatan operasi utama bank syariah adalah pendapatan dari penyaluran dana
prinsip jual beli, bagi hasil dan prinsip ujroh. Besarnya pendapatan yang dibagikan
dalam perhitungan distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
ini adalah pendapatan (revenue) dari pengelolaan dana (penyaluran) sebesar porsi
dana mudharabah (investasi tidak terikat) yang dihimpuntanpa adanya pengurangan
beban-beban yang dikeluarkan oleh bank syariah.5

2) Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat.

5
Madnasir, manajemen perbankan syari’ah, fakultas syari’ah IAIN raden intan lampung, lampung, 2010 H 37

7
Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat merupakan porsi bagi hasil dari
hasil usaha (pendapatan) yang diserahkan oleh bank syariah kepada pemilik dana
mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat). Penentuannya dilakukan dalam
perhitungan distribusi hasil usaha yang sering disebut dengan profit distribution.

3) Pendapatan operasi lainnya.

Praktik dalam penyaluran dana bank syariah mengenakan fee administrasi atas
penyaluran tersebut yang besarnya disepakati antara bank sebagai pemilik dana dan
debitur sebagai pengelola dana (mudharib). Pendapatan operasi lain yang diperoleh
bank syariah adalah pendapatan atas kegiatan usaha bank syariah dalam memberikan
layanan jasa keuangan dan kegiatan lain yang berbasis imbalan seperti pendapatan fee
inkaso, fee transfer, fee LC dan fee kegiatan yang berbasis imbalan lainnya.

4) Beban Operasi.

Pembagian hasil usaha dengan prinsip bagi hasil (revenue sharing) semua beban yang
dikeluarkan oleh bank syariah sebagaimudharib, baik beban untuk kepentingan bank
syariah sendiri maupun untuk kepentingan pengelolaan dana mudharabah, seperti
beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi, beban operasi lainnya ditanggung
oleh bank syariah sebagai mudharib.

b. Distribusi Hasil Usaha Berdasarkan Prinsip Bagi Untung (Profit Sharing).

Penerapan distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi untung (profit sharing) bukanlah
hal yang mudah, karena pihak deposan harus siap menerima bagian kerugian apabila
dalam pengelolaan dana mudharabah mengalami kerugian yang bukan akibat dari
kelalaian mudharib sehingga uang yang diinvestasikan pada bank syariah menjadi
berkurang. Di lain pihak, bank syariah sendiri harus secara jujur dan transparan
menyampaikan beban-beban yang akan ditanggung dalam pengelolaan dana
mudharabah, seperti membuat dan menentukan dengan tegas dan jelas beban yang
akan dibebankan dalam pengelolaan dana mudharabah baik beban langsung maupun
beban tidak langsung.

8
1) Laporan hasil usaha mudharabah (bank sebagai mudharib)
Laporan hasil usaha mudharabah ini dibuat sebagai pertanggungjawaban bank syariah
dalam mengelola dana mudharabah mutlaqah yang telah dipercayakan shahibul
maal(deposan) kepada bank syariah sebagai mudharib. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam laporan ini yaitu:

a) Pendapatan operasi utama.

Pendapatan operasi utama perhitungannya sama dengan perhitungan distribusi hasil


usaha yang mempergunakan prinsip revenue sharing. Besarnya pendapatan yang
dibagikan dalam pembagian hasil usaha pada prinsip bagi untung (profit sharing) ini
adalah pendapatan dari pengelolaan dana (penyaluran) sebesar porsi dari dana
mudharabah (investasi tidak terikat) yang dihimpun.6

b) Beban mudharabah

Bank syariah harus dapat memisahkan beban yang menjadi tanggungan bank syariah
sendiri dan beban yang dibebankan pada pengelolaan dana mudharabah. Bank syariah
harus menetapkan dengan tegas dan jelas beban-beban yang akan dipergunakan
sebagai pengurang pendapatan pengelolaan dana mudharabah, baik beban tenaga
kerja, beban umum dan administrasi, maupun beban-beban lainnya untuk
disampaikan kepada shahibul maal sehingga mengetahuinya. Apabila bank syariah
telah mengakui beban-beban sebagai pengurang pengelola dana mudharabah tidak
diperkenankan diakui sebagai beban bank syariah sebagai pengelola institusikeuangan
syariah sehingga jika terjadi pengembalian beban harus diakui sebagai pendapatan
pengelolaan dana mudharabah, bukan sebagai pendapatan bank syariah selaku
institusi keuangan syariah.

c.) Laba atau rugi mudharabah

Pendapatan operasi utama dikurangi dengan beban mudharabah inilah yang akan
menghasilkan laba atau rugi.

6
Ibid H 37

9
2) Laporan laba rugi bank syariah (bank sebagai institusi keuangan syariah)

Data-data yang ada pada laporan ini adalah data-data untuk kepentingan bank syariah
sendiri dalam mengelola institusi keuangan syariah, khususnya beban-beban yang
dikeluarkan oleh bank syariah dan data-data yang telah diperhitungkan dalam
pembuatan laporan pengelolaan dana mudharabah. Dalam laporan laba rugi ini, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a) Pendapatan bank sebagai mudharib


Pendapatan yang ada dalam laporan ini adalah bagian pendapatan atas pengelolaan
dana mudharabah yang diperoleh bank syariah dan pendapatan penyaluran yang
menjadi milik bank syariah sendiri.7

b) Pendapatan operasi lainnya


Pendapatan operasi ini adalah pendapatan yang sama dengan pendapatan operasi
lainnya dalam prinsip bagi hasil.

c) Beban operasi
Beban-beban dalam laporan ini adalah beban-beban yang dikeluarkan oleh bank yang
tidak ada kaitannya dengan pengelolaan dana mudharabah, baik beban tenaga kerja,
beban umum dan administrasi serta beban-beban lainnya.
Dalam prinsip profit sharing, hasil usaha yang akan dibagikan antara mudharib dan
shahibul maal merupakan keuntungan yang diperoleh yaitu pendapatan pengelolaan
dana mudharabah dikurangi dengan beban-beban yang dikeluarkan sehubungan
dengan pengelolaan dana mudharabah.

Apabila bank syariah mempergunakan prinsip profit sharing maka bank syariah harus
dapat membedakan dengan jelas, transparan dan adil terhadap beban-beban yang
merupakan pengurang dari pendapatan pengelolaan dana mudharabah (yang disebut
dengan dana mudharabah) dan beban-beban yang merupakan pengeluaran bank

7
Ibid H 38

10
syariah sebagai institusi keuangan (yang disebut dengan beban lembaga keuangan
syariah).

Semua beban dana mudharabah yang dikeluarkan sehubungan dengan pengelolaan


dana mudharabah tersebuttermasuk beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi
serta beban-beban lainnya. Sedangkan apabila bank syariah mempergunakan prinsip
distribusi hasil usaha dengan pembagian hasil (revenue sharing) maka semua beban
yang dikeluarkan oleh bank syariah menjadi tanggungan bank syariah sendiri
sehingga tidak diperhitungkan dalam unsur distribusi hasil usaha.

Bagi Hasil

Profit Sharing Revenue Sharing

Pembagian keuntungan Pembagian keuntungan


dilakukan setelah dipotong dilakukan sebelum dipotong
biaya operasinal. Gross Profit biaya operasional.

Bagi Hasil dihitung dari Bagi Hasil dihitung dari


keuntungan bersih. keuntungan kotor/pendapatan.

E. Metode Perhitungan Bunga Tabungan ( Bank Syariah) dan Sistem Bagi Hasil
PT.Bank BNI Syariah.
Pada perhitungan bunga tabungan pada bank syariah tidak dikenal istilah bunga,
melainkan nisbah. Nisbah adalah persentase pembagian keuntungan antara bank
dengan nasabah ( contoh nasabah 50:50, bank dan nasabah masing-masing
memperoleh 50% dari keuntungan ).8

8
Ibid H39

11
Contoh :

Tanggal Transaksi Nominal


05.03.2013 Setoran Tunai Rp.2000.000,-
06.03.2013 Pemindahan Kredit Rp.500.000,-
Setoran Kliring Rp.1.000.000,-
23.03.2013 Penarikan Tunai Rp.1.000.000,-

Total dana tabungan yang berhasil dikumpulkan bank syariah Rp.100.000.000,- .


Keuntunganyang diperoleh dari dana tabungan (profit distribution) sebesar
Rp.3.000.000,-

Jawaban :
Tanggal Saldo ∑ hari mengedap
05.03.2013 Rp. 2000.000,- 1 ( 3-2 )
06.03.2013 Rp. 2.500.000,- 1 ( 4-3 )
07.03.2013 Rp. 3.500.000,- 16 ( 20-4 )
23.03.2013 Rp. 2.500.000,- 11 (30-20+1 )
Saldo Rata-rata
SR ={(2jt×1)+(2,5jt×1)+(3,5jt×16)+(2,5jt×11)}/30
= 2.9333.333,333

Bagi Hasil = (2.933.333,333/100.000.000)×3.000.000×50%


= 43.999,995

12
PERHITUNGAN BAGI HASIL METODE PERBANKAN SYARIAH

MODAL INVESTASI JUMLAH BAGI HASIL


(MODAL×1,610 % × 50%)
Rp. 50.0000.000,- Rp.2.902.500,-
Rp.100.000.000,- RP.5.805.000,-
Rp.150.000.000,- Rp.8.707.000,-
Rp.200.000.000,- Rp.11.610.000,-
Rp.250.000.000,- Rp.14.512.500,-

PERHITUNGAN BAGI HASIL METODE MUDHARABAH9

MODAL (TOTAL UANG YANG JUMLAH BAGI HASIL


DIKELOLA BANK) (MODAL × 1% × 50%)
Rp.500.000.000,- Rp. 2.500.000,-
Rp.1.000.000.000,- Rp.5.000.000,-
Rp.1.500.000.000,- Rp.7.500.000,-
Rp.2.000.000.000,- Rp.10.000.000,-
Rp.2.500.000.000,- Rp.12.500.000,-

9
Ibid H40

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Teori bagi hasil ( profit and loss sharing ) Bila dianalisis menggunakan teori
keuangan/moneter, lebih mencerminkan kesesuaian dengan teori flow concept
Sedangkan munculnya bunga bank lebih didasari pemikiran teori stock concept.
Penerapan instrumen bagi hasil lebih mencerminkan keadilan dibandingkan dengan
instrumen bunga. Bagi hasil melihat kemungkinan profit (untung) dan resiko sebagai
fakta yang mungkin terjadi di kemudian hari. Sedangkan bunga hanya mengakui
kepastian profit (untung) pada penggunaan uang.
Bagi hasil merupakan penggerak dasar operasionalisasi perbankan syariah,
sedangkan bunga merupakan penggerak dasar operasionalisasi perbankan
konvensional.
Adapun beberapa konsep bagi hasil adalah sebagai berikut:

a. Pemilik dana akan menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan syariah


yang bertindak sebagai pengelola;

b. Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola dana tersebut dalam
sistem pool of fund selanjutnya akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek
atau usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah;

c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama,
nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://etheses.uin-malang.ac.id/2469/6/09220057_Bab_2.pdf

http://repository.iainpekalongan.ac.id/337/3/Bab%20II.pdf

Naf’an, pembiayaan musyarakah dan mudharabah , graha ilmu, Yogyakarta, 2014, H 56

Madnasir, manajemen perbankan syari’ah, fakultas syari’ah IAIN raden intan lampung,
lampung, 2010 H 37

Yaya Riza, akutansi perbankan syariah teori dan praktik kontemporer , salemba empat ,
Jakarta, 2009, H 15

15

Anda mungkin juga menyukai