SKRIPSI
RIZKIANNA
0806328026
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi
RIZKIANNA
0806328026
ii
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Rizkianna
iii
iv
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
limpahan rahmat dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia. Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan rasa
hormat kepada:
1. Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian
dan penyusunan skripsi ini;
3. Dra. Maryati Kurniadi M.Si., Apt., selaku pembimbing akademis yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di
Departemen Farmasi FMIPA UI.
4. Seluruh dosen Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu pengetahuan,
pendidikan, saran dan bantuannya selama ini.
5. Seluruh pegawai dan laboran Departemen Farmasi UI terutama Mbak
Devfanny dan Pak Imih atas bantuannya selama penulis melakukan
penelitian.
6. Distributor bahan-bahan kimia, khususnya PT. Indofarma Tbk, atas
bantuan bahan yang diberikan.
7. Keluargaku tercinta, Mama, Abi, Ana, Rijal dan Reza yang tak henti-
hentinya memberikan perhatian, dukungan serta motivasi untuk
menyelesaikan penelitian serta pendidikan di farmasi dengan sebaik
mungkin.
8. Teman – teman terdekat, Devi, Hana, Sri Rahayu, Nada, Pewe, Nadia dan
Fara yang telah menemani mengarungi dunia farmasi bersama dalam suka
dan duka selama kurang lebih empat tahun.
vi
Penulis
2012
vii
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
(Rizkianna)
viii
Nama : Rizkianna
Program Studi : Sarjana Farmasi
Judul : Pengaruh Metode Pembentukan Kokristal Terhadap Laju
Pelarutan Karbamazepin Menggunakan Asam Tartrat sebagai
Koformer
ix Universitas Indonesia
Name : Rizkianna
Study Program : Bachelor of Pharmacy
Title : The Effect of Cocrystal Formation Method on Carbamazepine
Dissolution Rate With Tartaric Acid as Coformer
x Universitas Indonesia
xv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1 Karbamazepin
H2N O
tinggi pada neuron. Obat ini juga bekerja secara prasinaptik untuk mengurangi
transmisi sinaptik (Katzung, 2002).
Kecepatan absorpsi karbamazepin bervariasi pada pasien yang berbeda-
beda. Kadar puncak biasanya dicapai 6-8 jam setelah pemberian obat. Distribusi
obat ini lambat, dan volume distribusi kira-kira 1L/kg. Karbamazepin hanya 70%
terikat dengan protein plasma, tidak ada pendesakan oleh obat-obatan lain dari
ikatannya dengan protein plasma (Katzung, 2002).
Karbamazepin memiliki empat bentuk polimorf, yaitu bentuk I, bentuk II,
bentuk III, dan bentuk IV. Selain itu terdapat pula karbamazepin dihidrat
(Kipouros, Kachrimanis, Nikolakakis dan Malamataris, 2005). Didalam sistem
BCS (Biopharmaceutical Classification System) dijelaskan bahwa karbamazepin
termasuk dalam kelas II, yaitu obat dengan kelarutan rendah serta permeabilitas
tinggi (Chi-Yuan dan Benet, 2005). Bioavailabilitas obat kelas II dibatasi oleh laju
disolusinya, sehingga peningkatan yang kecil pada laju disolusinya akan sangat
berpengaruh pada bioavailabilitasnya. Oleh karena itu, peningkatan laju disolusi
obat ini menjadi faktor yang diperlukan untuk memperbaiki bioavailabilitasnya.
OH O
HO
OH
O OH
Asam tartrat merupakan kristal putih atau hampir putih, tidak berbau dan
rasa sangat asam (Rowe, Sheskey dan Owen, 2006). Asam tartrat memiliki empat
donor dan enam akseptor ikatan hidrogen sehingga dapat digunakan sebagai
koformer dalam proses kokristalisasi. Dalam penelitian sebelumnya, asam tartrat
digunakan sebagai koformer dalam proses kokristalisasi dengan piridin betain,
dimana terjadi pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil yang berasal
dari asam tartrat dengan gugus karboksilat yang berasal dari piridin betain (Dega-
Szafran, Dutkiewicz dan Kosturkiewicz, 2010). Selain itu, pernah dilakukan
pembentukan kokristal itrakonazol-asam tartrat dengan rasio molar (2:1)
menggunakan metode penguapan pelarut yang menghasilkan peningkatkan laju
pelarutan itrakonazol (Remenar, et al., 2003).
2.3 Kokristal
2.3.1 Pengertian Kokristal
Kokristal dapat didefinisikan sebagai kompleks kristal yang terdiri dari
dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi kristal
melalui interaksi nonkovalen terutama ikatan hidrogen (Trask, Motherwell dan
Jones, 2006). Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat aktif obat
dengan molekul lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah kisi kristal.
Agar dapat membentuk kokristal, zat aktif yang digunakan harus memiliki
gugusan yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan koformer.
Koformer atau disebut juga dengan agen kokristalisasi yang digunakan
harus memiliki sifat sebagai berikut, tidak toksik dan inert secara farmakologi,
mudah larut dalam air, dapat berikatan secara nonkovalen contohnya ikatan
hidrogen dengan obat, dapat meningkatkan kelarutan obat dalam air, kompatibel
Universitas Indonesia
secara kimia dengan obat dan tidak membentuk ikatan yang kompleks dengan
obat. Koformer dapat berupa zat tambahan pada makanan, pengawet, eksipien
farmasi dan zat aktif lain (Yadav, Shete, Dabke, Kulkarni, dan Sakhare, 2009).
Beberapa contoh koformer yang sering digunakan dalam pembentukan kokristal
yaitu sakarin, turunan asam dikarboksilat (asam fumarat, asam suksinat, asam
tartrat), dan amida (nikotinamida).
Pembentukan kokristal dapat memperbaiki beberapa sifat yang dimiliki
oleh suatu zat seperti kelarutan, laju pelarutan, bioavailabilitas dan stabilitas fisik.
Fase multi-kristal yang dihasilkan akan mempertahankan aktivitas intrinsik zat
aktif obat namun disisi lain memiliki sifat fisikokimia yang berbeda (Mirza,
Miroshnyk, Heinamaki dan Yliruusi, 2008). Ikatan hidrogen yang merupakan
interaksi nonkovalen adalah suatu kunci dalam pembentukan kokristal (Sekhon,
2009).
Universitas Indonesia
heterosinton. Pada Gambar 2.3(3) terlihat adanya suatu ikatan hidrogen antara
C=O· · ·H–N yang berasal dari amida yang membentuk formasi homosinton.
Gambar 2.3(4) menggambarkan ikatan hidrogen yang terjadi antara asam
karboksilat dengan amida yang membentuk formasi heterosinton, sedangkan pada
Gambar 2.3(5) terlihat adanya ikatan hidrogen yang terjadi antara alkohol dan
eter.
Universitas Indonesia
c. Metode pendinginan
Metode ini melibatkan suhu dalam proses kokristalisasi. Dimana sejumlah
besar komponen yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam pelarut
atau campuran pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua
komponen tersebut benar-benar larut. Kemudian larutan didinginkan untuk
memperoleh keadaan lewat jenuh. Kokristal akan mengendap saat larutan
mencapai keadaan lewat jenuh. Metode ini cocok untuk membuat kokristal dalam
skala besar.
2.4 Kelarutan
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen. Kelarutan dapat pula didefinisikan dengan jumlah obat per
ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut (Martin, Swarbick, &
Universitas Indonesia
Cammarata, 1990). Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, maka
dapat ditujukkan dengan istilah berikut:
Universitas Indonesia
3. Molekul zat terlarut akhirnya ditempatkan dalam lubang dalam pelarut, dan
pertambahan kerja atau penurunan energi potensial dalam langkah ini adalah
–w12. Angka 12 adalah energi interaksi antara zat terlarut dengan pelarut.
Lubang dalam pelarut yang terbentuk dalam tahap 2, sekarang tertutup, dan
penurunan tambahan dalam energi, -w12, terjadi, menyangkut kerja netto
dalam tahap terakhir ini adalah -2w12.
Kelarutan merupakan suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan
dalam air agar memberikan efek terapi. Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi
dan menghasilkan suatu efek terapeutik, pertama-tama obat harus berada dalam
larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan
absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan obat kurang dari
yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutnya.
Metode untuk membantu kelarutan tergantung pada sifat kimia dari obat tersebut
dan tipe produk obat (Ansel, 1989).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
𝑑𝐶 𝐷𝑆
= (Cs – C) (2.1)
𝑑𝑡 𝑉ℎ
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mengukur jumlah energi yang diabsorbsi atau dibebaskan oleh sampel saat
dipanaskan, didinginkan atau dipertahankan pada suhu konstan. Energi ini
dihubungkan dengan perbedaan dalam aliran panas antara sampel dengan standar
(Soewandhi, 2006). Metode ini menyangkut pemanasan sampel pada kondisi
yang diawasi dan mengamati perubahan fisik dan kimia yang terjadi. Dalam
bidang farmasi, DSC digunakan untuk mendapatkan identitas dan kestandaran,
dapat juga digunakan untuk mendapatkan kapasitas panas dan titik lebur (Martin,
Swarbrick dan Cammarata, 1990).
Universitas Indonesia
3.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik
(Accu-Lab), oven (Memmert, Jerman), magnetic stirrer (RT 5 Power Ika Werke),
Spektrofotometer UV-VIS 1601 (Shimadzu, Jepang), Spektrofotometer
Inframerah 8400S (Shimadzu, Jepang), X-Ray Diffractometer 7000 (Shimadzu,
Jepang), Differential Scanning Calorimeter 60 A (Shimadzu, Jepang), mikroskop
optik (Nikon model Eclipse E 200, Jepang), desikator, termometer, membran
selofan 20 kDa (Wako, Jepang), lumpang, alu, kertas milipor berukuran 0,45 µm,
Terumo Syringe dan alat–alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium.
3.3 Bahan
Karbamazepin (Zhejiang Jiuzhou, China) , asam tartrat (Merck, Jerman),
metanol (Merck, Jerman), etanol (Merck, Jerman) dan aquademineralisata
(Brataco, Indonesia).
16 Universitas Indonesia
induk, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, dan ditambahkan
aquademineralisata hingga garis batas. Kemudian pipet dan masukkan ke dalam
labu ukur lalu tambahkan dengan aquademineralisata hingga diperoleh
konsentrasi 4; 6; 8; 10; 12; 14 dan 16 ppm. Serapan masing – masing larutan
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.
Panjang gelombang maksimum sampel didapatkan dari pengukuran serapan
larutan 10 ppm pada daerah panjang gelombang 200 – 400 nm dengan
menggunakan aquademineralisata sebagai blangkonya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1
0,9
0,8 y = 0,054x - 0,001
r = 0,9999
Serapan (A)
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi (ppm)
Universitas Indonesia
karbamazepin terbesar adalah 92,24% yang terdapat pada sampel yang dihasilkan
dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0, sedangkan kadar
terkecil adalah 51,93% yang terdapat pada sampel yang dihasilkan dari metode
penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1.
Hasil penetapan kadar ini akan dijadikan tolak ukur untuk penimbangan
pada uji laju pelarutan, agar jumlah karbamazepin yang digunakan sama. Kadar
karbamazepin dari tiap perbandingan dan metode serta jumlah penimbangan
sampel yang digunakan untuk laju pelarutan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Universitas Indonesia
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan: (a) metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, (b) metode penguapan pelarut
perbandingan 1:1, (c) metode solvent drop grinding perbandingan 1:0, dan (d)
metode solvent drop grinding perbandingan 1:1.
Universitas Indonesia
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan: (a) metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, (b) metode penguapan pelarut
perbandingan 1:1, (c) metode solvent drop grinding perbandingan 1:0, dan (d)
metode solvent drop grinding perbandingan 1:1.
Universitas Indonesia
hidroksil pada asam tartrat atau antara gugus karbonil pada asam tartrat dengan
gugus amin pada karbamazepin.
Dari pengamatan terhadap spektrum inframerahnya, puncak-puncak utama
karbamazepin murni terlihat pada 3466,20 cm-1, 1604,83 cm-1 dan 1595,18 cm-1
untuk NH serta 1678,13 cm-1 untuk C=O amida. Spektrum inframerah asam tartrat
menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 2771-3500 cm-1 untuk OH
karboksilat dan 1770,71 cm-1 untuk C=O asam karboksilat.
Pada spektum inframerah kokristal metode penguapan pelarut
perbandingan 1:1 dan metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 terlihat
pergeseran puncak gugus C=O amida dari 1678,13 cm-1 menjadi 1670,41 cm-1
akibat adanya ikatan hidrogen antara OH asam tartrat dengan C=O amida
karbamazepin yang memperpanjang ikatan C=O. Akibatnya, kekuatan ikatan C=O
berkurang, sehingga pita vibrasinya akan muncul pada frekuensi yang lebih
rendah. Pergeseran puncak juga terlihat pada gugus C=O asam karboksilat.
Puncak bergeser dari 1770,71 cm-1 menjadi 1739,85 cm-1. Pergeseran puncak ini
diduga karena terbentuknya ikatan hidrogen antara C=O pada asam karboksilat
dengan NH pada amida. Adanya ikatan hidrogen ini menunjukkan kokristal
karbamazepin-asam tartrat telah terbentuk. Spektrum inframerah kokristal metode
penguapan pelarut perbandingan 1:1 dapat dilihat pada Gambar 4.4, sedangkan
spektrum inframerah kokristal metode solvent drop grinding perbandingan 1:1
dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Pada karbamazepin yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding
dengan perbandingan 1:0, tidak terlihat perubahan spektrum serapan inframerah
yang signifikan. Puncak yang menunjukkan gugus C=O dan NH amida muncul
pada bilangan gelombang yang sama dengan karbamazepin murni. Spektrum
inframerah karbamazepin yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding
dengan perbandingan 1:0 dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Spektrum inframerah karbamazepin hasil rekristalisasi, metode penguapan
pelarut dengan perbandingan 1:0, memperlihatkan puncak NH amida pada
bilangan gelombang sekitar 3000 cm-1 yang lebih lebar jika dibandingkan dengan
karbamazepin murni. Diduga hal ini terjadi karena terbentuknya karbamazepin
dihidrat. Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa terbentuknya
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pel A
As
90 CBZ
%T
82.5
75
67.5
60
52.5
C=O amida
Transmisi (%)
45
1307.78
1246.06
37.5
3163.36
1489.10
1595.18
1604.83
1678.13
3466.20
1384.94
765.77
30
22.5
2771.80
1770.71
3477.77 3500.92
C=O asam
1695.49
1122.61
15
1739.85
karboksilat
1253.77
3201.94
650.03
806.27
1670.41
1492.95
771.55
1427.37
1593.25
7.5 C=O amida
Universitas Indonesia
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
A 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)
Gambar 4.4 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat
metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 (biru)
28
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
SDG A
As
CBZ
90
%T
85
80
75
70
65
60
55
Transmisi (%)
50
45
1307.78
1246.06
40
3163.36
3099.71
1595.18
1489.10
35
1604.83
1678.13
3477.77 3466.20
1384.94
765.77
650.03
30
3350.46
3198.08
1739.85
806.27
25
1491.02
769.62
1591.33
C=O asam
1417.73
1670.41
20
karboksilat
2771.80
1770.71
3500.92
1695.49
C=O
1122.61
15
Universitas Indonesia
amida
10
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
A 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)
Gambar 4.5 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat
metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 (biru)
29
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
SDG CBZ
97.5 CBZ
%T
90
82.5
75
67.5
Transmisi (%)
60
52.5
45
1307.78
1246.06
37.5
3163.36
1489.10
1595.18
1604.83
1678.13
3466.20
1384.94
765.77
30
22.5
C=O
3173.01
800.49
648.10
amida
1604.83
3466.20
1386.86
763.84
1678.13
1489.10
15
NH amida
Universitas Indonesia
7.5
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
A 1/cm
Gambar 4.6 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode solvent drop grinding
perbandingan 1:0 (hijau)
30
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
rekrist 28 mei
CBZ
90
%T
85
80
75
70
65
60
Transmisi (%)
55
1670.41
950.94
1161.19
1496.81
50
883.43
1593.25
1593.25
1417.73
3192.30
45
3566.50
1307.78
1246.06
40
C=O
3163.36
amida
1595.18
1489.10
1604.83
35
1678.13
3466.20
1384.94
765.77
NH
30 amida
25
Universitas Indonesia
20
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
rekrist 28 mei 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)
Gambar 4.7 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode penguapan pelarut
perbandingan 1:0 (biru)
31
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
kiki 11 CF
CBZ
As
90
%T
85
80
75
70
65
Transmisi (%)
60
55
50
45
1307.78
1246.06
40
3163.36
1595.18
1489.10
35
1604.83
1678.13
3466.20
1384.94
765.77
30
25
3080.42
3275.24
20
2771.80
802.41
1770.71
3500.92
NH
1695.49
1604.83
763.84
3466.20
1386.86
C=O
1122.61
1678.13
15
amida
Universitas Indonesia
amida
10
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
kiki 1:1 CF 1/cm
Gambar 4.8 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (abu-abu), asam tartrat (hijau) dan campuran fisik karbamazepin-
asam tartrat perbandingan 1:1 (biru)
32
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
33
Intensitas (cps)
2θ (°)
6,6
2θ (°)
Universitas Indonesia
Intensitas (cps)
6,6
2θ (°)
9,02
Intensitas (cps)
12,32
2θ (°)
Universitas Indonesia
13,06
8,80
Intensitas (cps)
2θ (°)
2θ (°)
Universitas Indonesia
175,80°C
ΔH = 7,90 kJ/kg
190,38°C
ΔH = 54,08 kJ/kg
Suhu (°C)
Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 175,80°C
(ΔH = 7,90 kJ/kg) dan 190,38°C (ΔH = 54,08 kJ/kg) .
suhu 156,40°C. Sedangkan pada kokristal metode solvent drop grinding puncak
terlihat pada suhu 143,38°C. Penurunan titik lebur ini menunjukkan adanya
interaksi antara karbamazepin dan asam tartrat sehingga terbentuk kokristal. Hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa titik lebur
kokristal berada di antara atau lebih rendah dibandingkan titik lebur zat aktif dan
koformer (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011).
Termogram kokristal karbamazepin-asam tartrat dari metode penguapan pelarut
dapat dilihat pada Gambar 4.16, sedangkan termogram kokristal karbamazepin-
asam tartrat dari metode solvent drop grinding dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Laju Aliran Panas (mW)
156,40°C
ΔH = 105,55 kJ/kg
Suhu (°C)
Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 156,40°C
(ΔH = 105,55 kJ/kg).
Universitas Indonesia
143,38°C
ΔH = 110,56 kJ/kg
Suhu (°C)
Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 143,38°C
(ΔH = 110,56 kJ/kg).
Universitas Indonesia
253,01°C
125,84°C
ΔH = 15,66 kJ/kg
ΔH = 2,5 kJ/kg
190,12°C
ΔH = 50,60 kJ/kg
94,57°C
ΔH = 62,24 kJ/kg
134,87°C 144,26°C
ΔH = 54,55 kJ/kg ΔH = 90,74 kJ/kg
Suhu (°C)
Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 94,57°C
(ΔH = 62,24 kJ/kg), 125,84°C (ΔH = 2,5 kJ/kg), 134,87°C (ΔH = 54,55 kJ/kg),
144,26°C (ΔH = 90,74 kJ/kg), dan 190,12°C (ΔH = 50,6 kJ/kg) serta puncak
eksotermik pada suhu 253,01°C (ΔH = 15,66 kJ/kg).
235,17°C
ΔH = 8,42 kJ/kg
170,81°C
ΔH = 5,88 kJ/kg
92,12°C 100,33°C
ΔH = 9,88kJ/kg ΔH = 10,51 kJ/kg
192,68°C
ΔH = 54,55 kJ/kg
Suhu (°C)
Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 92,12°C
(ΔH = 9,88 kJ/kg), 100,33°C (ΔH = 10,51 kJ/kg), 170,81°C (ΔH = 5,88 kJ/kg), dan
192,68°C (ΔH = 54,55 kJ/kg) serta puncak eksotermik pada suhu 235,17°C (ΔH =
8,42 kJ/kg).
192,09°C
ΔH = 128,08 kJ/kg
165,28°C
ΔH = 204,67 kJ/kg
Suhu (°C)
Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 165,28°C
(ΔH = 204,67 kJ/kg) dan 192,09°C (ΔH = 128,08 kJ/kg).
kelarutan karbamazepin yang kecil didalam air, sehingga diperlukan wadah yang
kecil untuk dapat mendeteksi kadar obat yang terlarut. Selain itu, penggunaan
membran selofan bertujuan agar kokristal yang belum larut tidak terambil pada
saat sampling. Sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 286 nm.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kokristal karbamazepin yang
dihasilkan dari metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding dapat
meningkatkan laju pelarutan karbamazepin. Dalam kurun waktu 3 jam jumlah
karbamazepin murni yang terlarut sebesar 6,25%. Persentase karbamazepin
terlarut pada kokristal metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1
menunjukkan peningkatan paling signifikan hingga 2,55 kali, dengan persentase
karbamazepin terlarut 15,93%, dibandingkan dengan karbamazepin murni. Pada
metode penguapan pelarut dengan perbandingan 2:1, peningkatan jumlah obat
terlarut mencapai 1,39 kali dengan persentase obat terlarut 8,67%.
Persentase karbamazepin terlarut dari kokristal metode solvent drop
grinding dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 berturut-turut adalah 9,04% dan
8,50%. Peningkatan jumlah karbamazepin terlarut dari kokristal metode solvent
drop grinding dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 berturut-turut mencapai 1,45 kali
dan 1,36 kali dibandingkan karbamazepin murni.
Karbamazepin hasil rekristalisasi (metode penguapan pelarut dengan
perbandingan 1:0) menunjukkan penurunan jumlah karbamazepin terlarut. Dalam
waktu 3 jam, persentase obat terlarut hanya mencapai 2,19%, 0,35 kali jika
dibandingkan dengan karbamazepin murni. Pada karbamazepin hasil solvent drop
grinding dengan perbandingan 1:0, jumlah obat terlarut mencapai 6,93%.
Universitas Indonesia
18
terlarut (%)
CBZ
10
CBZ : AT = 1:0
8
6 CBZ : AT = 1:1
4 CBZ : AT = 2:1
2
0
0 50 100 150 200
Waktu (menit)
10
Jumlah kumulatif karbamazepin
9
8
7
terlarut (%)
6 CBZ
5 CBZ : AT = 1:0
4
CBZ : AT = 1:1
3
2 CBZ : AT = 2:1
1
0
0 50 100 150 200
Waktu (menit)
Universitas Indonesia
10
terlarut (%)
6
5
4 CBZ
3 CF 1:1
2
1
0
0 50 100 150 200
Waktu (menit)
Gambar 4.23 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan campuran fisik
karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1
Universitas Indonesia
12
10 9,60
6 5,13 5,02
4,86 4,83
3,72
4 3,17
2 1,17
0
CBZ PP 1:0 PP 1:1 PP 2:1 SDG 1:0 SDG 1:2 SDG 2:1 CF 1:1
Sampel
Keterangan: CBZ = karbamazepin; PP = metode penguapan pelarut; SDG = metode solvent drop
grinding; CF = campuran fisik.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kokristal karbamazepin dapat dibuat dengan menggunakan asam tartrat
sebagai koformer melalui metode penguapan pelarut dan solvent drop
grinding. Kokristal karbamazepin-asam tartrat menunjukkan perubahan
bentuk maupun ukuran kristal dibandingkan karbamazepin. Hasil uji
termal memperlihatkan penurunan titik lebur dan pada spektrum
inframerah terlihat adanya interaksi berupa ikatan hidrogen yang
mengindikasikan telah terbentuk kokristal karbamazepin-asam tartrat.
5.1.2 Metode pembuatan kokristal mempengaruhi laju pelarutan karbamazepin.
Kokristal yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut perbandingan 1:1
menunjukkan peningkatan laju pelarutan terbesar dengan DE180 sebesar
9,60%, sedangkan pada metode solvent drop grinding 4,86% dan
karbamazepin 3,17%.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembentukkan kokristal
menggunakan metode kokristalisasi lainnya serta pemanfaatan kokristal dalam
suatu sediaan.
45 Universitas Indonesia
Ambrogi, V., Perioli, L., Marmottini, F., Accorsi, O., Pagano, C., Ricci, M., dan
Rossi, C. (2008). Role of Mesoporous Silicates on Carbamazepine
Dissolution Rate Enhancement. Microporous and Mesoporous Materials
113, 445-452.
46 Universitas Indonesia
Hickey, M. B., Peterson, M. L., Scoppettuolo, L. A., Morrisette, S. L., Vetter, A.,
Guzman, H., Remenar, J, F., Zhong Zhang, Tawa, M. D., Haley, S.,
Zaworotko, M. J., dan Almarsson, Orn. (2007). Performance Comparison
of a Co-crystal of Carbamazepine with Marketed Product. European
Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 67, 112–119.
Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. (Ed. ke-8). Jakarta:
Salemba Medika, 94-95.
Kobayashi, Y., Ito, S., Itai, S., dan Yamamoto, K. (2000). Physicochemical
Properties and Bioavailability of Carbamazepine Polymorphs and
Dihydrate. International Journal of Pharmaceutics, 193, 137-146.
Machiste, E. O., Giunched, P., Setti, M., dan Conte, U. (1995). Characterization
of Carbamazepine in Systems Containing a Dissolution Rate Enhancer.
International Journal of Pharmaceutics, 126, 65-72.
Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik: Dasar-dasar
Kimia Fisik Dasar Ilmu Farmasetik. Vol 1. (Ed. ke-3). (Yoshita,
Penerjemah). Jakarta: UI-Press, 558-560, 581-582.
Mirza, S., Miroshnyk, I., Heinamaki, J., dan Yliruusi, J. (2008). Co-Crystal: an
Emerging Approach for Enhancing Properties of Pharmaceutical Solids.
Dosis, Vol. 24, No.2, 90-95.
O’Neil, M. J., Smith, A., Heckelman, P. E., Obenchain, J. R., Jr., Gallipeau, J. A.
R., D’Arecca, M. A., dan Budavari, S. (2001). The Merck Index 13th Ed.
New Jearsey: Merck dan Co., Inc. Whitehouse Station.
Universitas Indonesia
Qiao Ning, Li Mingzhong, Schlindwein, W., Malek, N., Davies, N., Trappitt, G.
(2011). Pharmaceutical Cocrystals: An Overview. International Journal of
Pharmaceutics, 419, 1–11.
Remenar J. F., Morissette, S. L., Peterson, M. L., Moulton, B., Macphee, J. M.,
Guzman, Hector R, dan Almarsson, Orn. (2003). Crystal Engineering of
Novel Co-crystal of a Triazole Drug with 1,4-dicarboxylic acids. J. Am.
Chem. Soc, 125, 8456-8457.
Yadav, A. V., Shete, A. S., Dabke, A. P., Kulkarni, P. V., dan Sakhare, S. S.
(2009). Co-crystal: A Novel Approach to Modify Physicochemical
Universitas Indonesia
Zaini, E., Halim, A., Soewandhi, S. N., dan Setyawan, D. (2011). Peningkatan
Laju Pelarutan Trimetoprim Melalui Kokristalisasi dengna Nikotinamida.
Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5, No. 4, 205-212.
Universitas Indonesia
90
%T
85
80
75
70
65
Transmisi (%)
60
55
50
45
1307.78
1246.06
40
3163.36
1489.10
1595.18
C=O
1604.83
35
1678.13
3466.20
1384.94
765.77
NH amida amida
30
25
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
CBZ 1/cm
51
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
Lampiran 3. Spektrum inframerah asam tartrat
47.5
%T
45
42.5
40
37.5
Transmisi (%)
35
32.5
30
27.5
25
22.5
2771.80
1770.71
3500.92
1695.49
20
C=O asam
1122.61
17.5 karboksilat
OH asam karboksilat
15
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
as.Tartrat 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)
52
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
53
Kadar Penimbangan
Sampel
Karbamazepin (%) (mg)
1:0
83,32 60,0
Penguapan pelarutan
1:1
51,93 96,3
Penguapan pelarutan
2:1
69,10 72,4
Penguapan pelarutan
1:0
92,24 54,2
Solvent Drop Grinding
1:1
63,43 78,8
Solvent Drop Grinding
2:1
73,86 67,7
Solvent Drop Grinding
1:1
56,18 89,0
Campuran Fisik
56
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
Lampiran 9. Data uji laju pelarutan karbamazepin metode solvent drop grinding
57
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
58
Lampiran 10. Data uji laju pelarutan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat
1,9325 g − 1,7458 g
% Kehilangan = x 100% = 9,66%
1,9325 g
50 mg dalam
100,0 ml
Pipet 20,0 ml
dalam 100,0 ml
Pipet 1,0 ml Pipet 3,0 ml Pipet 2,0 ml Pipet 5,0 ml Pipet 3,0 ml Pipet 7,0 ml Pipet 4,0 ml
dalam 25,0 ml dalam 50,0 ml dalam 25,0 ml dalam 50,0 ml dalam 25,0 ml dalam 50,0 ml dalam 25,0ml
Lampiran 14. Contoh perhitungan jumlah sampel yang ditimbang untuk uji laju
pelarutan
100% 𝑥 50 𝑚𝑔
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 =
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑎𝑚𝑎𝑧𝑒𝑝𝑖𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Data:
Kadar karbamazepin dari sampel metode penguapan pelarutan perbandingan 1:0
adalah 83,32%
100% 𝑥 50 𝑚𝑔
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 = = 60,0 𝑚𝑔
83,32%
Keterangan:
Wn = jumlah obat terlarut pada menit ke-n (mg)
yn = serapan karbamazepin pada menit ke-n
fp = faktor pengenceran
M = volume medium (100 ml)
S = volume sampling (5 ml)
a = koefisien intersep
b = slope
𝑡
0
𝑦 𝑑𝑡
𝐷𝐸180 = 𝑥 100%
𝑦100 𝑡
𝑡
0
𝑦 𝑑𝑡 = luas daerah dibawah kurva pada menit ke-t
𝑦100 𝑡 = luas empat persegi panjang pada keadaan 100% dengan absis menit ke-t
180
0
0,034𝑥 + 0,113 𝑑𝑥
𝐷𝐸180 = 𝑥 100% = 3,17%
100 . 180