Anda di halaman 1dari 82

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL


TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN
MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER

SKRIPSI

RIZKIANNA
0806328026

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2012

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH METODE PEMBENTUKAN KOKRISTAL


TERHADAP LAJU PELARUTAN KARBAMAZEPIN
MENGGUNAKAN ASAM TARTRAT SEBAGAI KOFORMER

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi

RIZKIANNA
0806328026

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2012

ii

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan


bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 9 Juli 2012

Rizkianna

iii

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar.

iv

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Rizkianna
NPM : 0806328026
Program Studi : Sarjana Farmasi
Judul Skripsi : Pengaruh Metode Pembentukan Kokristal
Terhadap Laju Pelarutan Karbamazepin
Menggunakan Asam Tartrat Sebagai Koformer

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi S1 Reguler Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
limpahan rahmat dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia. Penulis mengucapkan rasa terima kasih dan rasa
hormat kepada:
1. Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku pembimbing yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian
dan penyusunan skripsi ini;
3. Dra. Maryati Kurniadi M.Si., Apt., selaku pembimbing akademis yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di
Departemen Farmasi FMIPA UI.
4. Seluruh dosen Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu pengetahuan,
pendidikan, saran dan bantuannya selama ini.
5. Seluruh pegawai dan laboran Departemen Farmasi UI terutama Mbak
Devfanny dan Pak Imih atas bantuannya selama penulis melakukan
penelitian.
6. Distributor bahan-bahan kimia, khususnya PT. Indofarma Tbk, atas
bantuan bahan yang diberikan.
7. Keluargaku tercinta, Mama, Abi, Ana, Rijal dan Reza yang tak henti-
hentinya memberikan perhatian, dukungan serta motivasi untuk
menyelesaikan penelitian serta pendidikan di farmasi dengan sebaik
mungkin.
8. Teman – teman terdekat, Devi, Hana, Sri Rahayu, Nada, Pewe, Nadia dan
Fara yang telah menemani mengarungi dunia farmasi bersama dalam suka
dan duka selama kurang lebih empat tahun.

vi

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


9. Seluruh teman KBI Farmasetika dan teman farmasi reguler 2008 atas kerja
sama dan bantuannya selama kuliah.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya yang juga banyak
memberikan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala


kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang
mendukung dan bermanfaat dari para pembaca. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Penulis
2012

vii

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:
Nama : Rizkianna
NPM : 0806328026
Program Studi : S1 Reguler Farmasi
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengaruh Metode Pembentukan Kokristal Terhadap Laju Pelarutan Karbamazepin


Menggunakan Asam Tartrat Sebagai Koformer.

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 9 Juli 2012
Yang menyatakan

(Rizkianna)
viii

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


ABSTRAK

Nama : Rizkianna
Program Studi : Sarjana Farmasi
Judul : Pengaruh Metode Pembentukan Kokristal Terhadap Laju
Pelarutan Karbamazepin Menggunakan Asam Tartrat sebagai
Koformer

Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical


Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas
yang tinggi, sehingga laju pelarutan menjadi tahap yang membatasi laju absorpsi
obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju pelarutan
karbamazepin dengan pembentukan kokristal menggunakan asam tartrat sebagai
koformer. Pembuatan kokristal dilakukan dengan metode penguapan pelarut dan
solvent drop grinding. Formulasi karbamazepin dan asam tartrat dibuat dengan
perbandingan 1:0, 1:1, dan 2:1. Kokristal dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, dan
DSC kemudian dibandingkan dengan karbamazepin. Berdasarkan uji difraksi
sinar-x, terjadi perubahan bentuk dan ukuran kristal pada kokristal. Hasil
spektrum inframerah menunjukan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara
karbamazepin dan asam tartrat. Laju pelarutan paling tinggi diperoleh dari metode
penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1. Peningkatan laju pelarutan mencapai
2,55 kali dari karbamazepin standar dengan DE180 sebesar 9,60%.

Kata Kunci : asam tartrat, efisiensi disolusi, karbamazepin, kokristal, laju


pelarutan.
xv + 65 hal : 28 gambar; 2 tabel; 18 lampiran
Daftar acuan : 32 (1989 – 2011)

ix Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


ABSTRACT

Name : Rizkianna
Study Program : Bachelor of Pharmacy
Title : The Effect of Cocrystal Formation Method on Carbamazepine
Dissolution Rate With Tartaric Acid as Coformer

Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification


System class II with low solubility and high permeability, so that the dissolution
rate becomes rate limiting step of drug absorption. This study is intended to
enhance the dissolution rate of carbamazepine by forming cocrystal with tartaric
acid as coformer. Cocrystal were made by solvent evaporation and solvent drop
grinding method. Formulations of carbamazepine and tartaric acid were made
with a ratio of 1:0, 1:1, and 2:1. Cocrystal was characterized by FTIR, XRD, and
DSC compared with carbamazepine. Based on the x-ray diffraction test, the
changes in shapes and sizes of the crystals was shown. Moreover, the infrared
spectrum showed hydrogen bonding interaction between carbamazepine and
tartaric acid. The highest dissolution rate was obtained from solvent evaporation
method with ratio of 1:1. Enhancement of dissolution rate reached 2.55 times
from standard with DE180 9.60%.

Key words : carbamazepine, co-crystals, dissolution efficiency, dissolution


rate, tartaric acid
xv + 65 pages : 28 figures; 2 tables; 18 appendixes
Bibliography : 32 (1989 – 2011)

x Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME........................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................ ix
ABSTRACT ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3


2.1 Karbamazepin ....................................................................................... 3
2.2 Asam Tartrat ......................................................................................... 4
2.3 Kokristal ............................................................................................... 5
2.4 Kelarutan .............................................................................................. 8
2.5 Laju Pelarutan ....................................................................................... 11
2.6 Karakterisasi Kokristal ......................................................................... 13

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 16


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 16
3.2 Alat ....................................................................................................... 16
3.3 Bahan .................................................................................................... 16
3.4 Cara Kerja ............................................................................................. 16

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 21


4.1 Pembuatan Kokristal Karbamazepin-Asam Tartrat.. ............................. 21
4.2 Pembuatan Campuran Fisik Karbamazepin-Asam Tartrat............... ..... 22
4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ................................................................... 22
4.4 Penetapan Kadar Karbamazepin ............................................................ 22
4.5 Karakterisasi Kokristal .......................................................................... 23

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 45


5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 45
5.2 Saran ..................................................................................................... 45

DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 46


xi Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur kimia karbamazepin..................................................... 3


Gambar 2.2 Struktur kimia asam tartrat......................................................... 4
Gambar 2.3 Ikatan hidrogen dalam pembentukan kokristal.......................... 6
Gambar 2.4 Mekanisme pelarutan zat terlarut............................................... 10
Gambar 4.1 Kurva kalibrasi karbamazepin dalam medium
aquademineralisata pada panjang gelombang 286 nm.............. 22
Gambar 4.2 Bentuk makroskopik serbuk hasil kokristalisasi....................... 24
Gambar 4.3 Bentuk mikroskopik serbuk hasil kokristalisasi........................ 25
Gambar 4.4 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni
(hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam
tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1:1
(biru).......................................................................................... 28
Gambar 4.5 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni
(hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam
tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1:1
(biru).......................................................................................... 29
Gambar 4.6 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni
(hitam), dan karbamazepin dari metode solvent drop grinding
perbandingan 1:0 (hijau)........................................................... 30
Gambar 4.7 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni
(hitam), dan karbamazepin dari metode penguapan pelarut
perbandingan 1:0 (hijau)........................................................... 31
Gambar 4.8 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (abu-
abu), asam tartrat (hijau), dan campuran fisik karbamazepin-
asam tartrat perbandingan 1:1 (biru)......................................... 32
Gambar 4.9 Difraktogram karbamazepin murni........................................... 33
Gambar 4.10 Difraktogram kokristal karbamazepin-asam tartrat metode
penguapan pelarut perbandingan 1:1.......................................... 33
Gambar 4.11 Difraktogram kokristal karbamazepin dan asam tartrat metode
solvent drop grinding perbandingan 1:1..................................... 34
Gambar 4.12 Difraktogram karbamazepin dari metode penguapan pelarut
dengan perbandingan 1:0............................................................ 34
Gambar 4.13 Difraktogram karbamazepin dari metode solvent drop grinding
dengan perbandingan 1:0............................................................ 35
Gambar 4.14 Difraktogram campuran fisik karbamazepin-asam tartrat
perbandingan 1:0......................................................................... 35
Gambar 4.15 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)
karbamazepin murni................................................................... 36
Gambar 4.16 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)
kokristal karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut
perbandingan 1:1......................................................................... 37
Gambar 4.17 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)
kokristal karbamazepin-asam tartrat metode solvent drop
grinding perbandingan 1:1........................................................ 38
xii Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


Gambar 4.18 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)
karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan
perbandingan 1:0......................................................................... 39
Gambar 4.19 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)
karbamazepin dari metode solvent drop grinding dengan
perbandingan 1:0........................................................................ 39
Gambar 4.20 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)
campuran fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1.. 40
Gambar 4.21 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil
kokristalisasi pada metode penguapan pelarut........................... 42
Gambar 4.22 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil
kokristalisasi pada metode solvent drop grinding..................... 42
Gambar 4.23 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan campuran fisik
karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1............................ 43
Gambar 4.24 Diagram efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke-180.. 44

xiii Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Istilah Kelarutan........................................................................... 9


Tabel 3.1. Perbandingan jumlah karbamazepin dan asam tartrat................ 17

xiv Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spektrum serapan karbamazepin................................................... 50


Lampiran 2. Spektrum inframerah karbamazepin............................................. 51
Lampiran 3. Spektrum inframerah asam tartrat................................................. 52
Lampiran 4. Data persentase kehilangan bobot pada pembentukan kokristal.. 53
Lampiran 5. Data serapan karbamazepin dalam berbagai konsentrasi pada
medium aquademineralisata pada panjang gelombang 286 nm... 53
Lampiran 6. Data kadar karbamazepin dalam sampel dan penimbangan
sampel untuk uji laju pelarutan...................................................... 54
Lampiran 7. Data uji laju pelarutan karbamazepin murni................................. 55
Lampiran 8. Data uji laju pelarutan karbamazepin pada sampel metode
penguapan pelarut ......................................................................... 56
Lampiran 9. Data uji laju pelarutan karbamazepin pada sampel metode
solvent drop grinding.................................................................... 57
Lampiran 10. Data uji laju pelarutan campuran fisik karbamazepin dan asam
tartrat dengan perbandingan 1:1.................................................... 58
Lampiran 11. Data efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke 180............ 58
Lampiran 12. Contoh perhitungan kehilangan bobot........................................... 59
Lampiran 13. Bagan perhitungan kurva kalibrasi karbamazepin........................ 60
Lampiran 14. Contoh perhitungan jumlah sampel yang ditimbang untuk uji
laju pelarutan................................................................................. 61
Lampiran 15. Contoh perhitungan jumlah kumulatif karbamazepin
terlarut.......................................................................................... 62
Lampiran 16. Contoh perhitungan efisiensi disolusi pada menit ke-180......... 63
Lampiran 17. Sertifikat analisis karbamazepin ................................................... 64
Lampiran 18. Sertifikat analisis asam tartrat....................................................... 65

xv Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelarutan merupakan tahapan yang membatasi atau mengontrol laju
absorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan yang rendah, karena tahapan ini
biasanya merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada
dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam
sirkulasi sistemik (Martin, Swarbrick dan Cammarata, 1990).
Karbamazepin merupakan senyawa trisiklik yang efektif dalam
pengobatan depresi bipolar. Pada mulanya obat ini dipasarkan untuk pengobatan
neuralgia trigeminal, tetapi kemudian terbukti bermanfaat untuk epilesi. (Katzung,
2002). Didalam sistem BCS (Biopharmaceutical Classification System) dijelaskan
bahwa karbamazepin termasuk dalam kelas II, yaitu obat dengan kelarutan rendah
serta permeabilitas tinggi (Chi-Yuan dan Benet, 2005), sehingga laju pelarutan
menjadi tahap yang membatasi laju absorpsinya.
Salah satu cara peningkatan laju pelarutan zat aktif adalah dengan
kokristalisasi. Kokristal merupakan kompleks kristal yang terdiri dari dua atau
lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi kristal melalui
interaksi nonkovalen terutama ikatan hidrogen (Trask, Motherwell dan Jones,
2006). Pembentukan kokristal dapat memperbaiki kelarutan, laju disolusi,
bioavailabilitas dan stabilitas zat aktif. Metode yang sering digunakan untuk
membentuk kokristal adalah metode pelarutan dan metode grinding (Qiao, Li,
Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011).
Metode pelarutan merupakan cara yang paling umum digunakan untuk
memperoleh kokristal. Metode ini dibagi menjadi beberapa macam metode, salah
satunya adalah metode penguapan pelarut dimana pelarut diuapkan untuk
mencapai kondisi lewat jenuh sehingga dihasilkan kokristal. Metode grinding
merupakan metode pembentukan kokristal yang menggunakan aspek mekanik.
Salah satu contoh metode ini adalah solvent drop grinding dimana ditambahkan
sedikit pelarut untuk mempercepat proses pembentukan kokristal (Qiao, Li,
Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011).

1 Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


2

Pembentukan kokristal telah terbukti berhasil dalam meningkatkan


kelarutan obat-obat yang kelarutan dalam airnya rendah, diantaranya
pembentukan kokristal antara indometasin-sakarin (Basavoju, Bostrom dan
Velaga, 2008) dan kokristal itrakonazol dengan asam tartrat, asam suksinat, asam
fumarat dan asam malat sebagai koformer menggunakan metode penguapan
pelarut (Remenar, et al., 2003).
Sebelumnya penelitian mengenai peningkatan laju pelarutan
karbamazepin telah dilakukan melalui pembentukan kokristal dengan
menggunakan nikotinamid (Buanz, Parkinson dan Gaisford, 2011) dan sakarin
(Hickey, et al., 2007) sebagai koformer.
Pada penelitian ini digunakan asam tartrat untuk membentuk kokristal
karbamazepin menggunakan metode penguapan pelarut dan solvent drop
grinding. Kokristal yang didapat diharapkan memiliki kelarutan yang lebih baik.
Uji laju pelarutan dilakukan terhadap karbamazepin dan kokristal karbamazepin-
asam tartrat dari kedua metode. Kokristal yang didapat akan dikarakterisasi
dengan FT-IR, X-ray powder diffractometry dan differential scanning calorimetry.

1.2 Tujuan Penelitian


1. Membuat dan mengkarakterisasi kokristal karbamazepin-asam tartrat
dengan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding.
2. Mengevaluasi pengaruh metode pembentukan kokristal terhadap laju
pelarutan karbamazepin.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karbamazepin

H2N O

[Sumber: O’Neil, et al., 2001]


Gambar 2.1 Struktur kimia karbamazepin (telah diolah kembali)

Nama kimia : 5H-Dibenz[b,f]azepine-5-carboxamide


Nama lain : 5-carbamoyl-5H-dibenz[b,f]azepine
Berat Molekul : 236,27
Rumus Empiris : C15H12N2O
Titik Lebur : 190 – 193o
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, aseton
dan propilen glikol.
Khasiat : Antikonvulsi (O’Neil, et al., 2001)

Karbamazepin merupakan serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih,


mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102% C15H12N2O,
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (British Comission Secretariat,
2009). Pada mulanya karbamazepin digunakan untuk pengobatan trigeminal
neuralgia, kemudian ternyata obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks
dan bangkitan tonik-klonik. Selain mengurangi kejang, karbamazepin mempunyai
efek nyata pada perbaikan psikis yaitu perbaikan kewaspadaan dan perasaan,
sehingga dipakai juga untuk mengobati kelainan psikiatri seperti mania-bipolar
(Gunawan, 2007). Karbamazepin bekerja dengan menghambat kanal ion natrium
pada membran sel akson dan menghambat aktivasi berulang dengan frekuensi
3 Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


4

tinggi pada neuron. Obat ini juga bekerja secara prasinaptik untuk mengurangi
transmisi sinaptik (Katzung, 2002).
Kecepatan absorpsi karbamazepin bervariasi pada pasien yang berbeda-
beda. Kadar puncak biasanya dicapai 6-8 jam setelah pemberian obat. Distribusi
obat ini lambat, dan volume distribusi kira-kira 1L/kg. Karbamazepin hanya 70%
terikat dengan protein plasma, tidak ada pendesakan oleh obat-obatan lain dari
ikatannya dengan protein plasma (Katzung, 2002).
Karbamazepin memiliki empat bentuk polimorf, yaitu bentuk I, bentuk II,
bentuk III, dan bentuk IV. Selain itu terdapat pula karbamazepin dihidrat
(Kipouros, Kachrimanis, Nikolakakis dan Malamataris, 2005). Didalam sistem
BCS (Biopharmaceutical Classification System) dijelaskan bahwa karbamazepin
termasuk dalam kelas II, yaitu obat dengan kelarutan rendah serta permeabilitas
tinggi (Chi-Yuan dan Benet, 2005). Bioavailabilitas obat kelas II dibatasi oleh laju
disolusinya, sehingga peningkatan yang kecil pada laju disolusinya akan sangat
berpengaruh pada bioavailabilitasnya. Oleh karena itu, peningkatan laju disolusi
obat ini menjadi faktor yang diperlukan untuk memperbaiki bioavailabilitasnya.

2.2 Asam Tartrat

OH O

HO
OH

O OH

[Sumber: O’Neil, et al., 2001]


Gambar 2.2 Struktur kimia asam tartrat (telah diolah kembali)

Nama kimia : (2R,3R)-2,3-Dihydroxybutanedioic acid.


Nama lain : L-(þ)-2,3-Dihydroxybutanedioic acid; 2,3-
dihydroxysuccinic acid; E334; dtartaric acid; L-(þ)-tartaric
acid.
Berat Molekul : 150,09
Rumus Empiris : C4H6O6
Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


5

Titik lebur : 168-170oC


Kelarutan : pada suhu 20°C asam tartrat parktis tidak larut dalam
kloroform, larut dalam 1:0,75 bagian air, larut dalam 1:2,5
bagian etanol 95%, 1:250 bagian eter, 1:1,7 bagian
methanol, larut dalam gliserin; larut dalam 1:0,5 bagian air
dengan suhu 100°C (Rowe, Sheskey dan Owen, 2006).

Asam tartrat merupakan kristal putih atau hampir putih, tidak berbau dan
rasa sangat asam (Rowe, Sheskey dan Owen, 2006). Asam tartrat memiliki empat
donor dan enam akseptor ikatan hidrogen sehingga dapat digunakan sebagai
koformer dalam proses kokristalisasi. Dalam penelitian sebelumnya, asam tartrat
digunakan sebagai koformer dalam proses kokristalisasi dengan piridin betain,
dimana terjadi pembentukan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil yang berasal
dari asam tartrat dengan gugus karboksilat yang berasal dari piridin betain (Dega-
Szafran, Dutkiewicz dan Kosturkiewicz, 2010). Selain itu, pernah dilakukan
pembentukan kokristal itrakonazol-asam tartrat dengan rasio molar (2:1)
menggunakan metode penguapan pelarut yang menghasilkan peningkatkan laju
pelarutan itrakonazol (Remenar, et al., 2003).

2.3 Kokristal
2.3.1 Pengertian Kokristal
Kokristal dapat didefinisikan sebagai kompleks kristal yang terdiri dari
dua atau lebih konstituen molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi kristal
melalui interaksi nonkovalen terutama ikatan hidrogen (Trask, Motherwell dan
Jones, 2006). Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat aktif obat
dengan molekul lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah kisi kristal.
Agar dapat membentuk kokristal, zat aktif yang digunakan harus memiliki
gugusan yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan koformer.
Koformer atau disebut juga dengan agen kokristalisasi yang digunakan
harus memiliki sifat sebagai berikut, tidak toksik dan inert secara farmakologi,
mudah larut dalam air, dapat berikatan secara nonkovalen contohnya ikatan
hidrogen dengan obat, dapat meningkatkan kelarutan obat dalam air, kompatibel

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


6

secara kimia dengan obat dan tidak membentuk ikatan yang kompleks dengan
obat. Koformer dapat berupa zat tambahan pada makanan, pengawet, eksipien
farmasi dan zat aktif lain (Yadav, Shete, Dabke, Kulkarni, dan Sakhare, 2009).
Beberapa contoh koformer yang sering digunakan dalam pembentukan kokristal
yaitu sakarin, turunan asam dikarboksilat (asam fumarat, asam suksinat, asam
tartrat), dan amida (nikotinamida).
Pembentukan kokristal dapat memperbaiki beberapa sifat yang dimiliki
oleh suatu zat seperti kelarutan, laju pelarutan, bioavailabilitas dan stabilitas fisik.
Fase multi-kristal yang dihasilkan akan mempertahankan aktivitas intrinsik zat
aktif obat namun disisi lain memiliki sifat fisikokimia yang berbeda (Mirza,
Miroshnyk, Heinamaki dan Yliruusi, 2008). Ikatan hidrogen yang merupakan
interaksi nonkovalen adalah suatu kunci dalam pembentukan kokristal (Sekhon,
2009).

[Sumber: Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011]


Gambar 2.3 Ikatan hidrogen dalam pembentukan kokristal, (1) dan (3) tipe
homosinton, (2), (4) dan (5) tipe heterosinton

Ikatan hidrogen yang banyak terjadi dalam pembentukan kokristal dapat


dilihat pada Gambar 2.3. Dalam Gambar 2.3(1) terlihat adanya suatu ikatan
hidrogen antara C=O· · ·H–O yang berasal dari asam karboksilat membentuk
formasi homosinton. Gambar 2.3(2) menggambarkan terjadinya suatu ikatan
hidrogen antara asam karboksilat dengan piridin yang membentuk suatu formasi

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


7

heterosinton. Pada Gambar 2.3(3) terlihat adanya suatu ikatan hidrogen antara
C=O· · ·H–N yang berasal dari amida yang membentuk formasi homosinton.
Gambar 2.3(4) menggambarkan ikatan hidrogen yang terjadi antara asam
karboksilat dengan amida yang membentuk formasi heterosinton, sedangkan pada
Gambar 2.3(5) terlihat adanya ikatan hidrogen yang terjadi antara alkohol dan
eter.

2.3.2 Metode Pembentukan Kokristal


Beberapa metode yang umum digunakan dalam pembuatan kokristal
adalah sebagai berikut (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt,
2011):

2.3.2.1 Metode Pelarutan


Metode pelarutan terbagi menjadi tahap pelarutan masing-masing
komponen dalam pelarut yang sesuai dengan kelarutannya, kemudian dilakukan
pencampuran dan pembentukan kristal sehingga didapatkan kokristal. Metode
pembentukan kristal dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Metode Penguapan Pelarut
Metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
pembentukan kokristal. Dua komponen yang ekuivalen terdiri dari zat aktif obat
dan koformer di larutkan dalam pelarut atau campuran pelarut, kemudian
dilakukan penguapan pelarut untuk mencapai keadaan lewat jenuh sehingga
dihasilkan kokristal.
b. Metode reaksi kristalisasi
Metode ini dilakukan dengan menambahkan sejumlah komponen zat ke
dalam larutan zat lain yang sudah jenuh atau mendekati jenuh sehingga larutan
akan menjadi lewat jenuh dan terjadi proses kristalisasi yang menghasilkan
kokristal. Metode ini efektif untuk larutan dengan konsentrasi komponen yang
tidak ekuivalen dan ketika satu kompenen larutan menjadi lewat jenuh dengan
penambahan komponen lainnya.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


8

c. Metode pendinginan
Metode ini melibatkan suhu dalam proses kokristalisasi. Dimana sejumlah
besar komponen yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam pelarut
atau campuran pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua
komponen tersebut benar-benar larut. Kemudian larutan didinginkan untuk
memperoleh keadaan lewat jenuh. Kokristal akan mengendap saat larutan
mencapai keadaan lewat jenuh. Metode ini cocok untuk membuat kokristal dalam
skala besar.

2.3.2.2 Metode grinding


Metode grinding dapat digunakan dalam pembentukan kokristal. Pada
metode ini menggunakan aspek mekanik untuk membentuk kokristal antara zat
aktif dengan koformer.
a. Dry grinding
Metode ini dilakukan dengan menyampurkan kedua komponen penyusun
kokristal yang ekuivalen secara bersama-sama lalu menggerusnya secara manual
menggunakan lumpang dan alu atau secara mekanik dengan ball mill atau
vibratory mill.
b. Solvent drop grinding
Metode ini mirip dengan metode dry grinding, perbedaanya adalah
penambahan sejumlah kecil pelarut dalam proses pencampurannya. Dengan
penambahan sedikit pelarut dapat meningkatkan laju pembentukan kokristal.
Pelarut yang digunakan dalam metode ini harus dapat melarutkan minimal salah
satu komponen dalam kokristal.

2.4 Kelarutan
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen. Kelarutan dapat pula didefinisikan dengan jumlah obat per
ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut (Martin, Swarbick, &

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


9

Cammarata, 1990). Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, maka
dapat ditujukkan dengan istilah berikut:

Tabel 2.1 Istilah kelarutan

Jumlah bagian pelarut yang


Istilah kelarutan diperlukan untuk melarutkan 1 bagian
zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
[Sumber: Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1990]

Proses pelarutan diperkirakan terjadi dalam tiga tahap, yaitu (Martin,


Swarbick, dan Cammarata, 1990):
1. Tahap pertama menyangkut pemindahan satu molekul dari fase terlarut pada
suhu tertentu. Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari
zat terlarut sehngga dapat lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan
ikatan antara molekul-molekul yang berdekatan. Kerja pemecahan ikatan
antara 2 molekul yang berdekatan adalah 2w22, dimana notasi 22 adalah
interaksi antara molekul zat terlarut. Tetapi apabila molekul melepaskan diri
dari fase zat terlarut, lubang yang ditinggalkannya tertutup, dan setengah dari
energi yang diterima kembali. Penerimaan energi potensial atau kerja netto
untuk proses ini adalah w22.
2. Tahap kedua menyangkut pembentukkan lubang dalam pelarut yang cukup
besar untuk menerima molekul zat terlarut. Kerja yang dibutuhkan pada tahap
ini, adalah w11, dimana angka itu adalah energi interaksi antara molekul-
molekul pelarut.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


10

3. Molekul zat terlarut akhirnya ditempatkan dalam lubang dalam pelarut, dan
pertambahan kerja atau penurunan energi potensial dalam langkah ini adalah
–w12. Angka 12 adalah energi interaksi antara zat terlarut dengan pelarut.
Lubang dalam pelarut yang terbentuk dalam tahap 2, sekarang tertutup, dan
penurunan tambahan dalam energi, -w12, terjadi, menyangkut kerja netto
dalam tahap terakhir ini adalah -2w12.

[Sumber: Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1990]


Gambar 2.4 Mekanisme pelarutan zat terlarut (telah diolah kembali)

Kelarutan merupakan suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat,
terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan
dalam air agar memberikan efek terapi. Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi
dan menghasilkan suatu efek terapeutik, pertama-tama obat harus berada dalam
larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan
absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan obat kurang dari
yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutnya.
Metode untuk membantu kelarutan tergantung pada sifat kimia dari obat tersebut
dan tipe produk obat (Ansel, 1989).

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


11

2.5 Laju Pelarutan


Pelarutan merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi
terlarut dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air
sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam
saluran cerna sering mengendalikan laju absorpsi sistemik obat. Pelarutan dapat
dipertimbangkan sebagai tipe spesifik reaksi heterogen dimana transfer massa
menghasilkan efek standar antara perpindahan dan deposisi molekul zat terlarut
pada permukaan padatan. Reaksi – reaksi heterogen ini dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori utama yaitu:
a. Reaksi atau interaksi pada antarmuka lebih cepat dibandingkan transportasi
reaktan dan produk antarmuka. Dalam hal ini kecepatan dapat dikontrol oleh
proses transportasi. Untuk pelarutan, transportasi dapat berupa difusi zat
terlarut dari batas antarmuka ke dalam larutan bulk.
b. Reaksi pada proses antarmuka kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan
proses transportasi, hal ini menjadi tahapan yang mengontrol kecepatan. Pada
pelarutan, hal ini dapat terjadi jika proses pembebasan dan deposisi molekul zat
terlarut pada antarmuka merupakan tahapan yang menentukan kecepatan.
c. Konstanta kecepatan dari kedua proses kurang lebih ekuivalen, dan dalam hal
ini, kecepatan pelarutan dapat menjadi fraksi baik laju reaksi pada antarmuka
maupun laju proses transportasi.
Teori yang paling umum untuk menggambarkan proses pelarutan, yaitu
teori film; juga dikenal sebagai model lapisan difusi. Teori ini mendukung dugaan
bahwa pelarutan termasuk tipe pertama reaksi heterogen dimana kecepatan
ditentukan oleh proses transportasi. Intinya, proses meliputi dua tahap berurutan;
pertama larutan dari padatan pada antarmuka dan kedua difusi diantara bulk
cairan. Tahap pertama terjadi proses pelarutan obat pada permukaan partikel
padat, yang membentuk larutan jenuh di sekeliling partikel. Obat yang terlarut
dalam larutan jenuh, dikenal sebagai stagnant layer, berdifusi ke pelarut dari
daerah konsentrasi obaat yang tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah
(Abdou, 1989; Shargel dan Yu, 2005).
Laju pelarutan obat dapat dijelaskan dengan persamaan Noyes dan
Whitney sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


12

𝑑𝐶 𝐷𝑆
= (Cs – C) (2.1)
𝑑𝑡 𝑉ℎ

dimana dC/dt merupakan laju pelarutan, D merupakan koefisien difusi, S


merupakan luas permukaan, h merupakan ketebalan stagnant layer, Cs adalah
konsentrasi zat terlarut pada stagnant layer , C adalah konsentrasi zat terlarut pada
waktu tertentu dan V merupakan volume medium.
Perubahan pada dua parameter, yaitu luas permukaan dan kelarutan, dapat
menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap laju pelarutan obat. Namun,
modifikasi pada ketebalan film h atau koefisien difusi D tidak mempengaruhi
bioavailabilitasnya. Ketebalan film hanya bisa dikurangi dengan peningkatan
kecepatan pengadukan, kondisi yang tidak dapat diaplikasikan untuk lingkungan
in vivo. Selain itu, koefisien difusi merupakan fungsi suhu yang bersifat konstan
dibawah kondisi in vivo (Abdou, 1989).
Laju pelarutan merupakan jumlah obat terlarut persatuan luas per waktu
(misalnya g/cm2.menit). Dari persamaan Noyes Whitney terlihat bahwa laju
pelarutan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Shargel dan Yu, 2005) :
1. Sifat fisikokimia obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang
besar pada kinetika pelarutan. Luas permukaan efektif obat dapat diperbesar
dengan memperkecil ukuran partikel, karena pelarutan terjadi pada permukaan
partikel, maka makin besar luas permukaan makin cepat laju pelarutan. Derajat
kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju pelarutan.
2. Formulasi obat
Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi
kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau
bereaksi dengan obat itu sendiri. Sebagai contoh, bahan-bahan tambahan seperti
bahan pensuspensi menaikkan viskositas pembawa obat dan oleh karena itu
menurunkan laju pelarutan obat dari suspensi. Bahan pelincir tablet seperti
magnesium stearat dapat menolak air, dan bila digunakan dalam jumlah besar
dapat menurunkan pelarutan.
3. Kondisi percobaan
Kondisi percobaan juga mempengaruhi kecepatan melarut, seperti laju
pengadukan, pH dan suhu medium percobaan.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


13

2.6 Karakterisasi Kokristal


2.6.2 Analisis Gugus Fungsi
Analisis gugus fungsi dilakukukan menggunakan spektrofotometer
Fourier Transform Infra Red (FTIR). Pemilihan FTIR didasarkan atas
kemampuan analisisnya yang sangat cepat dan mempunyai kepekaan tinggi
sehingga dapat memantau seluruh daerah spektrum infra merah dari setiap puncak
yang terelusi dengan kepekaan tinggi (Harmita, 2006).
Daerah inframerah dibagi menjadi 3 sub daerah, yaitu :
a. Sub daerah inframerah dekat ( λ = 780 nm – 2,5 µm; υ = 14290 – 4000 cm-1)
b. Sub daerah inframerah sedang ( λ = 2,5 µm – 15 µm; υ = 4000 – 666 cm-1)
c. Sub daerah inframerah jauh ( λ = 15 µm – 50 µm; υ = 666 – 200 cm-1)
Dari ketiga sub daerah tersebut, hanya sub daerah IR sedang yang lazim
digunakan untuk elusidasi struktur senyawa organik.
Dua molekul senyawa yang berbeda struktur kimianya akan berbeda pada
spektrum infra merahnya. Hal ini dapat dimengerti, karena macam ikatan yang
berbeda, frekuensi vibrasinya tidak sama, serta walaupun macam ikatan sama,
tetapi mereka berada dalam dua senyawa yang berbeda, frekuensi vibrasinya juga
berbeda (karena kedua ikatan yang sama tersebut berada dalam lingkungan yang
berbeda). Sehingga dapat dikatakan bahwa spektrum inframerah merupakan sidik
jari dari suatu molekul. Dalam spektrum inframerah perlu diperhatikan letaknya
(frekuensinya), bentuk (melebar atau tajam), dan intensitas pita (kuat atau lemah).
(Harmita, 2006).
Adanya perubahan bentuk spektrum inframerah dapat dilihat dengan
membandingkan spektrum inframerah masing-masing dari zat aktif dan koformer
dengan kokristal yang terbentuk. Hal yang dapat menyebabkan perubahan
spektrum inframerah adalah munculnya ikatan hidrogen pada kokristal yang
sebelumnya tidak ada pada spektrum serapan baik obat dan koformer. Ikatan
hidrogen pada gugus karbonil akan memperpanjang ikatan C=O. Akibatnya
kekuatan ikatan C=O berkurang, sehingga pita vibrasinya muncul pada frekuensi
yang lebih rendah (Harmita, 2006).

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


14

2.6.3 Uji Difraksi Sinar-X


Teknik difraksi sinar-X menjadi sangat penting dalam farmasi karena
merupakan metode yang paling mudah dan cepat untuk memperoleh informasi
tentang struktur kristal. Karena mayoritas senyawa obat dijumpai dalam bentuk
kristal, maka pola serbuk senyawa ini sering dipakai sebagai sidik jari untuk
menentukan jenis strukturnya (Soewandhi, 2006).
Difraksi merupakan fenomena penghamburan. Saat sinar X bertemu
dengan padatan kristal, sinar berhamburan ke semua arah. Pada beberapa arah ini,
sinar hambur berada dalam fase dan menguatkan yang lainnya untuk membentuk
sinar difraksi. Hukum Bragg menjelaskan kondisi dimana hal ini mungkin terjadi.
Diasumsikan bahwa sinar X monokromatik dan paralel, dengan panjang
gelombang λ, merupakan saat sampel kristal berada pada sudut 𝜃. Difraksi akan
terjadi jika:
nλ = 2. d sin 𝜃 (2.2)
dimana d = jarak antara bidang pada kisi – kisi kristal, dinyatakan dalam Å, dan n
= orde refleksi (bilangan bulat) (Swarbrick, 2007).
Karena pola difraksi sinar-X tiap bentuk kristal dari senyawa bersifat unik,
teknik ini biasanya digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi fase padat.
Difraksi sinar-X merupakan teknik pilihan untuk mengidentifikasi bentuk
polimorfis yang berbeda pada suatu senyawa.
Analisis kristal tunggal sinar-X memberikan identifikasi dan uraian yang
tepat dari zat kristal. Dimensi satuan sel dan sudut-sudut secara konklusif
memantapkan sistem kisi kristal dan memberikan perbedaan spesifik antara
bentuk-bentuk kristal dari suatu senyawa tertentu. Dengan membandingkan letak
dan intensitas garis pada diagram tersebut terhadap garis pada foto sampel yang
sudah diketahui, maka dapat dilakukan analisa kimia kuantitatif dan kualitatif
(Martin, Swarbrick dan Cammarata, 1990).

2.6.3 Analisis Termal


Jika suatu bahan dipanaskan atau didinginkan, terdapat perbedaan pada
struktur atau komposisinya. Hal ini dihubungkan dengan penukaran panas.
Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan alat yang digunakan untuk

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


15

mengukur jumlah energi yang diabsorbsi atau dibebaskan oleh sampel saat
dipanaskan, didinginkan atau dipertahankan pada suhu konstan. Energi ini
dihubungkan dengan perbedaan dalam aliran panas antara sampel dengan standar
(Soewandhi, 2006). Metode ini menyangkut pemanasan sampel pada kondisi
yang diawasi dan mengamati perubahan fisik dan kimia yang terjadi. Dalam
bidang farmasi, DSC digunakan untuk mendapatkan identitas dan kestandaran,
dapat juga digunakan untuk mendapatkan kapasitas panas dan titik lebur (Martin,
Swarbrick dan Cammarata, 1990).

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Laboraturium
Kimia Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Waktu Pelaksanaannya adalah dari
bulan Februari hingga Mei 2012.

3.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik
(Accu-Lab), oven (Memmert, Jerman), magnetic stirrer (RT 5 Power Ika Werke),
Spektrofotometer UV-VIS 1601 (Shimadzu, Jepang), Spektrofotometer
Inframerah 8400S (Shimadzu, Jepang), X-Ray Diffractometer 7000 (Shimadzu,
Jepang), Differential Scanning Calorimeter 60 A (Shimadzu, Jepang), mikroskop
optik (Nikon model Eclipse E 200, Jepang), desikator, termometer, membran
selofan 20 kDa (Wako, Jepang), lumpang, alu, kertas milipor berukuran 0,45 µm,
Terumo Syringe dan alat–alat gelas yang umum digunakan dalam laboratorium.

3.3 Bahan
Karbamazepin (Zhejiang Jiuzhou, China) , asam tartrat (Merck, Jerman),
metanol (Merck, Jerman), etanol (Merck, Jerman) dan aquademineralisata
(Brataco, Indonesia).

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Pembuatan Kokristal Karbamazepin-Asam Tartrat
Kokristal karbamazepin-asam tartrat dibuat pada rasio molar 1:1 dan 2:1
sesuai bobot molekul masing-masing zat. Pembentukan kokristal dilakukan
menggunakan metode penguapan pelarut dan solvent drop grinding.

16 Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


17

Tabel 3.1 Perbandingan jumlah karbamazepin dan asam tartrat

Perbandingan Karbamazepin (mg) Asam Tartrat (mg)

1:0 1181,35 (5 mmol) -

1:1 1181,35 (5 mmol) 750,45 (5 mmol)

2:1 1181,35 (5 mmol) 375,23 (2,5 mmol)

3.4.1.1 Metode Penguapan Pelarut


Ditimbang karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1:0, 1:1,
dan 2:1, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass. Dilarutkan dalam 100 ml etanol
suhu 70oC dengan bantuan stirrer pada kecepatan 100 rpm selama 1 jam.
Kemudian suhu diturunkan 10°C setiap 30 menit hingga suhu mencapai 30°C.
Larutan diuapkan pada suhu kamar (27oC±0,5°C) hingga semua etanol habis
menguap dan endapan kering. Endapan yang didapat dikarakterisasi (Hickey, et
al., 2007).

3.4.1.2 Metode Solvent Drop Grinding


Ditimbang karbamazepin dan asam tartrat dengan perbandingan 1:0, 1:1,
dan 2:1, masukkan ke dalam lumpang. Campuran digerus selama 10 menit.
Campuran dipindahkan ke dalam cawan penguap, kemudian ditambah 5 ml
etanol. Campuran yang didapat di keringkan kemudian dikarakterisasi (Weyna,
Shattock, Vishweshwar, dan Zawarotko, 2009)

3.4.2 Pembuatan Campuran Fisik Karbamazepin-Asam Tartrat


Campuran fisik dibuat dengan perbandingan karbamazepin dan asam
tartrat 1:1. Ditimbang masing-masing bahan, lalu dimasukkan ke dalam lumpang.
Campuran digerus hingga homogen.

3.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Karbamazepin


Ditimbang seksama ± 50,0 mg karbamazepin, kemudian dilarutkan dengan
10 ml metanol dalam labu ukur 100,0 ml, kocok hingga larut seluruhnya.
Aquademineralisata ditambahkan hingga garis batas. Pipet 20,0 ml dari larutan
Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


18

induk, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, dan ditambahkan
aquademineralisata hingga garis batas. Kemudian pipet dan masukkan ke dalam
labu ukur lalu tambahkan dengan aquademineralisata hingga diperoleh
konsentrasi 4; 6; 8; 10; 12; 14 dan 16 ppm. Serapan masing – masing larutan
diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.
Panjang gelombang maksimum sampel didapatkan dari pengukuran serapan
larutan 10 ppm pada daerah panjang gelombang 200 – 400 nm dengan
menggunakan aquademineralisata sebagai blangkonya.

3.4.4 Penetapan Kadar Karbamazepin dalam Kokristal


Pengujian dilakukan terhadap kokristal karbamazepin-asam tartrat pada
semua metode dan perbandingan serta campuran fisik karbamazepin-asam tartrat.
Ditimbang seksama ± 50,0 mg sampel, kemudian dilarutkan dengan 10 ml
metanol dalam labu ukur 100,0 ml, kocok hingga larut seluruhnya.
Aquademineralisata ditambahkan hingga garis batas. Pipet 20,0 ml dari larutan
induk, dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, dan ditambahkan
aquademineralisata hingga garis batas. Kemudian pipet 10.0 ml dan dimasukkan
ke dalam labu ukur lalu ditambahkan dengan aquademineralisata hingga garis
batas, diperoleh konsentrasi 10 ppm. Serapan masing – masing larutan diukur
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Kadar
karbamazepin dalam kokristal dihitung menggunakan persamaan regresi linier.

3.4.5 Karakterisasi kokristal


3.4.5.1 Uji Morfologi Kristal
Bentuk kristal diamati secara mikroskopis menggunakan mikroskop optik
terhadap serbuk hasil kokristalisasi dengan perbandingan karbamazepin dan asam
tartrat 1:0 dan 1:1. Sejumlah sampel diletakan di atas object glass dan ditutup
dengan cover glass, lalu diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10-40x.
Hasil pengamatan di foto menggunakan kamera digital.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


19

3.4.5.2 Analisis Gugus fungsi


Analisis gugus fungsi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan
hidrogen yang terbentuk pada pembuatan kokristal. Spektrum inframerah
karbamazepin, asam tartrat, kokristal karbamazepin-asam tartrat dari semua
metode dengan perbandingan 1:0, dan 1:1 serta campuran fisik karbamazepin-
asam tartrat direkam menggunakan FT-IR spektrofotometer dengan metode pellet
KBr. Pengukuran dilakukan pada bilangan gelombang 400 – 4000 cm-1.

3.4.5.3 Uji Difraksi Sinar-X


Pola difraksi sinar-X karbamazepin, kokristal karbamazepin-asam tartrat
dan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat direkam menggunakan X-ray
diffractometer dengan tuba anoda Cu, dioperasikan pada tegangan 40 kV dan arus
30 mA. Sampel dianaisis pada interval 2–50o, dengan kecepatan pemindaian
0,02o/menit (Machiste, Giunchedi, Setti dan Conte, 1995).

3.4.5.4 Analisis Termal


Analisis termal dilakukan terhadap karbamazepin, kokristal karbamazepin-
asam tartrat dan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat menggunakan
Differential Scanning Calorimetry (DSC). Ditimbang dengan seksama ± 4,0 mg
sampel, letakkan pada silinder aluminium. Tutup silinder tersebut dengan
lempeng aluminium, lalu masukkan ke dalam alat DSC. Pengukuran dilakukan
dengan laju alir nitrogen 30 ml/menit, dimulai pada suhu 30oC – 250oC dengan
kenaikan suhu 10oC/menit. Suhu lebur dan perubahan entalphi masing-masing
sampel dicatat (Machiste, Giunchedi, Setti dan Conte, 1995; Shikhar, Bommana,
Gupta dan Squillante, 2011).

3.4.5.5 Uji Laju Pelarutan


Uji laju pelarutan dilakukan terhadap karbamazepin, kokristal
karbamazepin-asam tartrat yang dihasilkan dari semua metode dan perbandingan
serta campuran fisik karbamazepin-asam tartrat. Ditimbang dengan seksama ±
50,0 mg karbamazepin, kokristal dan campuran fisik yang setara dengan 50,0 mg
karbamazepin kemudian di masukan ke dalam membran selofan. Sampel

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


20

dimasukkan ke dalam beaker glass berisi 100 ml aquademineralisata, kemudian


dilarutkan dengan bantuan magnetic stirrer pada suhu 37 ± 0,5°C selama 3 jam
dengan kecepatan 100 rpm. Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 5, 10,
15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 60, 90, 120 dan 180 sebanyak 5 ml dan disaring
melalui filter membran 0,45 μm. Setiap pengambilan 5 ml sampel ditambahkan
kembali 5 ml pelarut dengan suhu yang sama. Diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Ambrogi
et al., 2008).

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Kokristal Karbamazepin-Asam Tartrat


Pembuatan kokristal ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan
karbamazepin dalam air. Kokristal dibuat dengan perbandingan karbamazepin dan
asam tartrat 1:1 dan 2:1. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kombinasi yang
menunjukkan laju pelarutan paling tinggi. Karbamazepin dan asam tartrat dengan
perbandingan 1:0 juga dibuat untuk melihat pengaruh proses pembentukan
kokristal terhadap laju pelarutan karbamazepin tanpa adanya asam tartrat sebagai
koformer. Pada penelitian ini digunakan dua metode pembentukan kokristal, yaitu
metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding.
Pada metode penguapan pelarut, etanol digunakan sebagai pelarut. Etanol
dipilih karena pada metode ini harus dipilih pelarut dimana kedua komponen
kokristal memiliki kelarutan yang sama (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies,
dan Trappitt, 2011). Selain itu, pada penelitian sebelumnya etanol juga digunakan
dalam pembentukan kokristal karbamazepin dengan sakarin (Hickey, et al., 2007).
Karbamazepin dan asam tartrat pada semua perbandingan dilarutkan dalam 100
ml etanol pada suhu 70oC dengan bantuan stirrer pada kecepatan 100 rpm selama
satu jam. Kemudian suhu diturunkan 10°C setiap 30 menit hingga suhu mencapai
30°C. Penurunan suhu ini dimaksudkan agar kondisi lewat jenuh tercapai
sehingga endapan berupa kokristal mulai terbentuk (Hickey, et al., 2007). Larutan
kemudian dikeringkan pada suhu kamar (27°C ± 0,5°C) hingga semua etanol
menguap dan membentuk endapan kokristal.
Pada metode solvent drop grinding, karbamazepin dan asam tartrat pada
semua perbandingan digerus selama 10 menit di dalam lumpang, kemudian
diteteskan etanol sebanyak 5 ml ke dalam campuran hingga semua sampel
terbasahi. Lalu sampel dikeringkan pada suhu kamar hingga semua etanol
menguap dan membentuk kokristal.
Kehilangan bobot selama proses pembuatan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kehilangan bobot berkisar antara 8-12%. Hal ini dikarenakan pada saat larutan
dipindahkan ke dalam cawan penguap masih ada sampel yang menempel di alat-
alat yang digunakan.
21

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


22

4.2 Pembuatan Campuran Fisik Karbamazepin-Asam Tartrat


Pembuatan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat bertujuan melihat
pengaruh adanya asam tartrat terhadap laju pelarutan karbamazepin. Campuran
fisik dibuat dengan menggerus karbamazepin dan asam tartrat hingga homogen.

4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi


Kurva serapan karbamazepin dalam medium aquademineralisata
memberikan panjang gelombang maksimum 286 nm. Spektrum serapan
karbamazepin dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kurva kalibrasi dibuat pada konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16 ppm.
Koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari kurva kalibrasi tersebut adalah
0,99995195 dengan persamaan garis y = -0,001525 + 0,05418393x. Data serapan
karbamazepin pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 5,
sedangkan kurva kalibrasi karbamazepin dapat dilihat pada Gambar 4.1.

1
0,9
0,8 y = 0,054x - 0,001
r = 0,9999
Serapan (A)

0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 5 10 15 20

Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi karbamazepin dalam medium aquademineralisata


pada panjang gelombang 286 nm

4.4 Penetapan Kadar Karbamazepin


Penetapan kadar karbamazepin dilakukan untuk mengetahui jumlah
karbamazepin yang terkandung dalam kokristal dari semua perbandingan.
Masing-masing sampel dibuat dalam konsentrasi 10 ppm lalu diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang 286 nm. Kadar

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


23

karbamazepin terbesar adalah 92,24% yang terdapat pada sampel yang dihasilkan
dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0, sedangkan kadar
terkecil adalah 51,93% yang terdapat pada sampel yang dihasilkan dari metode
penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1.
Hasil penetapan kadar ini akan dijadikan tolak ukur untuk penimbangan
pada uji laju pelarutan, agar jumlah karbamazepin yang digunakan sama. Kadar
karbamazepin dari tiap perbandingan dan metode serta jumlah penimbangan
sampel yang digunakan untuk laju pelarutan dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.5 Karakterisasi Kokristal


4.5.1 Uji Morfologi Kristal
Secara makroskopik, kokristal yang diperoleh dari metode penguapan
pelarut berupa kristal berwarna putih agak kekuningan dan berbentuk seperti
jarum, sedangkan pada metode solvent drop grinding berupa serbuk berwarna
putih. Kokristal yang diperoleh dari metode solvent drop grinding lebih kecil
dibandingkan dengan kokristal yang diperoleh dari metode penguapan pelarut.
Bentuk makroskopik sampel dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Pada pengamatan mikroskopik, kokristal yang dihasilkan dari metode
penguapan pelarut memiliki bentuk kristal prismatik, sedangkan kokristal yang
dihasilkan dari metode solvent drop grinding memiliki bentuk tidak beraturan.
Perbedaan bentuk ini diperkirakan terjadi karena pada metode solvent drop
grinding terdapat proses penggerusan sehingga serbuk yang dihasilkan lebih kecil.
Selain itu, proses penurunan suhu secara bertahap yang terdapat pada metode
penguapan pelarut akan menghasilkan kristal besar (Soewandhi, 2006). Bentuk
mikroskopik sampel dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


24

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan: (a) metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, (b) metode penguapan pelarut
perbandingan 1:1, (c) metode solvent drop grinding perbandingan 1:0, dan (d)
metode solvent drop grinding perbandingan 1:1.

Gambar 4.2. Bentuk makroskopik serbuk hasil kokristalisasi

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


25

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan: (a) metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, (b) metode penguapan pelarut
perbandingan 1:1, (c) metode solvent drop grinding perbandingan 1:0, dan (d)
metode solvent drop grinding perbandingan 1:1.

Gambar 4.3. Bentuk mikroskopik serbuk hasil kokristalisasi

4.5.2 Analisis Gugus Fungsi


Uji spektroskopi inframerah dilakukan terhadap karbamazepin murni,
asam tartrat, kokristal perbandingan 1:1 dari metode penguapan pelarut dan
metode solvent drop grinding serta campuran fisik karbamazepin-asam tartrat
dengan perbandingan 1:1.
Spektroskopi inframerah digunakan untuk mengetahui adanya interaksi
antara obat dengan koformer pada kokristal. Dengan spektroskopi inframerah,
adanya pembentukkan kokristal dapat dideteksi, yaitu dengan terbentuknya ikatan
hidrogen antara obat dan koformer. Pada kokristal karbamazepin-asam tartrat,
ikatan hidrogen terbentuk antara gugus karbonil pada karbamazepin dengan gugus

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


26

hidroksil pada asam tartrat atau antara gugus karbonil pada asam tartrat dengan
gugus amin pada karbamazepin.
Dari pengamatan terhadap spektrum inframerahnya, puncak-puncak utama
karbamazepin murni terlihat pada 3466,20 cm-1, 1604,83 cm-1 dan 1595,18 cm-1
untuk NH serta 1678,13 cm-1 untuk C=O amida. Spektrum inframerah asam tartrat
menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 2771-3500 cm-1 untuk OH
karboksilat dan 1770,71 cm-1 untuk C=O asam karboksilat.
Pada spektum inframerah kokristal metode penguapan pelarut
perbandingan 1:1 dan metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 terlihat
pergeseran puncak gugus C=O amida dari 1678,13 cm-1 menjadi 1670,41 cm-1
akibat adanya ikatan hidrogen antara OH asam tartrat dengan C=O amida
karbamazepin yang memperpanjang ikatan C=O. Akibatnya, kekuatan ikatan C=O
berkurang, sehingga pita vibrasinya akan muncul pada frekuensi yang lebih
rendah. Pergeseran puncak juga terlihat pada gugus C=O asam karboksilat.
Puncak bergeser dari 1770,71 cm-1 menjadi 1739,85 cm-1. Pergeseran puncak ini
diduga karena terbentuknya ikatan hidrogen antara C=O pada asam karboksilat
dengan NH pada amida. Adanya ikatan hidrogen ini menunjukkan kokristal
karbamazepin-asam tartrat telah terbentuk. Spektrum inframerah kokristal metode
penguapan pelarut perbandingan 1:1 dapat dilihat pada Gambar 4.4, sedangkan
spektrum inframerah kokristal metode solvent drop grinding perbandingan 1:1
dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Pada karbamazepin yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding
dengan perbandingan 1:0, tidak terlihat perubahan spektrum serapan inframerah
yang signifikan. Puncak yang menunjukkan gugus C=O dan NH amida muncul
pada bilangan gelombang yang sama dengan karbamazepin murni. Spektrum
inframerah karbamazepin yang dihasilkan dari metode solvent drop grinding
dengan perbandingan 1:0 dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Spektrum inframerah karbamazepin hasil rekristalisasi, metode penguapan
pelarut dengan perbandingan 1:0, memperlihatkan puncak NH amida pada
bilangan gelombang sekitar 3000 cm-1 yang lebih lebar jika dibandingkan dengan
karbamazepin murni. Diduga hal ini terjadi karena terbentuknya karbamazepin
dihidrat. Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa terbentuknya

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


27

karbamazepin dihidrat dapat dilihat dari melebarnya puncak NH akibat ikatan


hidrogen dengan air (Otsuka, Ofusa dan Matsuda, 1999). Spektrum inframerah
karbamazepin hasil rekristalisasi dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Pada spektrum inframerah campuran fisik karbamazepin-asam tartrat
dengan perbandingan 1:1, tidak terlihat perbedaan jika dibandingkan dengan
karbamazepin murni. Hal ini menunjukkan tidak terbentuk ikatan kimia antara
karbamazepin dan asam tartrat. Spektrum inframerah campuran fisik
karbamazepin-asam tartrat dapat dilihat pada Gambar 4.8.

4.5.3 Uji Difraksi Sinar-X


Karakterisasi kokristal dengan difraktometer sinar-X dilakukan untuk
mengetahui adanya perbedaan bentuk kristal pada dua metode yang digunakan
dalam pembentukan kokristal.
Difraktogram yang dihasilkan menunjukkan peningkatan intensitas jika
dibandingkan dengan difraktogram karbamazepin murni. Peningkatan paling
signifikan terlihat pada difraktogram karbamazepin hasil rekristalisasi (metode
penguapan pelarut perbandingan 1:0). Peningkatan intensitas ini merupakan hasil
dari peningkatan jumlah kisi kristal karbamazepin yang telah mengalami proses
kristalisasi.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


33

Pel A
As
90 CBZ

%T

82.5

75

67.5

60

52.5
C=O amida
Transmisi (%)

45

1307.78

1246.06
37.5
3163.36

1489.10
1595.18
1604.83
1678.13
3466.20

1384.94

765.77
30

22.5
2771.80

1770.71
3477.77 3500.92

C=O asam

1695.49

1122.61
15

1739.85
karboksilat

1253.77
3201.94

650.03
806.27
1670.41

1492.95

771.55
1427.37
1593.25
7.5 C=O amida
Universitas Indonesia

3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
A 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)

Gambar 4.4 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat
metode penguapan pelarut perbandingan 1:1 (biru)

28
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
SDG A
As
CBZ
90
%T
85

80

75

70

65

60

55
Transmisi (%)

50

45

1307.78

1246.06
40
3163.36
3099.71

1595.18

1489.10
35

1604.83
1678.13
3477.77 3466.20

1384.94

765.77

650.03
30
3350.46

3198.08

1739.85

806.27
25

1491.02

769.62
1591.33
C=O asam

1417.73
1670.41
20
karboksilat
2771.80

1770.71
3500.92

1695.49
C=O

1122.61
15
Universitas Indonesia

amida
10
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
A 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)

Gambar 4.5 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), asam tartrat (hijau) dan kokristal karbamazepin-asam tartrat
metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 (biru)

29
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
SDG CBZ
97.5 CBZ

%T

90

82.5

75

67.5
Transmisi (%)

60

52.5

45

1307.78

1246.06
37.5
3163.36

1489.10
1595.18
1604.83
1678.13
3466.20

1384.94

765.77
30

22.5
C=O
3173.01

800.49

648.10
amida

1604.83
3466.20

1386.86

763.84
1678.13

1489.10
15
NH amida
Universitas Indonesia

7.5

3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
A 1/cm

Bilangan Gelombang (1/cm)

Gambar 4.6 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode solvent drop grinding
perbandingan 1:0 (hijau)

30
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
rekrist 28 mei
CBZ

90

%T

85

80

75

70

65

60
Transmisi (%)

55

1670.41

950.94
1161.19
1496.81
50

883.43
1593.25
1593.25

1417.73
3192.30

45
3566.50

1307.78

1246.06
40
C=O
3163.36

amida

1595.18

1489.10
1604.83
35

1678.13
3466.20

1384.94

765.77
NH
30 amida
25
Universitas Indonesia

20
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
rekrist 28 mei 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)

Gambar 4.7 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (hitam), dan karbamazepin dari metode penguapan pelarut
perbandingan 1:0 (biru)

31
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
kiki 11 CF
CBZ
As
90
%T
85

80

75

70

65
Transmisi (%)

60

55

50

45

1307.78

1246.06
40
3163.36

1595.18

1489.10
35

1604.83
1678.13
3466.20

1384.94

765.77
30

25
3080.42
3275.24

20
2771.80

802.41
1770.71
3500.92

NH

1695.49

1604.83

763.84
3466.20

1386.86
C=O

1122.61
1678.13
15
amida
Universitas Indonesia

amida
10
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
kiki 1:1 CF 1/cm

Bilangan Gelombang (1/cm)

Gambar 4.8 Hasil overlay spektrum inframerah karbamazepin murni (abu-abu), asam tartrat (hijau) dan campuran fisik karbamazepin-
asam tartrat perbandingan 1:1 (biru)

32
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
33

Intensitas (cps)

2θ (°)

Gambar 4.9 Difraktogram karbamazepin murni

Pembentukan kokristal dapat menyebabkan perubahan difraktogram yang


memperlihatkan beberapa puncak baru. Difraktogram kokristal metode penguapan
pelarut dan metode solvent drop grinding perbandingan 1:1 menunjukkan puncak
baru pada 2θ = 6,6° yang diperkirakan muncul karena terbentuknya kokristal.
Pada penelitian sebelumnya, kokristal karbamazepin memberikan puncak baru
pada 2θ = 7° (Hickey, et al., 2007).
Intensitas (cps)

6,6

2θ (°)

Gambar 4.10 Difraktogram kokristal karbamazepin-asam tartrat metode


penguapan pelarut perbandingan 1:1

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


34

Intensitas (cps)

6,6

2θ (°)

Gambar 4.11 Difraktogram kokristal karbamazepin-asam tartrat metode solvent


drop grinding perbandingan 1:1

Pada difraktogram metode penguapan pelarut perbandingan 1:0, terlihat


puncak baru pada 2θ = 9,02° dan 12,32°, sedangkan pada difraktogram metode
solvent drop grinding perbandingan 1:0, terlihat puncak baru pada 2θ = 8,80° dan
13,06°. Diduga puncak-puncak baru ini menunjukkan bahwa telah terbentuk
karbamazepin dihidrat. Penelitian sebelumnya pada karbamazepin dihidrat
memberikan puncak pada 2θ yang relatif sama. Puncak yang mengindikasikan
karbamazepin dihidrat adalah pada 2θ = 8,9°, dan 12,3° (Han dan
Suryanarayanan, 1997).

9,02
Intensitas (cps)

12,32

2θ (°)

Gambar 4.12 Difraktogram karbamazepin dari metode penguapan pelarut


dengan perbandingan 1:0

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


35

13,06

8,80

Intensitas (cps)

2θ (°)

Gambar 4.13 Difraktogram karbamazepin dari metode solvent drop grinding


dengan perbandingan 1:0

Difraktogram campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat dengan


perbandingan 1:1 menunjukkan peningkatan intensitas jika dibandingkan dengan
karbamazepin murni. Hal ini diperkirakan karena adanya asam tartrat yang
berbentuk kristal.
Intensitas (cps)

2θ (°)

Gambar 4.14 Difraktogram campuran fisik karbamazepin-asam tartrat


perbandingan 1:1

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


36

4.5.4 Analisis Termal


Analisis termal digunakan untuk menentukan pembentukan kokristal dari
informasi yang didapatkan berupa sifat peleburan serta fenomena polimorfisme.
Analisis termal yang dilakukan pada rentang suhu 30°C hingga 250°C dengan laju
pemanasan 10°C/menit menunjukkan terjadinya pergeseran puncak endotermik
serta perubahan entalpi.
Termogram dari karbamazepin murni menunjukkan puncak endotermik
pada suhu 175,80°C dan 190,38°C. Puncak endotermik pada suhu 175,80°C
merupakan titik lebur karbamazepin bentuk III, sedangkan puncak endotermik
pada suhu 190,38°C merupakan titik lebur karbamazepin bentuk I. Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang menghasilkan puncak endotermik pada suhu
yang relatif sama, yaitu 175,5°C untuk karbamazepin bentuk III dan 191,7°C
untuk karbamazepin bentuk I (Ambrogi et al., 2008).
Laju Aliran Panas (mW)

175,80°C
ΔH = 7,90 kJ/kg

190,38°C
ΔH = 54,08 kJ/kg

Suhu (°C)

Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 175,80°C
(ΔH = 7,90 kJ/kg) dan 190,38°C (ΔH = 54,08 kJ/kg) .

Gambar 4.15 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)


karbamazepin murni.

Termogram kokristal karbamazepin-asam tartrat dari metode penguapan


pelarut dan metode solvent drop grinding menunjukkan penurunan titik lebur
yang signifikan. Pada kokristal metode penguapan pelarut, puncak terlihat pada
Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


37

suhu 156,40°C. Sedangkan pada kokristal metode solvent drop grinding puncak
terlihat pada suhu 143,38°C. Penurunan titik lebur ini menunjukkan adanya
interaksi antara karbamazepin dan asam tartrat sehingga terbentuk kokristal. Hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa titik lebur
kokristal berada di antara atau lebih rendah dibandingkan titik lebur zat aktif dan
koformer (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies, dan Trappitt, 2011).
Termogram kokristal karbamazepin-asam tartrat dari metode penguapan pelarut
dapat dilihat pada Gambar 4.16, sedangkan termogram kokristal karbamazepin-
asam tartrat dari metode solvent drop grinding dapat dilihat pada Gambar 4.17.
Laju Aliran Panas (mW)

156,40°C
ΔH = 105,55 kJ/kg

Suhu (°C)

Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 156,40°C
(ΔH = 105,55 kJ/kg).

Gambar 4.16 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) kokristal


karbamazepin-asam tartrat metode penguapan pelarut perbandingan 1:1

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


38

Laju Aliran Panas (mW)

143,38°C
ΔH = 110,56 kJ/kg

Suhu (°C)

Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 143,38°C
(ΔH = 110,56 kJ/kg).

Gambar 4.17 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) kokristal


karbamazepin-asam tartrat metode solvent drop grinding perbandingan 1:1
Termogram karbamazepin hasil rekristalisasi (metode penguapan pelarut
dengan perbandingan 1:0) menunjukkan puncak-puncak endotermik pada suhu
94,57°C, 125,84°C, 134,87°C, 144,26°C, dan 190,12°C serta puncak eksotermik
pada suhu 253,01°C, sedangkan termogram karbamazepin metode solvent drop
grinding dengan perbandingan 1:0 menunjukkan puncak-puncak endotermik pada
suhu 92,12°C, 100,33°C, 170,81°C dan 192,68°C serta puncak eksotermik pada
suhu 235,17°C. Adanya puncak endotermik pada suhu 92,12°C, 94,57°C, dan
100,33°C diperkirakan karena terbentuknya karbamazepin dihidrat, sedangkan
puncak-puncak endotermik yang lain menunjukkan titik lebur dari berbagai
bentuk polimorf karbamazepin. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
adanya puncak pada suhu 85-100°C menunjukkan terjadinya proses dehidrasi
karbamazepin dihidrat (Han dan Suryanarayanan, 1997). Termogram
karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0 dapat
dilihat pada Gambar 4.18, sedangkan termogram karbamazepin dari metode
solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0 dapat dilihat pada Gambar 4.19.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


39

Laju Aliran Panas (mW)

253,01°C
125,84°C
ΔH = 15,66 kJ/kg
ΔH = 2,5 kJ/kg

190,12°C
ΔH = 50,60 kJ/kg
94,57°C
ΔH = 62,24 kJ/kg
134,87°C 144,26°C
ΔH = 54,55 kJ/kg ΔH = 90,74 kJ/kg

Suhu (°C)

Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 94,57°C
(ΔH = 62,24 kJ/kg), 125,84°C (ΔH = 2,5 kJ/kg), 134,87°C (ΔH = 54,55 kJ/kg),
144,26°C (ΔH = 90,74 kJ/kg), dan 190,12°C (ΔH = 50,6 kJ/kg) serta puncak
eksotermik pada suhu 253,01°C (ΔH = 15,66 kJ/kg).

Gambar 4.18 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)


karbamazepin dari metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:0
Laju Aliran Panas (mW)

235,17°C
ΔH = 8,42 kJ/kg
170,81°C
ΔH = 5,88 kJ/kg

92,12°C 100,33°C
ΔH = 9,88kJ/kg ΔH = 10,51 kJ/kg

192,68°C
ΔH = 54,55 kJ/kg

Suhu (°C)

Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 92,12°C
(ΔH = 9,88 kJ/kg), 100,33°C (ΔH = 10,51 kJ/kg), 170,81°C (ΔH = 5,88 kJ/kg), dan
192,68°C (ΔH = 54,55 kJ/kg) serta puncak eksotermik pada suhu 235,17°C (ΔH =
8,42 kJ/kg).

Gambar 4.19 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC)


karbamazepin dari metode solvent drop grinding dengan perbandingan 1:0
Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


40

Pada termogram campuran fisik karbamazepin-asam tartrat dengan


perbandingan 1:1 terlihat dua puncak endotermik yang merupakan titik lebur asam
tartrat pada suhu 165,28°C dan titik lebur karbamazepin pada suhu 192,09°C.
Laju Aliran Panas (mW)

192,09°C
ΔH = 128,08 kJ/kg

165,28°C
ΔH = 204,67 kJ/kg

Suhu (°C)

Keterangan: Analisis dilakukan pada suhu 30°C-250°C dengan kenaikan suhu 10°C/menit dan
laju alir nitrogen 30 ml/menit; menunjukkan puncak endotermik pada suhu 165,28°C
(ΔH = 204,67 kJ/kg) dan 192,09°C (ΔH = 128,08 kJ/kg).

Gambar 4.20 Termogram Differential Scanning Calorimetry (DSC) campuran


fisik karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1

Termogram DSC juga menunjukkan terjadinya peningkatan entalpi


peleburan kokristal jika dibandingkan dengan karbamazepin murni. Hal ini sesuai
dengan hasil difraksi sinar-X dimana jumlah kisi kristal pada kokristal meningkat
jika dibandingkan dengan karbamazepin murni, sehingga dibutuhkan lebih banyak
energi untuk meleburkan kristal-kristal yang ada.

4.5.5 Uji Laju Pelarutan

Uji laju pelarutan dilakukan terhadap karbamazepin murni, kokristal pada


semua metode dan perbandingan serta campuran fisik antara karbamazepin dan
asam tartrat dengan perbandingan 1:1. Uji ini dilakukan selama 180 menit dengan
pengadukan konstan pada kecepatan 100 rpm. Pengujian ini dilakukan dengan alat
disolusi berupa gelas beaker 100 ml dengan bantuan membran selofan sebagai
tempat kokristal. Alat modifikasi ini digunakan karena mempertimbangkan
Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


41

kelarutan karbamazepin yang kecil didalam air, sehingga diperlukan wadah yang
kecil untuk dapat mendeteksi kadar obat yang terlarut. Selain itu, penggunaan
membran selofan bertujuan agar kokristal yang belum larut tidak terambil pada
saat sampling. Sampel diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 286 nm.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kokristal karbamazepin yang
dihasilkan dari metode penguapan pelarut dan metode solvent drop grinding dapat
meningkatkan laju pelarutan karbamazepin. Dalam kurun waktu 3 jam jumlah
karbamazepin murni yang terlarut sebesar 6,25%. Persentase karbamazepin
terlarut pada kokristal metode penguapan pelarut dengan perbandingan 1:1
menunjukkan peningkatan paling signifikan hingga 2,55 kali, dengan persentase
karbamazepin terlarut 15,93%, dibandingkan dengan karbamazepin murni. Pada
metode penguapan pelarut dengan perbandingan 2:1, peningkatan jumlah obat
terlarut mencapai 1,39 kali dengan persentase obat terlarut 8,67%.
Persentase karbamazepin terlarut dari kokristal metode solvent drop
grinding dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 berturut-turut adalah 9,04% dan
8,50%. Peningkatan jumlah karbamazepin terlarut dari kokristal metode solvent
drop grinding dengan perbandingan 1:1 dan 2:1 berturut-turut mencapai 1,45 kali
dan 1,36 kali dibandingkan karbamazepin murni.
Karbamazepin hasil rekristalisasi (metode penguapan pelarut dengan
perbandingan 1:0) menunjukkan penurunan jumlah karbamazepin terlarut. Dalam
waktu 3 jam, persentase obat terlarut hanya mencapai 2,19%, 0,35 kali jika
dibandingkan dengan karbamazepin murni. Pada karbamazepin hasil solvent drop
grinding dengan perbandingan 1:0, jumlah obat terlarut mencapai 6,93%.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


42

18

Jumlah kumulatif karbamazepin


16
14
12

terlarut (%)
CBZ
10
CBZ : AT = 1:0
8
6 CBZ : AT = 1:1
4 CBZ : AT = 2:1
2
0
0 50 100 150 200
Waktu (menit)

Keterangan: CBZ = karbamazepin; AT = asam tartrat.

Gambar 4.21 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil


kokristalisasi pada metode penguapan pelarut

10
Jumlah kumulatif karbamazepin

9
8
7
terlarut (%)

6 CBZ
5 CBZ : AT = 1:0
4
CBZ : AT = 1:1
3
2 CBZ : AT = 2:1
1
0
0 50 100 150 200
Waktu (menit)

Keterangan: CBZ = karbamazepin; AT = asam tartrat.

Gambar 4.22 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan hasil


kokristalisasi pada metode solvent drop grinding

Pengujian yang dilakukan terhadap campuran fisik karbamazepin dan


asam tartrat memperlihatkan peningkatan jumlah karbamazepin yang terlarut
menjadi 9,27%. Kurva laju pelarutan campuran fisik karbamazepin dan asam
tartrat dapt dilihat pada Gambar 4.23.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


43

10

Jumlah kumulatif karbamazepin


9
8
7

terlarut (%)
6
5
4 CBZ
3 CF 1:1
2
1
0
0 50 100 150 200
Waktu (menit)

Keterangan: CBZ = karbamazepin; CF = campuran fisik karbamazepin dan asam tartrat


perbandingan 1:1.

Gambar 4.23 Kurva laju pelarutan karbamazepin murni dan campuran fisik
karbamazepin-asam tartrat perbandingan 1:1

Dari hasil uji laju pelarutan dihitung efisiensi disolusinya. Berdasarkan


perhitungan yang terdapat pada Lampiran 16, efisiensi disolusi terbesar terlihat
pada kokristal yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut perbandingan 1:1
dengan DE180 sebesar 9,60%.
Peningkatan laju pelarutan pada kokristal diperkirakan karena
terbentuknya ikatan hidrogen antara karbamazepin dan asam tartrat. Adanya
ikatan hidrogen ini akan mempermudah terjadinya kontak antara kokristal dengan
air, sehingga kelarutannya dalam air meningkat. Selain itu, efek solubilisasi dari
asam tartrat yang mudah larut air juga berkontribusi dalam peningkatan laju
pelarutan karbamazepin (Zaini, Halim, Soewandhi, dan Setyawan, 2011).
Peningkatan laju pelarutan terbesar terlihat pada metode penguapan
pelarut dibandingkan dengan metode solvent drop grinding. Hal ini diperkirakan
karena pada metode penguapan pelarut digunakan pelarut lebih banyak, sehingga
karbamazepin dan asam tartrat berada dalam bentuk molekul lebih lama, dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya tumbukan antara karbamazepin dan asam
tartrat untuk membentuk ikatan hidrogen (Qiao, Li, Schlindwein, Malek, Davies,
dan Trappitt, 2011).

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


44

12

10 9,60

Efisiensi disolusi (%)


8

6 5,13 5,02
4,86 4,83
3,72
4 3,17

2 1,17

0
CBZ PP 1:0 PP 1:1 PP 2:1 SDG 1:0 SDG 1:2 SDG 2:1 CF 1:1
Sampel

Keterangan: CBZ = karbamazepin; PP = metode penguapan pelarut; SDG = metode solvent drop
grinding; CF = campuran fisik.

Gambar 4.24 Diagram efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke-180

Penurunan laju pelarutan pada metode penguapan pelarut perbandingan


1:0 diperkirakan terjadi karena peningkatan derajat kristalinitas. Selain itu,
berdasarkan analisis gugus fungsi, uji difraksi sinar-x dan analisis termal, proses
rekristalisasi menghasilkan karbamazepin dihidrat. Dalam penelitian sebelumnya
disebutkan bahwa laju pelarutan karbamazepin dihidrat lebih rendah jika
dibandingkan dengan karbamazepin bentuk lain (Kobayashi, Ito, Itai, dan
Yamato, 2000). Peningkatan laju pelarutan pada campuran fisik karbamazepin
dan asam tartrat diperkirakan karena perubahan ukuran partikel menjadi lebih
kecil akibat adanya proses penggerusan.
Hasil dari semua karakterisasi yang dilakukan, meliputi uji morfologi,
difraktogram sinar-x, termogram DSC, spektrum inframerah dan laju pelarutan
memperlihatkan terjadi interaksi antara karbamazepin dan asam tartrat
membentuk kokristal.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kokristal karbamazepin dapat dibuat dengan menggunakan asam tartrat
sebagai koformer melalui metode penguapan pelarut dan solvent drop
grinding. Kokristal karbamazepin-asam tartrat menunjukkan perubahan
bentuk maupun ukuran kristal dibandingkan karbamazepin. Hasil uji
termal memperlihatkan penurunan titik lebur dan pada spektrum
inframerah terlihat adanya interaksi berupa ikatan hidrogen yang
mengindikasikan telah terbentuk kokristal karbamazepin-asam tartrat.
5.1.2 Metode pembuatan kokristal mempengaruhi laju pelarutan karbamazepin.
Kokristal yang dihasilkan dari metode penguapan pelarut perbandingan 1:1
menunjukkan peningkatan laju pelarutan terbesar dengan DE180 sebesar
9,60%, sedangkan pada metode solvent drop grinding 4,86% dan
karbamazepin 3,17%.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembentukkan kokristal
menggunakan metode kokristalisasi lainnya serta pemanfaatan kokristal dalam
suatu sediaan.

45 Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

Abdou, H. M. (1989). Dissolution, Bioavailability and Bioequivalence.


Pennsylvania: Mark Publishing, 11, 53, 265.

Ambrogi, V., Perioli, L., Marmottini, F., Accorsi, O., Pagano, C., Ricci, M., dan
Rossi, C. (2008). Role of Mesoporous Silicates on Carbamazepine
Dissolution Rate Enhancement. Microporous and Mesoporous Materials
113, 445-452.

Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ed. ke-4). (Farida


Ibrahim, Penerjemah). Depok: UI Press, 153.

Basavoju, S., Bostrom, D., Velaga, S. P., (2008). Indomethacin–Saccharin


Cocrystal: Design, Synthesis and Preliminary Pharmaceutical
Characterization. Pharmaceutical Research, Vol. 25, No. 3, 530-540.

British Comission Secretariat. (2009). British Pharmacopoeia. London: British


Comission Secretariat.

Buanz, A. B. M., Parkinson, G.N., dan Gaisford, S. (2011). Characterization of


Carbamazepine-Nicatinamide Cocrystal Polymorphs with Rapid Heating
DSC and XRPD. Crystal Growth & Design, 11, 1177–1181.

Chi-Yuan, W., dan Benet, L. Z.(2005). Predicting Drug Disposition via


Application of BCS: Transport/Absorption/ Elimination Interplay and
Development of a Biopharmaceutics Drug Disposition Classification
System. Pharmaceutical Research, Vol. 22, No.1, 13.

Dega-Szafran, Z., Dutkiewicz, G., dan Kosturkiewicz, Z. (2010). Structures of


Two Co-Crystals of Pyridine Betaine with L(+)-Tartaric Acid. Journal of
Molecular Structure 976, 129–130.

Gunawan, S. G. (Ed.). (2007). Farmakologi dan Terapi (Ed. ke-5). Jakarta:


Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 187.

Han, J., dan Suryanarayanan, R. (1997). Application of Pressure Differential


Scanning Calorimetry in the Study of Pharmaceutical Hydrates I.
Carbamazepine Dihydrate. International Journal of Pharmaceutics, 157,
209-218.

46 Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


47

Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi


FMIPA UI, 40, 47-48.

Hickey, M. B., Peterson, M. L., Scoppettuolo, L. A., Morrisette, S. L., Vetter, A.,
Guzman, H., Remenar, J, F., Zhong Zhang, Tawa, M. D., Haley, S.,
Zaworotko, M. J., dan Almarsson, Orn. (2007). Performance Comparison
of a Co-crystal of Carbamazepine with Marketed Product. European
Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 67, 112–119.

Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. (Ed. ke-8). Jakarta:
Salemba Medika, 94-95.

Kipouros, K., Kachrimanis, K., Nikolakakis, I., dan Malamataris, S. (2005).


Quantitative Analysis of Less Soluble Form IV in Commercial
Carbamazepine (Form III) by Diffuse Reflectace Fourier Transform
Spectroscopy (DRIFTS) and Lazy Algorithm. Analytica Chimica Acta,
550, 191-198.

Kobayashi, Y., Ito, S., Itai, S., dan Yamamoto, K. (2000). Physicochemical
Properties and Bioavailability of Carbamazepine Polymorphs and
Dihydrate. International Journal of Pharmaceutics, 193, 137-146.

Machiste, E. O., Giunched, P., Setti, M., dan Conte, U. (1995). Characterization
of Carbamazepine in Systems Containing a Dissolution Rate Enhancer.
International Journal of Pharmaceutics, 126, 65-72.

Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A. (1990). Farmasi Fisik: Dasar-dasar
Kimia Fisik Dasar Ilmu Farmasetik. Vol 1. (Ed. ke-3). (Yoshita,
Penerjemah). Jakarta: UI-Press, 558-560, 581-582.

Mirza, S., Miroshnyk, I., Heinamaki, J., dan Yliruusi, J. (2008). Co-Crystal: an
Emerging Approach for Enhancing Properties of Pharmaceutical Solids.
Dosis, Vol. 24, No.2, 90-95.

O’Neil, M. J., Smith, A., Heckelman, P. E., Obenchain, J. R., Jr., Gallipeau, J. A.
R., D’Arecca, M. A., dan Budavari, S. (2001). The Merck Index 13th Ed.
New Jearsey: Merck dan Co., Inc. Whitehouse Station.

Otsuka, M., Ofusa, T., dan Matsuda, Y. (1999). Effect of Environmental


Humadity on The Transformation Pathway of Carbamazepine
Polymorphic Modifications During Grinding. Colloids and Surfaces, 13,
263-273.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


48

Qiao Ning, Li Mingzhong, Schlindwein, W., Malek, N., Davies, N., Trappitt, G.
(2011). Pharmaceutical Cocrystals: An Overview. International Journal of
Pharmaceutics, 419, 1–11.

Remenar J. F., Morissette, S. L., Peterson, M. L., Moulton, B., Macphee, J. M.,
Guzman, Hector R, dan Almarsson, Orn. (2003). Crystal Engineering of
Novel Co-crystal of a Triazole Drug with 1,4-dicarboxylic acids. J. Am.
Chem. Soc, 125, 8456-8457.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Owen, S. C. (Ed.). (2006). Handbook of


Pharmaceutical Excipient 5th Ed. London: The Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association, 770.

Sekhon, B. S. (2009). Pharmaceutical Co-Crystals - a Review. Ars Pharm, Vol.


50, No. 3, 99-100.

Shargel, L. & Yu, A. B. C. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika


Terapan. (Ed. ke-2). (Fasich, S. S., Penerjemah). Surabaya: Airlangga
University Press, 96-99.

Shikhar, A., Bommana, M. M., Gupta, S. S., dan Squillante, E. (2011).


Formulation Development of Carbamazepine–Nicotinamide Co-crystals
Complexed with Cyclodextrin Using Supercritical Fluid Process. Journal
of Supercritical Fluids, 55, 1070–1078.

Soewandhi, S. N. (2006). Kristalografi Farmasi I. Bandung: Penerbit ITB, 104-


105.

Swarbrick, J. (Ed.). (2007). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology 3rd


edition volume 6. USA: Pharmaceutech Inc., 4103.

Trask, A. V., Motherwell, W. D. S., Jones, W. (2006). Pharmaceutical Cocrystals:


An Emerging Approach to Physical Property Enhancement. Mrs Bulletin,
31, 876-879.

Weyna, D. R., Shattock, T., Vishweshwar, P., dan Zawarotko, M. J. (2009).


Synthesis and Structural Characterization of Cocrystal and Pharmaceutical
Cocrystal: Mechanochemistry vs Slow Evaporation from Solution. Crystal
Growth & Design, Vol. 9, No. 2, 1106-1123.

Yadav, A. V., Shete, A. S., Dabke, A. P., Kulkarni, P. V., dan Sakhare, S. S.
(2009). Co-crystal: A Novel Approach to Modify Physicochemical

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


49

Properties of Active Pharmaceutical Ingredients. Indian Journal of


Pharmaceutical Sciences, 71, 359-370.

Zaini, E., Halim, A., Soewandhi, S. N., dan Setyawan, D. (2011). Peningkatan
Laju Pelarutan Trimetoprim Melalui Kokristalisasi dengna Nikotinamida.
Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 5, No. 4, 205-212.

Universitas Indonesia

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


LAMPIRAN

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


Daftar Lampiran

Lampiran Gambar 1-3


Lampiran Tabel 4-11
Lampiran Contoh Perhitungan 12-16
Lampiran Sertifikat Analisis 17-18

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


50

Lampiran 1. Spektrum serapan karbamazepin

Keterangan: Spektrum serapan karbamazepin dalam medium aquademineralisata dengan panjang


gelombang maksimum 286 nm

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


Lampiran 2. Spektrum inframerah karbamazepin

90

%T

85

80

75

70

65
Transmisi (%)

60

55

50

45

1307.78

1246.06
40
3163.36

1489.10
1595.18
C=O

1604.83
35

1678.13
3466.20

1384.94

765.77
NH amida amida
30

25
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
CBZ 1/cm

Bilangan Gelombang (1/cm)

51
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
Lampiran 3. Spektrum inframerah asam tartrat

47.5

%T

45

42.5

40

37.5
Transmisi (%)

35

32.5

30

27.5

25

22.5
2771.80

1770.71
3500.92

1695.49
20
C=O asam

1122.61
17.5 karboksilat
OH asam karboksilat
15
3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1950 1800 1650 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450
as.Tartrat 1/cm
Bilangan Gelombang (1/cm)

52
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
53

Lampiran 4. Data persentase kehilangan bobot pada pembentukan kokristal

Bobot awal Bobot akhir Kehilangan


Metode Perbandingan
(g) (g) bobot (%)
1:0 1,1816 1,0382 12,14
Penguapan
1:1 1,9325 1,7458 9,66
pelarut
2:1 1,5612 1,3982 10,44
1:0 1,1828 1,0653 9,93
Solvent drop
1:1 1,9330 1,7612 8,89
grinding
2:1 1,5608 1,4308 8,33

Lampiran 5. Data serapan karbamazepin dalam berbagai konsentrasi pada


medium aquademineralisata pada panjang gelombang 286 nm.

Konsentrasi (ppm) Serapan (A)


4 0,2129
6 0,3226
8 0,4354
10 0,5406
12 0,6501
14 0,7583
16 0,8623

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


54

Lampiran 6. Data kadar karbamazepin dalam sampel dan penimbangan sampel


untuk uji laju pelarutan

Kadar Penimbangan
Sampel
Karbamazepin (%) (mg)
1:0
83,32 60,0
Penguapan pelarutan
1:1
51,93 96,3
Penguapan pelarutan
2:1
69,10 72,4
Penguapan pelarutan
1:0
92,24 54,2
Solvent Drop Grinding
1:1
63,43 78,8
Solvent Drop Grinding
2:1
73,86 67,7
Solvent Drop Grinding
1:1
56,18 89,0
Campuran Fisik

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


55

Lampiran 7. Data uji laju pelarutan karbamazepin murni

Jumlah kumulatif terlarut


Waktu (menit)
mg %
5 0,1965 ± 0,0106 0,39 ± 0,02
10 0,2326 ± 0,0313 0,46 ± 0,07
15 0,3167 ± 0,0361 0,63 ± 0,07
20 0,3938 ± 0,0298 0,79 ± 0,06
25 0,4991 ± 0,0346 1,00 ± 0,07
30 0,5729 ± 0,0196 1,15 ± 0,04
35 0,6561 ± 0,0124 1,31 ± 0,03
40 0,7352 ± 0,0284 1,47 ± 0,06
45 0,8265 ± 0,0065 1,65 ± 0,01
60 1,0851 ± 0,0248 2,17 ± 0,05
90 1,6165 ± 0,0388 3,23 ± 0,08
120 2,1786 ± 0,2130 4,36 ± 0,43
180 3,1265 ± 0,0712 6,25 ± 0,14

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


Lampiran 8. Data uji laju pelarutan karbamazepin metode penguapan pelarut

Jumlah kumulatif karbamazepin terlarut


Waktu
(menit) Perbandingan 1:0 Perbandingan 1:1 Perbandingan 2:1
mg % mg % mg %
5 0,0565 ± 0,0110 0,11 ± 0,02 0,6157 ± 0,2449 1,23 ± 0,49 0,3740 ± 0,0066 0,75 ± 0,01
10 0,0881 ± 0,0221 0,18 ± 0,04 0,8336 ± 0,2972 1,67 ± 0,59 0,7508 ± 0,0221 1,50 ± 0,04
15 0,1234 ± 0,0248 0,25 ± 0,05 1,1773 ± 0,3307 2,35 ± 0,66 1,0178 ± 0,0368 2,04 ± 0,07
20 0,1679 ± 0,0378 0,34 ± 0,08 1,5891 ± 0,3781 3,18 ± 0,76 1,1959 ± 0,0088 2,39 ± 0,02
25 0,1992 ± 0,0383 0,40 ± 0,08 1,9688 ± 0,2964 3,94 ± 0,59 1,3097 ± 0,0225 2,62 ± 0,04
30 0,2391 ± 0,0420 0,48 ± 0,08 2,4182 ± 0,3585 4,84 ± 0,72 1,4541 ± 0,0033 2,91 ± 0,01
35 0,2635 ± 0,0476 0,53 ± 0,10 2,7959 ± 0,2736 5,59 ± 0,55 1,5367 ± 0,0128 3,07 ± 0,03
40 0,2975 ± 0,0504 0,60 ± 0,10 3,1556 ± 0,2139 6,31 ± 0,43 1,6320 ± 0,0122 3,26 ± 0,02
45 0,3289 ± 0,0579 0,66 ± 0,12 0,3289 ± 0,0579 6,81 ± 0,44 1,7375 ± 0,0406 3,48 ± 0,08
60 0,4208 ± 0,0658 0,84 ± 0,13 4,1168 ± 0,2170 8,23 ± 0,43 1,9582 ± 0,0112 3,92 ± 0,02
90 0,5921 ± 0,0895 1,18 ± 0,18 5,3679 ± 0,1540 10,74 ± 0,31 2,6111 ± 0,0347 5,22 ± 0,07
120 0,7629 ± 0,1270 1,53 ± 0,25 6,2780 ± 0,2805 12,56 ± 0,56 3,4043 ± 0,0629 6,81 ± 0,13
180 1,0968 ± 0,1340 2,19 ± 0,27 7,9626 ± 0,2597 15,93 ± 0,52 4,3544 ± 0,0359 8,71 ± 0,07

56
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
Lampiran 9. Data uji laju pelarutan karbamazepin metode solvent drop grinding

Jumlah kumulatif karbamazepin terlarut


Waktu
(menit) Perbandingan 1:0 Perbandingan 1:1 Perbandingan 2:1
mg % mg % mg %
5 0,1538 ± 0,0186 0,31 ± 0,04 0,2513 ± 0,0205 0,50 ± 0,04 0,2770 ± 0,0282 0,55 ± 0,06
10 0,2749 ± 0,0242 0,55 ± 0,05 0,3762 ± 0,0379 0,75 ± 0,08 0,4605 ± 0,0885 0,92 ± 0,18
15 0,3983 ± 0,0271 0,80 ± 0,05 0,5281 ± 0,0404 1,06 ± 0,08 0,6287 ± 0,1007 1,26 ± 0,20
20 0,5178 ± 0,0365 1,04 ± 0,07 0,6707 ± 0,0493 1,34 ± 0,10 0,8289 ± 0,1380 1,66 ± 0,28
25 0,6502 ± 0,0695 1,30 ± 0,14 0,7960 ± 0,0517 1,59 ± 0,10 0,9849 ± 0,1661 1,97 ± 0,33
30 0,7737 ± 0,0879 1,55 ± 0,18 0,9263 ± 0,0595 1,85 ± 0,12 0,1254 ± 0,1672 2,25 ± 0,33
35 0,8918 ± 0,1282 1,78 ± 0,26 1,0709 ± 0,0764 2,14 ± 0,15 1,2859 ± 0,2164 2,57 ± 0,43
40 0,9868 ± 0,1307 1,97 ± 0,26 1,2347 ± 0,0796 2,47 ± 0,16 1,4145 ± 0,2307 2,83 ± 0,46
45 1,0967 ± 0,1512 2,19 ± 0,30 1,4308 ± 0,0557 2,86 ± 0,11 1,5908 ± 0,2559 3,18 ± 0,51
60 1,3935 ± 0,1864 2,79 ± 0,37 1,8338 ± 0,0487 3,67 ± 0,10 1,9460 ± 0,2916 3,89 ± 0,58
90 1,9338 ± 0,2323 3,87 ± 0,46 2,6703 ± 0,1377 5,34 ± 0,28 2,5891 ± 0,3793 5,18 ± 0,76
120 2,4668 ± 0,3027 4,93 ± 0,61 3,2370 ± 0,0184 6,47 ± 0,04 3,2030 ± 0,3745 6,41 ± 0,75
180 3,4670 ± 0,4628 6,93 ± 0,93 4,5189 ± 0,1573 9,04 ± 0,31 4,2494 ± 0,5307 8,50 ± 1,06

57
Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012
58

Lampiran 10. Data uji laju pelarutan campuran fisik karbamazepin-asam tartrat

Jumlah kumulatif terlarut


Waktu (menit)
mg %
5 0,1583 ± 0,0078 0,32 ± 0,02
10 0,3399 ± 0,0292 0,68 ± 0,06
15 0,5882 ± 0,0055 1,18 ± 0,01
20 0,7258 ± 0,0475 1,45 ± 0,1
25 0,8758 ± 0,0768 1,75 ± 0,15
30 1,0406 ± 0,0925 2,08 ± 0,18
35 1,1981 ± 0,1112 2,40 ± 0,22
40 1,4013 ± 0,1782 2,80 ± 0,36
45 1,5210 ± 0,1909 3,04 ± 0,38
60 1,9345 ± 0,2563 3,87 ± 0,51
90 2,6960 ± 0,3454 5,39 ± 0,69
120 3,3584 ± 0,5201 6,72 ± 1,04
180 4,6373 ± 0,6430 9,27 ± 1,29

Lampiran 11. Data efisiensi disolusi karbamazepin pada menit ke 180

Sampel Efisiensi disolusi (%)


Karbamazepin murni 3,17
1:0
1,17
Penguapan pelarutan
1:1
9,60
Penguapan pelarutan
2:1
5,13
Penguapan pelarutan
1:0
3,72
Solvent Drop Grinding
1:1
4,86
Solvent Drop Grinding
2:1
4,83
Solvent Drop Grinding
1:1
5,02
Campuran Fisik

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


59

Lampiran 12. Contoh perhitungan kehilangan bobot

Untuk menghitung kehilangan bobot digunakan rumus:

Bobot Awal − Bobot Akhir


% Kehilangan = x 100%
Bobot Awal

Perhitungan kehilangan bobot pada formula 1:0 metode penguapan pelarut.


Data:
Bobot awal = 1,9325 g
Bobot akhir = 1,7458 g

1,9325 g − 1,7458 g
% Kehilangan = x 100% = 9,66%
1,9325 g

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


60

Lampiran 13. Bagan perhitungan kurva kalibrasi karbamazepin

50 mg dalam
100,0 ml

Pipet 20,0 ml
dalam 100,0 ml

Pipet 1,0 ml Pipet 3,0 ml Pipet 2,0 ml Pipet 5,0 ml Pipet 3,0 ml Pipet 7,0 ml Pipet 4,0 ml
dalam 25,0 ml dalam 50,0 ml dalam 25,0 ml dalam 50,0 ml dalam 25,0 ml dalam 50,0 ml dalam 25,0ml

Perhitungan kurva kalibrasi karbamazepin


50,0 mg
1. Konsentrasi untuk larutan induk : = 500 ppm
100,0 ml
20,0 ml
2. Konsentrasi untuk pengenceran : x 500 ppm = 100 ppm
100,0 ml

3. Konsentrasi untuk kurva kalibrasi


1,0 ml
a. Pipet 1,0 ml : 25,0 ml x 100 ppm = 4 ppm
3,0 ml
b. Pipet 3,0 ml : 50,0 ml x 100 ppm = 6 ppm
2,0 ml
c. Pipet 2,0 ml : x 100 ppm = 8 ppm
25,0 ml
5,0 ml
d. Pipet 5,0 ml : 50,0 ml x 100 ppm = 10 ppm
3,0 ml
e. Pipet 3,0 ml : 25,0 ml x 100 ppm = 12 ppm
7,0 ml
f. Pipet 7,0 ml : 50,0 ml x 100 ppm = 14 ppm
4,0 ml
g. Pipet 4,0 ml : 25,0 ml x 100 ppm = 16 ppm

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


61

Lampiran 14. Contoh perhitungan jumlah sampel yang ditimbang untuk uji laju
pelarutan
100% 𝑥 50 𝑚𝑔
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 =
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑎𝑚𝑎𝑧𝑒𝑝𝑖𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Data:
Kadar karbamazepin dari sampel metode penguapan pelarutan perbandingan 1:0
adalah 83,32%

100% 𝑥 50 𝑚𝑔
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 = = 60,0 𝑚𝑔
83,32%

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


62

Lampiran 15. Contoh perhitungan jumlah kumulatif karbamazepin terlarut

Rumus jumlah kumulatif yang terlarut:


y 5 – a x fp x M
W5 = b x 1000
y 10 – a x fp x M y 5 – a x fp x S
W10 = +
b x 1000 b x 1000
y 15 – a x fp x M y 10 – a x fp x S y 5 – a x fp x S
W15 = + +
b x 1000 b x 1000 b x 1000
y n – a x fp x M y 5 – a x fp x S
Wn = + ...... +
b x 1000 b x 1000

Keterangan:
Wn = jumlah obat terlarut pada menit ke-n (mg)
yn = serapan karbamazepin pada menit ke-n
fp = faktor pengenceran
M = volume medium (100 ml)
S = volume sampling (5 ml)
a = koefisien intersep
b = slope

Perhitungan karbamazepin terlarut pada kokristal yang dihasilkan dari metode


penguapan pelarut perbandingan 1:1 pada menit ke-10 untuk percobaan pertama.
Data:
Serapan pada menit ke-5 = 0,3762 A
Serapan pada menit ke-10 = 0,4658 A
Persamaan kurva kalibrasi  y = -1,525 x 10-3 + 0,0542x dengan r = 0,99995

0,4658 –(−1,525 x 10 −3 x 1 x 100 0,3762 –(−1,525 x 10 −3 x 1 x 5


W10 = + = 0,8971 mg
0,0542 x 1000 0,0542 x 1000

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


63

Lampiran 16. Contoh perhitungan efisiensi disolusi pada menit ke-180

𝑡
0
𝑦 𝑑𝑡
𝐷𝐸180 = 𝑥 100%
𝑦100 𝑡

𝑡
0
𝑦 𝑑𝑡 = luas daerah dibawah kurva pada menit ke-t
𝑦100 𝑡 = luas empat persegi panjang pada keadaan 100% dengan absis menit ke-t

Perhitungan efisiensi disolusi karbamazepin murni pada menit ke-180.


Dari kurva laju pelarutan karbamazepin murni dibuat persamaan garisnya,
didapatkan y =0,034x + 0,113 dengan r = 0,9990. Maka efisiensi disolusinya:

180
0
0,034𝑥 + 0,113 𝑑𝑥
𝐷𝐸180 = 𝑥 100% = 3,17%
100 . 180

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


64

Lampiran 17. Sertifikat analisis karbamazepin

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012


65

Lampiran 18. Sertifikat analisis asam tartrat

Pengaruh metode..., Rizkianna, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai