Anda di halaman 1dari 17

Skenario 4. Bu Asma Terserang Asma.

Bu Asma, berusia 40 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas sejak
2 hari yang lalu. Sesak disertai batuk berdahak dan muncul suara ngikngik saat udara
dingin. Dari pemeriksaan fisik dan penunjang dokter mendiagnosis Bu Asma terserang
penyakit Asma. Dokter meresepkan obat untuk 10 hari. Dokter kemudian memberikan
oksigen pada pasien dan meresepkan obat :

STEP 1: Klarifikasi Istilah

1. Sesak nafas berat : kondisi tidak nyaman karena kesulitan


bernafas/pernapasan yang sukar atau berat
2. Asma : Peradangan kronis yang umum terjadi pada bronkus
yang ditandai dengan gejala bervariasi dan berulang,
penyumbatan saluran napas yang bersifat reversibel
dan spesimen bronkus. Gejala umumnya meliputi
mengi, batuk, dada terasa berat, ekspirasi menanjang
dan sesak nafas.
3. Batuk :penghebusan nafas dan kuat mengeluarkan yang
menghambat nya.
STEP 2 Identifikasi Masalah

1. klasifikasi factor penyebab, gejala dan dampak dari asma?


2. apa factor resiko dari asma?
3. apa pemeriksaan penunjang dari asma?
4. Apa tatalaksana dari asma?
5. apakah fungsi obat-obatan pada skenario?
6. apakah obat-obat yang dberikan sudah tepat?
7. apakah penulisan resep sudah benar?

STEP 3 Pembahasan Masalah Sementara

1. klasifikasi factor penyebab, gejala dan dampak dari asma?


Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (terkadang bisa membuat
penderita megap-megap), batuk-batuk, dada yang terasa sesak, dan mengi
(suara yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang
menyempit). Apabila gejala ini kumat, sering kali penderita asma menjadi sulit
tidur. Seranga asma ditandai adanya kalor, rubor, tumor, donor, dan functio
laesa, sama halnya dengan tanda – tanda inflamasi lainnya.
Faktor penyebab asma ada 2 yaitu faktor internal dan faktor eskternal.
Faktor internal biasanya terdiri dari genetik, obesitas, aktifitas fisik, usia, serta
emosi yang berlebih. Sedangkan faktor eksternalnya yaitu infeksi virus saluran
nafas, alergen, asap rokok, polusi udara, obat – obat, serta pengaruh suhu.
Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan asma.
Serangan asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau bahkan
beberapa hari. Meskipun begitu, ada beberapa penderita yang gejala asmanya
memburuk dengan sangat cepat kurang dari waktu tersebut.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan
hingga parah. Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau dini
hari. Sering kali hal ini membuat penderita asma menjadi sulit tidur dan
kebutuhan akan inhaler semakin sering. Selain itu, memburuknya gejala juga
bisa dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas fisik.
Klasifikasi asma dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
a) Asma Intermiten.
Gejalanya bulanan serta serangannya singkat.
b) Asma Persisten Ringan.
Gejalanya mingguan serta serangannya dapat mengganggu
Aktivitas/tidur.
c) Asma Presisten Sedang.
Gejalanya harian, mengganggu aktivitas/tidur, gejala terus
menerus, serta sering kambuh.

Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang memburuk secara
signifikan, tanda-tanda lain serangan asma parah dapat meliputi:

a. Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam mengatasi gejala.


b. Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin parah dan
sering.
c. Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit bernapas.
d. Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.
e. Denyut jantung yang meningkat.
f. Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.
g. Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.
Dari sekenario diketahui bahwa bu asma mengalami sesak disertai batuk
berdahak dan muncul suara ngik ngik. Saat udara dingin. Dari gejala tersebut
kemungkinan Ibu Asma mengalami asma. Asma adalah keadaan inflamasi
kronis dengan penyempitan saluran pernafasan yang reversibel. Tanda
karakteristiknya adalah wheezing berulang. Diagnosis yang terjadi:

a. Episode batuk dan atau wheezing berulang


b. Hiperinflasi dada
c. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. Ekspirasi memanjang dengan suara wheezing yang dapat
didengar
e. Respon baik terhadap bronkodilator

2. apa factor resiko dari asma?


Udara dengan suhu rendah akan terasa kering di tubuh kita, karena tak
banyak air di udara yang menguap. Saat kita menghirup udara dingin, cairan
yang melapisi saluran udara kita akan mengisap lebih cepat, sehingga saluran
udara jadi kering. Saluran udara yang kering akan menyebabkan untasi dan
bengkak. Selain itu, udara dingin akan membuat saluran nafas memproduksi
histamin.

3. apa pemeriksaan penunjang dari asma?

Pemeriksaan Penunjang

- Fungsi atau tata laksana paru dengan alat spirometri yaitu pemeriksaan
yang dilakukan bukan hanya untuk menentukan diagnosis penyakit
saluran pernapasan tapi juga untuk menilai berat nya obstruksi, restriksi
dan efek dari pengobatan. Ada beberapa penderita yang tidak
menunjukan keluhan tapi saat pemeriksaan spiromteri menunjukan
adanya obstruksi atau restriksi. Hala ini dapat dijadikan peringatan awal
terjadinya gangguan fungsi paru.
- Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat Peak Expiratory Flow
Rate, untuk menilai ada dan berat nya obstruksi jalan napas. Pada pasien
asma akan mengalami gangguan obstruksi jalan nafas sebagai akibat dari
bronchokontriksi saluran pernapasan. Pemeriksaan ini bersifat
monitoring dan evaluasi pengobatan.
- Uji reverbilitas
- Uji provokasi bronkus untuk menilau ada atau tidaknya hipersensitivitas
bronkus
- Uji alergi
- Foto bronkus

Px penunjang :

- px fungsi / faal paru dg alat spirometer


- px arus puncak ekspirasi dg alat peak flow rate meter
- uji reversibilitas dg bronkodilator
- uji provokasi bronkus untuk menilai ada tidaknya hiperaktivitas bronkus
- uji alergi ( tes tusuk kulit / skin prick test) untuk menilai ada tidaknya
alergi
- foto toraks, px ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma

4. Apa tatalaksana dari asma?


Pada asma akut, PaCO2 sering kali dibawah normal tetapi dengan
memburuknya asma, PaCO2 dapat naik dengan cepat (terutama pada anak-
anak). Pasien seringkali memerlukan oksigem kadar tinggi dan jika PaCO2
tetap tinggi dengan adanya obat lain, diperlukan ventilasi tekanan positif
intermiten. Terapi oksigen di indikasikan pada orang dewasa dan anak dengan
PaO2 < 60 mmHg atau saturasi O2 < 90%.
β2-agonists merupakan obat yang sangat umum diresepkan dalam
pengobatan asma. Terdapat 2 kelompok yaitu Short Acting dan Long
Acting. β2-agonists bekerja dengan cara mengikat β2 adrenergic reseptor.
β2 adrenergic reseptor yang terangsang menyebabkan peningkatan
produksi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan protein kinase A
(PKA). Hal ini menyebabkan relaksasi otot polos jalan nafas. (johnson, et.
Al 2006)
Kortikosteroid, terutama dalam bentuk inhaler merupakan terapi asma
yang sangat efektif bahkan merupakan lini pertama pada asma persisten. Jenis-
jenis β2-agonists ada 3 macam yaitu Beta Short Acting (Terbutaline,
Salbutamol, Fenoterol, Albuterol, Pifropropium Bromide (Fentolin dan
Combiven), Corticosteroid). Beta Long Acting (Fonmoterol, Olodaterol,
Salmeterol) dan Ultra Long Acting (Indacaterol).
Ada 2 jenis inhaler yang digunakan dalam penanganan penyakit asma,
yaitu:
 Inhaler Pereda, digunakan untuk meringankan gejala asma dengan
cepat saat serangan sedang berlangsung. Inhaler ini biasanya berisi
obat-obatan SABA (Terbutaline dan Salbutamol). Obat ini mampu
melemaskan otot-otot disekitar saluran pernapasan yang menyempit.
Obat-obatan yang terkandung didalam inhaler pereda yang
menimbulkan efek samping dan aman selama tidak digunakan secara
berlebihan.
 Inhaler Pencegah, mencegah terjadinya serangan asma dan mengurangi
jumlah peradangan sensitivitas yang terjadi didalam saluran napas.
Dipakai setiap hari sebelum merasakan manfaatnya, membutuhkan
inhaler pereda juga saat terserang asma. Umumnya pengobatan
pencegah disarankan jika mengalami serangan asma lebih dari 2 kali
dalam seminggu. Inhaler pencegah biasanya mengandung obat-
obatan steroid seperti Budesonide, Beclometasone, Manetasone dan
Fluticasone.

Jika inhaler pereda dan pencegah tidak dapat mengendalikan gejala


umum, biasanya akan diberikan tamabhan obat yang disebut Long Acting β2-
agonists (LABA) atau obat pereda asma reaksi lambat. Khasiatnya sama seperti
SABA, hanya kinerja nya butuh waktu yang lebih lama dan efeknya bisa
bertahan hingga 12 jam. Contohnya Salmeterol dan Formoterol, untuk efek
samping nya sendiri yaitu tremor, jantung berdebar, lemas dan hipokalemia.

5. apakah fungsi obat-obatan pada skenario?

Azythromisin

Obat golongan antibiotik makrolida yang dapat digunakan untuk


mengobati infeksi bakteri pada bagian tubuh seperti saluran pernafasan, mata,
kulit, dan alat kelamin. Azythromisin bekerja dengan cara mengentikan dan
mencegah perkembangan bakteri penyebab infeksi.

Ambroxol

Obat yang berfungsi untuk mengeluarkan dahak. Obat ini termasuk


golongan mukolisia. Ambroxol menyebabkan dahak yang diproduksi akan
lebih encer sehingga lebih mudah dikeluarkan dari tenggorokan saat sakit.

Salbutamol

Obat yang berfungsi untuk nelemaskan otot saluran pernafasan dan rahim.
Tablet salbutamol biasanya digunakan untuk mengobati asma, bronkitis kronis
dan emfisema.

Dextromethrophan

Obat yang berfungsi untuk mengobati batuk tidak berdahak karena infeksi
saluran udara tertentu (misal sinusitis, pilek biasa)
Methylprednisolon

Obat golongan steroid yang bekerja mengendalikan pelepasan zat


penyebab peradangan dalam tubuh dengan cara menekan sistem kekebalan
tubuh.

6. apakah obat-obat yang dberikan sudah tepat?


7. apakah penulisan resep sudah benar?

Tata cara penulisan resep

a. Inscriptio : nama dokter, No SIP, alamat dokter, no telpon,


tanggal penulisan resep, jadwal praktik
b. Invocatio : permintaan tertulis R/
c. Prescriptio : nama bahan, bentuk obat, bentuk sediaan, wadah, dan
jumlah obat
d. Signature : waktu pemberian dan tanda cara pakai
e. Subcriptio : tanda tangan penulis resep
f. Pro : nama, umur, alamat, jenis kelamin pasien
Penulisan resep pada skenario belum sesuai karena:
 inscription : tidak lengkap krena tidak ada nama lengkap dokter, nomor
telfon dokter, SIP dan tanggal peresepan
 prescriptio: tidak dicantumkan kekuatan obat, sediaan obat
 Signatura : obat masih ada yang tidak sesuai ketentuan
 tidak terdapat subscriptio tiap akhir obat.
 pro : tidak berisi data pasien secara lengkap seperti umur, alamat, jenis
kelamin
STEP 4 Skema

Asma

Pemilihan Obat Penulisan Resep Teraupetik Drug Monitoring

Sediaan

Dosis

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Indikasi

Kontraindikasi

STEP 5 Sasaran Belajar


1. Mahasiswa mampu menjelaskan Menjelaskan Pemilihan obat :
a. Sediaan
b. Dosis
c. Farmakokinetik
d. Farmakodinamik
e. Indikasi
f. Kontra Indikasi
2. mahasiswa mampu menjelaskan penulisan resep
3. Mahasiswa dapat menjelaskan TDM (theraupetic Drug Monitoring)
STEP 6 Belajar Mandiri

STEP 7 Pembahasan Sasaran Belajar


1. Mahasiswa mampu menjelaskan Menjelaskan Pemilihan obat :
a) Sediaan
 Salbutamol
tablet 2 mg ; 5 strip @ 10 tablet
tablet 4 mg ; 5 strip @ 10 tablet
 Ambroxol
tablet 30 mg
syrup 15mg/5ml
 methyprednisolon
tablet 4 mg
b) Dosis
 Salbutamol
Dewasa : 3 - 4 x 2 - 4 mg / hari
Semprotkan diberikan 4 -12, 10 mg / inhalasi , sehingga dosis yang
masuk sekitar 400 - 1200 mg via PMDI spacer dan maker, PMDI
(pressurized metered-dose inhaler)
 ambroxol
Dewasa : 3x sehari 30 mg untuk 2 - 3 hari pertama. Kemudian 3x sehari
15 mg. Untuk pengobatan gangguan pernafasan akut dan untuk
pengobatan awal kondisinkronis sampai 14 hari pada pengobatan lama
dosis dapat setengahnya diberikan setelah makan.
 Methyprednisolon
Untuk dewasa dosis nya
c) Farmakokinetik
 Salbutamol
Absorbsi : masa kerja panjang penyerapan kurang lebih 80 onset kerja
obat pada sediaan per oral kurang lebih 30 menit. Konsentrasi plasma
max kurang lebih 18 mg/ml dalam waktu 2 jam
Distribusi : distribusi dalam tubuh berikatan dengan protein sebanyak
10% , volume 0,1 L/ kg BB
Metabolisme : terjadi di hepar, berbentuk metabolit aktif colterol inaktif
4-O-sulfat ester, serta metabolit inaktif 4-O-sulfat ester
Eliminasi :
Ekskresi : di urin dalam waktu 24 jam pertama dimana 60% dalam
bentuk metambolit . Dosis inhalasi sekitar 72% diekskresikan ke urin
dalam waktu 24 jam . 28% di ekskresikan dalam bentuk tidak berubah ,
44% sebagai metabolit. Sediaan per oral punya waktu paruh kurang
lebih 5 jam, sebagai inhalasi kurang lebih 5 jam , sedangkan inhalasi
kurang lebih 3 - 8 jam. Ekskresi di feses hanya kurang lebih 4% dari
dosis obat di konsusi (1-3,5).
 ambroxol
Absorsi : Hampir sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan, untuk
bioavailibility sekitar 60% (persiapan konvensional); 95%
(diperpanjang). Waktu untuk memuncakan konsentrasi plasma 0,5-3
jam (persiapan konvensional), 6,5 +- 2,2 jam (tutup pelepasan
diperpanjang).
Distribusi : Di distribusikan secara luas ke dalam darah, jaringan dan
paru-paru. Melintas plasenta dan memasuki ASI. Ikatan protein plasma
sekitar 90%.
Metabolisme : Di metabolisme di hati terutama oleh CYP3A4 melalui
konjugasi. Mengalami efek hepatic first pass.
Ekskresi : Waktu paruh eliminasi kira-kira 10 jam.
 methylprednisolon
Oral diabsopsi dengan cepat , dalam onset 1 - 2 jam sudah
mencapai puncak dan bertahan 30 - 36 jam. Pemberian secara
intramuscular mencapai puncak 4 - 8 jam dan bertahan 1 - 4 week
volume distribusinya 0,7 - 1,5 L/kg dapat melewati sawar plasenta.
Metabolisme secara ekstensif di liver menjadi glukronida inaktif dan
metabolit sulfat. Metabolit inaktif di eksresi melalui ginjal dan feses.
Waktu paruhnya 3 -3,5 jam
d) Farmakodinamik
 Salbutamol
Salbutamol bekerja pada reseptor beta 2 adrenergik dalam
mestimulasi enzim adenil siklase intraseluler reseptor beta 2 -
adrenergik adalah reseptor predominan interseluler bekerja
mengkatalisasi konversi ATP menjadi AMP siklik. Mengikatnya kadar
AMP siklik diasosiasikan dengan relaksasi otot polos bronkial dan
inhibisi terhadap dilepaskanya mediator “inmediate hyperseitivity” dari
sel - sel terutama dari sel mast.
 ambroxol
Ambroxol umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping
yang ringan pada saluran pencernaan dilaporkan pada beberapa pasien,
reaksi alergi
 methyprednisolon
Methylprednisolone menghambat kaskade respon imun awal
dalam respon inflamasi methylprednisolone mengubah distribusi
leukosit dan program diferensiasi saluran lewat inhibisi transkripsi
reseptor glukorkortiroid (GR) secara langsung atau tidak langsung
e) Indikasi
 Salbutamol
Asma dan kondisi lain yang mngakibatkan obstruksi saluran nafas yang
reversibel.
 ambroxol
Terapi pada penyakit saluran pernafasan akut dan kronik yang
disertai dengan sekresi bronkus yang abnormal terutama pada bronkitis
kronik eksaserbasi, asmatic bronchitis, dan bronchial asma.
 methyprednisolon
Supresi inflamasi dan gangguan alergi
f) Kontra Indikasi
 Salbutamol
Hipersensivitas terhadap Salbutamol
 ambroxol
Pasien hipersensivitas / anafilaksis terhadap ambroxol dan penggunaan
ambroxol tidak disarankan pada riwayat ulcus peptikum.
 methyprednisolon
Relatif : diabetes melitus, tukak peptik/ duodenum dan infeksi jamur
sistemik.
2. mahasiswa mampu menjelaskan penulisan resep
Penulisan resep pada skenario belum sesuai karena:
 inscription : tidak lengkap krena tidak ada nama lengkap dokter, nomor
telfon dokter, SIP dan tanggal peresepan
 prescriptio: tidak dicantumkan kekuatan obat, sediaan obat
 Signatura : obat masih ada yang tidak sesuai ketentuan
 tidak terdapat subscriptio tiap akhir obat.
 pro : tidak berisi data pasien secara lengkap seperti umur, alamat, jenis
kelamin

dr. Jaya

SIP H2A018000

Rumah Sakit Sehat Selalu

Jalan Abadi Selamanya No. 1500

Kota Semarang

Semarang, 30 Oktober 2019

R / Salbutamol 2 mg tab No. X


S 3 dd tab 1 p.c p.r.n (Sesak)
A
R / Ambroxol 30 mg tab No. X
S 3 dd tab 1 p.c
A
R / Methylprednisolon 4 mg tab No. X
S 3 dd tab 1 p.c
A

Pro : Ny. Asma


Umur : 40 Tahun
Alamat : Jl. Kenangan No. 13 Kota Semarang
3. Mahasiswa dapat menjelaskan TDM (theraupetic Drug Monitoring)
Definisi
Pemantauan kadar obat (TDM) adalah praktik klinis yang melibatkan
pengukuran kadar obat dalam darah atau plasma pasien pada waktu yang
ditentukan untuk memberikan panduan tentang rejimen dosis yang diperlukan
untuk mempertahankan kadar rentang terapi.

Tujuan dari TDM

a. Memantau kepatuhan
b. Terapi individualisasi
 selama terapi awal
 selama perubahan dosis
c. Mendiagnosis pengobatan kurang optimal
d. Menghindari toksisitas
e. Memantau dan mendeteksi interaksi obat
f. Memutuskan dihentikannya terapi.

Obat yang perlu TDM

a. Punya Indeks terapi sempit


b. Kadar obat atau metabolit aktif obat dalam plasma memiliki hubungan
dengan efek farmakologis atau toksik.
c. Ada kegagalan terapi (tidak efektif, toksik).
d. Ada variasi individu yang besar.
e. Kadar obat dalam plasma dapat diukur dan Teknik analitik yang tepat,
mudah, tersedia dan murah.
f. Dugaan non compliance.
g. Obat non limier / saturasi.
h. Ada gangguan fungsi organ.

DAFTAR PUSTAKA
1. Newman Dorland, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 28. Jakarta ; EGC.
2012.
2. MIMS,JW.(2015).Asthma : Definitions and Pathophysiology.International
Forum of Allergy and Rhinology,DOI: 10.1002/alr.21609.
3. Rengganis. Iris. Diagnosis dan Tata Laksana Asma Bronkial. Jakarta.
Departemen Ilmu Penyakit dalam FK UI. 2008
4. Saputri R.N. dkk. Hubungan Antara Variasi Iklim dengan Kejadian Asma di
Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015.
5. Khairun N.B. Faktor yang berpengaruh pada timbulnya kejadian sesak nafas
penderita asma Bronkhitis. Lampung. 2011.

6. Masjoer A, Triyanti K, et al. Kapita selekta kedokteran edisi 3. Jakarta : media


Aesculapius,. 2007.

7. Suyono S. Bulas ajar penerbit dalam jilid 2 edisi 3. Jakarta : galai penerbit FK
UI. 2001

8. Katzung 136, naster SB. Farmatologi dasar dan klinik. Mc.grow Hill : lange
redical publicetion. 2010

9. Wirotopradjoku. Informasi spesifik obat Indonesia. Ikatan sarjana farmasi


indonesia. Jakarta. Vol 39. 2004.

10. Tecnopark. MIMS buku petunjuk konsultasi. Edisi 18. Jakarta : Bhuana Ilmu
Populasi. 2018.
11. Hospital care for children. Asma : diagnosis dan tata laksana (bahasa
indonesia). Melboure. 2016.

12. Affeldt F. MIMS Petunjuk Penulisan Resep edisi 2019. Jakarta : Bhuana Ilmu.
2019.

13. Badan POMRI. Pusat Informasi Obat Nasional. 2014.

Anda mungkin juga menyukai