Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pembelajaran di sekolah tidak hanya sekedar teoritik
saja tetapi seharusnya ketika melakukan pembelajaran di kelas,
guru bisa mengajarkan materi tersebut dengan mengaitkan nilai-
nilai ajaran Islam (Djudin, 2012). Hal tersebut agar dapat
menambah keimanan dan ketaqwaan peserta didik, karena pada
dasarnya semua ilmu merupakan satu kesatuan yang berasal dan
bermuara pada Allah melalui wahyu-Nya baik secara langsung
maupun tidak langsung (Tsuwaibah, 2014). Kegiatan belajar
mengajar akan lebih efektif dan efisien dalam usaha pencapaian
tujuan intruksional, jika melibatkan komponen sumber belajar
secara terencana.
Sumber belajar (Learning Resources) adalah segala macam
sumber belajar yang ada di luar peserta didik dan memungkinkan
(memudahkan) terjadinya proses belajar (Rohani, 1997).
Keberhasilan proses pembelajaran juga bergantung pada media
pembelajaran. Jenis media pembelajaran terdiri dari berbagai
macam diantaranya yaitu handout, lembar kerja peserta didik,
media pembelajaran audiovisual (film, video compact disk audio),

1
media pembelajaran interaktif, media pembelajaran komputer
(hipermedia), dan modul (Prastowo, 2012). Proses belajar mengajar
dengan menggunakan media pembelajaran dapat mempengaruhi
kemauan serta minat peserta didik. Selain itu, media pembelajaran
juga dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman,
memeberikan data yang menarik, serta terpercaya, dan
mempermudah penafsiran data. (Arsyad, 2013). Berdasarkan uraian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
pembelajaran yang sesuai dan tepat dapat meningkatkan minat
belajar dan hasil belajar peserta didik salah satunya materi kimia.
Kimia sebagai bagian dari ilmu sains yang mempelajari tentang
sifat, struktur, komposisi, dan perubahan materi juga mengandung
nilai-nilai yang dapat diaplikasikan secara kontekstual dan aktual
pada kehidupan sehari-hari sehingga materi kimia dapat menambah
wawasan spiritual (keislaman) peserta didik (Fatonah, 2016).
Contohnya di dalam tubuh manusia terdapat larutan elektrolit yang
tersimpan dalam plasma darah yang berfungsi sebagai cairan tubuh.
Cairan tubuh ini setiap harinya dibutuhkan tubuh untuk melakukan
metabolisme seperti bernapas, berkeringat, dan urin. Jika cairan
tubuh ini tidak segera diganti, maka aktivitas metabolisme tubuh
menjadi menurun dan kesehatan tubuh terganggu. Terkait dengan
materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang dijelaskan dengan
berbagai fenomena, seperti garam dapur (NaCl) mudah larut dalam
air, karena larutan garam merupakan senyawa ionik yang dapat
larut dalam senyawa polar seperti air. Sesuai dengan teori Like

2
Disolve Like yang berbunyi bahwa senyawa polar hanya akan larut
dalam pelarut polar. Hal tersebut telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat Yaasiin ayat 36:
 
 
  
 
  
 
Artinya: “Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-
pasangansemuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS.
Yaasin:36)

Ayat 36 surat Yaasiin secara tidak langsung menjelaskan bahwa


Allah SWT menciptakan semua berpasang-pasangan, termasuk
senyawa-senyawa kimia. Dengan demikian belajar kimia akan lebih
bermakna apabila adanya keterkaitan antara materi pelajaran
dengan nilai-nilai ajaran Islam. Pemahaman tentang larutan
elektrolit diharapkan dapat membina kesadaran peserta didik untuk
mensyukuri nikmat yang diberikan Allah swt berupa nikmat
kesehatan dan nikmat kesempurnaan tubuh.
Pengintegrasian nilai-nilai keislaman dalam pembelajaran kimia
ini merujuk pada pengembangan konsep keilmuan yang diusung
oleh UIN Walisongo Semarang dikenal dengan konsep Wahdat al-
Ulum (Unity of Sciences). Paradigma ini menegaskan bahwa semua
ilmu pada dasarnya adalah satu kesatuan yang berasal dari dan

3
bermuara pada Allah melalui wahyu-Nya baik secara langsung
maupun tidak langsung (Tsuwaibah, 2014).
Menurut Dr. H. Abdul Muhayya (2014) mengatakan bahwa unity
of sciences adalah sebuah pandangan yang menjelaskan bahwa
semua ilmu yang ada di muka bumi merupakan sebuah kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan.Dan semua ilmu baik itu sains,
teknologi, sosial maupun agama itu berasal dari Allah. Oleh karena
itu kita mengintegrasikan ilmu-ilmu tersebut dan kita
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut juga
didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana
(2012) dan Sayyidah (2017) di mana pembelajaran yang
mengaitkan materi kimia atau sains dengan ilmu lain yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik.
MA Walisongo Pecangaan telah menggalakkan pembelajaran
terintegrasi Islam. Dimulai dari proses pembelajarannya guru
menyelipkan materi kimia dengan sisi keislaman meskipun
penyampaiannya masih sekedar dengan lisan. Yayasan Walisongo
telah berencana membuat bahan ajar berupa modul untuk mata
pelajaran umum seperti kimia yang terintegrasi Islam. Rencana
tersebut belum bisa disanggupi oleh pihak guru karena membuat
bahan ajar membutuhkan waktu yang lama. Hal tersebut juga
dibenarkan oleh guru pengampu mata pelajaran kimia Agustin
Andriyanti dan Mukhlisin bahwa membuat bahan ajar seperti modul

4
membutuhkan waktu yang lama apalagi jika modul tersebut
diintegrasikan dengan ilmu lain.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di
MA Walisongo Pecangaan Jepara, mengungkapkan bahwa peserta
didik khususnya kelas X MIPA 1 (kelas tahfidz) sebanyak 63%
peserta didik lebih menyukai mata pelajaran agama jika
dibandingkan dengan mata pelajaran sains (umum). Mata pelajaran
agama dianggap lebih mudah dan lebih penting dipelajari jika
dibandingkan dengan mata pelajaran sains (kimia). Sedangkan
berdasarkan wawancara peneliti dengan peserta didik di MA
Walisongo Jepara sekitar 54% mengungkapkan bahwasanya peserta
didik kurang memahami keterkaitan materi kimia dengan ilmu
agama. Hal tersebut secara otomatis menjadi salah satu penyebab
minat belajar kimia rendah.
Minat yang rendah terhadap pembelajaran kimia ditunjukkan
dengan sikap peserta didik yang kurang baik. Contohnya sikap
peserta didik yang kurang berminat mengikuti pelajaran akan suka
membolos terutama pada mata pelajaran yang dianggap sulit,
sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik rendah.
Padahal kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan
di SMA dan merupakan suatu objek psikologi yang dapat
dihubungkan dengan perasaan ataupun sikap positif dan negatif
(Avi, Hofstein, 2011).Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran
kimia dapat diketahui dari cara peserta didik bereaksi atau
memberikan respon terhadap kimia ketika kegiatan pembelajaran

5
berlangsung, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sikap dapat
bersifat positif dengan adanya kecenderungan tindakan mendekati,
menyenangi dan mengharapkan objek tertentu (Ercan, Akpinar,
2009).
Peserta didik yang memiliki sikap positif terhadap pelajaran
kimia (Student Attitudes Toward Chemistry Lessons) ia akan
menganggap kimia itu sebagai pelajaran yang mudah dan asyik
untuk dipelajari. Ia akan semangat dan selalu memperhatikan
penjelasan dari guru ketika pembelajaran berlangsung (Ebru, Kaya,
2011). Selain itu, peserta didik yang memiliki sikap terhadap
pelajaran kimia (student attitudes toward chemistry lessons) akan
selalu belajar atas kesadaran sendiri bukan hanya karena ada tugas
ataupun ketika akan ujian saja, sehingga prestasi belajarnya pun
akan baik. Sebaliknya peserta didik yang memiliki sikap negatif
terhadap kimia, ia akan menganggap kimia itu sebagai pelajaran
yang sulit, tidak menarik, dan merasa malas belajar kimia, sehingga
hasil belajarnya kurang baik dan tidak memuaskan (Majid. E, 2010)
, Menurut Yunus dan Ali (2013) mengatakan bahwa sikap positif
terhadap pembelajaran kimia (Attitudes toward Chemistry Lessons)
akan meningkatkan pemahaman peserta didik dalam bidang kimia.
Alasannya adalah kimia berperan penting dalam menciptakan
kesadaran untuk mencintai dan merawat lingkungan serta berperan
aktif dalam pelestarian dan konservasi untuk masa depan
masyarakat. Sebagaimana dikonfirmasi oleh Cheung (seperti dikutip
dalam Khan dan Ali, 2012) bahwa perlunya pengembangan sikap

6
positif dikarenakan sikap berhubungan dengan prestasi akademik.
Selain untuk meningkatkan prestasi akademik, pentingnya
pengembangan sikap positif terhadap pembelajaran kimia tidak lain
dikarenakan sikap adalah sebuah dasar hipotesis yang digunakan
oleh psikologi sosial untuk memahami dan memprediksi perilaku
peserta didik baik perilaku peserta didik yang baik maupun perilaku
yang tidak baik (Cheung, 2011). Peningkatan sikap positif peserta
didik ditujukan guna terjadinya pembelajaran yang berkesan agar
dapat memunculkan perilaku peserta didik yang baik. Tanpa sikap
positif, maka kegiatan belajar tidak akan berhasil dengan baik
(Djamarah, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis pada
17 Oktober 2018 dengan pengampu mata pelajaran kimia Mukhlisin
dan Agustin Andriyanti dalam proses pembelajarannya
menggunakan bahan ajar berupa LKS dan buku paket. LKS hanya
berisi materi ringkasan dan soal yang belum terintegrasi dengan
disiplin ilmu lainnya. Materi kimia yang bersifat abstrak dan
dianggap sulit membuat peserta didik malas belajar materi kimia.
Oleh karena itu, perlu adanya sumber belajar kimia terintegrasi agar
dapat menambah semangat peserta didik dalam belajar materi
kimia. (Wawancara, 17 Oktober 2018)
Hal tersebut diperkuat dengan hasil analisis kebutuhan peserta
didik sebanyak 70% modul sangat dibutuhkan untuk menunjang
kebutuhan belajar peserta didik. Sebanyak 85% peserta didik
memilih sangat perlu jika modul kimia yang digunakan untuk

7
menunjang belajar diintegrasikan dengan ilmu keislaman/ilmu yang
lainnya. Sebanyak 65% peserta didik menyatakan bahwa modul
yang digunakan sebagai sumber belajar selama ini dianggap sulit
untuk dipahami. Oleh karena itu, modul terintegrasi dipilih oleh
peserta didik agar mereka lebih mudah memahami materi, baik itu
digunakan dalam proses pembelajaran maupun sebagai sumber
belajar mandiri bagi peserta didik.
Berawal dari permasalahan tersebut, peneliti ingin menerapkan
pembelajaran menggunakan modul kimia berbasis unity of sciences.
Modul tersebut telah dikembangkan oleh Rahayu Ningsih (2018).
Pemilihan materi didasarkan pada hasil wawancara dengan
pengampu mata pelajaran kimia Agustin Andriyanti yang dapat
disimpulkan bahwa materi larutan elektrolit dan nonelektrolit
termasuk materi yang abstrak dan sulit. Hal tersebut diperkuat
dengan angket kebutuhan peserta didik yang sudah menerima
materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dapat disimpulkan bahwa
sekitar 40% materi larutan elektrolit dan nonelektrolit merupakan
materi yang sulit, dan bersifat abstrak. Akibatnya peserta didik
kurang memahami larutan elektrolit dan nonelektrolit, sehingga
hasil belajar peserta didik kurang optimal. Sebagaimana Data hasil
belajar peserta didik MA Walisongo Pecangaan Jepara dengan
Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) mata pelajaran kimia adalah 70
ditunjukkan pada tabel 1.1.

8
Tabel 1.1 Presentase Ketuntasan Hasil Ulangan Tengah
Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019

Kelas Jml. Siswa Jml. Siswa Tidak Persentase


Tuntas Tuntas Ketuntasan
X MIA 1 2 20 9,09 %
X MIA 2 0 24 0%
Sumber: Daftar Nilai Siswa Kelas X MIA MA Walisongo Pecangaan Jepara Tahun
2018/2019
Pemahaman konsep yang kurang baik, media pembelajaran yang
kurang dan banyak buku pegangan yang belum diintegrasikan
dengan islam sains (Unity Of Sciences) menjadikan minat belajar
kimia rendah dan hasil belajar peserta didik belum memenuhi KKM
yang telah ditetapkan.
Pada penelitian sebelumnya telah dihasilkan modul
pembelajaran kimia berbasis Unity of Sciences pada materi larutan
elektrolit dan nonelektrolit. Modul tersebut telah dikembangkan
oleh Rahayu Ningsih (2018) yang diuji dalam skala kecil. Hasil
validasi modul menunjukkan modul sangat valid dengan persentase
93,3% oleh ahli Unity of Sciences, 94,5% oleh ahli materi, dan
91,4% oleh ahli media. Hasil uji keterbacaan modul menunjukkan
bahwa modul memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi dengan
persentase rata-rata sekitar 97,7%. Hasil tanggapan atau respon
peserta didik terhadap modul menunjukkan kategori baik dengan
persentase rata-rata sekitar 82%. Hasil uji pre-test dan post-test
peserta didik terhadap modul memiliki kategori tinggi dengan rata-
rata skor n-gain sebesar 0,73. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
dapat dinyatakan bahwa modul pembelajaran kimia berbasis Unity

9
of Sciences pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit layak
untuk digunakan dan memiliki kualitas yang baik.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian lanjutan dengan tujuan
untuk mengetahui efektivitas penggunaan modul kimia berbasis
unity of sciences pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit
terhadap Attitudes Toward Chemistry Lessons(ATCL)dan hasil
belajar peserta didik.Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan maka penelitian ini difokuskan pada judul
“efektivitas penggunaan modul kimia berbasis unity of sciences
pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit terhadap ATCLS
(Attitude Toward Chemistry Lessons Scale) dan hasil belajar peserta
didik kelas X MA Walisongo Pecangaan Jepara”

10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah modul kimia berbasis Unity Of Sciences pada Materi Larutan
Elektrolit dan Nonelektrolit efektif meningkatkan hasil belajar
peserta didik kelas X MIA MA Walisongo Pecangaan Jepara?
2. Bagaimana perbandingan ATCL (Attitudes Toward Chemistry
Lessons) peserta didik antara pembelajaran yang menggunakan
modul kimia berbasis Unity Of Sciences dengan pembelajaran
menggunakan LKS pada Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit
di MA Walisongo Pecangaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dari skripsi ini diharapkan dapat memberikan tujuan
dan manfaat sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a) Untuk mengetahui efektivitas penggunaan modul kimia
berbasis Unity Of Sciences pada Materi Larutan Elektrolit dan
Nonelektrolit terhadap hasil belajar peserta didik kelas X
MIA MA Walisongo Pecangaan Jepara.
b) Untuk mengetahui perbandingan ATCL (Attitudes Toward
Chemistry Lessons) peserta didik antara pembelajaran
menggunakan modul kimia berbasis Unity Of Sciences
dengan pembelajaran menggunakan LKS pada Materi

11
Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit di MA Walisongo
Pecangaan.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
teoritik mengenai modul kimia berbasis unity of sciences
pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Sekolah:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tambahan dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keefektifan
kegiatan belajar dan hasil belajar khususnya mata
pelajaran kimia.
2) Bagi Guru:
a) Memotivasi guru untuk menggunakan sumber
belajar kimia yang memiliki nilai keagamaan
sehingga peserta didik dapat mengetahui hubungan
islam-sains.
b) Memberikan masukan dan pertimbangan dalam
menentukan media pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik terutama
materi larutan elektrolit dan non elektrolit.

12
3) Bagi peserta didik:
a) Meningkatkan keaktifan dan motivasi peserta
didik dengan diterapkannya modul kimia
berbasis unity of sciences materi larutan
elektrolit dan non elektrolit dalam proses
pembelajaran.
b) Meningkatkan hasil belajar peserta didik dengan
penerapan modul kimia berbasis unity of sciences
materi larutan elektrolit dan non elektrolit.
4) Bagi Peneliti:
a) Mengetahui keefektifan modul kimia berbasis
unity of sciences materi larutan elektrolit dan non
elektrolit terhadap ATCL (Attitude Toward
Chemistry Lessons) dan hasil belajar peserta didik
kelas X MIA MA Walisongo Pecangaan Jepara
b) Menambah pengalaman mengenai sumber
belajar yang tepat untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif

13

Anda mungkin juga menyukai