Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM TYLER

KELOMPOK 5
ANGGOTA:
1. MOHAMAD WILDANE GANEVO (E1M017038)
2. NIKEN RIZKY JOHANA (E1M017048)
3. NUR HAYATI (E1M017052)
4. SANJANGI AILILLAH (E1M017072)
5. SITI HUSDIANTI ASTININGSIH (E1M017074)

UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2019
A. LATAR BELAKANG
Kurikulum adalah kata yang sudah lazim digunakan dalam pendidikan tanpa
adanya kurikulum maka tidak akan ada acuan yang digunakan dalam proes belajar
mengajar. Akibatnya proses pembelajaran akan menjadi tidak terarah dan tidak
terkontrol, sehingga sulit untuk mengetahui apakah tujuan diadakannya kegiatan
belajar mengajar telah tercapai atau tidak.

Salah satu aspek yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan nasional


adalah aspek kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki
peran strategis dalam sistem pendidikan. Kurikulum merupakan suatu sistem program
pembelajaran untuk mencapai tujuan institusional pada lembaga pendidikan, sehingga
kurukulum memegang peranan penting dalam mewujudkan sekolah yang bermutu atau
berkualitas.

Perkembangan yang terkait dengan IPTEK, masyarakat, berbangsa dan bernegara,


maupun isu-isu didalam dan diluar negeri merupakan hubungan yang harus
dipertimbangkan dalam kuriukulum. Oleh karena itu, kita harus mampu dengan cepat
menjawab tantangan-tantangan tersebut utntuk direalisaikan dalam program
pendidikan. Banyak aspek pembaruan dalam bidang pendidikan yang berpengaruh
terhadap kuriukulum yaitu program percepatan pembelajaran, kurikulum muatan lokal,
desentralisasi, pelaksanaan remedial dan pengayaan, Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Disamping itu, paradigma
pendidikan dan pilar-pilar pembelajaran yang telah dicanangkan pemerintah harus
menjadi ladasan dalam pengembangan kurikulum.

B. PENGERTIAN KURIKULUM
Secara etimologi, kurikulum (Curriculum) berasal dari bahasa yunani yaitu currir
yang artinya pelari dan curree yang berarti tempat berpacu. Itu berarti istilah
kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman yunani kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start
kemudian digunakan oleh dunia pendidikan. Secara terminologis, istilah kurikulum
digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang
harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai tingkatan tertentu secara formal
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Seiring perkembangan pengertian kurikulum terus mengalami pergeseran makna
tugas mendidik yang diemban bersama-sama antara keluarga dan sekolah menjadi tidak
berimbang, hal ini menjadikan masyarakat lebih mempercayakan masalah pendidikan
anak kepada sekolah.Padahal waktu yang dimiliki anak lebih banyak dilingkungan
keluarga daripada disekolah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian pesat diikuti peledakan informasi dan peledakan penduduk membuat beban
sekolah semkin berat dan kompleks akhir-akhir ini. Hal ini juga menyebabkan
masyarakat lebih banyak menuntut sekolah berupa nilai-nilai dan kemampuan anak
yang harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Pengertian kurikulum
secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau keguatan-kegiatan belajar siswa saja.
Tetapi segala hal yang berupa mata pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar siswa saja,
tetapi segala hal yang berpengaruh pembentukan pribadi anak sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan.

C. Pengembangan Kurikulum Model Tyler


Model pengembangan kurikulum Tyler ini, lebih bersifat bagaimana merancang suatu
kurikulum, sesuai dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Menurut Tyler
ada 4 hal yang dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum. Pertama
berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai; kedua berhubungan
dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan; ketiga pengorganisasian
pengalaman belajar dan keempat berhubungan dengan evaluasi.

· Menentukan tujuan
Dalam penyusunan suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan langkah utama
yang harus dikerjakan. Sebab, tujuan merupakan arah atau sasaran pendidikan.
Hendak dibawa kemana anak didik? Kemampuan apa yang harus dimiliki anak didik
setelah mengikuti program pendidikan. Semuanya bermuara kepada tujuan. Dari
mana dan bagaimana kita menentukan tujuan pendidikan.

Merumuskan tujuan pendidikan, sebenarnya sangat tergantung dari teori dan filsafat
pendidikan serta model kurikulum apa yang dianut. Bagi pengembang kurikulum
subjek akedemis, maka penguasaan berbagai konsep dan teori seperti yang tergambar
dalam disiplin ilmu merupakan sumber tujuan utama.
Kurikulum yang demikian dinamakan sebagai kurikulum yang bersifat “Disiplin
Oriented”. Berbeda dengan pengembang kurikulum model humanistik yang lebih
bersifat “Child Centered”, yaitu kurikulum yang lebih bersifat kepada pengembangan
pribadi siswa, maka yang menjadi sumber utama dalam perumusan tujuan tentu saja
siswa itu sendiri, baik yang berhubungan dengan pengembangan minat dan bakat serta
kebutuhan untuk membekali hidupnya. Lain lagi dengan kurikulum rekonstruksi
sosial. Kurikulum yang lebih bersifat “Society Centered” ini memposisikan kurikulum
sekolah sebagai alat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat, maka kebutuhan dan
masalah-masalah sosial kemasyarakatan merupakan sumber tujuan utama kurikulum.

Walaupun secara teoritis, nampak begitu tajam pertentangan antara kurikulum yang
bersumber dari disiplin akademik, kurikulum yang bersumber dari kebutuhan pribadi
dan kebutuhan masyarakat, akan tetapi dalam prakteknya tidak setajam apa yang ada
dalam teori. Anak adalah organisme yang unik, yang memiliki berbagai perbedaan. Ia
juga adalah makhluk sosial yang berasal dan akan kembali pada masyarakat, oleh
karena itu tujuan kurikulum apapun bentuk dan modelnya pada dasarnya harus
mempertimbangkan berbagai sumber untuk kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat.

Menurut Tyler ada tiga bentuk sumber yang dapat digunakan untuk merumuskan
tujuan pendidikan, yaitu individu (anak sebagai siswa), kehidupan kotemporer, dan
pertimbangan ahli bidang studi.

· Menentukan pengalaman belajar


Pengalaman belajar adalah segala aktivitas siswa dalam beriteraksi dengan
lingkungan. Pengalaman belajar bukanlah isi atau materi pelajaran dan bukan pula
aktivitas guru dalam memberikan pelajaran. Tyler (1990:41) mengemukakan : “The
term “Learning Experience” is not the same as the content with which a course deals
nor activities performed by the teacher. The term “Learning Experience” refers to the
interaction between the learner and the external conditions in the inveronment to
which he can react. Learning takes place through the active behavior of the student; it
is what he does that he learn not what the teacher does.”
Pengalaman belajar menunju kepada aktivitas siswa di dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian yang harus dipertanyakan dalam pengalaman ini adalah “apa yang
akan atau telah dikerjakan siswa” bukan “apa yang akan atau telah diperbuat guru”.

Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa. Pertama,


pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kedua setiap
pengalaman siswa harus memuaskan siswa. Ketiga, setiap rancangan pengalaman
siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa. Keempat, mungkin dalam satu pengalaman
belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda.

· Mengorganisasi Pengalaman Belajar


Mengorganisasikan pengalaman belajar bisa dalam bentuk unit mata pelajaran
ataupun dalam bentuk program.

Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar. Pertama pengorganisasian secara


vertikal dan kedua secara horizontal. Pengorganisasian secara vertikal apabila
menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang
berbeda. Misalkan pengorganisasian pengalaman belajar yang menghubungkan antara
bidang geografi di kelas lima dan geografi di kelas enam. Sedangkan
pengorganisasian secara horizontal jika kita menghubungkan pengalaman belajar
dalam bidang geografi dan sejarah dalam tingkat yang sama.

Ada tiga kriteria menurut Tyler (1950:55) dalam mengorganisasi pengalaman belajar
yaitu kesinambungan, urutan isi dan integrasi.
1) Prinsip kesinambungan berhubungan dengan hubungan vertikal. Artinya,
bahwa pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan dan
diperlukan untuk pengembangan pengalaman belajar selanjutnya.
2) Prinsip urutan isi, sebenarnya erat hubungannya dengan kontinuitas,
perbedaanya terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan. Artinya setiap
pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus memperhatikan tingkat
perkembangan siswa. Pengalaman belajar yang diberikan di kelas lima harus berbeda
dengan pengalaman pada tingkat selanjutnya.
3) Prinsip kontinuitas, menghendaki bahwa sesuatu pengalaman yang diberikan
kepada siswa harus memiliki fungsi dan bermamfaat untuk memperoleh pengalaman
belajar dalam bidang lain. Contohnya pengalaman belajar dalam bidang aritmatika
harus dapat membantu untuk dapat memperoleh pengalaman belajar dalam ekonomi
ataupun dalam bidang IPA.

· Evaluasi
Evaluasi memegang peranan yang cukup penting, sebab dengan evaluasi dapat
ditentukan apakah kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh sekolah atau belum. Ada dua aspek yang harus diperhatikan sehubungan
dengan evaluasi. Pertama evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan
tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Kedua,
evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu
tertentu.

Dengan demikian, penilaian suatu program tidak mungkin hanya mengandalkan hasil
tes siswa setelah akhir proses pembelajaran. Penilaian mestinya membandingkan
antara penilaian awal sebelum siswa melakukan suatu program dengan setelah siswa
melakukan program tersebut. Dari perbandingan itulah akan nampak ada atau
tidaknya perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan.

Ada dua fungsi evaluasi. Pertama evaluasi digunakan untuk memperoleh data tentang
ketercapaian tujuan oleh peserta didik. Dengan kata lain bagaimana tingkat
pencapaian tujuan atau tingkat penguasaan isi kurikulum oleh setiap siswa. Fungsi ini
dinamakan sebagai fungsi sumatif. Kedua untuk melihat efektivitas proses
pembelajaran. Dengan kata lain apakah program yang disusun telah dianggap
sempurna atau perlu perbaikan. Fungsi ini kemudian dinamakan fungsi formatif.

Anda mungkin juga menyukai