Anda di halaman 1dari 13

MAKNA “DADI WONG” SEBAGAI REFLEKSI

DARI SOSIALISASI PADA POLA


PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA JAWA
DI KELURAHAN WANEA KOTA MANADO

Lanang A. Fardhani
NIM. 070817

ABSTRACT

Parenting parents are very influential in the development of


the Child's personality. The issue of child care is something
that is very important because this is where the real
beginning of the character forming for a person's behavior in
adult life. This study aims to determine how the parents'
perceptions of the value of success according to the Javanese
culture (dadi wong) and how the Javanese culture is reflected
in the socialization process parenting parents of children in
the care of the family. Qualitative research is centered on five
(5) families of the village community in Wanea and done
purposively. This observation began November 2014. The
analysis shows that; parents consider that the concept of dadi
wong should be based on several aspects such as economic
aspects regarding the loading of economic independence,
have a steady income, the cultural aspects of the position,
rank and status, family, education, social gatherings and on
the principle of expediency for others, psychological aspects
relating to self psychologically, becoming a strong personal
and about the principle of happiness, as well as moral-
religious aspects concerning the moral good, air-etiquette,
adherence to religious teachings.

Keywords : Parenting, Javanese culture, dadi wong

Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015 1


PENDAHULUAN yang mempunyai peran penting
Keluarga merupakan unit dalam membimbing tingkah laku
sosial yang terkecil dari anak yang pada perjalanan proses
masyarakat dan merupakan suatu masa tumbuh-kembangnya. Pola
sendi dasar dalam organisasi asuh dalam keluarga membawa
sosial. Keluarga merupakan pengaruh dalam diri anak yang
kelompok sosial yang pertama akan membentuk norma-norma
dalam kehidupan manusia sosial, norma-norma susila dan
dimana seorang anak belajar dan norma-norma tentang apa yang
menyatakan dirinya sebagai baik dan buruk serta yang boleh
manusia sosial di dalam atau tidak boleh.
hubungan dalam kelompoknya. Tugas pengasuhan bukan
Keluarga adalah institusi hanya kegiatan memenuhi
pendidikan primer, sebelum kebutuhan fisik anak seperti
seorang anak mendapatkan sandang, pangan dan papan.
pendidikan di lembaga lain. Pada Tugas pengasuhan juga
institusi primer inilah seorang mencakup pemenuhan kebutuhan
anak mengalami pengasuhan. psikis anak dan pemberian
Keberhasilan seorang anak dalam stimulasi untuk memacu
kehidupnya dengan hubungan pertumbuhan dan perkembangan
sosialnya tergantung dari pola anak secara maksimal. Beberapa
pengasuhan yang diterapkan aspek dalam pola pengasuhan
orangtua dalam keluarga. yaitu mencakup pola asuh makan,
Hubungan antara orang tua pola asuh hidup sehat, pola asuh
dan anak sangat penting artinya akademik atau intelektual, pola
bagi perkembangan kepribadian asuh sosial emosi serta pola asuh
anak, sebab orang-tualah yang moral dan spiritual (Hastuti,
merupakan orang pertama yang 2008:76)
dikenal oleh si anak. Melalui Seorang anak di sebuah
orang-tua, anak mendapatkan keluarga akan diasuh menurut
kesan-kesan pertama dalam nilai budaya dan agama yang
mengenal dunia luar di diyakini oleh kedua orangtuanya.
kehidupan sosialnya. Orang-tua Proses sosialisasi nilai budaya
merupakan orang pertama dan dan agama tersebut dapat

2 Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015


dilakukan melalui komunikasi dalam dalam hidup ini. Menurut
verbal maupun komunikasi non konsepsi orang priayi,
verbal antara orangtua dan anak. kebahagiaan – kebahagiaan itu
Seperti yang dikutip oleh Hastuti misalnya; adalah kedudukan,
(2008:38) mendefinisikan kekuasaan serta lambang –
sosialisasi sebagai proses belajar lambang lahiriah dari
untuk mengenali nilai-nilai dan kemakmuran. Ukuran pandangan
ekspetansi kelompok, dan kesuksesan pada seorang
meningkatkan kemampuan untuk individu dalam budaya jawa tentu
mengikutinya (conform). berbeda dengan ukuran budaya
Setiap Masyarakat, suku barat yang menekankan nilai
bangsa dan bangsa mengenal material (kebendaan) dan hal lain
karya yang kelak akan menjadi yang bersifat fisik semata.
pedoman antara hubungan Asal usul istilah dadi wong
manusia dan dengan manusia berasal dari kata dadi yang
lain. Nilai sebuah karya akan artinya “menjadi” dan wong
sangat berbeda antara masyarakat (manusia/ hewani) yaitu
satu dengan yang lain. Karya atau “manusia yang belum atau tidak
buah pikiran yang diwujudkan mengetahui budi pekerti”
dalam aktifitas yang apabila (Endaswara, 2003: 133). Istilah
dimiliki oleh individu berubah dadi wong kemudian memiliki
menjadi sebuah kemandirian arti yang luas seperti berhasil atau
dalam banyak masyarakat sukses seseorang dalam hidup.
dianggap sebagai pencapaian Pemikiran orang Jawa mengenai
tertinggi seorang manusia. dadi wong atau menjadi orang
Orang Jawa mengenal bahwa, sukses merupakan konsep yang
seseorang akan diperhitungkan bersifat totalitas. Konsep tersebut
dan dinilai keberadaannya tidak ber-harga mati, tetapi lentur
berdasar pada apa yang dan adaptatif. Pengertian itu
dimilikinya. Menurut Koentjara- meliputi totalitas dari norma serta
ningrat (1985:38), karya nilai – nilai dasar budaya Jawa
merupakan tujuan hidup. Hasil yang masih dipegang teguh oleh
karya akan mewujudkan para pendukung budaya Jawa.
kebahagiaan – kebahagiaan

Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015 3


Dadi wong kemudian masyarakat penuturnya.
memiliki arti yang lebih luas dari Pengertian dadi wong umumnya
sekedar sukses dalam hidup atau melekat pada pasangan suami-
makmur. Konsep nilai dadi wong istri atau keluarga karena ukuran
mengandung pengertian yang syarat sudah berkeluarga akan
komprehensif karena menyang- menjadi salah satu syarat dan
kut hal aspek ekonomi/ material/ acuan dari pengertian yang
fisik, moral/ agama/ etika, sifatnya totalitas.
psikologis dan sosial-budaya Mengenal sifat pola
yang terjalin menjadi satu pengasuhan yang pada
membentuk pengertian/ konsep aktifitasnya dalam keluarga
dadi wong tersebut. Syarat yang berbeda– beda antara satu etnis
tidak mampu dipenuhi secara dengan etnis yang lain, memberi
lengkap akan mengurangi arti kesan tersendiri bagi keluarga
dadi wong tersebut. Dengan kata Jawa yang hidup dan bermukim
lain, konsep dadi wong secara diluar Jawa. Mengingat
umum tidak bersifat fisik/ kekhasannya ini, maka diyakini
lahiriah/ ekonomi semata, adanya perbedaan budaya akan
melainkan gabungan dari aspek- juga menjadikan adanya
aspek lain yang lebih perbedaan dalam pengasuhan, hal
menitikberatkan aspek budaya. tersebut mengindikasikan
Dengan demikian, pengertian terjadinya berbagai proses dalam
dadi wong lebih menitikberatkan pemaknaan nilai – nilai budaya
atribut budaya daripada sekedar yang dalam hal ini erat kaitannya
atribut ekonomi saja. dengan kekuatan budaya asal
Dadi wong selalu merujuk konsep nilai njawani dan tak
pemahaman yang diberikan oleh njawani sebagai kontrol atau
masyarakat sekitar, yaitu wilayah ukuran dalam memahami
tempat tinggal individu pencapaian pribadi Jawa yang
lingkungan sekitarnya. Oleh ideal (dadi wong).
karena itu, konsep dadi wong
kemudian adaptatif sifatnya
karena parameter yang dipakai
sifatnya tidak kaku, tetapi luwes
sesuai dengan lingkungan sosial

4 Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015


DADI WONG DALAM Tentang dadi wong, menurut
KONSEPSI ORANG-TUA orang tua Jawa di kelurahan
JAWA Wanea dalam konsepsinya
Pada dasarnya istilah dadi memandang seseorang dikatakan
wong ini memiliki arti yang luas dadi wong jika hidupnya tidak
seperti berhasil atau sukses lagi menjadi tanggungan atau
seseorang dalam hidup. membebani siapapun, termasuk
Pemikiran orang Jawa mengenai keluarga sendiri. Artinya,
dadi wong atau menjadi orang manusia yang dadi wong harus
sukses merupakan konsep yang berdikari dalam arti mampu
bersifat totalitas. Konsep tersebut berdiri diatas kakinya sendiri.
tidak ber-harga mati, tetapi lentur Mandiri memiliki pengertian
dan adaptatif. Dalam konsep- telah lepas dari orang tua dengan
sinya, orang Jawa mengenal memiliki pengertian, Ketika sang
konsep dadi manungsa (manusia anak telah menikah, ia telah
insani), yaitu menjadi manusia mampu mengelola kehidupan
yang telah memahami dan keluarganya sendiri tanpa turut
menjalankan hidup budi pekerti campur dari orang lain.
luhur (Endaswara, 2003:133) Seseorang memiliki kehi-
yang menitikberatkan segala dupan yang mandiri jika ia telah
atribut rohaninya ataupun dadi mampu mencukupi kebutuhan
jawa (menjadi manusia Jawa), dasar seperti sandang, pangan
yaitu sebutan yang diberikan dan papan atas jerih payah
pada individu manusia Jawa yang sendiri. Tentunya Semua Orang
telah mampu bersopan-santun/ tua mengharapkan perihal
unggah-ungguh dan basa-basi ala kemandirian ini ada pada anak-
orang Jawa (Geertz, 1985), maka anak mereka nantinya.
dadi wong tingkatnya lebih luas Pencapaian harapan orang tua
lagi dari sekedar kedua hal kepada sang anak untuk menjadi
tersebut. Dalam penelitian ini, seorang yang berhasil kelak yang
pengertian dadi wong meliputi dalam maknanya tidak lagi
totalitas dari norma serta nilai – menjadi beban bagi siapapun,
nilai dasar budaya Jawa yang termasuk orangtuanya. Dalam
masih dipegang teguh oleh para kenyataanya direfleksikan
pendukung budaya Jawa. dengan pendampingan orang tua

Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015 5


dalam kebutuhan pendidikan pendidikan dan kondisi sosial-
sang anak. Agar dengan jenjang ekonomi masyarakatnya. Pada
pendidikan yang tinggi, memiliki keluarga Jawa yang kepala
kesempatan yang luas untuk keluarganya (ayah) berpen-
meraih masa depannya, dalam hal didikan SD sederajat nampak
ini adalah karir. Sebagai seorang nilai etos kerja padanya yang
anak, apabila telah menyele- penghasilannya pas-pasan, yang
saikan pendidikan tertingginya, walaupun demikian keadaan
dianggap akan cepat mandiri. ekonominya, tetapi ia tetap
Maksud dari pendidikan disini berusaha memampukan diri, bisa
adalah pendidikan tertinggi yang mandiri dan tidak menjadi beban
telah ditempuh seseorang sesuai bagi orang lain atau
dengan kemampuan orangtua lingkungannya. Bahwasanya
atau strata sosialnya. Pada masa seorang yang rendah secara
sekarang, umumnya pendidikan pendidikan pun memiliki konsep
gelar Sarjana menjadi barometer dadi wong dengan menggunakan
pendidikan seseorang dari kelas persya-ratan yang lebih luwes,
menengah keatas. Namun, pada tanpa melupakan hal-hal yang
kelas bawah bisa jadi lulus SD, pokok seperti kemandirian,
SMP, SMA merupakan kecukupan sandang, pangan dan
pendidikan tertinggi yang mereka papan.
cita-citakan. Tak mengherankan Ditinjau dari Aspek sosial -
bila seseorang yang hanya lulus budaya, dadi wong Memiliki arti
SD, SMP atau SMA bisa dan peran yang sangat
memiliki kehidupan yang menentukan sebagai unsur-unsur
berlimpah, bahkan mengalahkan yang menyumbang konsep dadi
yang lulusan S1, dapat disebut wong secara luas. Aspek sosial
wis dadi wong. Tentu saja syarat- budaya ini merupakan ciri yang
syarat lain akan menyertai melekat pada pandangan hidup
sehingga ia bisa memenuhi Jawa. Ungkapan yang melekat
kriteria dadi wong. untuk menggambarkan dadi
Nilai dadi wong tidak harus wong yaitu; pangkat, semat,
merujuk kepada orang yang kaya drajat. Artinya, seseorang
harta benda, tetapi disesuaikan dikatakan wis dadi wong jika ia
dengan tingkat pengetahuan/ telah memiliki pangkat

6 Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015


(kedudukan, golongan, derajat/ suaikan diri dengan sekitar,
tingkat, kelas) yang tinggi di seorang anak diharapkan harus
masyarakat. Yang menjadi memiliki daya adaptasi yang baik
bagian lain dari terpenuhinya sehingga dapat bersosialisasi
kriteria dadi wong dalam aspek dengan masyarakat dalam
ini adalah ketika hidup seseorang kehidupan sosial. Dalam
dapat membawa manfaat bagi srawung (bergaul), sang anak
keluarga dan orang sekitar. harus mampu menjauhkan sifat
Dalam artian, tidak hanya bersifat negatif seperti sombong, suka
material (kebendaan) semata, dipuji, iri hati, merugikan orang
tetapi dapat juga bersifat lain, dan sifat negatif lainnya.
nonmaterial seperti tenaga atau Dalam kriteria konsep dadi
ilmu yang bersifat gagasan. wong terdapat aspek psikologis
Berguna tak sebatas pada yang meliputi unsur keperibadian
keluarga dekat, melainkan juga dan sikap yang mempengaruhi
secara umum. Hal ini dapat prilaku seorang manusia Jawa.
terlihat pada aktifitas gotong Emosi yang dimiliki seseorang
royong dimana seorang Jawa ikut harus dijaga karena menyangkut
membantu orang Minahasa hal psikologis ini mempengaruhi
dalam aktifitas – aktifitas hidup pergaulan manusia. Aspek
bertetangga ataupun pada skala psikologis ini sejatinya bersifat
kelurahan. kejiwaan yang bersifat abstrak
Dalam pengertian hidup atau dengan kata lain tak mudah
sosial, pergaulan memilki arti untuk dilihat namun jelas hal ini
penting bagi sikap hidup orang harus ditemui pada seseorang
Jawa yang mengerti etika dan taat dengan sebutan wis dadi wong.
pada adat istiadat serta selalu Para orang tua beranggapan
mengutamakan kepentingan tentang hal lain yang menyertai
umum daripada kepentingan konsep dadi wong yaitu
pribadi ini yang harus bahwasanya seseorang dalam
dipraktekan dalam pergaulan di hidupnya harus merasa senang
masyarakat. Dalam konsep dadi dan bahagia, tidak dalam keadaan
wong sendiri terkandungf syarat tertekan oleh siapapun serta
bahwa seseorang itu merasa ayem – tentrem (aman
pergaulannya dapat menye- dan bahagia). Secara psikologis,

Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015 7


idealnya seorang anak haruslah Pengetahuan dasar yang
memiliki prinsip hidup mandiri; diyakini oleh para keluarga Jawa
bahwasanya ia harus mampu di kelurahan Wanea bahwasanya,
mengatasi segala problem yang sebuah keluarga akan dianggap
menimpa dirinya tanpa perlu memenuhi kriteria dadi wong jika
melibatkan banyak pihak, karena, antara suami dan istri bisa
pribadi yang mandiri akan mendidik anak sesuai dengan
membentuk pribadi yang kuat norma budaya dan agama
sehingga mampu menjalani hidup sehingga dapat menghasilkan
tanpa tekanan pihak lain. anak – anak yang berbudi luhur.
Anak – anak yang bermoral jelek
SOSIALISASI NILAI dianggap merupakan cerminan
BUDAYA JAWA DALAM kegagalan orang tua dalam
TINDAKAN POLA mendidik anak. Oleh karena itu,
PENGASUHAN ANAK kondisi moral orang tua yang
Pola asuh orang tua Jawa baik harus tercermin dalam
adalah proses interaksi orang tua aktifitas pola pengasuhan anak –
anak yang berkelanjutan yang anaknya.
bertujuan membentuk “seorang Seperti halnya teori
Jawa” yang ideal atau dalam kebudayaan, para orang tua di
penelitian ini distilahkan dadi Wanea memulai terapan
wong. Hal ini menyangkut pengasuhan terhadap anaknya
pemeliharaan anak, perlindungan bermula dari usaha pembentukan
serta pengarahan orang tua mental yang dalam hal ini
terhadap anak dalam rangka diartikan sebagai pola pikir
perkembangan anak dengan sebagai pedoman hidup orang
memperhatikan situs budaya Jawa dalam mengembangkan
Jawa. Dengan pengertian lain, gagasan untuk membentuk sikap
identitas diri anak sebagai wujud seorang anak. Hal ini terlihat dari
pembentukan karakter anak dan para orang tua yang
perkembangannya akan dipe- mendefinisikan sikap-mental
ngaruhi lingkungan sekitarnya, Jawa sebagai pandangan
sedangkan lingkungan sekitar hidupnya. Sikap-mental ini dapat
terdekat bagi anak adalah dilihat lewat dunia batinnya yang
keluarganya. kemudian diimplementasikan

8 Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015


dalam sikap hidup yang biasa dilakukan para orang tua
merupakan pola tingkah laku Jawa di kelurahan Wanea yaitu;
setiap manusia Jawa. membelokkan keinginan si anak
Strategi pengasuhan yang dari tujuan yang tak
diperankan keluarga Jawa di diinginkannya. Gaya pengasuhan
kelurahan Wanea kepada anak- dikelompokkan pada model
anaknya sesungguhnya telah pengasuhan yang mengabaikan,
terlihat sebelum sang anak lahir. yaitu menggunakan pengalihan
Dimana para orang tua yang perhatian. Model pengasuhan ini
dalam hal ini adalah ayah-ibu dilakukan para orang tua dengan
telah sadar akan tanggung jawab cara mengalihkan perhatian atau
sebagai calon ayah dan ibu menunda keinginan anak dengan
dengan menjalankan berbagai pengalihan-pengalihan tertentu.
peran guna merawat sang anak Tentunya pengalihan ini lebih
yang masih dalam kandungan dimaksudkan untuk membentuk
ibu. Kegiatan ini meliputi karakter pada diri anak agar tidak
penjagaan kesehatan ibu dan selalu berpikir bahwa apapun
janin baik fisik maupun psikis, keinginannya harus serta merta
pemberian asupan gizi ibu dan dipenuhi seketika pada saat itu.
janin, pemeriksaan perkem- Secara tidak langsung, model
bangan dan kondisi janin kepada pengasuhan ini membentuk
ahli medis sampai pada karakter sabar pada anak.
diadakannya slametan ketika Selain itu, model lain
anak lahir. Sebagian besar pengasuhan anak yang diterapkan
keluarga Jawa di kelurahan orang tua Jawa adalah dengan
Wanea melakukan pola asuh dan memberi perintah terperinci, dan
pendampingan kepada anak- tidak emosional serta tanpa
anaknya secara mandiri. Anak ancaman hukuman. Model
usia bayi biasanya diasuh sendiri pengasuhan ini menekankan
oleh ibunya dan upaya bahwa pada dasarnya orang tua
penanaman nilai dan norma pun Jawa selalu berusaha untuk
telah dimulai sedari kecil. mengkomunikasikan apa yang
Dalam penerapannya, salah mereka pikirkan kepada anak-
satu model pengasuhan yang anaknya dengan bahasa yang
dipahami oleh anak. Proses ini

Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015 9


merupakan upaya menjalin hati. Selain itu, model peng-
komunikasi antara orang tua asuhan ini akan membentuk
dengan anaknya. Proses karakter sopan dan santun pada
komunikasi menjadi penting siapa saja yang mereka temui.
tatkala banyak situasi yang Anak akan terbiasa untuk
kadang menjadikan hubungan bersikap tidak sembarangan
orang tua anak menjadi tidak (pada orang lain yang belum
harmonis. dikenal.
Sementara model pengasuhan Selain mengajarkan nilai
berikutnya yang biasa diterapkan kedisiplinan dan kemandirian,
pada keluarga Jawa adalah anak-anak Jawa di kelurahan
dengan cara menakut-nakuti anak Wanea juga diajari agar bisa
melalui ancaman tentang bergaul dengan baik di
nasibnya yang mengerikan di masyarakat, tidak melakukan
tangan orang lain atau makhluk perbuatan menyimpang, menjaga
halus, menjadi model kerukunan, tidak berkelahi
pengasuhan yang terakhir. Model dengan temannya, bersikap
pengasuhan ini menanamkan sopan, menghormati orang lain,
kepada anak, bahwasannya dan mematuhi peraturan yang
orang-orang asing yang tak akrab berlaku dalam masyarakat. Nilai-
dikenalnya akan dipukul rata nilai religi dalam budaya Jawa
sebagai wong liya (orang lain) sendiri menjadi salah satu hal
yang tidak dapat dipercaya. Wong yang penting yang pertama-tama
liya adalah konsep untuk orang ditanamkan orangtua pada anak -
asing yang belum dikenal sama anak dalam pengasuhan yang
sekali, bukan orang lain di luar mereka lakukan, perihal
keluarga. Orang Jawa akan penanaman nilai–nilai agama ini
menganggap orang-orang di oleh para orang tua berpendapat
sekitarnya yang sudah dikenalnya bahwasanya segala dasar tingkah
sebagai sedulur, tetanggi, laku anak berasal dari bagaimana
sedangkan konsep wong liya nilai-nilai agama ditanamkan dan
adalah orang asing di luar itu. hidup didalam diri sang anak.
Model pengasuhan ini sebenar- Atas dasar pengetahuan itulah
nya mengisyaratkan pentingnya maka pada aktifitasnya, para
sikap waspada dan selalu hati- orang tua telah mengajarkan

10 Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015


kesadaran tentang agama kepada Wanea, konsep dadi wong
anak-anaknya dengan macam didasarkan pada beberapa aspek
strategi pengasuhan yang mereka seperti aspek ekonomi yang
terapkan sedari kecil. memuat tentang perihal
Bagi keluarga Jawa, hukuman mengenai kemandirian secara
tidak selamanya berupa fisik, ekonomi, punya penghasilan
ataupun ungkapan verbal kasar tetap, aspek budaya tentang
lainnya. Bahkan, dalam kedudukan, pangkat dan status,
kaitannya dengan pengasuhan, keluarga, pendidikan, pergaulan
caci maki dalam pandangan sosial dan tentang asas
masyarakat Jawa merupakan hal kemanfaatan bagi orang lain.
yang sangat buruk. Hukuman aspek psikologis yang
yang paling ditakuti pada anak- menyangkut mandiri secara
anak Jawa adalah disisihkan psikologis, menjadi pribadi yang
secara emosional, tidak diajak kuat dan tentang asas
bermain oleh teman sebaya atau kebahagiaan, serta aspek moral-
saudara, atau juga tidak bicara – agama menyangkut moral baik,
diabaikanoleh orang tua mereka. ber-etiket, patuh terhadap ajaran
Hukuman ini oleh masyarakat agama. Dalam kesehariannya,
Jawa dikenal dengan istilah para orang tua akan melakukan
dipunsatru; dipunjothak. Namnn berbagai hal untuk mendidik
dalam temuan data, peneliti tidak anak-anak mereka dalam
menemukan lagi orangtua yang pengasuhannya supaya menjadi
menjalankan laku ini. pribadi njawani, yaitu anak yang
berperilaku sesuai etika
KESIMPULAN kejawaan. Upaya ini tentu saja
Pengasuhan anak sebagai tidak luput dari peranan pola
bagian dari proses pendidikan pengasuhan yang mereka
bukanlah sesuatu yang statis, dari terapkan kepada anak.
waktu ke waktu mengalami Bahwasanya, orang tua Jawa di
perubahan, sebagaimana kebu- kelurahan Wanea sebagaimana
dayaan yang mempengaruhi pola juga kaidah yang mereka bangun
asuh itu yang sifatnya adalah masih mengedepankan harmoni
dinamis. Menurut konsepsi dalam kehidupan mereka.
keluarga Jawa di kelurahan .

Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015 11


DAFTAR PUSTAKA

Badrujaman, Aip, 2008, Sosiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Trans


Info Media, Jakarta.
Baharuddin, 2007, Paradigma Psikologi Islami. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
De Jong. (1985). Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yogyakarta:
Kanisius
Endaswara, Suwardi, 2010, Falsafah Hidup Jawa, Cakrawala,
Yogyakarta.
, 2003, Budi Pekerti Dalam Budaya Jawa, Hanindita
Graha Widya, Yogyakarta.
Fara Raissa Putri. (2013). “Pola Pengasuhan Oleh Polisi Wanita (Studi
Deskriptif Mengenai Pola Asuh Anak Oleh
Polisi Wanita (Polwan) Di Surabaya)”,
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1. FISIP – UNAIR
Gunarsa & Gunarsa. (2000). Psikologi Praktis : Anak Remaja dan
Keluarga. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.
Geertz, Clifford. 1983. Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa.
(Terjemahan: Aswab Mahasin). Jakarta: Pustaka
Jaya
1983. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers
Hastuti, Dwi. 2008. Pengasuhan: Teori, Prinsip dan Aplikasinya. Bogor:
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Herimanto dan Winarno, 2008, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Bumi
Aksara, Jakarta.
Hermawati, Tanti. 2007. Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender dalam
Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli
2007, 25-34. Yogyakarta: Lembaga Penelitian
IKIP Yogyakarta

12 Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015


Hurlock, E. B. 1997. Perkembangan Anak Edisi 6 Jilid 2. (MM
Tjandrasa: Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Idrus, Muhamad, 2002. Pengaruh Pola Pengasuhan Orang tua terhadap
Kematangan Identitas diri Remaja Etnis Jawa
(studi di FIAI UII Yogyakarta)
Koentjaraningrat. (1983). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.
Jakarta: PN. Djambatan
Koentjaraningrat, 2005, Pengantar Antropologi I, Rineka Cipta, Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.
Remaja Rosdakarya.
Mudji Sutrisno dan Hendar Purtanto, 2005. Teori –Teori Kebudayaan.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Ryan L. Rachim dan H. Fuad Nashori. 2007, Java Cultural Value And
Naughty Behavior Java Adolescent ,Indigenous,
Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi Vol. 9, No.
1. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII
Sa’adiyyah, Nino Yayah. 1998. Pengaruh Karakteristik Keluarga dan
Pola Pengasuhan Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak (Studi Kasus pada Etnis
Jawa dan Minang) [Tesis]. Bogor: Departemen
Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak Jilid Dua. Jakarta: Erlangga
Shomad Abd., Selayang Pandang Tentang Antropologi Pendidikan Islam,
Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 1, No. 1,
Mei – Oktober 2004.
Spradley, J. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Triratnawaty, Itik, 2005, Humaniora:Konsep Dadi Wong Menurut
Pandangan Wanita Jawa, Vol. 17 No. 3.

Jurnal Holistik Tahun VIII No. 15 / Januari – Juni 2015 13

Anda mungkin juga menyukai