Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas Dengan Ventilasi Mekanik
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Nafas Dengan Ventilasi Mekanik
A. Pengertian
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-
sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth,
2001)
B. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing
masing mempunyai pengertian yang berbeda.
a. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
b. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal
nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Frekuensi penapasan normal ialah 16-
20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena
“kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi
(normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat, dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah
batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan
anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan
efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau
dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
C. Etiologi
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan
pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan
dangkal.
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar
melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot
pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan
dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang
mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat
mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan
dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh
mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal
nafas.
D. Tanda Dan Gejala
1. Tanda
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak
ada pengembangan dada pada inspirasi
2. Gejala
E. Pemeriksaan Penunjang
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Pemeriksaan rontgen dada. Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit
yang tidak diketahui
c. Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
F. Pengkajian
1. Airway
2. Breathing
3. Circulation
b) Sakit kepala
G. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi oksigen. Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
2. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
3. Inhalasi nebulizer
4. Fisioterapi dada
5. Pemantauan hemodinamik/jantung
H. Diagnosa Keperawatan
Intervensi :
b. Kaji tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam dan pernapasan.
d. Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
e. Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2
atau kecendurungan penurunan PaO2
h. Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada
selama batuk
j. Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat
dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau
lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi
sulit untuk diatasi.
Intervensi :
b. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan
tingkat kesadaran pada dokter.
c. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
d. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.
a. TTV normal
b. Balance cairan dalam batas normal
Intervensi :
b. TTV normal.
Intervensi :
VENTILASI MEKANIK
A. Pendahuluan
B. Pengertian
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat
bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan
tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. Ventilator mekanik merupakan
peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU.
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. ( Brunner dan
Suddarth, 1996).
C. Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua
kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan
mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam
paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal
nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi
muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk
pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi
sering.
2. Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekuensi nafas hingga
60X/menit dan dapat diatur ratio I/E.
3. Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai alat penunjang pernafasan yang
lain.
5. Dapat memonitor tekanan, volume inhalasi, volume ekshalasi, volume tidal, frekuensi
nafas, dan konsentrasi oksigen inhalasi
1. Gagal nafas. Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator
mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator mekanik
sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya.
Distres pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya
dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot
pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
2. Insufisiensi jantung. Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan
pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan
aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban
kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
3. Disfungsi neurologist. Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnu
berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik juga berfungsi
untuk menjaga jalan nafas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian
hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
1. Penyebab sentral
2. Penyebab perifer
a. Kelainan Neuromuskuler:
- Tetanus
- Trauma servikal.
- Asma broncheal.
c. Kelainan di paru.
e. Kelainan jantung.
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :
b. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan ventilator tidak selalu
dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode
mode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien. Ini diberikan
pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada
mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan
volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk
mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara
udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah
dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV
(Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling dengan nafas pasien
itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa
menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting
dengan segala akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya
disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan
pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum
normal sehingga masih memerlukan bantuan.
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien yang masih bisa
bernafas tetapi tidal volumenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien
harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger
maka udara pernafasan tidak diberikan.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien yang sudah
bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot
pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
G. Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat
tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien
(ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya
peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume
rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan harus
dipasang dalam kondisi siap.
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh
untuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang
disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier
dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada
kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan
kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontrkasi,
rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru,
sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan
ke paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra
thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif.
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung terhambat, venous
return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon simpatis
(misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah
yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif
sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila
tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi
yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya
mempengaruhi cardiac output (curah jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat
bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
Hipotensi, menurunnya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat
meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.
a. Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari
hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi.
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
b. Perdarahan lambung.
5. Gangguan psikologi
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan
pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:
e. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini
diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis.
Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan
ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)
Yang perlu diperhatikan saat mengatur setting ventilator mekanik, antara lain :
1. FiO2 dan PaO2. FiO2 adalah fraksi atau konsentrasi oksigen dalam udara yang diberikan
kepada pasien. Sedangkan PaO2 adalah tekanan parsial oksigen yaitu perbedaan konsentrasi
antara oksigen di alveolus dan membran.
2. I:E Ratio Perbandingan antara waktu inspirasi dan ekspirasi. Nilai normal 1:2
3. Volume Tidal. Jumlah udara yang keluar masuk paru dalam satu kali nafas, atau sama dengan
jumlah udara yang diberikan ventilator dalam satu kali nafas. Nilai normal 10 –15 ml per kgBB
untuk dewasa dan 6-8 ml per kgBB untuk anak.
4. Minute Volume. Jumlah udara yang keluar masuk dalam satu menit, atau jumlah udara yang
diberikan ventilator dalam satu menit. Nilainya = volume tidal x RR
5. PEEP dan CPAP. Positive end expiratory pressure (PEEP) atau tekanan positif akhir ekspirasi
digunakan untuk mepertahankan tekanan paru positif pada akhir ekspirasi untuk mencegah
terjadiya kolaps paru dan meningkatkan pertukaran gas dalam alveoli. Nilai antara 5-15
mmHg, maksimal 12 mmHg untuk anak.
6. Continuous positive airway pressure (CPAP) identik dengan PEEP, yaitu pemberian tekanan
positif pada saluran nafas selama siklus pernafasan.
7. Pressure atau Volume Limit. Batas atas tekanan atau volume yang diberikan pada pasien.
Volume limit yang terlalu tinggi dapat berakibat trauma paru.
1. Volume Cycled Ventilator. Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap
memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator. Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan
ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru, maka
volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang status parunya tidak
stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator. Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan
wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh
waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
N. Suction.
Suction jangan dilakukan bila kita akan melakukan pemeriksaan analisa gas darah 15 menit -20
menit sebelumnya dan hindarkan bila hemodinamik tidak stabil.
a. Keteter Suction
Kateter suction yang akan digunakan untuk membersihkan jalan nafas biasanya
mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda idealnya kateter suction yang baik adalah
efektif menghisap sekret dan resiko trauma jaringan yang minimal.
Diameter kateter suction bagian luar tidak boleh melebihi setengah dari diameter
bagian dalam lumen tube diameter kateter yang lebih besar akan menimbulkan atelectasis
sedangkan kateter yang terlalu kecil kurang efektif untuk menghisap sekret yang kental.
Yang penting diingat adalah setiap kita melakukan suction, bukan sekretnya saja yang dihisap
tapi Oksigen di paru juga dihisap dan alveoli juga bisa collaps
b. Teknik :
Setiap melakukan suction melalui artificial airway harus steril untuk mencegah
kontaminasi kuman dan dianjurkan memakai sarung tangan yang steril. Karakter suction
harus digunakan satu kali proses suction misalnya setelah selesai suction ETT dapat dipakai
sekalian untuk suction nasofaring dan urofaring dan sesudah itu harus dibuang atau
disterilkan kembali, Ingat "Jangan sekali-kali memakai kateter suction untuk beberapa
pasien.” Peralatan lain yang perlu disediakan cairan antiseptik, vacuum suction, spuit 5-10
ml untuk spooling (lavage sollution) dan ambu bag (hand resuscitator) untuk oksigen 100%.
Vacum Suction harus dicek dan diatur jangan terlalu tinggi karena dapat menyebabkan
trauma jaringan dan jangan terlalu rendah => penghisapan tidak efektif . Lihat tabel
60 – 80 mm hg Infant
80 – 120 mm Hg Children
Proses suction tidak boleh melebihi 10-15 detik di lumen artificial airway, total
proses suction jangan melebihi 20 detik. Bila hendak mengulangi suction harus diberikan
pre-oksigenasi kembali 6-10 kali ventilasi dan begitu seterusnya sampai jalan nafas bersih.
Jangan lupa monitor vital sign, ECG monitor, sebelum melanjutkan suction, bila
terjadi dysritmia atau hemodinamik tidak stabil, hentikan suction sementara waktu.
Suction harus hati-hati pada kasus-kasus tertentu misalnya penderita dengan orde
paru yang berat dengan memakai respirator dan peep, tidak dianjurkan melakukan suction
untuk sementara waktu sampai oedem parunya teratasi
Bila sputum kental dan sulit untuk dikeluarkan dapat dispooling dengan cairan NaCi
0,9% sebanyak 5-10 ml dimasukkan ke dalam lumen artificial airway sebelum di-suction,
untuk bayi cukup beberapa tetes saja.
Penghisapan melalui naso tracheal biasanya lebih sulit dan berbahaya bila dibanding
dengan memakai via artifical airway dan tidak dianjutkan untuk rutin prosedur pada
pembersihan jalan nafas, sebab dapat menyebabkan spasme faring, iritasi nasal dan
perdarahan.
Pada kasus tertentu dimana artificial airway tidak ada, sedangkan retensi sputum
banyak dapat dilakukan perlahan dengan memakai kateter suction yang sebelumnya diolesi
pelicin (water soluble lumbricant) dan sementara vacuum dilepaskan, sambil mendengar
suara nafas melalui kateter bila sudah sampai di depan trachea kateter Suction diteruskan
pada saat inspirasi sambil menghisap, biasanya timbul rangsangan batuk sehingga sputum
dapat keluar melalui suction atau ke rongga jalan natas bagian atas (nasotaring atau
urotaring) sehingga mudah dikeluarkan melalui kateter suction dapat dilakukan spooling
untuk mengencerkan sputum bila dilakukan berulang dapat dibantu dengan nasofaringeal
tube untuk mengurangi trauma, jangan lupa memberikan reoksigenasi dan monitor vital sign
sesudah melakukan suction.
Ingat : Bila terjadi spasme taring pada waktu suction naso tracheal : Segera cabut
kateter suction dan bantu dengan memakai ambu bag dan oksigen 100%, ini merupakan life
treathening
d. Komplikasi :
1) Hipoxemia , oleh kerena suction melalui artiticial airway dapat menghisap oksigen yang
di alveoli dan menurunkan oksigen pada darah arteri yang dapat menimbulkan
takikardi, aritmia/PVC, bradicardi . Untuk mencegah hipoxemia ini
3) Atelektasis. Atelektasis dapat terjadi bila pemakaian kateter sunction yang terlalu besar
dan vacuum suction yang terlalu kuat sehingga terjadi collaps paru atau atelektasis dan
bisa terjadi persistent hipoxemia. Untuk pencegahan :
4) Hipotensi : Hipotensi yag terjadi pada sewaktu suction biasanya oleh karena : vagal
stimulasi, batuk dan hipoxemia. Vagal stimulasi menyebabkan bracardia, batuk
menyebabkan penurunan venous return, sedangkan hipoxemia menyebabkan aritmia
dan pheperial vasodilatasi. Walaupun tekanan darah sistemik menurun, namun tekanan
intra cranial pressure (ICP) tetap naik pada waktu dilakukan suction. Untuk pencegahan
;
Pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik dalam waktu singkat misalnya setelah
operasi besar sering kali dapat disapih dengan cepat seperti yang dilakukan di ruangan operasi
yaitu mengakhiri sedasi, kemudian dengan cepat memakai T-piece lalu diekstubasi. Kondisi ini
berbeda sekali dengan pasien sakit kritis yang kadang dalam proses penyapihan ventilator
mengalami hambatan. Perubahan kondisi pasen dari hari ke hari pada masa pemulihan fungsi
organ pernafasan sering kali secara temporer membutuhkan bantuan ventilasi mekanik kembali.
7. PH > 7,3
Yang paling penting pada penilaian ini adalah keberhasilan pertukaran gas. Oleh karena
itu penilaian klinis menjadi sangat penting dan dapat memberikan petunjuk adanya kegagalan
pernafasan yang memerlukan bantuan ventilasi.
3. Malnutrisi
8. Anemia
9. Nyeri
4. CPAP
Tracheostomi merupakan salah cara proses penyapihan, terutama pada pasien yang
telah lama sakit. Keuntungan tracheostomi adalah:
2. Karena penderita menjadi lebih tenang maka metabolisme menjadi lebih efisien dan nutrisi
lebih mudah diperbaiki
A. Pengkajian
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi ventilator. Dalam
mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
a. Tanda-tanda vital
d. Bunyi nafas
e. Status neurologis
g. Kebutuhan pengisapan
i. Status nutrisi
j. Status psikologis
1. Pengkajian Kardiovaskuler
Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator tekanan positif. Tekanan
intratoraks positif selama inspirasi menekan jantung dan pembuluh darah besar dengan demikian
mengurangi arus balik vena dan curah jantung. Tekanan positif yang berlebihan dapat menyebabkan
pneumotoraks spontan akibat trauma pada alveoli. Kondisi ini dapat cepat berkembang menjadi
pneumotoraks tension, yang lebih jauh lagi mengganggu arus balik vena, curah jantung dan tekanan
darah. Untuk mengevaluasi fungsi jantung perawat terutama harus memperhatikan tanda dan gejala
hipoksemia dan hipoksia (gelisah,gugup, kelam fakir, takikardi, takipnoe, pucat yang berkembang
menjadi sianosis, berkeringat dan penurunan haluaran urin).
2. Pengkajian Peralatan
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator pengaturannya telah dibuat dengan
tepat. Dalam memantau ventilator, perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :
a. Jenis ventilator
g. Humidifikasi
h. Alarm
i. PEEP
Catatan : Jika terjadi malfungsi system ventilator, dan jika masalah tidak dapat diidentifikasi
dan diperbaiki dengan cepat, perawat harus siap memberikan ventilasi kepada klien dengan
menggunakan Bag Resuscitation Manual.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik yang perlu dilakukan pada klien dengan ventilasi mekanik yaitu :
e. Volume tidal
g. Ventilasi semenit
h. Tekanan inspirasi
j. Aliran-volume
k. Sinar X dada
4. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari, atau
penyesuaian pengaturan ventilator selama stabilisasi atau penyapihan.
3. Risiko terhadap trauma dan infeksi yang berhubungan dengan intubasi endotrakea dan
trakeostomi.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan tekanan selang endotrakea dan
pemasangan pada ventilator.
3. Gangguan kardiovaskuler
5. Infeksi paru
Tujuan utama bagi pasien yaitu : pertukaran gas optimal; penurunan akumulasi lendir; tidak
terdapat trauma atau infeksi; pencapaian mobilisasi yang optimal; penyesuaian terhadap
metode komunikasi non verbal; mendapatkan tindakan koping yang berhasil; dan tidak terjadi
komplikasi. Asuhan keperawatan pada pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan teknik
dan keterampilan interpersonal yang unik, antara lain :
Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator. Mobilitas dan aktivitas
otot sangat bermanfaat karena menstimuli pernafasan dan memperbaiki mental. Latihan
rentang gerak pasif/aktif dilakukan tiap 8 jam untuk mencegah atrofi otot, kontraktur dan
statis vena.
7. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang diberikan antara lain :
a. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal dan tanda-
tanda vital yang adekuat.
c. Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah sel darah
putih.
e. Berkomunikasi secara efektif melalui pesan tertulis, gerak tubuh atau alat komunikasi
lainnya.
a. Tes penyapihan
b. Pengaturan ventilator
- PaCO2 normal
d. Selang Endotrakeal
e. Nutrisi
f. Jalan nafas
g. Obat-obatan
Pengkajian
I. Biodata.
A. Identitas pasien.
1. Nama : Tn. S.
2. Umur : 42 Tahun
4. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia.
5. Agama : Islam
7. Pendidikan/pekerjaan : Wiraswasta
Pasien kiriman dari kamar operasi dengan post op App Abces, perforasi Caecum, Sepsis. TGl
26-7-2011 dilakukan tindakan hemocolostomy dextra. Masuk Ruang ICU pasang ventilator
dengan mode A/C FiO2 100%, RR 14 x/mnt.
B. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Pasien merupakan pasien post op laparotomy, App dengan penyulit hari ke -12. Kondisi luka
dehiscence, Ø luka 2 cm, luka rembes, cairan yang keluar feces. Masuk ICU tgl 24-7-2011.
C. Riwayat kesehatan keluarga : orang tua, saudara kandung ayah/ibu, saudara kandung pasien
tidak ada yang menderita penyakit keturunan.
Keadaan umum : lemah, tersedasi, terpasang Ventilator mode A/C FiO2 100%, RR 14 x/mnt.
Tanda-tanda vital :
A. Head to toe :
3. Mata (penglihatan). Konjungtiva tdk anemis, refleks cahaya kanan kiri positif, Ø pupil
kanan kiri 3 mm.
4. Hidung (penciuman). Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, epistaksis,
rhinoroe, peradangan mukosa dan polip.
6. Mulut dan gigi. Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada karang
gigi/karies.
7. Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena jugularis tidak
meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
8. Thoraks. Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru normal.
Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
9. Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, dehiscence, Ø luka 2 cm, luka rembes, cairan yang
keluar feces, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri tekan, perkusi bunyi
redup, bising usus 12 X/menit.
10. Reproduksi
Tidak dikaji.
11. Ekstremitas
Tidak mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas -1 dan
ekstremitas bawah 1-1.
A. Laboratorium :
Tgl
Jenis
Pemeriksaan
25-7 26-7 27-7 28-7 7-Aug
OT 66,2 57,2
PT 24,6 84,6
K+ : 4,29 mmol/l
Cl- : 38 mmol/l
Analisa data
Ventilator dengan
mode A/C FiO2 100%,
RR 14 x/mnt.
Perencanaan Keperawatan
Dispnea + Tidak ada retraksi dada 5. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman
PCO2 .......... Tidak ada pernafasan cuping 6. Lakukan suction secara rutin
3. Monitorpernafasan hidung
Gelisah +
4. Monitor pola nafas : bradipneu, takipneu,
Retraksi dada +
hipoventilasi
Nafas cuping hidung ..
5. Palpasi ekspansi paru
Kedalaman nafas
6. Auskultasi suara pernafasan
.............
7. Monitor kemampuan pasien batuk efektif
Kekuatan otot
Kanan Atas : 1
Kiri Atas :1
Kanan bawah : 1
Kiri Bawah : 1
20.00 O : 818,65
21.00 E3V1M1
Kekuatan otot
Kanan Atas : 4
Kiri Atas :4
Kanan bawah : 4
Kiri Bawah : 4
22.00
06.00 O : 712,5
Kekuatan otot
Kanan Atas : 5
Kiri Atas :5
Kanan bawah : 5
Kiri Bawah : 5
Dilakukan ekstubasi O2 NRM 8 l/mnt
13.00 O : 528,75
Kekuatan otot
Kanan Atas : 5
Kiri Atas :5
Kanan bawah : 5
Kiri Bawah : 5
I : 750
O : 218,75
06.00 O : 0 + 312,5
BC : 352,5 cc / 10 jam
20.00 I : 1075 + 90
O : 0 + 218,75
NRM 8 l/mnt
DAFTAR PUSTAKA
Doenges ME, Moorhouse MF, and Geissler AC. (1999). Nursing care plans. Guidelines for planning
and documenting patient care. (3rd ed). Philadelphia: F.A Davis Company.
Lippincott.
Workshop Asuhan Keparawatan Kritis; Asean Conference on Medical Sciences. Medan, 20-21
Agustus 2002.
Nettina SM. (1996). The Lippincott manual of nursing practice. (6th ed).Philadelphia: Lippincott-
Raven Publishers.
Smeltzer SC, Bare BG. (1996). Brunner & Suddart’s textbook of medical-surgical
Rab T. (1998). Agenda Gawat Darurat. (ed 1). Bandung: Penerbit Alumni.
Unknown di 01.49
Berbagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
‹
›
Beranda