Anda di halaman 1dari 40

KEPERAWATAN KRITIS

TENTANG INFAK MIOKARD AKUT

Dosen Pembimbing:

Ns. Lisavina Juwita S.Kep, M.Kep

Oleh Kelompok : 4

Boby. M Resma Masda Syahri

Indah Dianatus Sholeha Salsabila Arta

Novia Rama Zalni Viony Aurora

Nugi Saputra Widya Caludia

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Infark Miokard Akut” ini dapat
terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis . Saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bukittinggi , 4 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2


DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 4
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................. 4
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 4
1.3 TUJUAN .................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 5
2.1 DEFINISI ................................................................................................. 5
2.2 ETIOLOGI ............................................................................................... 6
2.3 TANDA DAN GEJALA .......................................................................... 10
2.4 PATOFISIOLOGI .................................................................................... 15
2.5 KLASIFIKASI ......................................................................................... 15
2.6 KOMPLIKASI ......................................................................................... 18
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG ............................................................. 20
2.8 PENATALAKSANAAN ......................................................................... 21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................ 22
3.1 PENGKAJIAN ........................................................................................ 24
3.2 DIAGNOSA ............................................................................................. 26
3.3 MASALAH KEPERAWATAN............................................................... 28
3.4 INTERVENSI DAN RASIONAL ........................................................... 34
BAB IV ANALISA JURNAL ........................................................................... 36
BAB V PENUTUP…………………………………………………………….40
4.1 KESIMPULAN ........................................................................................ 40
4.2 SARAN .................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit epidemi. Di Indonesia sekitar 6 juta
orang terkena beberapa penyakit jantung atau pembuluh darah. Penyakit kardiovaskuler
merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Menurut American Heart
Association semakin banyak kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler
dibandingkan dengan gabungan ketujuh penyebab kematian utama berikutnya. Hal ini
menunjukkan tiap 33 detik terjadinya satu kematian akibat penyakit kardiovaskuler.
Pencegahan primer-identifikasi dini dan modifikasi faktor resiko bagi timbulnya
penyakit kardiovaskuler penting dilakukan untuk menurunkan angka mortalitas,
morbiditas, dan angka kecacatan. Infark miokard Akut (IMA) adalah suatu keadaan
dimana terjadi kerusakan atau nekrose otot jantung yang disebabkan oleh berkurangnya
atau terhentinya aliran darah koroner secara tiba-tiba di sebabkan adanya penyumbatan
pembuluh darah.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa itu infak miokard akut ?
b. Bagaimana etiologi dan patofisiologi infark miokard akut ?
c. Apa saja pemeriksaan penunjang dari infark miokard akut ?
d. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan infark miokard akut ?

C. TUJUAN
Agar kita mengetahui dan memahami tentang infark miokard akut. Supaya kita
dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan infark miokard
akut.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri korener (PAK) dengan kerusakan
jaringan yang menyertai dan nekrosis. Kerusakan arteri koroner dapat ditandai oleh adanya
trombosis, aterosklerosis, atau spasme. Jaringan jantung yang tergantung pada aliran darah
dari arteri yang sakit akan menjadi iskemik dan nekrotik mengakibatkan infark (Hudak &
Gallo, 1997).
Infark miokard akut adalah nerosis miokard abat gangguan alran darah ke otot jantung
(Mansjoer dkk, 1999). Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.

Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar atau
cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung kepada besar
daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat
nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak (Barbara C.
Long, 568 : 1996). Acute Myocard Infark (AMI) adalah nekrosis miokard akibat
gangguan aliran darah ke otot jantung ( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 437).
Acute Myocard Infark (AMI) adalah iskemia yang lebih berat, disertai kerusak an sel

5
(Brunner dan Sudarth) Infark Miokard Akut adalah penurunan aliran darah melalui satu
atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis.( Doengoes,
Moorhouse, Geissler, 1999 : 83 )Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard
diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (penyempitan atau sumbatan
arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau
perdarahan (Carpenito L.J. , 2000). Merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan
atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya
aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat
tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

B. Etiologi
Infark Miokard akut (IMA) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan
kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung. Beberapa hal yang
menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
a. Berkurangnya suplai oksigen kemiokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
1. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol),
spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan arteritis
(peradangan arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan
dengan beberapa hal antara lain: (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress
emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.
2. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke
seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada
sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup)
maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun
trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP).

6
b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu
dikompensasi diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan
COP (cardiac out put).Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivitas
berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu
terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan
asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif.
c. Faktor resiko
1. Merokok terlalu berlebihan selama bertahun-tahun
Menghirup asap rokok menyebabkan peningkatan kadar CO2. Hemoglobin
lebih mudah berikatan dengan CO2 daripada oksigen. Jadi oksigen yang disuplai
ke jantung juga berkurang sehingga kerja jantung semakin berat. Selain itu, asam
nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan adhesi trombosit
yang menyebabkan peningkatan terbentuknya trombus.
2. Diabetes Mellitus (DM)
Penderita Diabetes Mellitus memiliki prevalensi, prematuritas, dan
keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. DM menginduksi
hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan timbulnya aterosklerosis.
DM juga berkaitan dengan propilerasi sel otot polos dalam pembuluh arteri
koroner; sintesis kolesterol; trigliserida; dan pospolipid ; peningkatan ADL/C ;
dan kadar HDL yang rendah. Hiperglikemi yang terjadi pada penderita DM juga
menyebabkan peningkatan agregasi trombus.
3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja jantung bertambah.
Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan
kompensasi hipertropi akhirnya terlampaui, terjadi dilatasi dan payah jantung.
Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium berkurang.

7
Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokradium terjadi akibat hipertropi
ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya akan
menyebabkan Angina atau Infark Miokard.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri
(faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung
terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina
pektoris yang kemudian dapat berkembang menjadi IMA. Insufisiensi koroner
dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding
orang normal.
4. Hiperlipidemia
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan oleh
penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang makin lama makin
banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari dinding
pembuluh nadi. Hal ini mengurangi atau menghentikan aliran darah ke otot
jantung sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah.
a. Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl
berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar kolesterol Total
normal <200 mg/dl , agak tinggi (Pertengahan) 200-239 mg/dl, Tinggi
>240 mg/dl.
b. LDL Kolesterol
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang
bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang
meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar
LDL Kolesterol;
- Normal < 130 mg/dl
- Agak tinggi (Pertengahan) 130-159 mg/dl
- Tinggi >160 mg/dl

8
c. HDL Koleserol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) karena
mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di
buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau
mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
Kadar HDL Kolesterol
- Normal <45 mg/dl
- Agak tinggi (Pertengahan) 35-45 mg/dl
- Tinggi >35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan
terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan
mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.
d. Kadar Trigliserida
Trigliserid terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak
tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar trigliserid yang tinggi merupakan
faktor resiko untuk terjadinya PJK.
Kadar Trigliserid
- Normal < 150 mg/dl
- Agak tinggi 150 – 250 mg/dl
- Tinggi 250-500 mg/dl
- Sangat Sedang >500 mg/dl
5. Obesitas
Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan berperan
pada gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan (terutama obesitas
abdominal) dan ketidakaktifan fisik berperan dalam terbentuknya resistensi
insulin.

6. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di
dalam susunan makanan sehari-hari (diet). Makanan orang Amerika rata-rata

9
mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol
cenderung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-
sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan
didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada orang Amerika.

C. Tanda dan Gejala


a. Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung minimal 30 menit.
Nyeri dapat menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul dari
epigastrium (daerah ulu hati).
b. Sesak nafas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan ventrikel kiri.
c. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat
d. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka
e. Kulit yang dingin dan pucat akibat vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah)
simpatis
f. Takikardi (denyut jantung yang lebih cepat daripada denyut jantung normal) akibat
peningkatan stimulasi simpatis jantung
g. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati kematian
sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH
(vasopresin)
h. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan
aldosteron dan ADH
i. Diaporesis (keringat berlebihan),sakit kepala,mual muntah,palpitasi, gangguan tidur
j. Kehilangan kesadaran karena perfusi cerebral yang tidak adekuat dan syok
kardiogenik, bisa juga menyebabkan kematian yang tiba-tiba.

10
Gambar. Ciri orang Infark Miokard Akut.

Gambar. Area yang mengalami nyeri.


Area yang merah adalah daerah yang paling sering mengalami nyeri.
Area merah muda adalah daerah lain yang memungkinkan terkena penyebaran nyeri.

D. Klasifikasi
A. Ada dua jenis infark miokardial :
a. Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang
superimposed.
b. Infark Subendokardial

11
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah
yang secara normal mengalami penurunan perfusi.

B. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :

1. Akut Miokard Infark Anterior.

2. Akut Miokard Infark Posterior.

3. Akut Miokard Infark Inferior.

Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (gambar 1 dan 2).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat

12
biasanya tidak memacu STEMI karena berkembangnya banyak aliran kolateral sepanjang
waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskular, di mana injuri inidicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkanoklusi arteri koroner.
Penelitian histologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar
sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.Selanjutnya pada lokasi
ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit
yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokonstriktor lokal
yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi
terhadap sekuens asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von
Willebrand (vWF) dan fibrinogen di mana keduanya adalah molekul multivalen yag dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin,
yang kemudian mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat
(culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit
dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli arteri koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Non STEMI dapat disebabkan oleh
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan oksigen demand miokard yang diperberat
oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut dan proses vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut diawali dengan rupture plak aterom yang tidak stabil dengan inti
lipid besar dan fibrous cap tipis dan konsenterasi tissue factor tinggi. Inti lemak yang
cenderung rupture mempunyai konsenterasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi rupture plak terdapat proses inflamasi dilihat dari jumlah
makrofag dan limfosit T. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi.

13
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:

1. Lokasi: substernal, retrosternal dan prekordial.


2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindihn benda berat seperti ditusuk,
rasa diperas dan dipelintir.
3. Penjalaran:biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/
interscapula, perut dan dapat pula ke lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan.
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, lemas dan cemas
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes melitus dan usia lanjut. Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat
(gelisah). Seringkali estremitas pucat disertai keringat dingin.

a. Petanda (cardiac biomarker) kerusakan

jantung

Cardiac biomarker merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis STEMI.
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau (cTn)I dan dilakukan secara serial. Pada STEMI, pemberian terapi
trombolitik tidak perlu menunggu hasil biomarker jantung namun dilakukan sesegera
mungkin. Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanya nekrosis pada miokard jantung.

Infark anterior

Adanya perubahan EKG ST elevasi pada lead V3 - V4 disebut infark anterior.


Infark anterior terjadi bila adanya oklusi pada left anterior desending (LAD). LAD
mensuplai darah ke dinding anterior ventrikel kiri dan 2/3 area septum ntraventrikular
anterior. Komplikasi dari STEMI anterior adalah disfungsi ventrikel kiri yang berat yang
dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan shock kardiogenik. Oklusi LAD juga
dapat menyebabkan AV block akibat infark pada septum intraventrikular. Sinus
tachycardia merupakan tanda yang umum dijumpai akibat respon neurohormonal

14
symphatetic untuk mengurangi cardiac output atau tekanan darah (Underhill, 2005,
Libby, 2008).

Infark inferior dan posterior

Infark inferior dan posterior diakibatkan oleh oklusi right coronary artery (RCA)
pada 80-90% pasien sedangkan 10- 20% pasien diakibatkan oleh oklusi arteri left
circumflex (LCX). Pada infark inferior dijumpai adanya perubahan EKG ST elevasi pada
lead II, III, aVF sedangkan infark posterior dijumpai adanya ST segmen depresi di V1 -
V4 (Underhill, 2005; Libby, 2008).

Infark lateral

Infark miokardial lateral terjadi bila dijumpai adanya perubahan ST elevasi pada
EKG di lead I, aVL, V5, V6. Infark ini diakibatkan oleh cabang-cabang arteri yang
mensuplai darah pada dinding lateral ventrikel kiri yaitu cabang left circumflex (LCx),
diagonal LAD dan cabang terminal dari right coronary artery (RCA). Karena LCx
mensuplai AV junction, bundle his, dan anterior dan posterior muscle papillary pada 10%
populasi, oklusi arteri ini berkaitan dengan abnormalitas konduksi jantung atau
insufisiensi katup mitral yang berkaitan dengan dysfungsi muscle papillary (Underhill,
2005; Libby, 2008; Lily, 200).

Infark ventrikel kanan

Infark ventrikel kanan biasa terjadi pada infark inferior dengan trias karakteristik
yaitu hipotensi, peningkatan tekanan vena jugularis dengan tanda kusmaul’s, serta area
paru bersih. Infark inferior di diagnosis bila dijumpai elevasi segmen ST pada sadapan
EKG sisi kanan V3R dan V4R serta adanya abnormalitas gerakan dinding ventrikel
kanan. Penatalaksanaan dilakukan dengan volume loading untuk mempertahankan PCWP
18- 20 mmHg, menghindari penggunaan nitrat serta pemberian dobutamin untuk
mengatasi hipotensi (Underhill, 2005, Lewis, 2004, Libby, 2008).

Pengkajian

15
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu aspek penting perawatan pasien
STEMI. Adapun pengkajian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

Tingkat kesadaran

Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang dipantau dengan ketat.
Perubahan penginderaan berarti jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk
oksigenasi otak. Bila pasien mendapatkan obat yang mempengaruhi fungsi pembekuan
darah, maka pengawasan terhadap adanya tanda-tanda perdarahan otak merupakan hal
penting yang harus dilakukan (Smeltzer & Bare, 2008).

Nyeri dada

Nyeri dada bisa menjalar ke bagian lengan kiri, ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri juga dapat di jumpai
pada daerah epigastrium dan menstimulasi gangguan pada saluran percernaan seperti
mual, muntah,. Rasa tidak nyaman didada dapat menyebabkan sulit bernafas, keringat
dingin, cemas dan lemas. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada pasien STEMI terutama
pada pasien yang lanjut usia ataupun menderita diabetes mellitus (Underhill, 2005,
Ignatavicius, 2005).

Frekuensi dan irama jantung

Frekuensi dan irama jantung perlu dipantau secara terus menerus. Adanya
disritmia dapat merupakan petunjuk ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen
jantung dan di pantau terhadap perlunya diberikan terapi antidisritmia. Bila terjadi
disritma tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain selain oksigenasi yang adekuat
harus di cari, seperti kadar kalium serum terakhir (Smeltzer & Bare, 2008).

Bunyi jantung

Bunyi jantung harus diauskultasi secara terus-menerus, karena bunyi jantung


abnormal dapat timbul. Deteksi dini S3 yang diikuti penatalaksanaan medis yang agresif
dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa. Adanya bunyi murmur yang

16
sebelumnya tidak ada menunjukkan perubahan fungsi otot miokard sedangkan friction
rub menunjukkan adanya perikarditis (Lily, 2008 ).

Tekanan Darah

Tekanan darah di ukur dan di monitor untuk menentukan respon terhadap nyeri
dan keberhasilan terapi khususnya vasodilator.

Denyut nadi perifer

Denyut nadi perifer dievaluasi secara teratur. Perbedaan frekuensi nadi perifer
dengan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia seperti atrial fibrilasi.
Denyut nadi perifer paling sering di evaluasi untuk menentukan kecukupan aliran darah
ke ekstremitas (Black & Hawk, 2005).

Status volume cairan

Pengukuran intake dan output cairan penting dilakukan. Cairan yang seimbang
dan cenderung negatif akan lebih baik untuk menghindari kelebihan cairan dan
kemungkinan gagal jantung. Berkurangnya haluran urine (oliguria) yang disertai
hipotensi merupakan tanda awal shock kardiogenik.

Pemberian Oksigen

Hipoksemia dapat terjadi akibat dari abnormalitas ventilasi dan perfusi akibat
gangguan ventrikel kiri. Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama. Pemberian oksigen harus diberikan bersama dengan terapi medis
untuk mengurangi nyeri secara maksimal (antman et al, 2004).

Nitrogliserin

Nitogliserin (NTG) sublingual dapat diberikan dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. NTG selain untuk mengurangi nyeri
dada juga untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload
dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang

17
terkena infark atau pembuluh kolateral. NTG harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik < 90 mmHg atau pasien yang dicurigai mengalami infarkventrikel kanan
(Antman, 2004; Opie & Gersh, 2005).

Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tata laksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2 - 4 mg
dapat tingkatkan 2 - 8 mg IV serta dapat di ulang dengan interval 5 - 15 menit. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriol melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi
curah jantung dan tekanan arteri (Antman, 2004, Opie & Gersh, 2005).

Aspirin

Aspirin merupakan tata laksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI. Inhibisi
cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi kadar tromboksan A2
dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 162 mg - 325 mg di ruang emergensi
dengan daily dose 75 - 162 mg.

Beta blocker

Beta‐blocker mulai diberikan segerasetelah keadaan pasien stabil. Jika tidak ada
kontraindikasi, pasien diberi beta‐blocker kardioselektif misalnya metoprolol atau
atenolol. Heart rate dan tekanan darah harus terus rutin di.monitor setelah keluar dari
rumah sakit. Kontraindikasi terapi

beta‐blocker adalah: hipotensi dengan tekanan darah sistolik <100 mmHg,


bradikardi <50 denyut/menit, adanya heart block, riwayat penyakit saluran nafas yang
reversible, Beta‐blocker harus dititrasi sampai dosis maksimum yang dapat ditoleransi.
(Antman, 2004; Black & Hawk, 2005; Libby, 2008)

ACE Inhibitor

ACE inhibitor mulai diberikan dalam 24 ‐ 48 jam pasca‐MI pada pasien yang
telah stabil, dengan atau tanpa gejala gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan afterload
18
ventrikel kiri karena inhibisi. sistem renin‐angiotensin, menurunkan dilasi ventrikel. ACE
inhibitor harus dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi naik sampai dosis tertinggi yang
dapat ditoleransi. Kontraindikasinya hipotensi, gangguan ginjal, stenosis arteri ginjal
bilateral, dan alergi ACE inhibitor. Elektrolit serum, fungsi ginjal dan tekanan darah
harus dicek sebelum mulai terapi dan setelah 2 minggu (Opie & Gersh, 2005; Libby,
2008).

Terapi penurunan kadar lipid

Manfaat HMG Co‐A reductase\inhibitor (statin) selain berfungsi sebagai penurun


kolesterol juga mempunyai efek pleiotropic yang dapat berperan sebagai anti inflamasi,
anti trombolitik. Target penurunan LDL < 100 mg/dl, sedangkan pada pasien dengan
risiko tinggi, DM, penyakit jantung koroner, target penurunan LDL kolesterol adalah <
70 mg/dl (Opie & Gersh, 2005;Sukandar et al, 2008; Libby, 2008)

Anti koagulan

LMWH lebih banyak digunakan daripada unfractionated heparin karena untuk


membatasi perluasan thrombosisn koroner. enoxaparin 1mg/kg 2 kali/hari lebih baik
daripada unfractinated heparin. Biaya enoxaparin lebih tinggi, tetapi mempunyai
aktivitas anti‐faktor Xa lebih besar, tidak memerlukan monitor terus menerus, dan dapat
diberikan dengan mudah sehingga menjadi pilihan terapi yang cukup popular.
Enoxaparin diberikan terus sampai pasien bebas dari angina atau paling sedikit selama 24
jam, durasi terapi yang dianjurkan adalah 2 ‐ 8 hari (Sukandar et al, 2008; Libby, 2008).

Terapi reperfusi

Terapi reperfusi dilakukan dengan percutaneus coronary intervention (PCI)


primer ataupun dengan terapi fibrinolisis.

Manajemen keperawaan pada pasien STEMI

Perawat sebagai salah satu anggota team dalam tatanan keperawatan klinik sangat
berperan dalam melakukan pengkajian riwayat kesehatan secara teliti, mengidentifikasi
tanda dan gejala awal ischemia memberikan intervensi dan implementasi keperawatan

19
yang cepat dan tepat sehingga akan mengembalikan aliran darah koroner dan mencegah
pasien dari komplikasi. Selain itu perawat dapat mengidentifikasi faktor risiko,
memodifikasi dan mempromosikan positive outcomes sehingga dapat hidup lebih
produktif (underhill, 2005).

Adapun tujuan utama perawatan pasien STEMI adalah:

Menghilangkan nyeri

Menghilangkan nyeri dada merupakan prioritas utama pada pasien dengan


STEMI, dan terapi medis diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, sehingga
penatalaksanaan nyeri dada merupakan usaha kolaborasi dokter dengan perawat.

Istirahat fisik

Bedrest dengan posisi semifowler atau menggunakan cardiac chair dapat


mengurangi nyeri dada dan dispnea. Posisi kepala yang lebih tinggi sangat bermanfaat
bagi pasien karena: (1) Volume tidal dapat diperbaiki karena tekanan isi abdomen
terhadap diafragma berkurang sehinngga pertukaran gas dapat lebih baik, (2) Drainase
lobus atas paru lebih baik serta (3) Aliran balik vena ke jantung (preload) berkurang\
sehingga mengurangi kerja jantung (Smeltzer & Bare, 2008; Underhill, 2005).

Memperbaiki fungsi respirasi

Pengkajian fungsi pernafasan yang teratur dan teliti dapat membantu perawat
mendeteksi tanda-tanda awal komplikasi yang berhubungan dengan paru. Perhatian yang
mendalam mengenai status volume cairan dapat mencegah overload jantung dan paru.

Mengurangi kecemasan

Membina hubungan saling percaya dalam perawatan pasien sangat penting untuk
mengurangi kecemasan. Rasa diterima dan diperhatikan akan membantu pasien
mengetahui bahwa perasaan seperti itu masuk akal dan normal, sehingga diharapkan
dapat mengurangi kecemasannya.

20
Coronary precaution

Coronary precaution pada pasien STEMI yaitu menghindari valsava maneuver.


Valsava maneuver dapat menyebabkan udara terperangkap dalam paru akibat penutupan
glotis dan meningkatnya tekanan darah sistolik dan frekuensi jantung. Meningkatnya
tekanan intrathorak akan menyebabkan penurunan venous return, penurunan preload,
penurunan stroke volume, penurunan cardiac output sehingga menyebabkan peningkatan
heart rate dan vasokontriksi perifer. Ketika tekanan intrathorak menurun, preload
meningkat sehingga akan mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung (Underhill,
2005; Black & Hawk, 2005)

Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah

Discharge planning diberikan segera setelah pasien di rawat di rumah sakit dan
sebelum pulang pasien seharusnya sudah menerima instruksi secara detail follow up
kesehatannya antara lain latihan fisik, diet, obat-obatan, modifikasi faktor risiko dan
kapan harus mencari pertolongan medis.

Rehabilitasi jantung

Rehabilitasi bertujuan untuk mengembangkan dan memperbaiki kualitas hidup


pasien, sedangkan tujuan jangka pendek adalah mengembalikan sesegera mungkin ke
gaya hidup normal atau mendekati normal.

Pemantauan dan penatalaksanaan

komplikasi potensial

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain disritmia, shock kardiogenik, gagal
jantung dan lain lain yang dapat menimbulkan kematian, oleh karena itu identifikasi dini
tanda dan gejala yang dapat mencetuskan awitan tersebut. Pasien dipantau dengan ketat
terhadap perubahan frekuensi, irama, bunyi jantung, tekanan darah, nyeri dada, status
pernafasan, haluaran urine, suhu, warna kulit, perubahan

21
E. Komplikasi
1. Perluasan infark dan iskemia pasca infark
2. Aritmia (sinus bradikardi, supraventrikular takiaritmia, aritmia ventrikular, gangguan
konduksi)
3. Infark ventrikel kanan
4. Defek mekanik
5. Ruptur miokard
6. Anuurisma ventrikel kiri
7. Perikarditis
8. Edema paru akut

Terjadi peningkatan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan tekanan vena pulmonal
sehingga meningkatkan tekanan hydrostatic yang mengakibatkan cairan merembes
keluar.
9. Gagal jantung
Karena ada kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas, sehingga
jantung tidak mampu memompa darah dengan adekuat untuk memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigen dan nutrisi.
10. Syok kardiogenik
Karena adanya kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, sehingga
menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital.
Adapun tanda-tandanya tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hypoxia, kulit
dingin dan lembab.
11. Tromboemboli
Berkurangnya mobilitas pasien dengan sakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang
menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intracardial dan
intravesikular
12. Disritmia
Gangguan irama jantung akibat penurunan oksigen ke jantung.
13. Rupture miokardium

22
Dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi dan disfungsi miokadium
lain yang menyebabkan otot jantung melemah.
14. Efusi pericardial / tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium karena adanya perikarditis dan gagal
jantung.

F. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia.
Segera setelah terjadi Infark Miokard daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sitolik (diskinesia) dengan akibat menurunnya ejeksi fraction, isi sekuncup, dan
peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium
kiri diatas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudat cairan ke jaringan interstitium
paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah
infark, tetapi juga daerah iskemik disekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan
mengdakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik untuk
mempertahankan curah jantung tetapi dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak memadai jika daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia
atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang kompensasi masih normal
maka pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya jika infark luas dan miokard
yang harus berkompensasi juga buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir
diastolik akan naik dan gagal jantung terjadi.
sebagai akibat IMA yang sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan
tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark mupun non infark. perubahan tersebut
menyebabkan remodeling ventrikel yg nantinya akan mempengaruhi fungssi ventrikl dan
timbulnya aritmia. Perubahan-perubahan hemodinamik Infark Miokard ini tidak statis. Bila
Infark Miokard makin tenang fungsi jantung membaik walaupun tidak diobati. Hal ini
disebabkan daerah-daerah yang tadi iskemik mengalami perbaikan. Perubahan hemodinamik
akan terjadi bila iskemik berkepanjangan atau infark meluas.Terjadinya mekanis penyulit
seperti rupture septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.

23
Aritmia merupakan penyulit Infark Miokard yang tersering dan terjadi pada saat pertama
serangan. Hal ini disebabkan karena perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan
kepekaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan terhadap terjadinya
aritmia. Penderita Infark Miokard umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis
dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat. Sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada Infark Miokard anterior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel
dan perluasan infark.

Kebutuhan oksigen Miokard.

Ada tiga faktor yang menentukan kebutuhan oksigen miokard seperti stress dinding
ventrikel, denyut jantung, kontraktilitas (status inotropik). Tambahan juga sejumlah kecil
oksigen dikonsumsi untuk menyediakan energi basal metabolik kardiak dan depolarisasi
elektrik.1,2,4,5 Ventrikular wall stress σ adalah force acting tangensial pada serat miokard,
dan energi diperlukan untuk melawan tekanan tersebut. Wall stress berbanding lurus dengan
intraventrikel pressure (P), radius ventrikel (r), dan ketebalan dinding jantung (h)
dihubungkan dalam Ketetapan Laplace: .σ=(Pxr)/2h Wall stress berhubungan langsung
dengan tekanan sistolik ventrikel dan berhubungan dengan peningkatan peningkatan tekanan

24
di ventrikel kiri seperti pada stenosis aorta dan hipertensi.1,5 Pada kondisi normal,
mekanisme autoregulasi yang mengatur tonus koroner uantuk menyesuaikan oksigen suplai
dengan kebutuhan oksigen. Bila tak ada obstruksi, mekanisme ini akan konstan, dengan
aliran koroner rata-rata 60 mmHg atau lebih. Pada atherosclerosis coroner stadium lanjut,
terdapat gangguan aliran yang akan mempengaruhi suplai darah dan kebutuhan oksigen.

Infark miokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina
pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (gambar 1 dan 2).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memacu STEMI karena berkembangnya banyak aliran kolateral sepanjang
waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskular, di mana injuri inidicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkanoklusi arteri koroner.
Penelitian histologist menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar
sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.Selanjutnya pada lokasi
ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit
yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokonstriktor lokal
yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor memiliki afinitas tinggi
terhadap sekuens asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von
Willebrand (vWF) dan fibrinogen di mana keduanya adalah molekul multivalen yag dapat
mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin,
yang kemudian mengkonfirmasi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat

25
(culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit
dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli arteri koroner, abnormalitas kongenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Non STEMI dapat disebabkan oleh
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan oksigen demand miokard yang diperberat
oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut dan proses vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut diawali dengan rupture plak aterom yang tidak stabil dengan inti
lipid besar dan fibrous cap tipis dan konsenterasi tissue factor tinggi. Inti lemak yang
cenderung rupture mempunyai konsenterasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi. Pada lokasi rupture plak terdapat proses inflamasi dilihat dari jumlah
makrofag dan limfosit T. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi

G. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pada EKG 12-lead, jaringan miokard iskemik tetapi masih berfungsi akan
menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik
diarahkan menjauh dari iskemik. Lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah
segmen ST , menyebabkan depresi ST. Pada infark miokard yang mati tidak
mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi
segmen ST. EKG 12-lead juga mengidentifikasi lokasi iskemik atau jaringan infark.
b. Enzim – enzim jantung
Biasanya pemeriksaan seri enzim-enzim janting diperoleh dari gambaran contoh darah
tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi jaringan, banyak protein lepas dari
bagian dalam sel otot jantung dan masuk ke sirkulasi. Enzim-enzim yang harus
diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase (LDH), dan transaminase
oksaloasetat glutamik serum (SGOT). Enzim yang diisolasi tersedia untuk membantu
menentukan asal CK dan LDH jantung.
c. Vektokardiografi
Vektokardiografi adalah pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah
konduksi dan gangguan seperti hipertrofi ventrikel kanan dan ventrikel kiri serta blok
jantung.

26
d. Skintigarfi Talium
Skintigarfi Talium memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium 201.
e. Angiografi Koroner
Angiografi Koroner (katerterisasi jantung)memungkinkan visualisasi langsung terhadap
arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap fungsi ventrikel kiri. Dengan
fluoroskop, kateter dimasukan melalui arteri femoralis ke aorta. Pembuluh darah yang
diperiksa dapat dilokasi dan injeksi zat kontras secara selektif diberikan. Lesi arteri
koroner divisualisasi, dan rekaman visual permanen dibuat.
H. Penatalaksanaan
1. Istirahat total
2. Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila ada gagal jantung)
3. Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena
4. Atasi nyeri :
a. Morfin 2,5 – 5 mg iv atau petidin 25 – 50 mg im, bisa diulang-ulang
b. Lain-lain ; nitrat, antagonis kalsium, beta bloker
5. Oksigen 2-4 liter/menit
6. Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah
flurazepam 15-30 mg.
7. Antikoagulam
a. Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip iv dilakukan atas indikasi
b. Diteruskan asetakumarol atau warfarin
8. Streptokinase/trombolisis
Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki aliran pembuluh darah
koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum di bawa ke rumah
sakit. Dengan trombolisis dapat diberikan sebesar 40 %.

Selain itu Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
1. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh
darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.
Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat
arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul

27
gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 am pasca serangan. Selain itu tidak
boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun
Contohnya adalah streptokinase
2. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan
jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan
non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol)
3. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot
jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot
jantung.
Misalnya captropil
4. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah
pada arteri.
Missal: heparin dan enoksaparin.
5. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan.
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung., maka
dpat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a. Terapi Medis
1. Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi
Kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
3. Defibrilator kardioverter implantabel

28
Suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang
mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4. Terapi pacemaker
Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung
untuk mengontrol frekuensi jantung.
5. Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada
ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang
tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan
dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.
Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang tersumbat
sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa stent biasanya dilapisi obat-obatan
yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.
b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian tubuh lain
kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang
tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-sel otot
jantung.
Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan:
1. Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan maupn
mengikuti program rehabilitasi.
2. Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menurunkan
kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari merokok,
menurunkan BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik.
Tindakan pra rumah sakit

1. Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang, diberikan morfin 2,5 – 5 mg atau
petidin 25-50 mg iv perlahan-lahan. Hati- hati pada penggunaan morfin pada ima inferior
karena dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi , terutama pada pasien asma bronkial
dan usia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg.

29
2. Diberikan infus dekstrosa 5% atau nacl 0,9% dan oksigen 2-4 l/menit. Pasien dapat
dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasiliyias ICCU . Bila ada tenaga terlatih beserta
fasilitas konsultasi (EKG trantelfonik/tele-EKG) trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan
obati aritmia maligna yang timbul.

Tindakan perawatan di rumah sakit

Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruangan rawat dengan fasilitas penanganan aritmia.
Lakukan tindakan diatas apabila belum dikerjakan. ambil darah untuk pemeriksaaan darah
rutin, gula, BUN, kreatinin,CK,CKMB,SGPT,LDH, dan elekrolit terutama K+ serum.
pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan,
Prothombin Time (PT), dan Activated Partial Thromboplastin Time(APTT). Pemantauan
irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman ekg dapat diulangi setiap hari selama
72 jam pertama infark.
Nitrat sublingual atau transdermal digunakan untuk mengatasi angina, sedangkan nitrat iv
diberikan bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit dapat
diberikan morfin sulfat 2,5 mg iv dan dapat diulang setiap 5-30 menit, atau petidin HCl 25-50
mg iv dapat diulang setiap 5-30 menit sampai rasa sakit hilang. selama 8 jam pasien
dipuaskan dan selanjutnya diberikan makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama lalu
lanjutkan dengan makanan lunak.

30
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Primer Assessment
a. Data Subjektif
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak
2. Riwayat penyakit saat ini
3. Riwayat sebelumnya
Riwayat merokok,riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, riwayat penyakit
hipotensi, hipertensi, diabetes melitus, hipoksia, obesitas, hiperlipidemia
b. Data Ojektif
a. Airway
Terdapat sumbatan atau penumpukan secret
b. Breathing
a) Pasien tampak sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b) Rr lebih dari 24 kali/menit,
c) Irama irreguler dangkal
d) Terdapat suara nafas wheezing, krekel
e) Pasien tampak menggunakan otot bantu nafas
f) Tampak ekspansi dada tidak penuh
c. Circulation
a) Takikardi / nadi teraba lemah dan cepat (normal : 60 – 100 x/menit)
b) Td meningkat / menurun
c) Edema pada ekstremitas
d) Akral dingin dan berkeringat
e) Kulit pasien tampak pucat, sianosis pada mukosa mulut dan kuku
f) Output urine menurun
g) Mual dan muntah
h) Penurunan turgor kulit

31
i) Diaphoresis
j) Palpitasi
d. Disability
a) Lemah/fatique
b) Kehilangan kesadaran
Sekunder Assessment
a. Eksposure
1. Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung dan abdomen.
2. Adanya edema.
b. Five Intervention/Full set of vital sign
1. Perubahan hasil EKG yang berhubungan dengan infark miocardium gelombang
Q mencakup peningkatan segmen ST
2. Pemeriksaan Tanda Vital (terjadi peningkatan denyut nadi dan pernapasan,
penurunan tekanan darah)
3. GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru
akut atau kronis.
c. Give Confort
Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung minimal 30 menit. Nyeri
dapat menyebar ke lengan atau rahang,kadang gejala terutama timbul dari epigastrium.
d. Head to toe
1. Kepala dan leher
Adanya sianosis dan bendungan vena jugularis
2. Daerah dada
Tidak ada jejas akibat trauma, suara nafas ronchi, suara jantung S4 atau murmur.
3. Daerahy Abdomen
Adanya hematomegali.

4. Daerah Ektremitas
Adanya edema, penurunan kekuatan otot karena kelemahan, Kulit yang dingin
dan pucat akibat vasokontriksi simpatis
e. Inspect the posterior surface : tidak ada jejas

32
B. Diagnosa
Diagnosis IMA ditegakkan bila di dapatkan dua atau lebih kriteria diberikut ini
1. Adanya nyeri dada. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan
pemberian nitrat biasa
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal infark miokard akut, EKG
pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST.
Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi
Q,sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak
menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan
gambaran EKG tenpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina

C. Masalah keperawatan
a. Perubahan kenyamanan : Nyeri dada yang b/d angina IM
b. Penurunan curah jantung b/d irama jantung
c. Penurunan curah jantung b/d gagal ventrikel kiri
d. Kurang pengetahuan b/d penyakit
e. Ansietas b/d takut terhadap penyakit / kematian
f. Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d terapi

33
D. Intervensi

Diagnosa Keperawatan Noc Intervensi Keperawatan

1. Perubahan - Pasien akan bebas 1. Beri obat nyeri (nitrat atau


kenyamanan : dari nyeri dada. narkotik) sesuai pesanan
nyeri dada 2. Kaji penghilang nyeri
(menggunakan skala 1-10)
berhubungan
3. Instruksikan pasien untuk
dengan angina memberitahu staf tentang nyeri
IM selanjutnya.
4. Minimalkan MvO2 ; dorong
tirah baring, memberikan
lingkungan yang tenang,
makanan yang mudah dicerna,
pelunak feses.
5. Ambil EKG 12-lead sesuai
indikasi.
6. Kaji riwayat : lokasi awitan,
deskripsi durasi, beratnya nyeri
(menggunakan skala 1-10)
radiasi, peristiwa pencetus.
7. Mulai atau pertahankan jalur IV
dan oksigen (2-4 L/mnt).

2. Penurunan - Mempertahankan 1. Lakukan pemantauan jantung


curah jantung : irama jantung kontinu pada MCL1 atau lead II
faktor listrik dengan sistem 2. Dokumentasikan strip irama
perkusi adekuat. EKG selama setiap shift dan
yang
pada perubahan terjadinya
mempengaruhi perubahan warna.
frekuensi, 3. Kaji TD, nadi radialis/apikal
irama, atau terhadap ekstrasistol, perfusi
konduksi. ekstrasistol.
4. Berikan antiaritmia, sesuai
pesanan.
5. Periksa warna dan suhu kulit.
6. Lakukan EKG 12-lead sesuai
pesanan.
3. Penurunan - Mempertahankan 1. Kaji TD, dispnea, tingkat
curah jantung : stabilisasi kesadaran, hipoksemia,
faktor mekanis hemodinamik. takipnea, berat badan tiap hari,
edema perifer, warna kulit dan

34
pada preload, suhu.
afterload, gagal 2. Pertahankan jalur IV , masukan
ventrikel kiri. dan haluaran, oksigen, dan tirah
baring.
3. Kaji parameter hemodinamik.
4. Beri obat-obatan sesuai pesanan
: diuretik, cairan kristaloid,
nitrat, agen inotropik, dan
penurunan afterload.
5. Kaji gas darah.
6. Monitor irama jantung.
7. Kaji keseimbangan elektrolit
khususnya kalium serum.
8. Minimalkan hipoksia, asidosis,
disritmia,nyeri.
9. Kaji tingkat ansietas pasien dan
keluarga : instruksikan dan
informasikan pada tingkat yang
tepat.

4. Kurang - Pasien dapat 1. Bina hubungan terapeutik


pengetahuan : memenuhi pasien perawat yang mendorong
berhubungan pembatasan AKS pertanyaan dan penggunaan
dengan gaya formal dan informal.
dgn penyakit
keterbatasannya. 2. Libatkan keluarga dalam
dan dampak perawatan dan penyuluhan.
pada masa 3. Mulai pendidikan rehabilitasi
depan pasien. - Pasien akan jantung : faktor resiko,
mengajukan patofisiologi, obat-obatan, diet,
pertanyaan yang aktivitas seksual, kembali
berhubungan bekerja, reduksi stres.
4. Evaluasi pemahaman pasien ;
dokumentasikan penyukuhan
dan respons pasien pada catatan.

5. Ansietas : stres - Pasien akan 1. Jelaskan tentang lingkungan,


berhubungan mengenal dan semua prosedur, harapan dan
dengan takut mengekspresikan peralatan.
masalah dan rasa 2. Memungkinkan pasien bebas
terhadap

35
penyakit/kemati takut. berekspresi.
an dan 3. Memaksimalkan kontrol pasien.
lingkungan 4. Libatkan keluarga dalam
- Pasien akan perawatan pasien.
perawatan menggunakan 5. Kaji proses berduka yang
kritis. mekanisme koping normal : marah, menyangkal,
yang efektif. depresi, penerimaan.
6. Beri seditaif sesuai kebutuhan
dan jika dipesankan oleh dokter.
7. Maksimalkan gaya koping
efektif.
- Pasien akan 8. Dokumentasikan respons
mendemontrasikan emosional pasien terhadap
penurunan rasa takut penyakit kritis.
dan ansietas. 9. Gunakan waktu yang tepat
dengan pasien agar perasaan
dan ketakutan dapat digali.

36
BAB IV
ANALISA JURNAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI RUANG ICU SENTRAL
RSUD JOMBANG

PROBLEM

Penanganan Pasien Infark Miokard Akut, IMA sangat mengkhawatirkan karena sering
berupa serangan mendadak dan tanpa ada keluhan sebelumnya

INTERVENTION

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah study kasus. Intervensi yang
diberikan untuk klien dengan masalah keperawatan nyeri akut meliputi managemen nyeri untuk
menurunkan nyeri yang muncul, monitor tanda-tanda vital supaya mengetahui tanda-tanda vital
klien dan pemberian analgesik untuk menurunkan nyeri yang dirasakan oleh klien.

COMPARISON

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan perbandingan antara 2 klien yang memiliki
diagnosa keperawatan dan masalah keperawatan yang sama di ICU Sentral RSUD Jombang.

OUTCOME

Setelah melakukan tindakan asuhan keperawatan klien yang mengalami Infark Miokard
Akut (IMA) pada Tn.J dan Tn.R dengan masalah nyeri akut diruang ICU Sentral RSUD
Jombang, maka penulis dapat mengambil Hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 25
April 2018 diperoleh data subjektif Klien 1 mengeluh nyeri dada sebelah kanan dan sesak. Data
objektif nyeri timbul saat beraktivitas, nyeri seperti diremas-remas, nyeri timbul didada sebelah
kanan menjalar ke bawah, skala nyeri 6, dan nyeri hilang timbul, timbul selama 15-20 menit
sedangkan pada Klien 2 diperoleh data subjektif mengeluh nyeri dada sebelah kanan tembus
punggung. Data objektif nyeri muncul saat beraktivitas, nyeri seperti diremas-remas, nyeri
timbul dari dada sebelah kanan tembus ke punggung, skala nyeri 6, dan nyeri hilang timbul,
timbul selama 05-10 menit. Berdasarkan hasil evaluasi keperawatan terhadap kedua klien setelah

37
dilakukan asuhan keperawatan selama tiga hari dapat di simpulkan evaluasi dengan hasil nyeri
berkurang terutama pada klien 1 sedangkan pada klien 2 masih merasakan nyeri masalah teratasi
sebagian. Saran yang diberikan kepada klien diharapkan klien mampu mengatasi nyeri yang
dirasakan secara non farmakologis, dan melakukan pengobatan secara rutin sesuai dengan
anjuran dokter.

38
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri korener (PAK) dengan kerusakan
jaringan yang menyertai dan nekrosis. Kerusakan arteri koroner dapat ditandai oleh
adanya trombosis, aterosklerosis, atau spasme. Jaringan jantung yang tergantung pada
aliran darah dari arteri yang sakit akan menjadi iskemik dan nekrotik mengakibatkan
infark (Hudak & Gallo, 1997).
Infark miokard akut adalah nerosis miokard abat gangguan alran darah ke otot
jantung (Mansjoer dkk, 1999). Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa
serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan
sebelumnya.

B. Saran

Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan kepada klien yang


mengalami infark miokard akut. Mampu melakukan pertolongan pertama pada pasien
yang terserang infark miokard akut,memberikan rasa nyamanserta mampu menjelaskan
tentang makanan apa saja yang boleh di konsumsi atau tidak,jenis aktivitas dan pola
hidup yang sehat

39
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. EGC: Jakarta.
Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4. EGC:
Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien,Edisi 3. Jakarta: EGC.

40

Anda mungkin juga menyukai