Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI


AKIBAT BRONKOPNEUMONIA

MAKALAH

Diajukan sebagai suatu syarat untuk memenuhi salah satu tugas


keperawatan anak

Disusun Oleh :
1. Dini Apriliani
2. Moh Randi Juanda

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR
CIMAHI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI AKIBAT BRONKOPNEUMONIA

A. Definisi
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau pun benda asing yang ditandai

dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dyspnea, napas cepat dan

dangkal, muntah, diare, serta batuk kering dan produktif (Hidayat, 2013).
Bronkopneumonia adalah infiltrat yang tersebar pada kedua paru.

Dimulai dari bronkiolus terminalis, yang dapat tersumbat oleh eksudat

mukopurulent yang disebut juga “Lobular Pneumonia” (Ridha, 2014)


Menurut Arfiana & Lusiana (2016) mengatakan bahwa

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau

beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak

infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing. Karena

keterlambatan dan ketidaktepatan terapi seringkali menyebabkan penderita

jatuh pada kondisi yang buruk dan sering berakibat kematian


B. Etiologi

Terjadinya Bronchopneumonia bermula dari adanya peradangan-

peradangan paru yang terjadi pada jaringan paru atau alveoli yang biasanya

didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari.

Faktor penyebab utama adalah : bakteri, virus, jamur dan benda asing

(Ridha, 2014).

Menurut Arfiana & Lusiana (2016) penyebab bronkopneumonia, antara lain:


1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus

Hemoliticus Aureus, Haeomophilus Influenza, Basilus Friendlander

(Klebsial Pneumoni), Micobacterium Tuberculosis.


2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices

Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans,

Mycoplasma Pneumonia. Asiprasi benda asing.


4. Terjadi karena kongesti paru lama.
5. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal/isi lambung ke dalam paru-

paru.
6. Factor lain yang mempengaruhi timbulnya bronkopneumonia adalah

daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi

protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak

sempurna.
Sedangkan penyebab umum pneumonia pada anak adalah virus,

walaupun sering juga disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering

menyerang penyakit ini adalah Staphylococcus Aureus, Streptococcus

Pneumonia untuk bakteri yang tergolong gram positif dan Haemophilus

Influenzae, klebsiella Pneumoniae, Mycobacterium Tuberculosis untuk

bakteri yang tergolong gram negatif Suharjono et al, (2009 dalam Marni,

2014).
C. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus

respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik

sangat mendadak sampai 39 – 400C dan kadang disertai kejang karena

demam yang sangat tinggi. Anak sangat gelisah, dyspnea, pernapasan cepat

dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar

hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk

biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa

hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.


Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan

pemeriksaan fisik tetapi, namun adanya napas dangkal dan cepat,

pernapasan cuping hidung dan sianosis dapat diduga adanya pneumonia.


Hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas daerah auskultasi yang

terkena; pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi

mungkin hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus dan sedang. Bila

sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi

terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar

mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi (Ngastyah, 2005).


D. Patofisiologi
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-

paru melalui saluran pernapasan atas ke bronchioles, kemudian kuman

masuk ke dalam alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi

peradangan pada dinding bronchus atau bronchioles dan alveolus

sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang

menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus” (Ridha, 2014).


Menurut Sylvia Anderson Pearce (1995 dalam buku Ridha, 2014)

proses perdangan ini dapat dibagi dalam emapt 4 tahap, antara lain:
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada

perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan

kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah

yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah

fibrinosa dan lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang

berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).


3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Paru-paru menjadi kelabu karena adanya proses konsolidasi lecocit dan

fibrinosa di dalam alveolus yang terserang serta eksudat yang ada pada

pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.


4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali pada struktur semula.


Bakteri atau virus masuk kedalam tubuh akan menyebabkan

gangguan/peradangan pada jalan napas dan alveoli. Proses tersebut akan

menyebabkan infiltrate yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadi

destruksi sel dengan meninggalkan debris celluler ke dalam lumen yang

mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan napas. Pada kondisi akut

maupun kronik seperti AIDS, cystic fibrosis, aspirasi benda asing dan

kongenital yang dapat meningkatkan resiko pneumonia (Marni, 2014).


Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya

disebabkan oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran

pernapasan sehingga terjadi peradangan bronchus dan alveolus. Inflamasi

bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam,

batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah

mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli,

fibrosis, emfisema dan atelectasis.


Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan pembuluh jalan

napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan

penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas

yang berfungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya

cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan.

Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,

acisosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dyspnea dan kelelahan yang

akan mengakibatkan terjadinya gagal napas (Arfiana & Lusiana, 2016).


F. Pemeriksaan Penunjang
Pada foto toraks Bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat

pada satu atau beberapa lobus. Jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya

konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Laboratorium, gambaran darah

tepi menunjukan leukositosis, dapat mencapai 15.000-40.000/mm3. Kuman

penyebab dapat dibiak dari usapan tenggorok, dan mungkin juga dari darah.

Urine biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan

karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin. Analisis gas darah arteri

dapat menunjukan asidosis metabolic dengan atau tanpa retensi CO2

(Ngastiyah, 2005).
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk menegakan

diagnosa adalah pemeriksaan leukosit (leukositosis), akan tetapi jika

pemeriksaan darah tepi menunjukan leukopenia, sedangkan penyebabnya

sudah diketahui adalah bakteri, maka keadaan ini merupakan petunjuk

prognosis yang semakin memburuk. Kultur darah positif pada sebagian

kasus, akan terjadi peningkatan laju endap darah. Pemeriksaan foto thoraks

akan terlihat infiltrate lobar atau interstisial di parenkim paru, pada

pewarnaan gram pada dahak terdapat organisme, dan pemeriksaan WBC

(White Blood Cell) biasanya akan didapatkan kurang dari 20.000 cells mm3

(Marni, 2014).
Pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan pada

bronkopneumonia menurut Arfiana & Lusiana (2016), antara lain:


1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk

preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau

mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.00/m

dengan pergeseran LED meninggi.


3. Foto thorax bronkopneumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu

atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya

konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.


4. Laringoskopi.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Therapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 x

500 mg sehari atau tetrasiklin 3 – 4 mg sehari. Obat-obatan ini

meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus

berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan

Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperi polinosimle, poliudikocid”

(Arfiana & Lusiana, 2016).


2. Keperawatan
Menurut Hidayat (2013) penatalaksanaan keperawatan pada klien

dengan bronkopneumonia adalah sebagai berikut :


a. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui pemberian

kompres.
b. Latihan batuk efektif
c. fisioterapi paru/dada
d. Pemberian oksigenasi yang adekuat
e. Pertahankan kebutuhan cairan
f. Pemberian nutrisi yang adekuat

H. Komplikasi
Menurut Arfiana & Lusiana (2016) komplikasi dari bronkopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau

kolaps merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflex batuk hilang.


2. Empisema adalah suatu keadaan di mana terkumpulnya pus/nanah

dalam rongga pleura yang terdapat di satu tempat atau di seluruh

rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang

meradang.
4. Endokarditis adalah peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis adalah infeksi yang menyerang selaput otak.
6. Infeksi Sistemik.
I. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas.
b. Riwayat Keperawatan.
1) Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal,

diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar

hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare,

tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.


2) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran

pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh

dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang

disertai kejang karena demam yang tinggi.


3) Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem

imun menurun.
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran

pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang

lainnya.
5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi

pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu

pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang

kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit.

Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun

lingkungan dengan anggota keluarga perokok.


6) Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk

mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah

karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk

melawan infeksi sekunder.


7) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
8) Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein

= MEP).
c. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
2) Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas,

pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk

produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris,

pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub,

perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada

sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya

yang bertambah sesak dan pilek.


3) Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun,

lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak

pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara

pemberian makanan/cairan personde.


4) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua

mungkin belum memahami alasan anak menderita diare

sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).


5) Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis

terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.


6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
8) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat,

akral hangat, kulit kering, .


9) Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
d. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1. DS: Bakteri (pneumokokus, Ketidakefektifan


DO: streptokokus, haemolitikus, bersihan jalan
-
Batuk stafilokokus), virus dan nafas
-
Sesak aspirasi
-
Terdengar
suara napas
tambahan
ronchi Invasi saluran napas atas
-
Sputum (+)
-
Rr : meningkat
Kuman berlebih di brokus

Proses peradangan

Akumulasi secret di
bronkus

Ketidak efektifan bersihan


jalan napas

2. DS: Bakteri (pneumokokus, Gangguan


DO: streptokokus, haemolitikus, pertukaran gas
-
Pernapasan stafilokokus), virus dan
cepat aspirasi
-
Penggunanaan
otot bantu
pernapasan
-
Pernapasan Invasi saluran napas atas
cuping hidung
-
Sesak
-
Sianosis
-
Terpasang Infeksi saluran napas
oksigen nasal bawah
kanul 3 L
Dilatasi pembuluh darah

Eksudat masuk alveoli

Gangguan difusi gas

Gangguan pertukaran gas

3. DS: Bakteri (pneumokokus, Hipertermi


DO: streptokokus, haemolitikus,
-
Suhu : 380C stafilokokus), virus dan
-
Akral teraba aspirasi
hangat
-
Anak tampak
rewel
-
Leukosit : Invasi saluran napas atas
41000/mm3
-
Trombosit :
171.000/mm3
-
Eritrosit : 5,59 Infeksi saluran napas
jt/Ul bawah

Peradangan

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermi

4. DS: Bakteri (pneumokokus, Nutrisi kurang


DO: streptokokus, haemolitikus, dari kebutuhan
-
Mual/muntah stafilokokus), virus dan tubuh
-
Nafsu makan aspirasi
menurun
-
Penurunan BB
3kg
Invasi saluran napas atas
Kuman berlebih di brokus

Proses peradangan

Akumulasi secret di
bronkus

Mucus di bronkus berlebih

Bau mulut tidak sedap

Anoreksia

Intake menurun

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

5. DS: Bakteri (pneumokokus, Intoleransi


DO: streptokokus, haemolitikus, aktivitas
-
KU : lemah stafilokokus), virus dan
-
Sulit aspirasi
beraktivitas
-
Aktivitas
dibantu
Invasi saluran napas atas

Infeksi saluran napas


bawah

Dilatasi pembuluh darah

Eksudat masuk alveoli


Gangguan difusi gas

Suplai O2 dalam darah

Hipoksia

Fatique

Intoleransi aktivitas

6. DS: Bakteri (pneumokokus, Resiko tinggi


DO: streptokokus, haemolitikus, kekurangan
-
Klien tampak stafilokokus), virus dan volume cairan
lemas aspirasi
-
Tampak klien
memuntahkan
makanan yang
baru dimakan Invasi saluran napas atas
-
Turgor kulit
kering
-
Mukosa bibir
kering Kuman terbawa ke saluran
cerna

Infeksi saluran cerna

Peningkatan flora normal di


usus

peristaltic usus meningkat

Malabsorpsi
Frekuensi BB > 3x/hari

Gangguan keseimbangan
cairan tubuh

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan

ketidakefektifan batuk.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi

pada jaringan paru (perubahan membrane alveoli) ditandai dengan

sianosis, PaO2 menurun, sesak nafas.


c. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran

nafas ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral

teraba panas.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan metabolisme sekunder terhadap demam dan proses

infeksi ditandai dengan nafsu makan menurun, BB turun, mual dan

muntah, turgor kulit tidak elastis.


e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai O2 dengan kebutuhan oksigen ditandai dengan tidak

mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai

kemampuan tanpa bantuan.


f. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

peningkatan suhu tubuh,kehilangan cairan karena berkeringat

banyak, muntah atau diare.


3. Intervensi keperawatan

No DX Tujuan Intervemsi Rasional


1. Tujuan : 1. Observasi TTV 1. Member informasi
setelah terutama tentang pola
dilakukan respiratory rate pernafasan pasien,
asuhan tekanan darah, nadi,
keperawatan suhu pasien.
selama (…x…) 2. Auskultasi area 2. Crekcels, ronkhi dan
diharapkan dada atau paru, mengi dapat
jalan nafas catat hasil terdengar saat
efektif dengan pemeriksaan inspirasi dan
kriteria hasil: ekspirasi pada
1. jalan nafas tempat konsolidasi
paten sputum
2. Tidak ada 3. Memberi posisi 3. Meningkatkan
bunyi nafas semifowler atau ekspansi paru
tambahan supinasi dengan
3. tidak sesak elevasi kepala
4. RR normal 4. Latih pasien 4. Memudahkan
(35- batuk efektif dan bersihan jalan nafas
40x/menit) nafas dalam dan ekspansi
5. tidak ada maksimum paru
penggunaan 5.
Anjurkan pasien 5. Air hangat dapat
otot bantu minum air memudahkan
nafas, hangat pengeluaran secret
6. tidak ada 6. Kolaborasi : 6. kolaborasi
pernafasan a. Bantu a. Memudahkan
cuping mengawasi pengenceran dan
hidung efek pembuangan
pengobatan secret
nebulizer
dan
fisioterapi
nafas
lainnya.
b. Berikan b. Proses
obat sesuai medikamentosa
indikasi, dan membantu
seperti mengurangi
mukolitik, bronkospasme
ekspektoran
bronkodilato
r, analgesic
c. Berikan O2 c. Mengurangi
lembab distress respirasi
sesuai
indikasi
2. Tujuan: setelah 1. Kaji frekuensi, 1. Memberi informasi
dilakukan kedalaman, tentang pernapasan
asuhan (..x..) kemudahan pasien.
diharapkan bernapas
ventilasi pasien pasien
tidak terganggu 2. Observasi 2. Kebiruan
dengan Kriteria warna kulit, menunjukkan
Hasil : membran sianosis.
1. GDA dalam mukosa bibir.
rentang 3. Berikan 3. Untuk membuat
normal lingkungan pasien lebih nyaman.
( PO2 = 80 – sejuk, nyaman,
100 mmHg, ventilasi cukup.
PCO2 = 35 4. Pertahankan 4. Mencegah terlalu letih
– 45 mmHg, istirahat tidur.
pH = 7,35 – 5. Kolaborasikan 5. Mengevaluasi proses
7,45, SaO2 pemberian penyakit dan
= 95 – 99 %) oksigen dan mengurangi distres
2. tidak ada pemeriksaan respirasi.
sianosis lab (GDA)
3. pasien tidak
sesak dan
rileks.
3. Tujuan: setelah 1. Kaji suhu tubuh 1. Data untuk
dilakukan pasien menentukan
asuhan intervensi
keperawatan 2. Pertahankan 2. Menurunkan suhu
selama (...x...) lingkungan tubuh secara radiasi
diharapkan tetap sejuk
suhu pasien 3. Berikan 3. Menurunkan suhu
turun atau kompres tubuh secara
normal dengan hangat basah konduksi
Kriteria Hasil: pada ketiak,
1. Pasien tidak lipatan paha,
gelisah 4. Anjurkan 4. Peningkatan suhu
2. Pasien tidak pasien untuk tubuh mengakibatkan
menggigil banyak minum penguapan cairan
3. Akral teraba tubuh meningkat,
hangat sehingga diimbangi
4. Warna kulit dengan intake cairan
tidak ada yang banyak
kemerahan 5. Anjurkan 5. Pakaian yang tipis
mengenakan mengurangi
pakaian yang penguapan cairan
minimal atau tubuh
tipis
6. Berikan 6. Antipiretik efektif
antipiretik untuk menurunkan
sesuai indikasi demam
7. Berikan 7. Mengobati organisme
antimikroba penyebab
jika disarankan
4. Tujuan: setelah 1. Kaji penyebab 1. Untuk menentukan
dilakukan mual muntah intervensi selanjutnya
asuhan pasien
keperawatan 2. Berikan 2. Mulut yang bersih
selama (...x...) perawatan meningkatkan nafsu
diharapkan mulut makan
kebutuhan 3. Bantu pasien 3. Sputum dapat
nutrisi pasien membuang menyebabkan bau
adekuat dengan atau mulut yang nantinya
Kriteria Hasil: mengeluarkan dapat menurunkan
1. Nafsu sputum nafsu makan
makan sesering
pasien mungkin
meningkat 4. Anjurkan untuk 4. Membantu
2. Bb pasien menyajikan meningkatkan nafsu
ideal makanan makan
3. Mual dalam keadaan
muntah hangat
berkurang 5. Anjurkan 5. Meningkatkan intake
4. Turgor kulit pasien makan makanan
elastis sedikit tapi
5. Pasien tidak sering
lemas 6. Kolaborasikan 6. Memenuhi gizi dan
untuk memilih nutrisi sesuai dengan
makanan yang keadaan pasien
dapat
memenuhi
kebutuhan gizi
selama sakit
5. Tujuan: setelah 1. Evaluasi 1. Sebagai informasi
diberikan tingkat dalam menentukan
asuhan kelemahan dan intervensi selanjutnya
keperawatan toleransi
selama (…x…) pasien dalam
diharapkan melakukan
toleransi pasien kegiatan
terhadap 2. Berikan 2. Menghemat energy
aktifitas lingkungan untuk aktifitas dan
meningkat yang tenang penyembuhan
dengan Kriteria dan periode
Hasil : istirahat tanpa
1. pasien ganguan
mampu 3. Bantu pasien 3. Oksigen yang
berpartisipas dalam meningkat akibat
i dalam melakukan aktifitas
kegiatan aktifitas sesuai
sehari – hari dengan
sesuai kebutuhannya
kemampuan 4. Kolaborasi : 4. Mengadekuatkan
tanpa Berikan persediaan oksigen
bantuan oksigen
2. TTV stabil tambahan
6. Tujuan: setelah 1. Observasi TTV 1. Observasi TTV setiap
dilakukan setiap 2- 4 jam, 2- 4 jam, kaji turgor
asuhan kaji turgor kulit. kulit.
keperawatan 2. Pantau intake 2. Pantau intake dan
selama (…x…) dan output output cairan
diharapkan cairan
volume cairan 3. Anjurkan pasien 3. Anjurkan pasien
tubuh pasien minum air yang minum air yang
seimbang banyak banyak
dengan Kriteria 4. Kolaborasi : 4. Kolaborasi :
Hasil : - Berikan - Berikan terapi
1. Membrane terapi intravena seperti
mukosa intravena infuse sesuai
pasien seperti indikasi
lembab infuse - Pasang NGT
2. Turgor kulit sesuai sesuai indikasi
baik indikasi untuk
3. Pengisian - Pasang pemasukan
capiler NGT sesuai cairan
cepat / < indikasi
3detik untuk
4. Input dan pemasukan
output cairan
seimbang
5. Pasien
tidak
muntah
6. Pasien
tidak diare
7. Ttv normal
(s = 36,5°c
– 37,5°c, n
= 75 –
100x/menit
, rr = 35
-40 x/
menit)

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul A. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Edisi 2.

Jakarta: Salemba Medika.

Hidayatin Titin. (2019). Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Dan Pursed Lips

Breathing (Tiupan Lidah) Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada Anak

Balita Dengan Pneumonia. https://jurnal.stikesmuhla.ac.id diakses pada

tanggal 28 September 2019.


Nurjanah, W., 2014. Laporan pendahuluan bronkopneumonia [Online] Available
athttp://www.academia.edu/10554306/LAPORAN_PENDAHULUAN_BRO
NKOPNEUMONIA diakses pada tanggal 28 september 2019

Ridha H Nabiel. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

Anda mungkin juga menyukai