Anda di halaman 1dari 7

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA

DENGAN PENDEKATAN KOMUNIKATIF-INTEGRATIF


Chatarina Jati Wuryaningtyas
Staf Pengajar di SMP Negeri 4 Pasarkemis, Tangerang, Banten
Email: chatarina.jw@gmail.com

ABSTRACT

The main function of human language is the means of communicative tools. Language could improve
human potentials, especially in expressing their mind, opinion, ideas both in oral and in written.
Oral language is used in communication between a speaker with a listener, as written language is
used in communication between a writer and a reader. Therefore, language have four communicative
skills, i.e. listening skill, speaking skill, reading skill, and writing skill.
This research aims at describing student’s achievement in learning speaking skills through
integarive-communicative skills. This research was conducted in Grade VIIIB at SMP Negeri 4
Pasarkemis, Kab. Tangerang. For data collecting, I using questionnaire, fieldwork record, and
observation. Data was collected in three phase, i.e in planning phase, implementation phase, and
reflection phase. For data analyzing, percentage calculation was used.
As a result, I notice that student learning activity at I cycle is 48,29% which include at
sufficient category. However, speaking skills at the materials of advanced story telling include at
lower and lowest category. Student activity at II cycle is 63,77% which include at good and
enough. At the III cycle, student learning activity reach 72,78% which include good enough,
especially at using correct words or sentences, in story telling. Nevertheless, I noted that some
students was not good enough in using correct words and sentences when they tell a story.
Keywords: listening skill, speaking skill, reading skill, and writing skill, communicative-
integrative approach.

1. PENDAHULUAN inovatif, dan kreatif yang berpusat pada siswa. Seorang


guru yang baik selalu berpikir untuk mengaktifkan
Manusia dalam kehidupan sehari-hari siswanya dalam belajar. Siswa perlu diberi kesempatan
senantiasa dihadapkan pada kegiatan berbicara. Di untuk mengalami, mencoba, dan melaksanakan atau
manapun kita berada, kita selalu dituntut kemampuan mempraktikan apa yang dipelajarinya untuk
berbicara. Dengan berbicara seseorang berusaha memperoleh hasil yang lebih mantap.
mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang Hal seper ti ini diamanatkan pula dalam
lain secara lisan. Mengingat begitu produktifnya Kurikulum 2006, yaitu pusat dalam proses belajar
kegiatan berbicara, Soenardi (1996: 68) menegaskan mengajar adalah siswa sebagai pembelajar, sedangkan
bahwa keterampilan berbicara merupakan bagian dari guru hanya dijadikan sebagai motivator. Seperti yang
kemampuan berbahasa yang bersifat aktif-produktif. dikemukakan oleh Tarigan (1986: 88), keadaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam pengajaran berbicara, sejalan dengan keadaan
pembelajaran di sekolah saat ini, masih banyak siswa pengajaran bahasa Indonesia, belum memuaskan.
yang masih kurang terampil berbicara. Banyak dari Keterampilan berbicara dalam arti luas, para pelajar
siswa-siswi menghadapi persoalan dalam mengungkapkan belum memadai. Kenyataan dalam diskusi, seminar,
idenya di hadapan teman-temannya, ataupun sekadar ataupun ceramah menunjukkan bahwa sebagian besar
bercerita di depan kelas atau pun berdiskusi secara pesertanya diam, kurang bersuara. Kecakapan beradu
teratur. Mereka seakan memiliki sikap enggan. Bahkan argumentasi masih jauh dari memadai. Faktor-faktor
terkadang keterampilan berbicara menjadi suatu hal penyebabnya yaitu siswa jarang berlatih, kurang
yang menyebalkan bagi mereka. Untuk memecahkan adanya kesinambungan antara keterampilan berbahasa
masalah pembelajaran tersebut, diperlukan upaya yang satu dengan ketiga keterampilan berbahasa
berupa pengembangan pembelajaran yang aktif, lainnya, dan guru masih kurang memberikan motivasi

102
Chatarina Jati Wur yaningtyas, Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan ....

kepada siswa ser ta mungkin pula guru kurang Dari pembagian jenis berbicara itu, jelas bahwa
terampil dalam mengajarkan keterampilan berbicara. berbicara mempunyai ruang lingkup pendengar yang
Hal inilah yang mendorong untuk memberikan tindakan berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi
khusus dalam pembelajaran melalui pendekatan efektivitas berbicara, Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-
komunikatif-integratif yang menyatupadukan seluruh 20) mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara
keterampilan berbahasa, tetapi dalam penelitian ini harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan
penulis memfokuskan pada satu keterampilan, yaitu dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa
keterampilan berbicara. Tujuan diadakan penelitian ini faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk
adalah untuk memperoleh gambaran hasil belajar keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan
siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara non-kebahasaan. Faktor kebahasaan yang menunjang
melalui pendekatan komunikatif-integratif. kefektifan berbicara, ketepatan ucapan, penempatan
tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan
kata, dan ketepatan sasaran. Faktor-faktor non-
2. TINJAUAN PUSTAKA kebahasaan meliputi: sikap yang wajar, tenang dan
tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan
Guntur Tarigan (1981: 15) mengemukakan berbicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain,
bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara,
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan
mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan topik.
pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima Rusmiati (2002: 30) mengemukakan bahwa
informasi melalui rangkaian nada, tekanan dan terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk
penempatan persendian, jika komunikasi berlangsung, dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan
secara tatap muka ditambah lagi dengan gerak tangan dalam berbicara. Ciri-cirinya meliputi: 1) memilih topik
dan air muka (mimik pembicara). Djago Tarigan (1990: yang tepat, 2) menguasai materi, 3) memahami latar
149) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan belakang pendengar, 4) mengetahui situasi, 5) tujuan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan jelas, 6) kontak dengan pendengar 7) kemampuan
antara pesan dan bahasa lisan sebagai media linguistiknya tinggi, 8) menguasai pendengar,
penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima oleh 9) memanfaatkan alat bantu, 10) penampilannya
pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam meyakinkan, 11) berencana. Rusmiati (2002: 32)
bentuk lain yaitu bunyi bahasa. Pendengar kemudian mengemukakan bahwa hambatan yang datangnya dari
mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi pembicara sendiri (internal) dan hambatan yang
bahasa itu menjadi bentuk semula. Arsjad Mukti U.S datang dari luar pembicara (eksternal).
(1993: 23) mengemukakan pula bahwa kemampuan Kegiatan berbicara juga merupakan kegiatan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat- yang membutuhkan berbagai macam pengetahuan
kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, yang sangat kompleks, salah satunya adalah sikap
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. mental. Sikap mental yang harus dibina oleh seorang
Tujuan umum berbicara menur ut Djago pembicara pada saat berbicara, yaitu: 1) rasa komunikasi,
Tarigan (1990: 149) terdapat lima golongan berikut 2) rasa percaya diri, 3) rasa kepemimpinan. Aminudin
ini: 1) berbicara untuk menghibur 2) berbicara untuk tujuan (1983: 12) mengemukakan bahwa rasa kepemimpinan
menginformasikan 3) berbicara untuk menstimulasi yang berhubungan dengan kegiatan berbicara adalah
pendengar 4) berbicara untuk menggerakkan rasa percaya diri dari pembicara bahwa dirinya mampu
pendengarnya. Sedangkan jenis-jenis berbicara mengatur, menguasai, dan menjalin suasana akrab
menurut Guntur Tarigan (1981: 22-23) memasukkan dengan pendengarnya, serta mampu menyampaikan
beberapa kegiatan berbicara ke dalam kategori: gagasan-gagasannya dengan baik. Pembicara mempunyai
1) berbicara di muka umum, meliputi: (a) berbicara kemampuan dan mental pemimpin akan mampu
yang bersifat memberitahukan (informative speaking) mengatur dan mengarahkan pendengar agar konsentrasi
(b) berbicara dalam situasi membujuk (persuasive terhadap pokok pembicara yang sedang dibahas.
speaking) (c) berbicara yang bersifat merundingkan Keberhasilan suatu kegiatan tentu memerlukan
(deliberate speaking) 2) diskusi kelompok 3) prosedur penilaian. Pengajaran keterampilan berbicara
parlementer 4) debat. merupakan salah satu kegiatan di dalam pengajaran

103
Jurnal Penelitian. Volume 19, No. 1, November 2015, hlm. 102-108

bahasa Indonesia yang memerlukan penilaian sendiri. belajar mengajar di kelas yang memiliki tujuan untuk
Berikut ini terdapat beberapa hal mengenai kriteria memotivasi siswa sehingga memiliki keleluasaan untuk
penilaian menurut Suhendar (1992: 118-131) bahwa mengembangkan kemampuannya dalam menerima
menilai kemampuan berbicara seseorang sekurang- materi pelajaran bahasa. Hal ini sesuai dengan
kurangnya ada enam hal yang diperhatikan, seperti: pendapat Tarigan (1990: 81) yang mengatakan bahwa
lafal, struktur, kosakata, kefasihan, isi pembicara, dan pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif
pemahaman. Sedangkan Sapani (1990: 12-16) berpusat pada siswa, interaksi lisan dianggap sama
berpendapat mengenai penilaian keterampilan pentingnya dengan membaca dan menulis.
berbicara keterampilan berbicara ini mencakup tiga
aspek sebagai berikut: (1) bahasa lisan yang
digunakan, meliputi: lafal dan intonasi, pilihan kata, 3. METODE PENELITIAN
struktur bahasa, serta gaya bahasa dan pragmatik;
(2) isi pembicara, meliputi: hubungan isi topik, struktur Metode yang digunakan dalam penelitian ini
isi, kuantitas isi, serta kualitas isi; (3) teknik dan yaitu tindakan kelas (classroom action research) yang
penampilan, meliputi: gerak-gerik dan hubungan berupaya untuk mengkaji dan merefleksi suatu
dengan pendengar, volume suara, serta jalannya pendekatan pembelajaran dengan tujuan meningkatkan
pembicara. proses dan produk pengajaran. Proses pembelajaran
Kegiatan pengajaran bahasa yang hanya tidak terlepas dari adanya interaksi antara guru dengan
berpusat pada guru sebagai sumber pengetahuan akan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa, materi,
berdampak negatif terhadap perkembangan siswa. dan sumber belajar yang digunakan, sehingga fokus
Padahal tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia di dalam penelitian ini mengarah pada hasil dan proses
sekolah adalah untuk mengarahkan siswa terampil belajar siswa.
berbahasa, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Mengenai kegiatan belajar mengajar di kelas,
Kemampuan yang harus dikuasai siswa meliputi akan disesuaikan dengan materi pembelajaran.
kemampuan menyimak, berbicara, menulis, dan Kegiatan setiap siklusnya terdiri atas perumusan
membaca. Bila mengkaji kurikulum 2006 dan silabus kembali permasalahan yang dihadapi kemudian
bidang bahasa Indonesia, terdapat pendekatan khusus memformulasikan alternatif pemecahan, perencanaan
bidang studi Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu dan persiapan tindakan, pelaksanaan tindakan, dan
pendekatan komunikatif, integratif, dan pendekatan observasi pembelajaran, serta evaluasi kegiatan dan
tematis. Bahan pelajaran utama untuk pendekatan refleksi.
komunikatif, pendekatan integratif ini adalah keempat Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIB
keterampilan berbahasa. Pengembangan kompetensi Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pasarkemis
pendekatan komunkatif dan integral melibatkan yang berjumlah 40 siswa.
aspek kognitif dan tingkah laku yang diperoleh Dalam melaksanakan penelitian, penulis dibantu
melalui praktik. oleh observer. Sedangkan instrumen yang digunakan
Berdasarkan hal di atas penulis berpendapat untuk menjaring data penelitian ini berupa angket,
bahwa dalam pengajaran keterampilan berbahasa observasi, dan catatan lapangan. Angket yaitu cara
melalui pendekatan komunikatif-integratif inilah pengumpulan data melalui sejumlah pernyataan
yang tepat, sebab mengacu pada pengembangan dan yang disampaikan kepada responden (siswa) secara
penyajian materi pelajaran bahasa secara terpadu. tertulis. Tujuan angket ini adalah untuk mengetahui
Istilah pendekatan integratif adalah memadukan sejauh mana respon dan perkembangan siswa terhadap
keterampilan berbahasa yakni membaca, menulis, penerapan pendekatan komunikatif-integratif yang
menyimak, dan berbicara dalam suatu kesatuan yang difokuskan untuk meningkatkan keterampilan
utuh, bulat dan lengkap. Sapani mengemukakan bahwa berbicara. Observasi pada penelitian tindakan kelas
pendekatan integratif terdiri atas dua macam, yaitu dipusatkan pada proses maupun hasil tindakan
integratif internal (terpadu intrabidang studi bahasa) pembelajaran beser ta segala peristiwa yang
maksudnya keterkaitan yang terjadi antar bidang studi melingkupinya. Obser vasi ini dilakukan untuk
bahasa dengan bidang studi lain yang berhubungan. memperoleh data mengenai aktivitas siswa dan aktivitas
Pendekatan komunikatif akan menopang proses guru selama proses pembelajaran berlangsung.

104
Chatarina Jati Wur yaningtyas, Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan ....

Hal-hal yang diamati terhadap aktivitas yaitu sangat baik, baik, cukup, dan sangat kurang,
guru selama proses pembelajaran sebagai berikut: dengan klasifikasi sebagai berikut:
(1) kemampuan membuka pelajaran; (2) sikap guru
dalam proses pembelajaran; (3) proses pembelajaran; Rentang Skor Kategori
(3) proses pembelajaran; (4) kemampuan menggunakan > 80% Sangat baik
media (tema cerita yang menarik); dan (5) kemampuan 60%-79,99% Baik
menutup pelajaran. 40%-59,99% Cukup
Hal-hal yang harus diamati terhadap aktivitas 20%-39,99% Kurang
siswa dalam proses pembelajaran yaitu: (1) keaktifan 0% -19,99% Sangat kurang
siswa berbicara, khususnya dalam bercerita; (2) aktivitas
siswa dalam mengemukakan idenya ketika bercerita; Pengolah data untuk aspek kognitif siswa diolah
(3) keseriusan siswa dalam mengikuti proses belajar secara kuantitatif langsung melalui penskoran dalam
mengajar, dan (4) keseriusan siswa dalam mengerjakan skala ordinal. Tingkat keberhasilan akan dikelompokkan
tugas yang diberikan guru. menjadi lima kategori skala ordinal, yaitu sangat tinggi,
Catatan lapangan yang digunakan dalam tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, dengan tabel
penelitian ini adalah untuk mengungkapkan temuan- sebagai berikut:
temuan selama pembelajaran berupa aktivitas siswa
dalam berkomunikasi, melanjutkan cerita, dan menulis Rentang Skor Kategori
apa-apa yang telah diceritakan. > 8,0 Sangat tinggi
Prosedur penelitian dengan tahapan: (1) identifikasi 6,0-7,99 Tinggi
masalah; (2) perencanaan dan persiapan tindakan; 4,0-5,99 Sedang
(3) pelaksanaan tindakan; (4) pemantauan selama 2,0-3,99 Rendah
proses penelitian tindakan kelas dilaksanakan mulai 0,0-1,99 Sangat rendah
siklus I, siklus II, sampai siklus III; (5) analisis dan
refleksi; (6) pelaksanaan tindakan tercapai. Pengolahan data untuk aspek afektif siswa
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui diolah secara kuantitatif, kemudian dikonversi ke
kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu dalam bentuk pen skoran kuantitatif penskoran
dengan cara mengamati setiap aktivitas yang dilakukan kuantitatif dikelompokkan menjadi empat kategori
selama penelitian berlangsung. skala ordinal, yaitu sangat baik, baik, cukup , kurang
Pengolahan data untuk mengungkapkan tingkat dan sangat kurang, dengan tabel sebagai berikut.
relevansi kegiatan guru dalam pembelajaran diolah
secara kualitatif melalui penskoran dalam skala ordinal. Rentang Skor Kategori
Tingkat keberhasilan akan dibagikan menjadi empat > 80% Sangat baik
kategori yaitu kurang, cukup, baik, dan baik sekali 60%-79,99% Baik
dengan klasifikasi sebagai berikut. 40%-59,99% Cukup
20%-39,99% Kurang
Penilaian Kategori 0% -19,99% Sangat kurang
4 Sangat baik
3 Baik
2 Cukup 4. HASIL PENELITIAN
1 Kurang
Berdasarkan metodologi penelitian yang
Pengolahan data untuk mengukur keefektifan disebutkan di atas, penulis menyajikan hasil analisis
siswa selama pembelajaran diolah secara kualitatif data secara bertahap yang meliputi tiga siklus sebagai
dikonversi dalam bentuk penskoran kuantitatif. Data berikut.
untuk mengukur aktivitas siswa selama pembelajaran
diolah setelah pengumpulan data yang dilakukan 4.1 Data yang Diperoleh pada Siklus I
melalui pedoman observasi aktivitas siswa. Penskoran Berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas
kuantitatif dibagi menjadi lima kategori skala ordinal, guru selama pembelajaran berlangsung, secara

105
Jurnal Penelitian. Volume 19, No. 1, November 2015, hlm. 102-108

keseluruhan guru telah melaksanakan hampir semua siswa yang kurang mengaitkan antara cerita
tahapan. Guru sebagai model masih merasa kesulitan yang satu dengan cerita siswa yang lain, yaitu
mengatur waktu dan menggali ide siswa untuk dengan prosentase 8,16%.
berbicara, terutama ketika meminta siswa untuk Kemampuan siswa lancar pada saat jalannya
memulai cerita baru dan meminta siswa untuk berbicara, khususnya dalam pnguasaan isi cerita
melanjutkan cerita siswa yang lain. Sementara itu, tergolong rendah dengan prosentase 20,40%. Hal ini
aspek memberikan kesempatan kepada siswa untuk disebabkan masih kurang lancarnya ketika bercerita
mengajukan per tanyaan, tidak ada siswa yang yaitu dengan prosentase 44,89% dan siswa yang tidak
mengajukan pertanyaan mengenai kesulitannya. lancar bercerita 6,12%.
Secara umum aktivitas siswa selama Kemampuan siswa dalam menggunakan kata/
menerapkan pembelajaran keterampilan berbicara kalimat yang tepat ketika bercerita tergolong dalam
melalui pendekatan komunikatif-integratif tergolong kategori rendah dengan prosentase 24,48%. Hal ini
cukup dengan prosentase rata-rata pencapaian disebabkan oleh banyaknya siswa yang masih kurang
48,29%. Hal ini diakibatkan karena sebagian siswa tepat menggunakan kalimat/kata ketika bercerita
masih terlihat kesulitan mendapatkan ide dan malu dengan prosentase 12,24%.
bercerita. Penekanan pada kegiatan pembelajaran
mempengaruhi terhadap aktivitas siswa. 4.2 Data yang Diperoleh
Berdasarkan hasil observasi keseriusan dan pada Siklus II
keantusiasan selama proses pembelajaran berlangsung, Berdasarkan data yang diperoleh di atas,
sudah menunjukkan baik kategori baik. Hal ini penulis sebagai peneliti merasa perlu untuk melakukan
disebabkan karena jumlah 40 siswa di kelas VIIIB, perbaikan-perbaikan dalam pembelajaran siklus II,
terdapat 26 siswa yang berani cerita. Jadi, lebih dari sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Pada siklus
setengah siswa yang sudah ikut berpartisipasi dalam II diperoleh hasil sebagai berikut.
proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas
Berdasarkan deskripsi hasil pembelajaran guru, secara keseluruhan guru telah melaksanakan
keterampilan berbicara dengan materi melanjutkan rencana pembelajaran dengan kategori baik. Hal
cerita, diperoleh 71,42% siswa yang bercerita. Bagi yang harus ditingkatkan pada siklus II ini adalah
penulis, hal ini merupakan bahan refleksi yang akan pengalokasian waktu.
dijadikan dasar dalam penyusunan tindakan Rata-rata aspek aktivitas siswa pada pembelajaran
pembelajaran siklus II. Secara lengkap diuraikan siklus II mencapai 63,77% dengan kategori baik, tetapi
sebagai berikut. perlu ditingkatkan aspek kebahasaan dan respon siswa
1) Kemampuan siswa menggunakan inntonasi terhadap pertanyaan guru.
dengan tepat ketika bercerita ketika bercerita Aspek afektif siswa, terutama aspek keseriusan
masih tergolong rendah yaitu 71,42%. Hal ini dan keantusiasan siswa selama proses pembelajaran
karena siswa yang intonasinya kurang tepat berlangsung diperoleh 63,77% siswa yang melanjutkan
masih banyak 34,69% dan yang tidak tepat cerita berada dalam kategori baik selain itu respon
sejumlah 2, 04%. siswa ketika guru mulai cerita dengan judul Tersengat
2) Kejelasan cerita siswa yang dapat dimengerti Lebah semua siswa merespon dengan sangat baik
dan dipahami oleh siswa lain tergolong kategori dengan prosentase 100%.
rendah dengan prosentase 38,77%. Hal ini Berdasarkan deskripsi hasil pembelajaran
disebabkan oleh kejelasan cerita siswa masih keterampilan berbicara dengan materi melanjutkan
banyak yang kurang dipahami siswa lainnya cerita, berada dalam kategori baik, secara lengkap
dengan prosentase 30,61% dan cerita siswa yang diuraikan:
tidak dimengerti sama sekali oleh siswa yang 1) Kemampuan siswa menggunakan intonasi
lain sebanyak 2,04%. dengan tepat ketika bercerita tergolong cukup,
3) Kemampuan siswa mengaitkan antara cerita yaitu dengan prosentase 55,10%. Hal ini
siswa yang satu dengan cerita siswa yang lain diakibatkan masih terdapat siswa yang intonasinya
tergolong dalam kategori tinggi dengan kurang tepat yaitu dengan prosentase 14,28%
prosentase 65,30%. Akan tetapi masih terdapat dan yang tidak tepat 6,12%.

106
Chatarina Jati Wur yaningtyas, Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan ....

2) Kejelasan siswa cerita yang dapat dimengerti 4) Kemampuan siswa lancar pada saat jalannya
dan dipahami oleh siswa lain tergolong dalam berbicara, khususnya dalam penguasaan isi
kategori cukup dengan prosentase 57,14%. cerita tergolong tinggi dengan prosentase
3) Kemampuan siswa mengaitkan antara cerita 63,26%.
siswa yang satu dengan yang lain tergolong Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan
tinggi yaitu 73,46%. bahwa kemampuan siswa dalam berbicara melalui
4) Kemampuan siswa lancar pada saat jalannya pendekatan komunikatif-integratif mengalami
berbicara, khususnya dalam penguasaan isi peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan
cerita tergolong cukup dengan prosentase tersebut dapat dilihat dari perolehan skor siswa mulai
51,02% tegolong cukup dengan prosentase dari siklus I sampai III. Peningkatan ini dapat diketahui
51,02%. berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh ketika siswa
5) Kemampuan siswa dalam menggunakan kata/ melakukan proses kegiatan belajar mengajar dengan
kalimat yang tepat ketika bercerita tergolong materi melanjutkan cerita. Pada siklus I jumlah siswa
kategori cukup dengan prosentase 48,97%. yang bercerita sebanyak 35 siswa dengan prosentase
71,42%. Pada siklus II jumlah siswa yang bercerita
4.3 Data yang Diperoleh mengalami peningkatan sebesar 4,09%, yaitu
pada Siklus III sebanyak 37 siswa dengan persentase 75,51%. Pada
Data yang diperoleh pada siklus II masih belum siklus III jumlah siswa yang bercerita mengalami
memenuhi target yang diharapkan sesuai dengan peningkatan sebesar 8,16%, yaitu sebanyak 39 siswa
tujuan. Maka penulis bersama observer membuat dengan prosentase 83,67%.
kembali rencana pembelajaran pada siklus III, dengan Peningkatan kemampuan berbicara juga diikuti
hasil sebagai berikut. dengan peningkatan rata-rata aktivitas siswa selama
Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas pembelajaran. Rata-rata aktivitas siswa pada siklus I
guru, secara keseluruhan guru telah melaksanakan sebanyak 48,29%, aktivitas siswa pada siklus II
rencana pembelajaran dengan menunjukkan kategori mengalami peningkatan sebesar 15,48%, yaitu
baik. Rata-rata aspek aktivitas siswa pada pembelajaran sebanyak 63,77%, dan aktivitas pada siklus III sebanyak
siklus III ini mencapai 72,78%. Aspek afektif siswa, 72,78%, yaitu mengalami peningkatan sebesar 9,01%
terutama aspek keseriusan dan keantusiasan siswa dari rata-rata aktivitas pada siklus II. Aktivitas siswa
selama proses pembelajaran berlangsung diperoleh dalam proses pembelajaran, mulai siklus I sampai
83,67%, siswa yang melanjutkan cerita, yaitu berada siklus III terjadi peningkatan yang cukup berarti.
dalam kategori baik. Selain itu respon siswa 100% yang Respon dan motivasi siswa untuk belajar berbicara di
berada dalam kategori sangat baik. depan umum menunjukkan respon positif. Hal ini
Berdasarkan deskripsi hasil pembelajaran ditunjukkan dengan keseriusan siswa dalam
keterampilan berbicara dengan materi melanjutkan memperbaiki kesalahan dan kekurangan pada setiap
cerita, berada dalam kategori baik, secara lengkap siklus pembelajaran. Mereka berusaha mengemukakan
diuraikan sebagai berikut. ide dan gagasannya ketika bercerita dengan
1) Kemampuan siswa menggunakan intonasi menggunakan bahasa yang komunikatif dan
dengan tepat ketika bercerita tergolong memperhatikan unsur-unsur kebahasaan dan non-
cukup, yaitu dengan prosentase 69,38%. Hal kebahasaan.
ini diakibatkan masih terdapat siswa yang
intonasinya kurang tepat yaitu dengan
prosentase 14,28%. 5. KESIMPULAN
2) Kejelasan siswa cerita yang dapat dimengerti
dan dipahami oleh siswa lain tergolong dalam Berdasarkan seluruh uraian di atas, diperoleh
kategori tinggi dengan prosentase 71,42%. tiga kesimpulan umum sebagai berikut. Pertama, Siswa
3) Kemampuan siswa mengaitkan antara cerita lebih termotivasi untuk belajar berbicara dan mengikuti
siswa yang satu dengan yang lain tergolong pembelajaran melalui pendekatan komunikatif-
tinggi yaitu 83,67%. integratif. Kedua, kemampuan berbicara siswa dalam

107
Jurnal Penelitian. Volume 19, No. 1, November 2015, hlm. 102-108

menggunakan bahasa yang efektif mulai dapat sehingga kita sebagai guru harus selalu berusaha
diperbaiki dengan melakukan pengoreksian oleh guru untuk mencari alternatif jalan keluar terbaik sehingga
ketika siswa melanjutkan cerita. Ketiga, siswa menjadi proses pembelajaran bisa lebih berhasil dan bermakna.
lebih berani untuk berbicara di depan umum, Kedua, proses pembelajaran keterampilan berbicara
khususnya di depan teman-teman kelasnya. sesungguhnya dapat dengan mudah diterapkan,
Berdasarkan temuan-temuan dan kesimpulan karena tidak menimbulkan kejenuhan dan kebosanan
penelitian ini, penulis merasa perlu untuk memberikan siswa jika menghadirkan keterampilan berbahasa yang
tiga saran sebagai berikut. Pertama, proses pembelajaran lain (yaitu: keterampilan berbicara, menulis,
keterampilan berbicara dapat membangkitkan motivasi menyimak, dan membaca). Ketiga, pendekatan
siswa jika didukung dengan memberikan variasi komunikatif–integratif tidak hanya menambahkan satu
pembelajaran dengan menghadirkan materi yang keterampilan berbahasa saja, melainkan dapat
menarik, misalnya materi melanjutkan cerita dengan menyentuh semua keterampilan berbahasa yang lain
judul yang menarik, seperti yang telah dilakukan, di dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA Rusmiati, Nepi. 2002. Model Show Case dalam


Pembelajaran Keterampilan Berbicara.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Bandung: Alfa.
Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakar ta: Surakhmad, Winarno. 1998. Pengantar Penelitian
Rieke Cipta. Ilmiah Dasar Metode Teknik. Bandung:
Arsyad, Mukti. 1984. Pembinaan Kemampuan Tarsito.
Berbicara Bahasa Indonesia. Jakar ta: Tarigan, Henr y Guntur. 1981. Berbicara Sebagai
Erlangga. Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Depar temen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Angkasa.
Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. ––––––––––. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan
Jakarta: Balai Pustaka. Berbahasa. Bandung: Angkasa.
––––––––––.2003. Penelitian Tindakan Kelas. Tarigan, Djago. 1996. Materi Pokok Pendidikan
Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan. Bahasa Indonesia 1. Jakar ta: Universitas
Rakhmat, Jalaludin. 2001. Retorika Moderen Terbuka.
Pendekatan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

108

Anda mungkin juga menyukai