Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan
dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya,
dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan
Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan
perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun
dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran – yang
terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal
dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan
tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih
diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris,
Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
pengukuran kinerjanya.
Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten
dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang
saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai
pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar
yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah
satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan
transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan
yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat
diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika
prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan
terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam
manajemen.
2. Responsibility / Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban adalah kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
dan prinsip korporasi yang sehat. Contoh dari prinsip pertanggungjawaban adalah
keselamatan pekerja, kesehatan pekerja, pajak., dan sebagainya,
3. independency / Kemandirian
Kemandirian adalah pengelolaan perusahaan secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan undang-
undang serta prinsip korporasi yang sehat.
Contoh dari kemandirian adalah dewan komisaris dan dewan direksi memiliki
pendapat yang independen pada setiap pengambilan keputusan, tetapi masih bisa
mendapat masukan dari konsultan atau sumber daya manusia lainnya yang berguna
untuk menunjang kemajuan perusahaan.
4. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil
dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan
penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya pemegang
saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa
berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang
dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau
keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang
telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan
perusahaan lain.
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi
faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan antara
praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini.
Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana
melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin
menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang
yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah
itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing,
penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik
terhadap perusahaan.
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham
sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini
dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan
wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk
mencegah terjadinya hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan
perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya
yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko
perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan
tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam
lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan
kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan
bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi
perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
The Role of Stakeholders in Corporate Governance
Aspek kunci dari Corporate Governance perusahaan adalah terkait dengan memastikan aliran
modal eksternal untuk perusahaan baik dalam bentuk ekuitas dan liabilitas. Daya saing dan
keberhasilan utama sebuah perusahaan adalah hasil kerja tim yang diwujudkan melalui
kontribusi dari berbagai penyedia sumber daya termasuk di dalamnya investor, karyawan,
kreditor, pelanggan dan pemasok, dan pemangku kepentingan lainnya. Perusahaan harus
mengakui bahwa kontribusi para pemangku kepentingan merupakan sumber daya berharga
untuk membangun kompetitif dan menguntungkan perusahaan.
PEMANGKU KEPENTINGAN
Prinsip Dasar Pemangku kepentingan -selain pemegang saham- adalah mereka yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh
keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra
bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan. Antara perusahaan dengan
pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas kewajaran dan
kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak.
Agar hubungan antara perusahaan dengan pemangku kepentingan berjalan dengan baik, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Perusahaan menjamin tidak terjadinya diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras,
golongan, dan gender serta terciptanya perlakuan yang adil dan jujur dalam
mendorong perkembangan karyawan sesuai dengan potensi, kemampuan, pengalaman
dan keterampilan masing-masing.
Perusahaan dan mitra bisnis harus bekerja sama untuk kepentingan kedua belah pihak
atas dasar prinsip saling menguntungkan.
Perusahaan harus memperhatikan kepentingan umum, terutama masyarakat sekitar
perusahaan, serta pengguna produk dan jasa perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
Karyawan
1. Perusahaan harus menggunakan kemampuan bekerja dan kriteria yang terkait dengan
sifat pekerjaan secara taat asas dalam mengambil keputusan mengenai penerimaan
karyawan.
2. Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan, penetapan jenjang karir dan
penentuan persyaratan kerja lainnya harus dilakukan secara obyektif, tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik seseorang, atau
keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
3. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola
rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.
4. Perusahaan harus menjamin terciptanya lingkungan kerja yang kondusif, termasuk
kesehatan dan keselamatan kerja agar setiap karyawan dapat bekerja secara kreatif
dan produktif.
5. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui oleh
karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat waktu.
6. Perusahaan harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nama, fasilitas, atau
hubungan baik perusahaan dengan pihak eksternal untuk kepentingan pribadi. Untuk
itu perusahaan harus mempunyai sistem yang dapat menjaga agar setiap karyawan
menjunjung tinggi standar etika dan nilai-nilai perusahaan serta mematuhi kebijakan,
peraturan dan prosedur internal yang berlaku.
7. Karyawan serta serikat pekerja yang ada di perusahaan berhak untuk menyampaikan
pendapat dan usul mengenai lingkungan kerja dan kesejahteraan karyawan.
8. Karyawan berhak melaporkan pelanggaran atas etika bisnis dan pedoman perilaku,
serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan.
Mitra Bisnis
1. Mitra Bisnis adalah pemasok, distributor, kreditur, debitur, dan pihak lainnya yang
melakukan transaksi usaha dengan perusahaan.
2. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin dilaksanakannya hak dan
kewajiban mitra bisnis sesuai dengan perjanjian dan peraturan perundangundangan.
3. Mitra bisnis berhak memperoleh informasi yang relevan sesuai hubungan bisnis
dengan perusahaan sehingga masing-masing pihak dapat membuat keputusan atas
dasar pertimbangan yang adil dan wajar.
4. Kecuali dipersyaratkan lain oleh peraturan perundang-undangan, perusahaan dan
mitra bisnis berkewajiban untuk merahasiakan informasi dan melindungi kepentingan
masing-masing pihak.
Adanya beberapa ancaman resiko yang dihadapkan perusahaan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, yaitu sebagai berikut :
1. Resiko yang bersifat finansial (kredit, likuiditas)
2. Resiko dari isu teknologi, ekonomi, politik, industri
3. Resiko internal
Pitfalls
Dewan yang mengawasi pengembangan manajemen dari kerangka manajemen risiko harus
menyadari perangkap (pitfalls) yang dapat menggagalkan implementasi, perangkap itu
diantaranya sebagai berikut :
1. Tidak menggunakan terminologi umum, sehingga peserta berbicara dan bertindak
dengan tujuan yang saling bertentangan.
2. Mempercepat proses, dan fokus utama pada resiko.
3. Menempatkan tanggung jawab implementasi pada tingkat organisasi yang terlalu
rendah
4. Gagal menghapus program yang tidak selaras dengan tujuan yang diidentifikasi.
5. Mengambil pendekatan "snapshot" tanpa menindaklanjuti untuk menanamkan
kerangka manajemen risiko yang sedang berlangsung ke dalam organisasi.
Risk Appetite
Risk Appetite Pernyataan risk appetite digunakan untuk mengartikulasikan risiko apa yang
akan diambil organisasi dalam pengejaran tentang tujuannya; sejauh mana risiko tersebut
akan dipertahankan; dan risiko yang akan terjadi dihindari. Jelas merupakan salah satu
prasyarat jika organisasi ingin mengidentifikasi dan mengelola risiko dalam tingkat
penerimaan. Namun ini adalah salah satu aspek manajemen resiko yang paling menantang di
Indonesia. Salah satu poin penting dari hasil survei adalah sangat sedikit organisasi yang
memiliki pernyataan Risk Appetite didefinisikan yang mencerminkan kesulitan dan sifat
risiko yang berkembang, dan belum ada standar dalam hal ini.
Risk Culture
• Dalam sebuah perusahaan, Risk culture dapat dilihat pada kebijakan dan budaya yang
diterapkan pada perusahaan. Budaya ini akan mempengaruhi dan
mengatur strategi dan sasaran dalam bisnis. Budaya dimulai dari perilaku dan
sifat governance (dewan direksi) yang nantinya akan mengatur tindakan konkrit
bagi manajemen.
• Risk culture memiliki dampak yang sangat besar pada proses bisnis perusahaan.
Kurangnya kompetensi dalam kepemimpinan, komunikasi, dan budaya seringkali
menyebabkan kejadian dan bencana industrial yang besar. Bencana ini dapat berupa
kerugian dalam jumlah yang besar (bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan)
ataupun bencana lingkungan yang berdampak pada masyarakat luas seperti
ambruknya sebuah shopping mall yang menewaskan orang banyak.
• Singkatnya, Risk culture yang kuat dapat membantu manajemen risiko untuk
meminimalisir risiko dan kerugian serta mampu menciptakan peluang yang dapat
memberikan keuntungan kompetitif dalam bisnis.
Keberhasilan manajemen risiko sangat tergantung pada dukungan dan tingkat otoritas
pengawasan.
1. Board Audit Committe
2. Board of Directors
3. Management Committe
4. Board Risk Committe
Audit Internal dituntut untuk mengevaluasi dan berperan aktif dalam meningkatkan
evektifitas system perngendalian internal secara berkesinambungan berkaitan dengan
pelaksanaan entitas dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan menejemen.
Peran audit internal adalah untuk memberikan tujuan dan jaminan independensi kepada
dewan dan manjemen senior tentang efektifitas tata kelola, manajemen risiko dan
pengendalian internal termasuk cara dimana garis pertahanan pertama dan kedua mencapai
manajemen risiko dan tujuan pengendalian.
Audit internal diharapkan dapat membantu mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko serta
berperan aktif melalui rekomendasi dan solusi meningkatkan kualitas menejemen resiko.
• Professional
Audit internal sangat penting dalam perusahaan dalam mempertahankan obyektifitas dan
independensi untuk melaksanakan tanggung jawab secara memadai.
• Bisnis
Dalam hal ini audit internal mengambil alih peran risiko bahwa tidak praktis untuk
mengharapkan fungsi risiko khusus dan tim dalam organisasi semua ukuran dan sifat.
Peranan Masyarakat
Nilai-Nilai Perusahaan
Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi
perusahaan
Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam
merumuskannya perlu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan letak
geografis dari masing-masing perusahaan.
Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur
Etika Bisnis
Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha
termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan
Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan
mendukung terciptanya budaya perusahaan
Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati bersama dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
Benturan Kepentingan
Kerahasiaan Informasi
Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan
harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan
perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan.
Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan,
serta pemegang saham yang telah mengalihkan sahamnya, dilarang mengungkapkan
informasi yang menjadi rahasia perusahaan.
Dasar-dasar Mitos Yang Berlaku Tentang Pemerintahan Dan Korupsi