1) Illegal Access sebagai tindak kejahatan murni : Dimana orang yang melakukan
kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja
dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis,
terhadap suatu system informasi atau system computer.
2) Illegal Access sebagai tindakan kejahatan abu-abu : Dimana kejahatan ini tidak
jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan
tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system
informasi atau system computer tersebut
3) Illegal Access yang menyerang individu : Yaitu, kejahatan yang dilakukan
terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk
merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk
mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, Cyberstalking, dll
4) Illegal Access yang menyerang hak cipta (Hak milik) : Kejahatan yang dilakukan
terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan,
mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi
materi/nonmateri.
5) Illegal Access yang menyerang pemerintah : Kejahatan yang dilakukan dengan
pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun
merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan
system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
2. Interception adalah merupakan ancaman terhadap kerahasiaan (secrecy). Informasi
yang ada disadap atau orang yang tidak berhak untuk mendapatkan akses ke
komputer di mana informasi tersebut disimpan. Pada aspek ini, data berhasil diambil
sebelum atau sesudah data ditransmisikan ke tujuan. teknik ini sangat sering
dilakukan dan sangat transparan. bahkan mungkin saat ini kita sedang disadap namun
kita tak pernah menyadari hal tersebut.
4. Illegas Devices berarti setiap perangkat tertentu yang dinyatakan sebagai perangkat
ilegal oleh peraturan dan perangkat tertentu yang digunakan dengan cara selain yang
ditentukan untuk penggunaannya yang digunakan oleh peratyran.
Carding
Ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk mengantisipasi tindak
kejahatan carding:
1). Jika Anda bertransaksi di toko, restoran, atau hotel menggunakan kartu kredit
pastikan Anda mengetahui bahwa kartu kredit hanya digesek pada mesin EDC yang
dapat Anda lihat secara langsung.
2). Jika Anda melakukan transaksi belanja atau reservasi hotel secara online,
pastikan bahwa website tersebut aman dengan dilengkapi teknologi enskripsi data
(https) serta memiliki reputasi yang bagus. Ada baiknya juga jika Anda tidak
melakukan transaksi online pada area hotspot karena pada area tersebut rawan
terjadinya intersepsi data.
3). Jangan sekali-kali Anda memberikan informasi terkait kartu kredit Anda berikut
identitas Anda kepada pihak manapun sekalipun hal tersebut ditanyakan oleh pihak
yang mengaku sebagai petugas bank.
4). Simpanlah surat tagihan kartu kredit yang dikirim oleh pihak bank setiap
bulannya atau jika Anda ingin membuangnya maka sebaiknya hancurkan terlebih
dahulu menggunakan alat penghancur kertas (paper shredder). Surat tagihan memuat
informasi berharga kartu kredit Anda.
5). Jika Anda menerima tagihan pembayaran atas transaksi yang tidak pernah Anda
lakukan maka segera laporkan kepada pihak bank penerbit untuk dilakukan
investigasi.
Pada dasarnya, ada dua jenis model transaksi yang rawan terjadi pencurian informasi
kartu kredit (carding), antara lain:
Pada jenis transaksi card present, pelaku mendapatkan informasi kartu kredit
korbannya dengan teknik skimming menggunakan card skimmer. Card skimmer
adalah alat yang mampu merekam data/informasi pada kartu kredit. Karena ukuran
alatnya cukup kecil, biasanya pelaku menyembunyikan alat tersebut di bawah meja
kasir. Pelaku mengambil data-data kartu kredit korbannya dengan cara menggesekkan
kartu kredit pada card skimmer sesaat setelah dilakukan transaksi pada mesin EDC.
Transaksi ini lebih berisiko karena transaksi dilakukan tanpa menggunakan fisik
kartu. Pelaku juga lebih mudah untuk mendapatkan data-data kartu kredit korbannya
tanpa menggunakan alat tertentu. Teknik yang umum digunakan di antaranya adalah
phishing dan hacking. Phishing dilakukan dengan cara menyamar menjadi pihak yang
dapat dipercaya atau seolah-oleh merupakan pihak yang sesungguhnya untuk
mendapatkan informasi kartu kredit dari korbannya. Contohnya dengan meminta
verifikasi informasi kartu kredit melalui e-mail atau telepon dan mengaku sebagai
petugas bank. Teknik lainnya adalah hacking yaitu dilakukan dengan cara
mengeksploitasi celah keamanan pada suatu website e-commerce pada layer database
untuk mendapatkan data-data kartu kredit pelanggan website tersebut.
Pelaku carding (khususnya pada jenis card not-present) bisa berada di wilayah
yurisdiksi negara manapun. Konsep yurisdiksi dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) memberlakukan
UU tersebut untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum di luar wilayah
hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau
di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia (pasal 2 UU
ITE).
Cara penyidik mencari identitas pelaku yang berada di luar yurisdiksi wilayah negara
Indonesia dapat dilakukan melalui mekanisme Mutual Legal Assistance (“MLA”)
atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana, sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana. MLA
memungkinkan Aparat penegak Hukum (“APH”) antarnegara bekerja sama dalam
rangka permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan negara diminta. Sampai saat ini, Indonesia baru melakukan empat
perjanjian bilateral dalam hal bantuan hukum timbal balik ini, yakni dengan
Australia, Cina, Republik Korea, dan Hong Kong.
Spamming
Adalah pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak
dikehendaki. Spam sering disebut juga sebagai bulk email atau junk e-mail alias
“sampah”. Meski demikian, banyak yang terkena dan menjadi korbannya.
Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun
dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman
(cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang
memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
https://etikaprofesiweb.wordpress.com/2017/04/19/illegal-access/
https://www.lawinsider.com/dictionary/illegal-device
http://si200.ilearning.me/2016/03/22/interruption-interception/
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132206569/pengabdian/ppm-2012-materi-aset-tetap-
impairment.pdf
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt50fed8ebcbd7d/langkah-
langkah-agar-terhindar-kejahatan-carding/
https://ihrvadress.blogspot.com/2016/11/kejahatan-atau-cyber-crime-dan-hak_9.html
http://www.untukku.com/artikel-untukku/hacking-cracking-carding-phising-
spamming-defacing-dsb-untukku.html