Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya
ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia disamping hadist-
hadist nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan ilmu dalam
dua kelompok yaitu, 1) Ilmu Fardu a’in ; 2) Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau
menyatakan pengertian ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
Ilmu fardu a’in, ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, maka orang yang mengetahui
ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in. Ilmu
fardu kifayah ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan
duniawi.
Lebih jauh, Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama
dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang
termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu
berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada
dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakkan urusan
dunia.
Dengan demikian pengertian ilmu serta kedudukan dan klasifikasi dari pendapat para pakar
dalam bidangnya. Dan di ambil dari beberapa sumber. Semoga bisa menambah
wawasan dunia Islam kita.
Dalam kitab Mughnil Muhtaaj disebutkan bahwa riba adalah akad pertukaran barang tertentu
dengan tidak diketahui (bahwa kedua barang yang ditukar) itu sama dalam pandangan
syari’at, baik dilakukan saat akad ataupun dengan menangguhkan (mengakhirkan) dua barang
yang ditukarkan atau salah satunya.
Sumber: https://almanhaj.or.id/4044-riba-pengertian-dan-macam-macamnya.html
Imam ‘Ali bin Husain bin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan sebutan as-Saghadi,
menyebutkan dalam kitab an-Nutf bahwa riba menjadi tiga bentuk yaitu:
Sumber: https://almanhaj.or.id/4044-riba-pengertian-dan-macam-macamnya.html
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar (masdar) dari zaka yang
berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Dari segi istilah fiqh, zakat berarti sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak.[1]
Pajak menurut defenisi para ahli keuangan, ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib
pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, dan hasilnya digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum, serta merealisasikan sebagian tujuan
ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.[2]
Persamaan Dan Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak
Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya
akan terkena sanksi
Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi
penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya
Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem
ekonomi yang terdapat di masyarakat
Dengan adanya semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa disamakan begitu saja
dengan zakat. Karena di antara keduanya terdapat perbedaan mendasar dan essensial. Adapun
perbedaan antara zakat dan pajak akan dijelaskan dengan tabel di bawah ini: