Anda di halaman 1dari 22

GAMBARAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT

ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI


OSTEOARTRITIS DI DESA JETIS

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:
PUTRI YUNIAR AYUNINGTIYAS
J210150013

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI ILMIAH

Bismillahirahmaanirrohim
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya
Nama : Putri Yuniar Ayuningtiyas
NIM : J210150013
Fakultas/Jurusan : Ilmu Kesehatan/S1 Keperawatan
Jenis : Skripsi
Judul Skripsi : Gambaran Peran Keluarga dalam Upaya Merawat Anggota Keluarga
yang Mengalami Keluhan Akibat Penyakit Osteoartritis

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya menyetujui untuk :


1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah
saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalihformatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikan, serta menampilkannya
dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS, tanpa
perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak
Perpustakaan UMS, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran
hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Surakarta, 15 April 2019


Yang menyatakan

i
Putri Yuniar Ayuningtiyas
J210150013

ii
iii
GAMBARAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA
YANG MENGALAMI OSTEOARTRITIS DI DESA JETIS

Abstrak
Pendahuluan: Osteoartritis adalah salah satu kelainan sendi yang sering terjadi dan dapat
mengakibatkan kecacatan serta gangguan pergerakan pada penderita apabila tidak dilakukan
perawatan dengan tepat. Oleh karena itu perlu adanya peranan khusus pada perawatan
osteoartritis terutama bagi keluarga. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami osteoartritis di
Desa Jetis. Metode penelitian: Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dengan metode
analisis deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anggota
keluarga yang menderita penyakit osteoartritis sebanyak 44 keluarga dengan teknik total
sampling. Hasil penelitian: Kesimpulan penelitian ini adalah karakteristik keluarga dengan
anggota keluarga yang mengalami osteoartritis di Desa Jetis sebagian besar dalam rentang
umur 46-55 tahun, jenis kelamin laki-laki, berpendidikan SD, dan pekerjaan sebagai buruh.
Peran keluarga berdasarkan masing-masing divisi dapat disimpulkan yaitu peran keluarga
sebagai motivator, fasilitator, pemberi perawatan, koordinator mediator adalah baik, peran
sebagai edukator adalah cukup, peran sebagai inisiator adalah kurang. Peran keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami osteoartritis di Desa Jetis sebagian besar adalah
cukup.

Kata kunci: peran keluarga, merawat anggota keluarga, osteoartritis

Abstract
Introduction: Osteoarthritis is a joint disorder that often occurs and can cause disability and
movement disorders in patients if not properly treated. Therefore there needs to be a special
role in the treatment of osteoarthritis, especially for families. Objective: This study aims to
describe the role of families in caring for family members who experience osteoarthritis in
Jetis Village. Research method: This research is a type of quantitative research with
descriptive analysis method. The sample in this study were families who had family members
suffering from osteoarthritis as many as 44 families with total sampling technique. Results:
The conclusion of this study is the characteristics of families with family members who
experience osteoarthritis in Jetis Village, mostly in the age range of 46-55 years, male gender,
elementary school education, and employment as laborers. The role of the family based on
each division can be concluded, namely the role of the family as a motivator, facilitator, care
giver, mediator coordinator is good, the role of educator is sufficient, the role of initiator is
lacking. The role of the family in caring for family members who experience osteoarthritis in
Jetis Village is mostly sufficient.
Keywords: Family Role, Caring for Family Members, Osteoarthritis

1. PENDAHULUAN
Kelainan sendi yang paling sering diderita adalah Osteoartritis dibandingkan dengan jenis
kelainan sendi yang lain (Loser, 2010). Menurut Word Health Organization (WHO) tahun

1
2007, diketahui bahwa penyakit osteoartritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan
mencapai 24 juta dikawasan Asia Tenggara. Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum
diketahui secara pasti penyebabnya, akan tetapi ditandai dengan kehilangan tulang rawan
sendi secara bertingkat. Berdasarkan National Institute of Arthritis, diperkirakan 15,8 juta
(12%) orang dewasa antara usia 25-74 tahun mempunyai keluhan osteoartritis.
Berdasarkan The National Artritis Data Workgroup (NADW) kejadian osteoartritis di
Eropa dan Amerika lebih besar daripada di negara lainnya. Diperkirakan penderita
osteoartritias di Amerika pada tahun 2005 sebanyak 27 juta yang terjadi pada usia 18 tahun
keatas (Murphy dan helmick, 2013). Di Asia, China dan India menduduki peringkat 2 teratas
sebagai negara dengan epidemologi osteoartritis tertinggi yaitu berturut-turut 5.650 dan 8.145
jiwa yang menderita osteoartritis lutut (Fransen et. al, 2011).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara
pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi oseoartritis tertinggi
yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9%
sedangkan di Jawa Tengah angka prevalensinya cukup tinggi yaitu sekitar 25,5% (Riskesdas,
2013).
Berdasarkan pemeriksaan radiologis sendi lutut, di Indonesia terdapat prevalensi
osteoartritis sebesar 5% pada laki-laki dan 12,7% pada perempuan (Soeroso dkk, 2009).
Angka tersebut terbilang cukup tinggi sehingga diperlukan perhatian khusus terutama bagi
keluarga, sebab osteoartritis dapat mengakibatkan kecacatan dan gangguan pergerakan pada
penderita. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap sektor ekonomi nasional pada masa
mendatang, karena beban biaya pengobatan dan dampak kecacatan terhadap penderita.
Seiring dengan bertambahnya angka harapan hidup masyarakat indonesia maka bertambah
pula populasi penderita osteoartritis. Berdasarkan data WHO, angka harapan penduduk
Indonesia adalah 68 tahun (WHO, 2009) dan diperkirakan jumlah penderita cacat akibat
osteoartritis berkisar antara satu sampai dua juta orang (Soeroso dkk, 2009).
Osteoartritis adalah salah satu jenis artritis yang sering terjadi, oleh karena itu perlu
adanya peranan khusus pada perawatan osteoartritis terutama bagi keluarga. Peran keluarga
dalam perawatan diantaranya yaitu menjaga dan merawat kondisi anggota keluarga agar tetap
dalam keadaan optimal dan produktif, memperthankan dan meningkatkan status mental,
mengantisipasi adanya perubahan sosial dan ekonomi, memotivasi dan memfasilitasi untuk
memenuhi kebutuhan spiritual (Darwinto, dkk 2013).

2
Peran keluarga sesuai dengan tuga-tugas keluarga dalam bidang kesehatan salah
satunya adalah memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan yang tidak
dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya terlalu muda. Peran keluarga
tersebut meliputi mengingatkan/memonitor waktu minum obat, mengontrol persediaan obat,
mengantarkan penderita kontrol, memisahkan alat-alat penderita dengan anggota keluarga
lain, meningkatkan kesehatan lingkungan penderita, dan pemenuhan kebutuhan psikologis
agar penderita tidak merasa terisolir dalam lingkungannya (Friedman, 1998).
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Baki pada bulan Oktober
2018, didapatkan 5 keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan penyakit osteoartritis
menyatakan bahwa aktivitas penderita terganggu karena nyeri sendi yang sering timbul dan
nyeri sering terasa saat melakukan aktivitas. Saat nyeri sendi timbul, keluarga hanya dapat
membantu dalam berjalan dan memberikan obat Paracetamol untuk mengurangi rasa sakit.
Hasil wawancara singkat dengan salah satu keluarga mengatakan bahwa belum dapat
memberikan perawatan yang maksimal karena alasan kesibukan pekerjaan yang menjadi
penghalang untuk memberikan perhatian dan perawatan untuk anggota keluarganya.
Berdasarkan hal tersebut, masih banyak keluarga yang belum dapat menjalankan perannya
secara maksimal dalam merawat anggota keluarganya yang menderita osteoartritis. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana gambaran peran keluarga
dalam upaya merawat anggota keluarga yang mengalami keluhan akibat penyakit osteoartritis
di Desa Jetis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang mengalami osteoartritis di Desa Jetis.

2. METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah suatu metodologi penelitian yang ditujukan
untuk menggambarkan suatu fenomena yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau
dengan menggunakan angka-angka dan pengolahan statistik untuk memaksimalkan
objektifitas (Hamdi, 2014).
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang merawat
anggota keluarga yang mengalami keluhan akibat penyakit osteoartritis di Desa Jetis yang
terdaftar di Puskesmas Baki sejumlah 44 responden. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan teknik deskriptif.

3
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
3.1.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden (N=44)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1. Umur
a. 21-35 tahun 5 11,4
b. 36-45 tahun 7 15,9
c. 46-55 tahun 19 43,2
d. 56-65 tahun 11 25,0
e. 66-76 tahun 2 4,5
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 25 56,8
b. Perempuan 19 43,2
3. Pendidikan
a. Tidak sekolah 2 4,5
b. SD 16 36,4
c. SMP 13 29,5
d. SMA 12 27,3
e. Sarjana 1 2,3
4. Pekerjaan
a. Tidak bekerja/IRT 8 18,2
b. Buruh 20 45,5
c. Wiraswasta 11 25,0
d. Swasta 5 11,4
5. Hubungan dengan Penderita
a. Suami 23 52,3
b. Istri 11 25,0
c. Anak 9 20,5
d. Orang tua 1 2,3
Karakteristik responden berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa distribusi menurut umur
responden yang tertinggi adalah umur 46-55 tahun sebanyak 19 responden (43,2%), umur
5-65 tahun sebanyak 11 responden (25,0%), umur 36-45 tahun sebanyak 7 responden
(15,9%), umur 21-35 sebanyak 5 resonden (11,4%) dan distribusi terendah adalah umur 66-
76 tahun sebanyak 2 responden (4,5%). Selanjutnya distribusi jenis kelamin responden laki-
laki sebanyak 25 responden (56,8%) dan perempuan sebanyak 19 responden (43,2%).
Karakteristik responden menurut pendidikan menunjukan distribusi tertinggi adalah SD
sebanyak 16 responden (36,4%), SMP sebanyak 13 responden (29,5%), SMA sebanyak 12
responden (27,3%), tidak sekolah sebanyak 2 responden (4,5%) dan distribusi terendah
adalah sarjana sebanyak 1 responden (2,3%). Karakteristik responden menurut pekerjaan
menujukan distribusi tertinggi adalah buruh sebanyak 20 responden (45,5%), wiraswasta
sebanyak 11 responden (25,0%), tidak bekerja sebanyak 8 responden (18,2%), dan distribusi

4
terendah adalah swasta sebanyak 5 responden (11,4%). Karakteristik responden berdasarkan
hubungan dengan penderita menunjukan bahwa distribusi tertinggi adalah suami sebanyak 23
responden (52,3%), istri sebanyak 11 responden (25,0%), anak sebanyak 9 responden
(20,5%), dan distribusi terendah adalah orang tua sebanyak 1 responden (2,3%).
3.1.2 Karakteristik Penderita Osteoartritis
Tabel 2. Karakteristik Penderita (N=44)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1. Umur
a. 21-35 tahun 2 4,5
b. 36-45 tahun 8 18,2
c. 46-55 tahun 17 38,6
d. 56-65 tahun 9 20,5
e. 66-83 tahun 8 18,2
2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 11 25,0
b. Perempuan 33 75,0
3. Pendidikan
a. Tidak sekolah 2 4,5
b. SD 27 61,4
c. SMP 7 15,9
d. SMA 7 15,9
e. Sarjana 1 2,3
4. Pekerjaan
a. Tidak bekerja/IRT 14 31,8
b. Buruh 18 40,9
c. Wiraswasta 7 15,9
d. Swasta 5 11,4
5. Lama Sakit
a. 6 bulan - 2 tahun 21 47,7
b. 3-4 tahun 15 34,1
c. 5-10 tahun 6 13,6
d. >10 tahun 2 4,5

Karakteristik penderita berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa distribusi penderita menurut


umur tertinggi adalah 46-55 tahun sebanyak 17 penderita (38,6%), umur 56-65 tahun
sebanyak 9 penderita (20,5%), umur 36-45 tahun sebanyak 8 penderita (18,2%), umur 66-83
tahun sebanyak 8 penderita (18,2%), dan distribusi terendah adalah umur 21-35 tahun
sebanyak 2 penderita (4,5%). Selanjutnya karakteristik berdasarkan jenis kelamin dengan
distribusi tertinggi adalah perempuan sebanyak 33 penderita (75,0%) dan laki-laki sebanyak
11 penderita (25,0%). Karakteristik penderita berdasarkan pendidikan menunjukan distribusi
tertinggi adalah SD sebanyak 27 penderita (61,4%), SMP sebanyak 7 penderita (15,9%),
SMA sebanyak 7 penderita (15,9%), tidak sekolah sebanyak 2 penderita (4,5%) dan sarjana

5
sebanyak 1 penderita (2,3%). Karakteristik penderita berdasarkan pekerjaan dengan distribusi
tertinggi adalah buruh sebanyak 18 penderita (40,9%), tidak bekerja sebanyak 14 penderita
(31,8%), wiraswasta sebanyak 7 penderita (15,9%), dan distribusi terendah adalah swasta
sebanyak 5 pederita (11,4%). Karakteristik penderita berdasarkan lama sakit dengan
distribusi tertinggi adalah 6 bulan-2 tahun sebanyak 21 penderita (47,7%), 3-4 tahun
sebanyak 15 penderita (34,1%), 5-10 tahun sebanyak 6 penderita (13,6%) dan distribusi
terendah adalah >10 tahun sebanyak 2 penderita (4,5%).
3.1.3 Gambaran Masing-Masing Divisi Peran Keluarga
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Masing-Masing Divisi Peran Keluarga (N=44)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Peran sebagai Motivator
Kurang 10 22,7
Cukup 11 25,0
Baik 23 52,3
2. Peran sebagai Edukator
Kurang 12 27,3
Cukup 18 40,9
Baik 14 31,8
3. Peran sebagai Fasilitator
Kurang 8 18,2
Cukup 7 15,9
Baik 29 65,9
4. Peran sebagai Inisiator
Kurang 30 68,2
Cukup 8 18,2
Baik 6 13,6
5. Peran sebagai Pemberi
Perawatan
Kurang 4 9,1
Cukup 13 29,5
Baik 27 61,4
6. Peran sebagai Koordinator
& Mediator
Kurang 9 20,5
Cukup 15 34,1
Baik 20 45,5
Berdasarkan tabel 3 distribusi frekuensi peran keluarga sebagai motivator menunjukan
sebagian besar memiliki peran baik yaitu sebanyak 23 responden (52,3%), cukup sebanyak
11 responden (25,0%) dan kurang sebanyak 10 responden (22,7%). Selanjutnya peran
keluarga sebagai edukator menunjukan sebagian besar memiliki peran cukup yaitu sebanyak
18 responden (40,9%), baik sebanyak 14 responden (31,8%), dan kurang sebanyak 12
responden (27,3%). Peran keluarga sebagai fasilitator sebagian besar memiliki peran baik

6
yaitu sebanyak 29 responden (65,9%), kurang sebanyak 8 responden (18,2%).
Sedangkanperan kelarga sebagai inisoator sebagian besar memiliki peran kurang yaitu
sebanyak 30 responden (68,2%), cukup sebanyak 8 responden (18,2%) dan baik sebanyak 6
responden (13,6%). Peran keluarga sebagai pemberi perawatan sebagian besar memiliki
peran baik sebanyak 27 responden (61,4%), cukup sebanyak 13 responden (29,5%) dan
kurang sebanyak 4 responden (9,1%). Peran keluarga sebagai koordinator dan mediator
sebagian besar memiliki peran baik sebanyak 20 responden (45,5%), cukup sebanyak 15
responden (34,1%) dan kurang sebanyak 9 responden (20,5%).
3.1.4 Gambaran Peran Keluarga
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Peran Keluarga (N=44)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Kurang 4 9,1
2. Cukup 25 56,8
3. Baik 15 34,1
Berdasarkan tabel 4 distribusi frekuensi peran keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami penyakit osteoartritis menunjukan sebagian besar memiliki peran cukup
yaitu sebanyak 25 responden (56,8%), baik sebanyak 15 responden (34,1%) dan kurang
sebanyak 4 responden (9,1%).
3.2 Pembahasan
3.2.1 Karakteristik Responden
Karakteristik umur responden sebagian besar dalam rentang umur 46-55 tahun. Berdasarkan
teori perkembangan keluarga menurut Duvall dan Miller rentang usia 46-55 tahun termasuk
dalam tahap perkembangan V dan VI dimana pada fase tersebut anak sudah memasuki masa
remaja dan dewasa sedangkan usia orang tua sudah semakin tua. Pada masa tersebut
tantangan yang besar pada keluarga adalah memenuhi setiap kebutuhan anggota keluarganya.
Pada rentang umur 46-55 tahun termasuk dalam kategori masa lansia awal (Depkes RI,
2009).
Berdasarkan distribusi umur responden tersebut menunjukan bahwa sebagian besar
responden merupakan kelompok dewasa yang tentu telah memiliki tanggung jawab terhadap
anggota keluarganya. Pada umumnya umur seseorang dapat berhubungan dengan tingkat
pengetahuan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Notoadmodjo bahwa faktor yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan antara lain umur. Hal tersebut mempengaruhi pada daya
tangkap dan pola pikir seseorang, dimana semakin bertambah umur maka akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya (Notoadmodjo, 2012)

7
Karakteristik responden menurut jenis kelamin menunjukan sebagian besar responden
adalah laki-laki. Sebagian besar laki-laki di desa Jetis beranggapan dan menyadari bahwa
kewajiban mereka adalah memberi perhatian lahir dan batin kepada keluarga termasuk salah
satunya adalah merawat anggota keluarganya. Disamping itu anak laki-laki dididik untuk
mencari nafkah dan dipersiapkan untuk menjadi tulang punggung dan seorang kepala
keluarga.
Karakteristik responden menurut pendidikan menunjukan sebagian besar adalah SD.
Hal ini dikarenakan wilayah desa Jetis merupakan wilayah pedesaan yang belum banyak
terdapat sekolah dan tingkat ekonomi masyarakat yang masih rendah pada saat itu
menyebabkan masyarakatnya belum mengenyam pendidikan yang baik. Berdasarkan hal
tersebut tingkat pendidikan yaitu pendidikan yang dimiliki oleh responden kurang baik
sehingga responden kurang memahami peran mereka dalam merawat keluarganya.
(Notoadmodjo, 2012) mengungkapkan bahwa pendidikan adalah upaya pembelajaran kepada
individu dan masyarakat agar melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Tingkat pendidikan yang baik tentu saja diharapkan mampu untuk
menambah ilmu pengetahuan serta dapat mengaplikasikannya, salah satunya dalam hal
kesehatan. Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah tentu saja kurang mampu dalam
mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam hal kesehatan dikarenakan pola pikir dan
kurangnya pengetahuan yang didapat. Selanjutnya Suprajitno menyebutkan pendidikan
seseorang juga mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah
dan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga dengan pengetahuan yang cukup
maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat (Suparjitno,
2012).
Karakteristik responden menurut pekerjaan sebagian besar adalah sebagai buruh.
Masyarakat banyak bekerja sebagai buruh karena disekitar desa Jetis terdapat pabrik yang
memberikan kesempatan mereka untuk bekerja selain itu responden tidak dapat pekerjaan
yang lebih baik dikarenakan pendidikan responden yang rendah. Karakteristik pekerjaan
seseorang dapat berhubungan dengan pendapatan yang didapat serta waktu yang ditentukan
oleh pekerjaan tersebut. Status pekerjaan berhubungan dengan aktualisasi diri seseorang dan
mendorong seseorang lebih percaya diri dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.
Seseorang yang bekerja dengan kegiatan yang padat dan mengalami stres yang tinggi
terhadap pekerjaan dapat mempengaruhi orang tersebut dalam memberikan perhatian dan
merawat anggota keluarganya (Dahliyani, 2014).

8
Karakteristik responden berdasarkan hubungan dengan keluarga sebagian besar adalah
sebagai suami. Sebagai suami atau sebagai ayah yang merupakan kepala keluarga dalam
sebuah keluarga mempunyai peranan penting yaitu sebagai pencari nafkah, pelindung dan
pemberi rasa aman, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya. Sedangkan peranan istri atau sebagai ibu yaitu mengurus
rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak-anak, pelindung dan sebagai salah satu anggota
kelompok dari peranan sosialnya, sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya serta bisa
berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga. Adapun peranan anak yaitu
melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik,
mental, sosial dan spiritual (Muhlisin, 2012).
3.2.2 Karakteristik Penderita Osteoartritis
Karakteristik umur penderita osteoartritis pada penelitian ini sebagian besar adalah pada
rentan umur 46-55 tahun. Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif sendi yang erat
kaitannya dengan umur. Dari semua faktor resiko osteoartritis, faktor umur adalah faktor
yang terkuat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Darwinto di desa Bondo Jepara tahun
2013 yang menunjukan bahwa rentan umur tertinggi adalah 41-60 tahun (Darwinto et al.,
2013). Berdasarkan penelitian Soeyardi tahun 2017 yang melaporkan bahwa prevalensi
osteoartritis pada rentan usia 40-49 tahun (Soeyardi et al., 2017). Sedangkan penelitian
Hasiibi di wilayah kerja puskesmas Susut tahun 2014 menunjukan kelompok usia terbanyak
yang mengalami osteoartritis adalah kelompok usia 50-70 tahun dan keseluruhan osteoartritis
meningkat secara bermakna seiring dengan bertambahnya usia (Hasiibii, 2014). Adapun pada
penelitian di daerah pedesaan Gaoyou China dilaporkan bahwa prevalensi oseoartritis lutut
keseluruhan mencapai 25% pada perempuan dan 24,7% pada laki-laki pada kelompok usia >
70 tahun (Liu et al., 2016).
Pada penelitian ini didapatkan hasil kejadian osteoartritis lebih banyak terjadi pada
perempuan daripada pada laki-laki. Penyakit osteoartritis lebih sering terjadi pada perempuan
karena faktor hormon estrogen yang memegang peranan penting bagi tubuh perempuan yang
menyebabkan terjadinya osteoartritis. Hal ini sejalan dengan penelitian Soeyardi di RSUP
Kandou Manado tahun 2017 yang menunjukan kejadian osteoartritis lutut lebih sering terjadi
pada perempuan daripada laki-laki (Soeyardi et al., 2017). Begitu pula pada penelitian yang
dilakukan Sonjaya di RS Al Islam Bandung tahun 2014 yang menunjukan bahwa kejadian
osteoartritis lutut primer lebih tinggi secara drastis pada perempuan (Sonjaya et al., 2014).
Berdasarkan hal tersebut tingginya kejadian osteoartritis pada perempuan dalam penelitian ini

9
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa faktor hormonal memegang peran penting dalam
terjadinya osteoartritis.
Karakteristik penderita berdasarkan pendidikan sebagian besar adalah pendidikan SD
(61,4%). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan penderita kurang baik. Letak desa
Jetis yang kurang strategis memungkinkan kurangnya sarana pendidikan pada saat itu dan
kondisi ekonomi yang belum stabil menyebabkan penderita tidak mengenyam pendidikan
yang tinggi. Menurut Notoadmodjo, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin mudah dalam menerima segala informasi yang dibutuhkan, sehingga pengetahuan
seseorang juga akan semakin baik. Namun demikian, pendidikan bukan menjadi hal yang
mutlak dalam mempengaruhi pengetahuan, melainkan pengalaman serta informasi dari
lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi pengetahuan (Notoadmodjo, 2012). Selanjutnya
pada penelitian Andriyani tahun 2018 menunjukan bahwa sebagian besar pendidikan terakhir
responden adalah SD (Muhlisin & Andriyani, 2018). Hal tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Sella tahun 2017 yang menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden
osteoartritis paling banyak adalah SD (Sella et al., 2017). Tingkat pendidikan yang kurang
dapat berpengaruh terhadap kecendrungan untuk melakukan suatu tindakan yang kurang
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, dalam hal ini mengenai perawatan pada
penderita osteoartritis (Wibowo & Zen, 2017).
Karakteristik penderita berdasarkan pekerjaan sebagian besar adalah buruh. Penderita
memilih pekerjaan sebagai buruh karena hanya pekerjaan tersebut yang dapat mereka
kerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan pekerjaan tersebut banyak
tersedia di desa selain itu karena mereka tidak memiliki ijazah yang tinggi sehingga tidak
mendapatkan pekerjaan yang lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasiibi tahun
2014 yang menunjukan bahwa osteoartritis paling banyak terjadi pada pekerja fisik (petani,
buruh, ABRI dan peternak) sebanyak 68,1% sehingga perlu dilakukannya suatu edukasi
kepada kelompok kerja fisik bagaimana mengurangi beban kerja dan aktivitas yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteartritis serta kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan.
Selanjutnya Hasiibi mengungkapkan bahwa berdasarkan riwayat beban kerja, mayoritas
beban kerja penderita osteoartritis terjadi pada responden dengan riwayat beban kerja sedang-
berat (Hasiibii, 2014). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian di desa Serampingan,
Tabanan yang melaporkan bahwa 98,2% penderita osteoartritis merupakan responden yang
riwayat pekerjaan dan kesehariannya melakukan pekerjaan berat. Adapun penelitian yang
dilakukan oleh Toivanen yang menyatakan terdapat hubungan antara meningkatnya beban
kerja seseorang dengan terjadinya osteoartritis, dimana seseorang yang memiliki beban kerja

10
berat mengalami peningkatan resiko terjadinya osteoartritis hampir sebesar 7 kali, dan
dinyataka pula bahwa beban pekerjaan yang ringan tidak signifikan berpengaruh terhadap
terjadinya osteoartritis (Toivanen et al., 2010).
Karakteristik berdasarkan lama sakit menunjukan hasil bahwa sebagian besar lama sakit
penderita adalah pada rentang 1-2 tahun. Sebagian besar penderita mengeluh nyeri pada
bagian lutut dan sering timbul bila beraktivitas berat. Hal ini sejalan dengan penelitian
Muhlisin & Andriyani yang menyebutkan bahwa distribusi frekuensi lama di diagnosis
tertinggi 1-2 tahun yakni 61,0% (Muhlisin & Andriyani, 2018). Adapun penelitian Hakim
tahun 2018 yang menunjukan bahwa sebagian besar responden penyakit kronis dengan lama
menderita <5 tahun (55,7%) (Purwanti & Hakim, 2018). Penyakit sendi mengakibatkan
peradangan pada lapisan pembungkus sendi. Penyakit ini berlangsung bertahun-tahun dan
menyerang berbagai sendi, apabila radang terjadi secara menahun akan terjadi kerusakan
tulang otot ligamen serta tulang rawan sendi. Individu dengan penyakit rheumatoid
arthritisakan mengalami beberapa masalah seperti nyeri pada sendi, kekakuan sendi,
peradangan sendi, dan keterbatasan pergerakan (Muhlisin & Nugraha, 2017). Lama sakit
pada penyakit kronis seperti osteoatritis dapat berpengaruh pada kemampuan penderita dalam
merawat dirinya sendiri agar sakit yang diderita tidak semakin buruk. Semakin lama
seseorang mengalami penyakitnya maka kemungkinan besar orang tersebut dapat mengetahui
dan memahami apa saja yang yang harus dilakukan dalam perawatan ostoartritis, misalnya
bagaimana cara yang tepat untuk mengatasi nyeri sendi yang timbul atau terkait dengan
konsumsi makanan yang mengandung kacang-kacangan untuk dihindari.
3.2.3 Gambaran Peran Keluarga
Peran keluarga sebagai motivator dalam penelitian ini menunjukan sebagian besar baik.
Dalam hal ini keluarga memberikan motivasi atau dukungan kepada penderita yang
mengalami osteoartritis baik dalam bentuk dukungan fisik maupun spiritual. Peran keluarga
sebagai motivator dapat dilihat dari seberapa sering keluarga mengingatkan hal-hal yang
tidak boleh dilakukan karena akan berakibat buruk pada kondisi penyakit osteoartritis.
Misalnya mengingatkan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang megandung kacang-
kacangan, menjaga berat badan tetap ideal dan tidak melakukan aktivitas yang berlebih yang
dapat menyebabkan nyeri sendi timbul.
Peran keluarga sebagai edukator menunjukan bahwa sebagian besar cukup. Keluarga
berperan sebagai pendidik bagi anggota keluarganya yang dapat berfungsi sebagai upaya
promotif dari keluarga. Keluarga berkewajiban mmberikan pengetahuan kepada seluruh
anggota keluarganya, termasuk salah satunya pengetahan tentang kesehatan. Dalam hal ini

11
keluarga berperan sebagai pendidik yang dapat memberikan penjelasan yang benar mengenai
kondisi penyakit osteoartritis. Pendidikan yang rendah dapat berpengaruh terhadap pola pikir
dan tindakan keluarga dalam mengatasi masalah dalam keluarga. Sebaliknya dengan tingkat
pendidikan tinggi keluarga akan mampu mengenal masalah dan mampu mengambil
keputusan untuk menyelesaikan masalah (Effendy & Makhfudli, 2009).
Peran keluarga sebagai fasilitiator menunjukan bahwa sebagian besar baik. Sebagai
fasilitator, keluarga berkewajiban memfasilitasi segala keperluan anggota keluarganya dalam
semua aspek baik fisik, mental dan spiritual. Peran keluarga sebagai fasilitator dapat dilihat
dari ketersediaan keluarga mengantar penderita berobat ke puskesmas atau pelayanan
kesehatan, bersedia mengurus dan membiayai biaya perawatan dan pengobatan. Keluarga
juga harus berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan anggota keluarganya.
Peran keluarga sebagai inisiator menunjukan bahwa sebagian besar kurang. Sebagai
inisoator, keluarga harus dapat mengemukakan dan menciptakan ide-ide baru yang bertujuan
untuk mengatasi masalah kesehatan bagi anggota keluarganya. Dalam hal ini keluarga kurang
dapat mengemukakan ide-ide baru yang disebabkan karena kurang mampu dalam mengenal
masalah kesehatan tentang penyakit osteoartritris. Selain itu kemampuan keluarga dalam
mengambil keputusan juga terbatas karena keluarga tidak mengetahui secara luas tentang
masalah penyakit osteoartritis sehingga nyeri sendi yang dirasakan dapat kembali kambuh
sewaktu waktu.
Peran keluarga sebagai pemberi perawatan menunjukan bahwa sebagian besar baik.
Sebagai care giver keluarga dapat merawat anggota keluarga yang sakit dengan sungguh-
sungguh dan memberikan perawatan ketika anggota keluarganya mengeluh sakit. Keluarga
dapat melakukan perawatan seperti memberikan kompres air hangat ataupun memberikan
obat anti nyeri untuk mengatasi keluhan nyeri yang dirasakan.
Peran keluarga sebagai koordinator dan mediator menunjukan bahwa sebagian besar
baik. Keluarga merencanakan dan memutuskan secara musyawarah terkait dengan perawatan
anggota keluarganya yang menderita penyakit osteoartritis. Dalam hal ini keluarga sudah
dapat berkoordinasi dengan tenaga kesehatan untuk memberikan pengobatan bagi anggota
keluarga yang sakit selain itu keluarga juga sudah menggunakan fasilitas kesehatan yang
tersedia.
3.2.4 Gambaran Peran Keluarga dalam Upaya Merawat Anggota Keluarga yang Mengalami
Penyakit Oateoartritis
Distribusi frekuensi peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami
penyakit osteoartritis menunjukan sebagian besar memiliki peran cukup. Peran keluarga

12
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh
harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008). Peran
keluarga dalam merawat penderita osteoartirtis sangatlah penting, terutama peran keluarga
sebagai motivator, edukator dan fasilitator. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Darwinto di desa Bondo Jepara yang mununjukan bahwa peran keluarga dalam merawat
lansia osteoartritis sebagian besar cukup (56,6%) (Darwinto et al., 2013).
Peran keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan secara
langsung pada sistem baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Peran keluarga harus
ditingkatkan karena peran keluarga bukan hanya memulihkan keadaan anggota kelurganya
yang sakit, tetapi juga mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan, peran keluarga dalam perawatan anggota keluarganya adalah
sebagai motivator, edukator, fasilitator, inisiator, pemberi perawatan, serta koordinator dan
mediator (Friedman, 2010).
Peran keluarga dalam merawat penderita osteoartritis misalnya dengan mengingatkan tentang
hal yang tidak boleh dilakukan seperti mengkonsumsi kacang-kacangan, aktivitas berlebih,
dan menjaga agar berat badan normal dan ideal. Selain itu keluarga dapat memberikan
kompres air hangat apabila penderita merasa nyeri sendi dan selalu memberikan dukungan
psikososial terhadap penderita.
Penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar peran kelurga adalah cukup. Hal ini bearti
penderita masih kurang mendapatkan peranan keluarga dalam hidupnya. Adapun beberapa
faktor yang berhubungan dengan peran cukup tersebut adalah faktor pendidikan dan
pekerjaan responden. Penelitian ini menunjukan pendidikan responden sebagian besar adalah
SD dan pekerjaan responden adalah buruh. Berdasaran hal tersebut individu dengan
pendidikan SD mengalami keterbatasan dalam pola pikir dan penerimaan informasi sehingga
tidak dapat merawat anggota keluarga dengan baik. Berdasarkan penelitian Darwinto (2013)
menyimpulkan bahwa peran keluarga dalam merawat lansia dengan osteoartritis
membutuhkan pengetahuan, semakin baik pengetahuan seseorang dalam merawat lansia
maka semakin baik pula peran keluarga dalam merawat lansia (Darwinto et al., 2013).
Keluarga yang sibuk dalam pekerjaannya berdampak terhadap kelonggaran waktu dalam
merawat penderita osteoartritis, sehingga peran keluarga dalam penelitian ini sebagian besar
adalah cukup dan ada pula peran keluarga yang kurang. Tugas keluarga dalam melakukan
aktivitas untuk merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan yaitu
keluarga harus mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang

13
tepat, memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan
atau menciptakan suasana rumah yang sehat, merujuk pada fasilitas kesehatan di masyarakat
(Effendy & Makhfudli, 2009).

4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Karakteristik keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami keluhan akibat
penyakit osteoartritis di Desa Jetis sebagian besar dalam rentang umur 46-55 tahun,
dengan jenis kelamin laki-laki, berpendidikan SD, dan pekerjaan sebagai buruh.
4.1.2 Karakteristik penderita osteoartritis di Desa Jetis sebagian besar dalam rentang umur
46-55 tahun, dengan jenis kelamin perempuan, berpendidikan SD, dan pekerjaan
sebagai buruh.
4.1.3 Peran keluarga berdasarkan masing-masing divisi dapat disimpulkan yaitu peran
keluarga sebagai motivator, fasilitator, pemberi perawatan, koordinator mediator
adalah baik, peran sebagai edukator adalah cukup, dan peran sebagai inisiator adalah
kurang.
4.1.4 Secara keseluruhan peran keluarga dalam upaya merawat anggota keluarga yang
mengalami keluhan akibat penyakit osteoartritis di Desa Jetis sebagian besar adalah
cukup.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Keluarga
Keluarga memiliki peran utama dalam perawatan anggota keluarganya yang sakit.
Oleh sebab itu, hendaknya keluarga selalu berusaha untuk belajar dan memahami cara
merawat anggota keluarganya apabila mengalami masalah kesehatan sehingga dapat
meningkatkan status kesehatan dalam keluarga tersebut.
4.2.2 Bagi Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan terutama petugas Puskesmas sebaiknya selalu melakukan upaya-
upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan khususnya
pada keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita osteoartritis. Upaya
yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan pendidikan kesehatan yang
sesuai dengan sasaran, memberikan brosur atau leaflet tentang perawatan penderita
osteoartritis agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perawatan
osteoartritis, sehingga meningkat pula peran keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang menderita penyakit osteoartritis.

14
4.2.3 Bagi Peneliti
Peneliti selanjutnya hendaknya perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor apa
saja yang dapat mempengaruhi peran keluarga, sehingga dapat dilakukan langkah-
langkah yang tepat agar meningkatkan peran keluarga dalam merawat anggota
keluarganya yang menderita penyakit osteoartritis.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Center for Desease Control (CDC). (2019). Osteoartritis. USA: CDC. Retrieved from
http://www.cdc.gov/arthritis/basic/osteoarthritis.html.
Chen, D., Shen, J., Zhao, W., Wang, T., Han, L., Hamilton, J. L., & Im, H. (2016).
Osteoarthritis :Toward A Comprehensive Understanding of Pathological Mechanism.
Bone Research, 5(8), 1–12.
Corwin, E. J. (2009). Patofisiology: Buku Saku edisi 3. Jakarta: EGC.
Dahliyani. (2014). Aktivitas Keluarga dengan Tingkat Kemandirian dalam Merawat Anggota
Keluarga dengan Penyakit DM. Jurnal Keperawatan, 11(4).
Darwinto, Y. K., Suhadi, & Purnomo. (2013). Hubungan Pengetahuan dengan Peran
Keluarga dalam Merawat Lansia dengan Osteoartritis di Desa Bondo Kabupaten Jepara,
1–7.
Dehe, S. I., Rumayar, A. A., & Kolibu, F. K. (2016). Hubungan Antara Peran Keluarga
dengan Pemenuhan Aktivitas Fisik Lanjut Usia di Desa Tohamalu Halmahera Utara.
Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(4), 234–242.
Departemen Kesehatan RI. (1998). Departemen Kesehatan RI. Depkes RI.
Departemen Sosial RI. (2008). Peta Masalah Anak Jalanan dan Alternatif Model
Pemecahannya Berbasis Pemberdayaan Keluarga. jakarta: Departemen Sosial RI.
Depkes RI. (2009). Kategori Umur Menurut Departemen Keseharan RI. Depkes RI.
Effendy, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Felson, D. . (2008). Osteoarthritis: Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th Edition.
New York: Mc Graw-Hill Conpanies Inc.
Friedman, M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. (R. Debora, Ed.). Jakarta:
EGC.
Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan Praktik (Edisi ke-
5). Jakarta: EGC.

15
Hamdi, A. ., & Baharudin, E. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasiibii, W. A. (2014). Prevalensi dan Distribusi Osteoartritis Lutut Berdasarkan
Karakteristik Sosio-Demogafi dan Faktor Risiko di Wilayah Kerja Puskesmas Susut 1,
Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli pada Tahun 2014. Fakultas Kedokteran,
Universitas Udayana, (April), 1–10.
Hastono, & Sabri. (2011). Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.
Hidayat, A. A. (2010). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Hudson, G. (2012). No Evidence of an Association Between Mitochondrial DNA variants an
Osteoarthritis in 7393 cases and 5122 Controls. Report 2012.
Kats, S. (2015). The National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases,
Reducing Chronic, Common, and Costly Conditions Through Research. National
Institute of Arthritis and Musculosceletal and Skin Diseases, 1–49.
Kementrian RI. (1992). UU No 10/1992, Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejatera. Kemenkes RI. Retrieved from
Liu, Y., Zhang, H., Liang, N., Fan, W., Li, J., & Huang, Z. (2016). Prevalence and Associated
Factors of Knee Osteoarthritis in a Rural Chinese Adult Popuation: An Epidemiological
Survey. BMC Public Health, 16, 94–101.
Loeser, M., & Richard. (2011). Age-Related Changes in the Musculoskeletal System and the
Development of Osteoarthritis, 26(3), 371–386.
Michael, W. ., & Joern. (2010). The Epidemology, Etiology, Diagnosis and Treatment of
Osteoarthritis of Knee. Retrieved from http://www.ncbi.nlm/gih.gov/pubmed/20305774.
Muhlisin, A. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Muhlisin, A., & Andriyani, N. A. (2018). Gambaran Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Kejadian Rheumatoid Arthritis pada Individu yang Hidup di Komunitas. Fakultas Ilmu
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, (6), 1–20.
Muhlisin, A., & Cahyani, E. (2018). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan
Kunjungan Lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Sondakan Purwosari Surakarta.
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, (1), 5–14.
Muhlisin, A., & Nugraha, D. S. (2017). Gambaran Karakteristik Responden, Riwayar
Penyakit yang Menyertai, dan jenis Penyakit Reumatik pada Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Bungkal Kabupaten Ponorogo. Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 5–15.
Muhlisin, A., & Yuhono, P. (2017). Gambaran Peran Keluarga dalam Merawat Lansia
dengan Ketergantungan di Desa Pabelan. Fakultas Ilmu Kessehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, (2), 5–17.

16
Murphy, L., & Helmick, C. G. (2012). The Impact of Osteoarthritis in the United States: A
Population-Health Perspective. American Journal of Nursing, 112(3), 13–19.
Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revi). Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoadmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (Edisi Revi). Jakarta:
Rineka Cipta.
Nurrsalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Olmu Keperawatan,
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Prieharti, & Mumpuni, Y. (2017). Deteksi: Osteoartritis vs Osteoporosis-Perbedaan, Seluk
Beluk & Penanganannya. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Purwanti, O. S., & Hakim, D. L. (2018). Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi: Pendidikan,
Penghasilan dan Fasilitas dengan Pencegahan Komplikasi pada Penyandang Diabetes
Melitus Tipe 2. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 5–28.
Puskesmas Baki. (2017). Rekapitulasi Doagnosis Osteoartritis Per Desa. Kecamatan Baki:
Puskesmas Baki.
Puskesmas Baki. (2018). Data Pasien Osteoartritis. Kecamatan Baki: Puskesmas Baki.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Rossignol, M., Leclerc, A., Allaert, F. A., Rozenberg, S., Valat, J. P., Avouac, B., Hilliquin,
P. (2005). Primary Osteoarthritis of Hip, Knee, and, Hand in Relation to Occupational
Exposure. Occup Environ Med, 62(5), 772–777.
Sella, D. A., Sahruddin, & Ibrahim, K. (2017). Hubungan Intensitas Sholat, Aktivitas
Olahraga dan Riwayat kebiasaan mandi Malam dengan Penyakit Osteoartritis pada
Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kediri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat, 2(6), 1–9.
Setiadi. (2008). Konsep dan Perawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soeparman, W., & Isbagio, H. (2001). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi Kedua. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., & Pramudiyo, R. (2009). Osteoartritis, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.
Soeyardi, A., Gessal, J., & Sengkey, L. S. (2017). Gambaran Faktor Risiko Penderita
Osteoartritis Lutut di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou
Manado. Jurnal E-Clinic (eCl), 5(2)(12), 267–273.
Sonjaya, M. R., Rukanta, D., & Widayanto. (2014). Karakteristik Pasien Osteoartritis Lutut
Primer di Poliklinik Ortopedi Rumah Sakit Al-Islam Bandung Tagun 2014. Prosiding
Pendidikan Dokter, 506–512.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

17
Suparjitno. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Toivanen, A. T., Heliovaara, M., Impivaara, O., Arokoski, J., Knekt, P., Lauren, H., &
Kroger, H. (2010). Obesity , Physically Demanding Work and Traumatic Knee Injury
are Major Risk Factors for Knee Osteoarthritis — a Population-Based Study with a
Follow-up of 22 Years. Reumatologyology, 49(November), 308–314.
WHO. (2007). World Health Organization Osteoartritis.
WHO. (2009). Word Health Organization.
Wibowo, D. A., & Zen, D. N. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap
Keluarga Tentang Perawatan Arthtritis Rheumatoid pada Lansia di Desa Pamalayan
Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husadaakti
Tunas Husada, 17(8), 339–354.
Zhang, Y., & Jordan, J. . (2011). Osteoarthritis Epidemiology of Osteoarthritis. Clinics in
Geriatric Mediciene, 26(8), 355–369.
Zunaldi. (2007). Metode Penelitian. Medan: Universitas Sumatera Utara.

18

Anda mungkin juga menyukai