Anda di halaman 1dari 36

GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA

RAWAT INAP DI RS PKU


MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan

bawah yang serius karena merupakan penyebab kematian terbesar terutama di

negara berkembang, selain itu di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada,

dan negara – negara Eropa juga banyak kasus yang terjadi (Setyoningrum, 2006).

Dari data Southeast Asia Medical Information Center (SEAMIC) Health

Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab kematian nomer 6 di Indonesia,

nomer 9 di Brunei, nomer 7 di Malaysia, nomer 3 di Singapura, nomer 6 di

Thailand, dan nomer 3 di Vietnam. Insidensi pneumonia komunitas di Amerika

adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian

utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Di Amerika dengan cara

invasive pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia

sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan

hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera

diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara

empiris (Anonim, 2003).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit

infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di

Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan

penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan

1
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 2
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %

kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam

Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi

nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180

pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia

komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang

dirawat per tahun (Anonim, 2003)

Masalah pneumonia perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang

tepat terutama pada efektivitas terapi penyakit pneumonia ini dikarenakan

kejadian yang cukup tinggi. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa

bahwa penelitian ini perlu dilakukan dengan harapan dapat membantu RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta dalam meningkatkan pelayanan kesehatannya

terutama dalam mengetahui efektivitas terapi penyakit pneumonia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didapat rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Seperti apakah gambaran pengobatan dengan antibiotik pada pasien

dewasa rawat inap yang menderita pneumonia RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta yang meliputi jenis antibiotik, dosis

antibiotik, frekuensi pemberian, dan waktu minum?

2. Bagaimana efektivitas terapi penyakit pneumonia pada pasien dewasa

rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 3
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui gambaran pengobatan dengan antibiotik pada pasien

pneumonia dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

2. Mengetahui efektivitas terapi penyakit pneumonia pada pasien dewasa

rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan agar :

1. Bermanfaat sebagai salah satu referensi tentang efektivitas terapi

menggunakan antibiotik pada pasien dewasa rawat inap yang

menderita pneumonia di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bermanfaat sebagai masukan dalam upaya peningkatan pelayanan

kesehatan terutama dalam keefektivitasan terapi penyakit neumonia

pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pneumonia

a. Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian bawah

yang mengenai parenkim paru (Mansjoer dkk., 2000). Pneumonia adalah


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 4
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

peradangan pada parenkim paru yang dapat terjadi pada semua umur. Pneumonia

juga merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan gejala demam, batuk,

sesak napas, adanya ronki basah kasar, dan gambaran infiltrate pada foto polos

dada (Setyoningrum, 2006).

Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari cabang – cabang bronkus,

parenkim paru, dan pleura. Infeksi bakteri atau jamur atau virus yang menyerang

parenkim paru dapat menimbulkan infeksi sekunder pada saluran pernapasan

bagian bawah dimana seluruh persediaan darah harus melewati pembuluh darah

kapiler paru sehingga infeksi bakterti atau jamur atau virus dapat ikut bersama

aliran darah (Shulman dkk., 1994).

Pada alkoholik akut atau kronis atau yang menderita penyakit berat,

infeksi tersebut mula – mula akan membentuk koloni ada saluran pernapasan

bagian atas dan melalui sistem saraf sentral yang berpengaruh terhadap

pengurangan refleks tersedak dan fungsi siliare trakeobronkus yang jelek, maka

sistem pertahanan saluran pernapasan bagian bawah akan terganggu sehingga

koloni infeksi tersebut dapat masuk ke saluran pernapasan bagian bawah dan

terjadi pneumonia (Shulman dkk., 1994).

Pneumonia dapat dibagi menjadi 2, yaitu (Anonim, 2003) :

i. Infectious pneumonia

Infectious pneumonia juga dibagi 2, yaitu pneumonia tipikal

(karena bakteri) dan pneumonia atipikal (karena virus dan

mycoplasma)>
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 5
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ii. Non-infectious pneumonia, dapat karena aspirasi makanan,

hidrokarbon atau reaksi hipersensitif.

b. Etiologi

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorgansime baik virus

maupun bakteri. Sebagian kecil dapat juga disebabkan oleh bahan kimia

(Hidrokarbon, lipoid substance) ataupun benda asing yang teraspirasi

(Setyoningrum, 2006).

Sebagian besar pneumonia disebabkan karena infeksi virus yang kemudian

mengalami komplikasi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan

pneumonia bacterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan

radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tan, 2002).

Beberapa kasus pneumonia juga mempunyai komplikasi seperti efusi

pleura, abses paru, dan sepsis. Bakteri penyebabnya pun berbeda. Berikut bakteri

penyebab pneumonia dengan komplikasi (Anonim, 2003) :

i. Efusi pleura = Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,

Streptococcus group A, Flora mulut, dan Staphylococcus aureus.

Efusi pleura adalah akumulasi cairan di dalam rongga pleura.

Timbulnya efusi pleura didahului oleh keradangan pleura atau

pleuritis. Efusi pleura cukup banyak dijumpai. Penyebab terbanyak

adalah keradangan jaringan paru yang meluas ke pleura sekitarnya,

misal bronkopneumonia, tuberculosis paru, dan sebagainya (Alsagaff,

2010).
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 6
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ii. Abses paru = Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,

Staphylococcus aureus, dan Flora mulut.

Abses paru adalah lesi paru berupa suprasi dan nekrosis jaringan. Bila

terjadi aspirasi, kuman Klebsiela pneumonia sebagai kuman komensal

di saluran atas ikut masuk ke saluran pernapasan bawah. Akibat

aspirasi berulang, aspirat tidak dapat dikeluarkan dan pertahanan

saluran napas menurun sehingga terjadi peradangan. Proses

peradangan dimulai dari bronkus atau bronkiolus, menyebar ke

parenkim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan

pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi sehingga pus atau

jaringan nekrotik dapat dikeluarkan dan lama kelamaan menjadi proses

abses akut menahun (Alsagaff, 2010).

iii. Sepsis = Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus aureus.

Sepsis adalah suatu infeksi di dalam aliran darah. Sepsis merupakan

akibat dari suatu infeksi bakteri di bagian tubuh manusia. Yang sering

menjadi sumber terjadinya sepsis adalah infeksi ginjal, hati atau

kandung empedu, usus, kulit (selulitis), dan paru–paru (pneumonia

karena bakteri), gangguan sistem kekebalan. Gejala yang timbul antara

lain demam, hiperventilasi, menggigil, kulit terasa hangat, takikardi,

lingglung, penurunan produksi air kemih (Mahdiana, 2010).

Pneumonia dapat dibedakan berdasarkan klinis dan epidimiologis, antara

lain (Anonim, 2005) :


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 7
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

i. Community Acquired Pneumonia (CAP)

Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau didapat di

lingkungan masyarakat. Pathogen umum yang sering menginfeksi

adalah Streptococcus pneumonia, Haemopjyllus influenza, bakteri

atipikal, virus influenza, Respiratory Synctial Virus (RSV). Pada anak-

anak, selain pathogen pada pasien dewasa, pathogen yang sering

ditemukan sedikit berbeda yaitu adanya kertelibatan Mycoplasma

pneumonia, Chlamydia pneumonia.

ii. Pneumonia Nosokomial atau Hospital acquired Pneumonia (HAP)

Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah

sakit yang perkembangannya lebih dari 48 jam setelah pasien

memeriksakan diri ke rumah sakit. Patogen yang umum menginfeksi

adalah bakteri nosokomial yang resisten terhadap antibiotika yang

beredar di rumah sakit. Bakteri nosokomial yang biasanya adalah

bakteri enterik golongan gram negatif batang seperti Klebsiella sp,

Escherichia coli, Proteus sp, Staphylococcus aureus khususnya yang

resisten terhadap methicilin seringkali dijumpai pada pasien yang

dirawat di ICU.

iii. Pneumonia Aspirasi

Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi flora arofaring dan

cairan lambung. Pneumonia aspirasi biasa didapat pada pasien dengan

status mental yang buruk atau depresi, maupun pasien dengan

gangguan refleks menelan. Patogen yang menginfeksi pada


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 8
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Community Acquired Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari

flora mulut dan flora saluran napas atas, yaitu Streptococci anaerob.

Sedangkan pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae, bakteri yang

sering ditemukan adalah campuran antar Gram negative batang,

Staphylococcus aureus, dan anaerob.

Kelompok pneumonia lain adalah pneumonia khusus yang dapat

disubklasifikasikan ke dalam kelompok yang normal (non-imunosupresi) dan

imunosupresi. Pneumonia pada pasien non-imunosupresi, diantaranya pneumonia

mikroplasma, pneumonia virus, dan pneumonia Legionnaires. Sedangkan pada

pasien yang imunosupresi, misal pada pasien AIDS (Acquired Immuno Deficiency

Syndrome) adalah Pneumocystic cariini. Selain itu ada pula kelompok pneumonia

non-infektif, diantaranya aspirasi pneumonia, lipid pneumonia, dan eosinofilik

pneumonia (underwood, 1999).

Pneumonia juga dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya yaitu

(Underwood, 1999) :

i. Pneumonia bakteri : Streptococcus pneumonia, Haemophillus

influenza, Staphylococcus aureus.

ii. Pneumonia atipikal : Clamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia,

aspirasi.

iii. Pneumonia virus :Influenza virus, parainfluenza virus, Rhinovirus,

Respiratory synctial virus.

iv. Pneumonia jamur : Candida, Aspergillus, Crytococcus


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 9
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

c. Patofisiologi

Jalan pernapasan yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung,

faring, laring, trakea, bronkus dan bronkhiolus. Saluran pernapasan dari hidung

sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk

melalui rongga hidung, maka udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan

(Dahlan, 2000).

Dalam keadaan normal, saluran pernapasan bagian bawah mulai dari

faring sampai alveoli selalu dalam keadaan steril. Ada beberapa mekanisme

pertahanan paru yaitu filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan

refleks epiglotis, refleks batuk, sistem pembersihan oleh lapisan mukosiliar, dan

respon imun. Apabila mekanisme pertahanan paru ini terganggu maka partikel

asing atau organisme dapat masuk atau menginfeksi saluran pernapasan bagian

atas hingga bawah dan kemungkinan besar terjadi pneumonia (Setyoningrum,

2006).

Rute yang dilalui oleh agen infeksi berbeda-beda untuk dapat sampai ke

paru-paru dan menyebakan pneumonia. Agen infeksi ini paling sering masuk ke

paru-paru dengan cara terhirup. Penyebab tersering infeksi saluran pernapasan

adalah virus. Infeksi virus primer menyebabkan mukosa membengkak dan

menghasilkan banyak lendir sehingga bakteri dapat berkembang dengan mudah

dalam mukosa (Bidulph dan Stace, 1999). Pneumonia biasanya mulai pada lobus

kanan bawah, kanan tengah, atau kiri bawah, karena gaya gravitasi daerah-daerah

tersebut maka kemungkinan terbesar untuk membawa sekresi saluran napas

bagian atas yang diaspirasi pada waktu tidur. Refleks batuk yang menjadi gejala
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 10
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

klinik pneumonia dirangsang oleh material-material yang melalui barier-barier

yaitu glottis dan laring yang berfungsi melindungi saluran napas bagian bawah

(Isselbacher, 2001 ).

Gambaran patologis tertentu dapat ditunjukkan oleh beberapa bakteri

tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia

biasanya bermanisfestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh

lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada remaja dapat berupa konsolidasi

pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering

disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonates, karena Staphylococcus

aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin,

stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis

pendarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan

menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga

terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan

virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang

menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan-

bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut (Rahajoe dkk., 2008).

d. Gambaran Klinis

Berdasarkan pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia

komunitas yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)

pada tahun 2003 :


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 11
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

i. Anamnesis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu

tubuh meningkat dapat melebihi 40°C, batuk dengan dahak mukoid

atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

ii. Pemeriksaan fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada

inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas,

pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada

auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang

mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki

basah kasar pada stadium resolusi.

e. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan (Anonim, 2003) :

i. Gambaran radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama

untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat

sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan

interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas

menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah

diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering

disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa

sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 12
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang

terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

ii. Pemeriksaan labolatorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah

leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul,

dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi

peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan

pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif

pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis respiratorik.

f. Penatalaksanaan Terapi

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan

klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di

rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat

meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik

misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor

modifikasi adalah (American Thoracic Society, 2001) :

i. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

a) Umur lebih dari 65 tahun

b) Memakai obat-obat golongan ß-laktam selama tiga bulan terakhir

c) Pecandu alkohol

d) Penyakit gangguan kekebalan


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 13
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

e) Penyakit penyerta yang multipel

ii. Bakteri enterik Gram negatif

a) Penghuni rumah jompo

b) Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

c) Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

d) Riwayat pengobatan antibiotik

iii. Pseudomonas aeruginosa

a) Bronkiektasis

b) Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

c) Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

d) Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:

i. Penderita rawat jalan

a) Pengobatan suportif / simptomatik

1) Istirahat di tempat tidur

2) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

3) Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

4) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

b) Pemberian antiblotik harus diberikan kurang dari 8 jam

ii. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

a) Pengobatan suportif / simptomatik

1) Pemberian terapi oksigen


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 14
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

3) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

b) Pengobatan antibiotik harus diberikan kurang dari 8 jam

iii. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

a) Pengobatan suportif / simptomatik

1) Pemberian terapi oksigen

2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

3) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

b) Pengobatan antibiotik kurang dari 8 jam

c) Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat

kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat inap di ruang rawat

biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat

Intensif.

Terapi empirik pneumonia komunitas berdasarkan ATS 2001 (American

Thoracic Society) :

i. Pasien rawat jalan :

a) Tanpa penyakit kardiopulmoner atau faktor modifikasi

menggunakan makrolid atau doksisiklin.

b) Dengan penyakit kardiopulmoner atau faktor modifikasi

menggunakan ß-laktam yaitu amoksisilin dosis tinggi, amoksisilin


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 15
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

klavulanat atau parenteral seftriakson ditambah makrolid atau

doksisiklin atau fluorokuinolon respirasi saja.

ii. Pasien rawat inap :

a) Dengan penyakit kardiopulmoner atau faktor modifikasi

menggunakan ß-laktam iv + makrolid iv atau doksisiklin atau

fluorokuinolon iv saja (anti pneumokokus).

b) Tanpa penyakit kardiopulmoner atau faktor modifikasi

menggunakan Azitromisinn iv saja jika alergi doksisiklin atau ß-

laktam atau fluorokuinolon saja (anti pneumokokus).

iii. Pasien rawat intensif :

a) Tanpa resiko pseudomonas menggunakan ß-laktam iv ditambah

makrolid azitromisin iv atau fluorokuinolon iv.

b) Dengan resiko pseudomonas menggunakan ß-laktam anti

pseudomonas iv ditambah fluorokuinolon anti pseudomonas iv

atau ß-laktam anti pseudomonas iv ditambah makrolid

(azitromisin) iv atau fluorokuinolon anti pseudomonas iv.

Antibiotik yang seirng digunakan antara lain :

i. Penisilin

Penisilin adalah antibiotik yang dapat menghalangi sintesa lengkap

polimer dari senyawa amino dan gula yang saling terikat satu dengan yang lain

(peptidoglikan) yang spesifik bagi kuman disebut murein. Bila sel tumbuh dan

plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan osmosis, maka dinding sel

yang tidak sempurna itu akan pecah dan bakteri musnah. Dinding sel manusia dan
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 16
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

hewan tidak terdiri dari murein sehingga antibiotik ini tidak toksik untuk manusia

(Tjay dan Rahardja, 2007). Penisilin merupakan asam organik yang terdiri dari

satu inti siklik (cincin tiazolidin dan cincin beta-laktam) dengan satu rantai

samping (Istiantoro dan Gan, 2012).

Mekanisme kerja penisilin adalah menghambat pembentukan

mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Efek bakterisida

akan dihasilkan terhadap mikroba yang sensitif (mikroba yang sedang aktif

membelah) terhadap penisilin (Istiantoro dan Gan, 2012). Ampisilin dan

amoksisilin juga aktif terhadap kuman Gram positif dan sejumlah kuman Gram

negatif, kecuali Pseudomonas, Klebsiella, dan B. fragilis tetapi yang membedakan

antibiotik ini mempunyai spektrum luas (Tjay dan Rahardja, 2007).

Profil obat-obat golongan penisilin yang digunakan antara lain (Lacy dkk.,

2009) :

a) Ampisilin

1) Farmakokinetika

i) Absorpsi oral 50%

ii) Distribusi : empedu dan jaringan.

iii) Protein Binding :15 – 20%

iv) Waktu paro eliminasi : 1-1,8 jam, untuk pasien gagal ginjal

terminal atau anuria 7-20 jam.

v) Ekskresi : urin (90% obat utuh) dalam 24 jam.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 17
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2) Interaksi obat :

i) Kadar ampisilin dalam darah dapat meningkat dengan

metotreksat dan allopurinol.

ii) Kadar ampisilin dalam darah menurun dengan atenolol dan

tetrasiklin.

iii) Kecepatan absorpsi ampisilin dapat menurun dengan adanya

makanan.

3) Efek samping

i) Sistem saraf pusat : demam, serangan epilepsi, encephalopathy.

ii) Dermatologi : eritema, ruam kulit, urtikaria.

iii) Gastrointestinal : diare, mual, muntah, stomatitis.

iv) Hematologi : anemia, leucopenia, eosinophilia,

trombositopenia.

v) Hepatik : peningkatan kadar AST

vi) Respirologi : laryngeal stridor.

vii) Renal : nefritis interstitial (jarang).

b) Ampisilin-Sulbaktam

Ampisilin : sda

Sulbaktam :

1) Farmakokinetika :

i) Distribusi : empedu dan jaringan.

ii) Protein Binding : 38%.

iii) Waktu paro eliminasi : fungsi renal normal : 1-1,3 jam.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 18
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

iv) Ekskresi : urin (75%_80% obat utuh) dalam 8 jam.

2) Interaksi obat :

i) Kadar ampisilin-sulbaktam dalam darah dapat meningkat

dengan metotreksat dan allopurinol.

ii) Kadar ampisilin-sulbaktam dalam darah menurun dengan

atenolol dan tetrasiklin.

3) Efek samping :

i) >10% : nyeri lokal pada tempat injeksi

ii) Dermatologi : 1-10% ruam kulit

iii) Gastrointestinal : 1-10% diare.

c) Amoksisilin

1) Farmakokinetika :

i) Absorpsi oral cepat dan komplit.

ii) Distribusi : cairan tubuh dan tulang.

iii) Proterin Binding : 17-20%.

iv) Metabolisme : sebagian di hepar.

v) Waktu paro eliminasi : neonatus 3,7 jam; infant dan anak 1-2

jam; dewasa dengan fungsi renal normal 0,7-1,4 jam.

vi) Ekskresi : urin (60% obat utuh).

2) Interaksi obat :

i) Kadar amoksisilin dalam darah dapat meningkat dengan

metotreksat dan allopurinol.

ii) Kadar amoksisilin dalam darah menurun dengan tetrasiklin.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 19
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3) Efek samping :

i) Sistem saraf pusat : agitasi, cemas, bingung, sakit kepala,

insomnia.

ii) Dermatologi : eritema, ruam kulit, steven-johnson syndrome,

urticaria.

iii) Gastrointestinal : diare, mual, muntah.

iv) Hematologi : anemia, leucopenia, eosinophilia,

trombositopenia.

v) Hepatik : hepatitis, peningkatan ALT dan AST.

d) Penisilin G

1) Farmakokinetika :

i) Distribusi : sedikit melewati barier sawar otak.

ii) Protein Binding : 65%.

iii) Metabolisme : hepatic 30% untuk asam penicilloic.

iv) Waktu paro eliminasi : neonatus umur < 6 hari 3,2-3,4 jam;

umur 7-13 hari 1,2-2,2 jam; umur > 14 hari 0,9-1,9 jam; anak-

anak dan dewasa dengan fungsi renal normal 30-50 menit;

pasien gagal ginjal terminal 3,3-5,1 jam.

v) Ekskresi : urin (58-85% obat utuh).

2) Interaksi obat :

i) Kadar penisilin G dalam darah dapat meningkat dengan

metotreksat dan agen uricosuric.

ii) Kadar penisilin G dalam darah menurun dengan tetrasiklin.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 20
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3) Efek samping :

i) Sistem saraf pusat : dosis tinggi : koma, hiperrefleksia,

serangan epilepsi.

ii) Dermatologi : ruam kulit, dermatitis.

iii) Gastrointestinal : pseudomembran colitis.

iv) Hematologi : anemia hemolitik, neutropenia.

v) Renal : dosis tinggi kerusakan renal tubular, nefritis interstitial

akut.

Biasanya pada pengobatan pneumonia, antibiotik golongan penisilin dapat

dikombinasikan dengan kloramfenikol. Kloramfenikol merupakan antibiotik

spektrum luas yang bersifat bakteriostatik terhadap hampir semua kuman Gram

positif dan sejumlah kuman Gram negatif, tetapi dapat juga bersifat bakteriosid

terhadap Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Haemophyllus

influenza (Tjay dan Rahardja, 2007). Mekanisme kerja kloramfenikol adalah

menghambat sintesis protein kuman. Kloramfenikol dapat bersifat bakterisida

apabila dalam konsentrasi tinggi (Istiantoro dan Gan, 2012).

Profil obat-obat golongan lain-lain sebagai berikut (Lacy dkk., 2009) :

a) Klindamisin

1) Farmakokinetika :

i) Absorpsi oral cepat (90%).

ii) Distribusi : konsentrasi tinggi di tulang dan urin.

iii) Bioavailabilitas topical : <1%.

iv) Metabolisme : hepatic.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 21
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

v) Waktu paro eliminasi : neonatus premature 8,7 jam; dewasa

1,6-5,3 jam.

vi) Ekskresi : urin (10%) dan feses 4% sebagai obat aktif atau

metabolisme.

2) Interaksi obat :

i) Kadar klindamisin dalam darah dapat meningkat dengan

neuromuscular blocking agent.

ii) Kadar klindamisin dalam darah menurun dengan kaolin.

3) Efek samping :

i) Genitourinary : >10% candidiasis vagina.

ii) Dermatologi : >10% kulit kering, terbakar, eritema.

b) Kloramfenikol

1) Farmakokinetika :

i) Distribusi : jaringan dan cairan tubuh.

ii) Protein Binding : 60% menurun pada pasien dengan disfungsi

renal.

iii) Metabolisme : hepatik.

iv) Waktu paro eliminasi : fungsi renal normal dewasa 4 jam;

anak-anak 4-6 jam; infant lama secara signifikan.

v) Ekskresi : urin (30% dalam bentuk kloramfenikol suksinat pada

dewasa, 6-80% pada anak-anak, 5-15% dalam bentuk

kloramfenikol).
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 22
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2) Interaksi obat :

i) Kadar kloramfenikol dalam darah dapat meningkat dengan

barbiturat, sulfonylurea, hidantoin.

ii) Kadar penisilin G dalam darah menurun dengan

cyanocobalamin, hidantoin, barbiturate, dan rifampisin.

3) Efek samping :

i) Sistem saraf pusat : pusing, delirium, depresi, demam, sakit

kepala.

ii) Dermatologi : ruam kulit, angioedema, urticaria.

iii) Gastrointestinal : diare, mual, muntah, stomatitis.

iv) Ocular : neuritis optic.

v) Hematologi : anemia aplastik, trombositopenia.

ii. Sefalosporin

Sefalosporon termasuk antibiotik beta-laktam dengan struktur, khasiat, dan

sifat yang mirip dengan penisilin. Mekanisme kerjanya adalah menghambat

sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif

maupun Gram negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat

bervariasi (Istiantoro dan Gan, 2012).

Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi yaitu (Tjay dan rahardja, 2007) :

a) Generasi ke-1 : sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, sefadroksil. Aktif

terhadap cocci gram positif, tidak berdaya terhadap gonococci, H.

influenza, Bacteroides, dan Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan

terhadap laktamase.
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 23
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b) Generasi ke-2 : sefaklor, sefamandol, sefmetazol, sefuroksim. Lebih aktif

terhadap kuman Gram negatif, termasuk H. influenza, Proteus, Klebsiella,

gonococci, dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin.

c) Generasi ke-3 : sefoperazo, sefotaksim, seftizoksim, seftriakson, sefotiam,

sefiksim, sefpodoksim, sefprozil. Aktivitasnya lebih kuat pada kuman

Gram negatif dan lebih luas lagi meliputi Pseudomonas, bakteroides, dan

khususnya seftazidim.

d) Generasi ke-4 : sefepim, sefpirom. Sefepim juga aktif sekali terhadap

Pseudomonas. Golongan antibiotik ini sering dikombinasikan dengan

golongan penisilin atau aminoglikosida untuk terapi infeksi yang diduga

dari kuman Gram negatif, khususnya Pseudomonas aeruginosa,

Enterobacter, Klebsiella, Seratia, dan beberapa infeksi lain seperti Infeksi

Saluran Kemih (ISK), bakterimia (sepsis), osteomyelitis, pneumonia, dan

otitis (Brunton dkk., 2006).

Profil obat-obat golongan sefalosporin yang digunakan sebagi berikut

(Lacy dkk., 2009) :

a) Sefalosporin generasi I

1) Cefadroxil

i) Farmakokinetika :

(a) Absorpsi : cepat dan mudah di absorpsi.

(b) Distribusi : secara luas berdistribusi ke jaringan dan cairan

tubuh meliputi kandung empedu, urin, tulang, sputum,

cairan empedu, pleural, an synovial.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 24
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(c) Protein Binding : 20%.

(d) Metabolisme : sebagian kecil di hepatik

(e) Waktu paro eliminasi : 1-2 jam, gagal ginjal 20-24 jam.

(f) Ekskresi : urin (>90% obat utuh).

ii) Interaksi obat :

(a) Kadar cefadroxil dalam darah dapat meningkat dengan agen

uricosuric.

(b) Kadar cefadroxil dalam darah menurun dengan vaksin

typoid.

iii) Efek samping :

(a) Gastrointestinal : 1-10% diare.

b) Sefalosporin generasi III

1) Sefotaksim

i) Farmakokinetika :

(a) Distribusi : secara luas berdistribusi ke jaringan dan cairan

tubuh meliputi aquaeous humor, cairan prostatic dan

ascetic, tulang.

(b) Metabolisme : sebagian di hepatic menjadi metabolit aktif,

desacetylcefotaxime.

(c) Ekskresi : urin (obat utuh dan metabolit).

ii) Interaksi obat :

(a) Kadar sefotaksim dalam darah dapat meningkat dengan

agen uricosuric.
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 25
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(b) Kadar sefotaksim dalam darah menurun dengan vaksin

typoid.

iii) Efek samping :

(a) Gastrointestinal : 1-10% diare, mual muntah, colitis.

(b) Dermatologi : ruam kulit, pruritus.

(c) Local : nyeri pada tempat injeksi.

2) Sefiksim

i) Farmakokinetika :

(a) Absorpsi : 40-50%.

(b) Distribusi : secara luas berdistribusi ke jaringan dan cairan

tubuh meliputi kandung empedu, urin, tulang, sutum, kulit,

cairan empedu, pleural, dan synovial.

(c) Protein Binding : 65%.

(d) Waktu paro eliminasi ; fungsi renal normal 3-4 jam, gagal

ginjal > 11,5 jam.

(e) Ekskresi : urin (50% dosis diabsorpsi sebagai obat aktif),

feses (10%).

ii) Interaksi obat :

(a) Kadar sefiksim dalam darah dapat meningkat dengan agen

uricosuric.

(b) Kadar sefiksim dalam darah menurun dengan vaksin

typoid.
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 26
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

iii) Efek samping :

(a) Gastrointestinal : 16% diare, 2-10% nyeri abdominal, mual,

dyspepsia, flatulensi.

3) Seftriakson

i) Farmakokinetika :

(a) Absorpsi : IM, dapat di absorpsi dengan baik.

(b) Distirbusi : secara luas berdistribusi ke jaringan dan cairan

tubuh meliputi kandung empedu, paru, tulang, dan cairan

empedu.

(c) Protein Binding : 85-95%.

(d) Waktu paro eliminasi : fungsi renal normal 5-9 jam, gagal

ginjal (sedang-berat) 12-16 jam.

(e) Ekskresi : urin (33-67% obat utuh), feses (sebagai obat

inaktif).

ii) Interaksi obat :

(a) Kadar seftriakson dalam darah dapat meningkat dengan

antagonis vitamin K.

(b) Kadar seftriakson dalam darah menurun dengan garam

kalsium (intravena), injeksi ringer laktat, agen uricosuric.

iii) Efek samping :

(a) Local : >10% indurasi dan hangat.

(b) Gastrointestinal : 3% diare.

(c) Hematologi : 6% eosinofilia, 5% trombositosis.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 27
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(d) Hepatic : 3% peningkatan transaminase.

4) Seftazidim

i) Farmakokinetika :

(a) Distribusi : secara luas berdistirbusi ke tubuh, meliputi

tulang, cairan empedu, kulit.

(b) Protein Binding : 17%.

(c) Waktu paro eliminasi : 1-2 jam, lebih lama pada pasien

dengan kerusakan renal, neonatus <23 hari 2,2-47 jam.

(d) Ekskresi : urin (80-90% obat utuh).

ii) Interaksi obat :

(a) Kadar seftazidim dalam darah dapat meningkat dengan

agen uricosuric.

(b) Kadar seftazidim dalam darah menurun dengan vaksin

typoid.

iii) Efek samping :

(a) Local : 1% nyeri pada tempat injeksi.

(b) Gastrointestinal : 1% diare, 3-7% mual muntah.

5) Cefuroxime

i) Farmakokinetika :

(a) Absorpsi : oral, meningkat dengan makanan.

(b) Distribusi : secara luas berdistribusi ke jaringan dan cairan

tubuh, melewati barier sawar otak.

(c) Protein Binding : 33-50%.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 28
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(d) Waktu paro eliminasi : anak-anak 1-2 jam, dewasa 1-2 jam,

lebih lama pada pasien dengan kerusakan renal.

(e) Ekskresi : urin (66%-100% obat utuh).

ii) Interaksi obat :

(a) Kadar cefuroxime dalam darah dapat meningkat dengan

agen uricosuric.

(b) Kadar cefuroxime dalam darah menurun dengan antasida,

antagonis H2.

iii) Efek samping :

(a) Dermatologi : 3% diaper rash.

(b) Gastrointestinal : 4-11% diare, 3-7% mual muntah.

(c) Hematologi : 7% eosinofilia, 10% penurunan hemoglobin

dan hematokrit.

(d) Hepatik : 2-4% peningkatan transaminase.

iii. Aminoglikosida

Aminoglikosida mempunyai spektrum luas yang bersifat bakterisid.

Digolongkan sebagai berikut :

a) Streptomisin, digunakan sebagi obat anti-TBC.

b) Kanamisin dengan turunannya amikasin (aktivitas bagi Pseudomonas

paling kuat, tetapi terhadap basil Gram negatif lainnya 2-3 kali lebih

lemah, kecuali Mycobacterium); dibekasin; gentamisin (berkhasiat

terhadap Pseudomonas, Proteus, dan Stapilokok yang resisten terhadap

penisilin, tidak aktif terhadap mycobacterium, Streptokok, dan kuman


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 29
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

anaerob, sering dikombinasikan dengan Sefalosporin generasi ke-3)

dan turunannya netilmisin dan tobramisin; neomisin, framisetin, dan

paromomisin (Tjay dan rahardja, 2007).

Mekanisme kerja aminoglikosida adalah setelah terikat dengan ribosom

30S, terjadi kesalahan dalam pembacaan terjemahan mRNA sehingga

menghambat sintesis protein (Istiantoro dan Gan, 2012).

Profil obat-obat golongan aminoglikosida sebagai berikut (Lacy dkk.,

2009) :

a) Gentamisin

1) Farmakokinetika :

i) Absorpsi : IM, cepat dan komplit.

ii) Distribusi : ke cairan ekstraseluler, bersifat hidrofilik.

iii) Protein Binding : <30%.

iv) Waktu paro eliminasi : infant <1 minggu 3-11,5 jam, pada

pasien gagal ginjal terminal 36-70 jam.

v) Ekskresi : urin.

2) Interaksi obat :

i) Kadar gentamisin dalam darah dapat meningkat dengan derivat

bisphosphat, botulinum toxin Type A, botulinum toxin Type B,

carboplatin, siklosporin, neuromuscular agent.

ii) Kadar gentamisin dalam darah menurun dengan penisilin.

3) Efek samping :

i) System saraf pusat : >10% vertigo dan ataxia.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 30
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ii) Otic : >10% ototoksisitas.

iii) Dermatologi : 1-10% kulit kemerahan, kulit gatal, ruam kulit.

b) Amikasin

1) Farmakokinetika :

i) Absorpsi : IM cepat, oral sedikit diabsorpsi.

ii) Distribusi : ke cairan ekstraseluler, bersifat hidrofilik.

iii) Protein Binding : 0-11%.

iv) Waktu paro eliminasi : infant 1-3 hari dengan BBLR 7-9 jam,

>7 hari 4-5 hari, anak-anak 1,6-2,5 jam, dewasa 1,4-2,3 jam,

apda anuria atau pasien renal stadium akhir 28-86 jam.

v) Ekskresi : urin (94-98%).

2) Interaksi obat :

i) Kadar amikasin dalam darah dapat meningkat dengan

amphoterisin B, capreomisin, loop diuretic, NSAIDs,

vancomisin.

ii) Kadar amikasin dalam darah menurun dengan penisilin.

3) Efek samping :

i) System saraf pusat : 1-10% neurotoksisitas.

ii) Otic : 1-10% ototoksisitas.

iii) Renal : 1-10% nefrotoksisitas.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 31
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

iv. Makrolida

Antibiotik golongan ini dibagi menjadi eritromisin dengan derivatnya

klaritromisin, roksitromisin, azitromisin, dan diritromisin. Yang sering digunakan

adalah azitromisin yang aktif terhadap beberapa kuman Gram negatif, antara lain

Haemophyllus influenza, penyebab infeksi saluran pernapasan (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Profil obat-obat golongan makrolida sebagi berikut (Lacy dkk., 2009) :

a) Azitromisin

1) Farmakokinetika :

i) Absorpsi : oral cepat.

ii) Distribusi : ke jaringan, kulit, paru, sputum, tonsil dan serviks.

iii) Waktu paro eliminasi : iv intermediet release 68-72 jam,

extended release 59 jam.

iv) Ekskresi : urin 6%.

2) Interaksi obat :

i) Kadar azitromisin dalam darah dapat meningkat dengan

nelfinavir.

ii) Kadar azitromisin dalam darah menurun dengan vaksin typoid.

3) Efek samping :

i) Dermatologi : 2-10% pruritus dan ruam kulit.

ii) Gastrointestinal : 4-9% diare, ≤7% mual.

iii) Local : 2-10% nyeri pada tempat injeksi.

iv) Genitourinary : 2-10% vaginitis.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 32
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

g. Efektivitas Terapi

Suatu terapi antibiotik dikatakan efektif apabila memenuhi beberapa

persyaratan sebagai berikut (Anonim, 2003) :

i. Kultur bakteri negatif.

ii. Berkurangnya gejala dan tanda penyakit pneumonia seperti

berkurangnya frekuensi batuk, suhu tubuh (normal = 36 - 37° C),

Respiration rate (RR) normal, tidak ada retraksi, tidak ada krepitasi,

tidak ada suara ronki.

iii. Tidak terdapat infilrat atau rontgen dada jernih.

iv. Data laboratorium normal seperti (Sutedjo, 2008) :

a) Jumlah Leukosit

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan

hemopoetik untuk jenis bergranula dan jaringan limfatik untuk untuk

jenis tak bergranula, berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap

infeksi.

1) dewasa = 4000 – 10.000/mm3

2) bayi / anak = 9000 – 12.000/mm3

3) bayi baru lahir = 9000 – 30.000/mm3

b) Laju Endap Darah (LED)

LED mengukur kecepatan endap eritrosit dan menggambarkan

komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit dan plasma.

LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan luas permukaan sel serta

gravitasi bumi. Semakin berat sel darah, semakin cepat laju endapnya,
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 33
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan semakin luas permukaan sel, makin lambat pengendapannya.

Setiap peningkatan viskositas plasma akan menimbulkan daya tarik ke

atas semakin besar, sehingga laju endap lambat, tetapi sebaliknya

setiap keadaan yang membuat sel darah lebih berat (misal

menggumpal), maka laju endap kebawah semakin meningkat.

1) LED normal (pria = 0 – 8 mm/jam dan wanita = 0 – 15 mm/jam)

2) LED menurun dapat terjadi pada polositema vera, gagal jantung

kongesti, anemia sel sabit, infeksi mononukleus, defisiensi faktor V

pembekuan, arthritis degenerative, dan angina pectoris.

3) LED meningkat terjadi pada arthritis rheumatoid, infark miokard

akut, kanker (lambung, kolon, payudara, hepar, dan ginjal), penyakit

Hodkin’s, myeloma multiple, limfosarkoma, infeksi bakteri, gout, SLE,

eritoblastosis foetalis, kehamilan trimester II dan III, operasi, dan luka

bakar.

c) Neutrofil

Neutrofil lebih cepat beraksi jika terdapat radang dan perlukaan dan

merupakan leukosit bergranula yang intinya mempunyai banyak lobus

yang menjadi garis depan pertahanan selama fase infeksi akut.

Jumlah neutrofil meningkat biasanya pada kasus infeksi akut, penyakit

radang, kerusakan jaringan Acute Miocard infark (AMI), penyakit

Hodkin’s, hemolitik pada bayi baru lahir, apendiksitis, dan pancreatitis

akut. Jumlah neutrofil menurun apabila terdapat infeksi virus,

leukemia, agranulositosis, anemia aplastik, dan anemia defisiensi besi.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 34
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

d) Limfosit

Jumlah limfosit menurun ditemukan pada penderita kanker, leukemia

myeloid, hiperfungsi adrenokortikal, anemia apalstik, agranulositosis,

gagal ginjal, sclerosis multiple, sindrom nefrotik, dan SLE. Jumlah

limfosit meningkat terdapat pada leukemia limfositik, infeksi virus,

infeksi kronik, penyakit Hodkin’s, myeloma multiple, dan hipofungsi

adrenokortikal.

e) Monosit

Jumlah monosit menurun terdapat pada leukemia limfosit, dan anemia

aplastik. Jumlah monosit meningkat terdapat pada infeksi virus,

penyakit parasit, leukemia monosit, kanker, dan penyakit kolagen.

f) Eosinofil

Jumlah eosinofil menurun apabila ditemukan hiperfungsi

adrenokortikal, stress, shock, dan luka bakar. Jumlah eosinofil

meningkat apabila terdapat peristiwa alergi, infeksi parasit, flebitis,

kanker tulang, otak, testis, dan ovarium.

g) Basofil

Jumlah basofil meningkat apabila terdapat proses inflamasi, leukemia,

dan fase penyembuhan infeksi. Jumlah basofil menurun, terdapat pada

penderita stress, hipersensitivitas, dan kehamilan.


GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 35
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2. Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang mempunyai

struktur organisasi yang didalamnya menggabungkan semua profesi kesehatan,

fasilitas diagnosis dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam

suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi

masyarakat (Siregar dan Amalia, 2004).

Menurut SK Menteri Kesehatan RI no. 983/Menkes/ SK/XI/1992

menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah

sakit harus memiliki misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan

terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

Tugasnya adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan

berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang

dilakukan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan

serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk itu rumah sakit umum perlu mempunyai

fungsi pelayanan medis, penunjang medis, pelayanan dan asuhan keperawatan,

rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serat

menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan (Aditama, 2000).

3. Rekam medis

Rekam medis merupakan salah satu sumber informasi sekaligus sarana

komunikasi yang dibutuhkan baik penderita, maupun pemberi layanan kesehatan

dan pihak-pihak terkait lain (Klinisi, manajemen RS, asuransi dan sebagainya),
GAMBARAN EFEKTIVITAS TERAPI ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA PADA PASIEN DEWASA
RAWAT INAP DI RS PKU 36
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2011 SAMPAI TAHUN 2012
FAISAL RAHMAN
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

untuk pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan tata laksana atau

pengelolaan atau tindakan medik.

Beberapa informasi yang seharusnya tertera pada rekam medis antara lain

data demografi, anamnesis, hasil pemeriksaan penunjang medik atau diagnostik,

lama rawat, nama dan paraf dokter yang merawat. Rekam medis dapat menjadi

sumber data sekunder yang memadai apabila data yang terekam cukup lengkap,

informatif, jelas dan akurat (Gitawati dkk, 1996).

F. Keterangan Empirik

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik subjek

penelitian (pasien dewasa yang terdiagnosa pneumonia), gambaran pengobatan

dengan antibiotik pada pasien pneumonia pada pasien dewasa rawat inap,

efektivitas terapi penyakit pneumonia pada pasien dewasa rawat inap di RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai