Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ATRESIA DUCTUS

HEPATICUS(ATRESIA BILIER) PADA ANAK

Di susun oleh :

ALVIKA MILA ( 2017030044 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN HUSADA JOMBANG


PRODI S-1 KEPERAWATAN

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah tentang “Asuhan Keperawatan dengan Atresia ductus
hepaticus(atresia bilier)” tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa makalah yang saya susun ini tak luput dari kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sebagai penyusun sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
penyempurnaan penyusunan makalah saya ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...........................................................................................1

B. Tujuan ........................................................................................................2

BAB II. TIJAUAN TEORI


A. Definisi .......................................................................................................3

B. Anatomi ......................................................................................................3

C. Macam-macam system................................................................................6

D. Etiologi .......................................................................................................6

E. Patofisiologi ...............................................................................................7

F. Manifestasi klinis .......................................................................................8

G. Penatalaksanaan .........................................................................................9

H. Asuhan keperawatan……………………………………………………..12

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan ...............................................................................................19

B. Saran .........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan
fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya
akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi
karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran
empedu. Tindakan operatif atau bedah dapat dilakukan untuk penatalaksanaannya.
Pada lebih kurang 80% - 90% bayi dengan atresia biliaris ekstrahepatik yang
menjalani pembedahan ketika usianya kurang dari 10 minggu dapat dicapai
drainase getah empedu (Halamek dan Stevenson, 1997). Meski demikian, sirosis
yang progresif tetap terjadi pada anak, dan sampai 80% - 90% kasus pada akhirnya
akan memerlukan transplantasi hati (Andres, 1996).
Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam
25.000 kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik
kendati ditemukan predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996;
Whitington, 1996). Di Belanda, dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari
100.000 kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari 100.000 kelahiran hidup, di Inggris
dilaporkan 6 dari 100.000 kelahiran hidup. Di Texas tercatat 6.5 dari 100.000
kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000
kelahiran hidup di USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup
di Jepang menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di
lebih 100 institusi, atresia bilier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit
hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian amerika (1,5%). Walau
jarang namun jumlah penderita atresia bilier yang ditangani RS. Cipto Mangun
Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau 23%
dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU
Dr. Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita
rawat inap di Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit
kuning gangguan fungsi hati didapatkan 9 (9,4%) menderita atresia bilier ( Widodo
J, 2010).

1
B. TUJUAN
1. Menjelaskan definisi dari Atresia bilier
2. Menjelaskan anatomi fisiologi dari Atresia bilier
3. Menjelaskan etiologi dari Atresia bilier
4. Menjelaskan klasifikasi dari Atresia bilier
5. Menjelaskan patofisiologi dari Atresia bilier
6. Menjelaskan manifestasi klinis dari Atresia bilier
7. Menjelaskan komplikasi dari Atresia bilier
8. Menjelaskan penatalaksanaan medis dari Atresia bilier
9. Menjelaskan pengkajian pada asuhan keperawatan klien Atresia bilier
10. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan klien Atresia
bilier
11. Menjelaskan rencana tindakan/intervensi pada asuhan keperawatan Atresia
bilier
12. Menjelaskan kriteria hasil pada setiap diagnosa keperawatan pada asuhan
keperawatan klien Atresia

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak
adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih
dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus
persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis
biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus
Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/
saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung
empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat
kelahiran. (http://pilihsehat.tk/.2010)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel
yang akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau
sebagian.( Chandrasoma & Taylor,2005)

B. Anatomi fisiologi
a. Anatomi Sistem Biliary
Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga
abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di bagi
menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis
jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi
massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam
penyelenggaran fungsi hati.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara
lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit yang
membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan
membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus

3
dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus
(commom bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum.
Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh sfingter Oddi yang
terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus koledokus
memasuki duodenum.
Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk sebuah
pear, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,
terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati
dimana organ tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar.
Kapasitas kandung empedu 30-50ml empedu. Dindingnya terutama
tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus
koledokus lewat duktus sistikus.
b. Kandung Empedu
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah
pear, memiliki panjang 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml namun saat
terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah
lekukan pada permukaaan bawah hepar yang secara anatomi membagi hepar
menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area
secara anatomi yaitu fundus, leher, corpus, dan infundibulum. Fundus
berbentuk bulat dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar, strukturnya
kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan korpus yang kebanyakan
terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan,
yang mencembung dan membesar membentuk Hartmann’s pouch.
c. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk secara terus menerus oleh hepatosit dan
dikumpulkan dalam kanalikulus serta saluran empedu. Empedu terutama
tersusun dari air dan elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida
serta bikarbonat, dan juga mengandung dalam jumlah yang berati beberapa
substansi seperti lesitin, kolesterol, billirubin serta garam-garam empedu.
Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam kandung empedu untuk
kemudian dialirkan ke dalam intestinum bila diperlukan bagi pencernaan.
Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai

4
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam
empedu.
d. Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup se-
sel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah
dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam
glukoronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang
encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit ke dalam
kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalm empedu ke
duodenum.
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang
sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorbsi
lewat mukosa intestinal ke dalam daerah portal. Sebagian besar dari
urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan
diekskresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterehepatik).
Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan diekskresikan oleh
ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan
jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit
hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran
empedu) atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang
berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki
intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin
e. Fungsi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu. Di
antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang
diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama
penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding
kandung empedu sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima
hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat diekskresikan pertama kalinya oleh
hati. Ketika makanan masuk ke dalam duodenum akan terjadi kontraksi

5
kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu
mengalir masuk ke dalam intestinum. Respon ini diantarai oleh sekresi
hormon kolesitokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus.

C. Sistem Bilier terbagi atas:


1) Intrahepatik
Sistem biliaris Intrahepatik terdiri atas kanalikuli biliaris dan duktuli biliaris
intralobular. Duktus biliaris intrahepatik terdiri atas sel kuboid atau sel epitel
kolumnar. Bersama dengan bertambahnya jaringan konektif fibroelastis di
sekitar epitel, maka duktus semakin besar. Duktus yang terbesar mempunyai
otot polos pada dindingnya. Kanalikuli biliaris sebenarnya bukan
merupakan suatu duktus melainkan suatu dilatasi ruang interseluler antara
hepatosit yang berdekatan. Diameter lumen kanalikuli ini rata-rata 0,7 mm.
2) Ekstrahepatik
Sistem biliaris ekstrahepatik merupakan suatu saluran yang berada di dalam
ligamentum hepatoduodenale dan secara histologis terdiri atas sel epitel
kolumnar tinggi yang mensekresi mukus, selain itu juga terdapat jaringan
konektif di bawah epitel yang terdiri atas sejumlah serabut elastis, kelenjar
mukus, pembuluh darah dan saraf. Sistem biliaris extrahepatik terdiri dari
Ductus hepaticus kanan dan kiri, Ductus hepaticus komunis, Ductus systicus
dan Ductus koledokus, Ampula vateri dan Sfingter Oddi.

D. Etiologi
Belum diketahui secara pasti Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine
(Rubela, Torch)

E. Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme
imun atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan
obstruksi saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak
terlihat pada janin, bayi yang baru lahir (Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan
ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada akhir kehamilan atau pada periode
perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan.

6
Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada
saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan
peradangan, edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan
ikterus dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin.
Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja
berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah
sehingga menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu
dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga
mengalami kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak
(Parakrama, 2005).

F. Klasifikasi Atresia Billier


Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:
1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus komunis,
segmen proksimal paten
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis,
duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya)
3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, kandung empedu normal
4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai
ke hilus
5. Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable)
sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non
correctable), bila telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.

G. Manifestasi Klinis
1. Warna tinja pucat, terhambatnya aliran empedu untuk mengakut garam
empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak dalam usus halus dimana

7
fungsi empedu adalah mengekresikan bilirubin dan membantu proses
pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam empedu
2. Asites
3. Spenomegali
4. Distensi abdomen
5. Hepatomegali
6. Pruritus, akibatnya adanya obstruksi pada saluran empedu maka terjadi
resistensi garam empedu
7. Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan (kenaikan kadar bilirubin
berlangsung cepat > 5 mg/dl dalam 24 jam, kadar bilirubin serum > 12 mg/dl
pada bayi cukup bulan serta > 15 mg/dl pada bayi premature pada minggu
pertama kehidupan), karena obtruksi pengaliran getah empedu dalam
duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu tidak
dibawa ke duodenum tapi di serap oleh darah dan penyerapan empedu ini akan
menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna kuning
8. Letargi
9. Urine berwarna gelap, sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan
di ekresikan ginjal ke dalam urine pada obstruksi saluran empedu bilirubin
tidak memasuki intestinum sehingga urobilinogen tidak terdapat dalam urine
10. Bayi tidak mau minum dan lemah
11. Mual muntah

H. Penatalaksanaan
1. Medik
a) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk:
- Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu dengan memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
peroral misal : luminal
- Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam
ursodeoksikolat 310 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk
b) Terapi nutrisi yang bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh
dan berkembang seoptimal mungkin yaitu:

8
- Pemberian makanan yang mengandung middle chain triglycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak. Contoh : susu
pregestinil dan pepti yunior
- Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
- Dan pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu
yang efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan
sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.
c) Terapi Bedah
- Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan
intervensi bedah Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang
Correktable yaitu tipe I dan II. Pada atresia bilier yang Non
Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk
menentukan potensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati
dengan bantuan Frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang
paten maka dilakukan operasi kasai. Tetapi meskipun tidak ada
duktus bilier yang paten tetap dikerjakan operasi kasai dengan tujuan
untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila
mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang).
Pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang
efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah
lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.
d) Pemeriksaan diagnostik
Darah lengkap dan fungsi hati
- Pada pemeriksaan laboratorium ini menunjukkan adanya
hiperbilirubinemia direk, serta peningkatan kadar serum
transaminase, fosfatase alkali, dan gamma glutamil transpeptidase
yang dapat membantu diagnosis atresia bilier pada tahap awal.
Pemeriksaan urine
e) Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus, tetapi urobilin dalam urine negative, hal ini menunjukkan adanya
bendungan saluran empedu total.
f) Pemeriksaan feces

9
g) Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam
tinja berkurang karena adanya sumbatan.
h) Biopsi hati
i) Untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan
dengan pengambilan jaringan hati.
j) USG abdomen
k) Menunjukkan kandung empedu yang kecil atau tidak sama sekali, adanya
tanda Triangular cord sangat sensitive menunjukkan adanya atresia bilier.
2. Keperawatan
Terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang
menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana
penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus
disampaikan kepada anggota keluarga pasien. Segera pembedahan
portoenterestomi asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan
pada setiap pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan
meliputi pemberian obat dan terapi gizi yang benar termasuk penggunaan
formula khusus, suplemen vitamin serta mineral, terapi nutrisi enteral atau
parenteral. Pruritus menjadi persoalan signifikan namun dapat dikurangi
dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam dan memotong kuku jari
tangan.
Anak-anak dan keluarga memerlukan dukungan psikososial khusus.
Prognosis yang tidak pasti, gangguan rasa nyaman, dan penantian untuk
tranpalantasi dapat menimbulkan stress yang cukup besar. Perawatan yang
lama di rumah sakit, terapi farmakologis dan nutrisi dapat membawa beban
financial yang besar pada keluarga.

10
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen,
hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi

B. Pemeriksaan Fisik
1. BI : sesak nafas, RR meningkat
2. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin
K)
3. B3: gelisah atau rewel
4. B4: urine warna gelap dan pekat
5. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat,
anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun,
lingkar perut 52 cm
6. B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan
gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Bilirubin direk dalam serum meninggi
nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat
bendungan empedu yang luas
Tidak ada urobilinogen dalam urine
Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2. Pemeriksaan diagnostik

11
USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra
hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu)
Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di
aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke
duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi
katresia intra hepatik
Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler.
Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen
yang jelas

D. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang buruk,
mual muntah
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual muntah
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan dtandai dengan adanya pruritus
4. Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh)
berhubungan dengan penyakit kronis
5. Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

E. Intervensi Keperawatan

DX Tujuan Tindakan Rasional


I Bayi akan mempertahankan Memantau asupan Memungkinan
keseimbangan cairan dan dan cairan bayi evaluasi
elektrolit yang ditandai perjam(cairan keseimbangan cairan
dengan pengisian kembali infuse, susu per bayi dan tindakan
dengan kapiler kurang dari 3 NGT, atau jumlah lebih lanjut
detik, turgor kulit baik, ASI yang

12
produksi urine 1- diberikan, (timbang
2ml/kgBB/jam popok) Mengetahui kadar PH
Periksa feses tiap feces untuk
hari menentukan absorbsi
lemak dan
karbohidrat bayi. (PH
normal 7-7,5)
Untuk mendeteksi
Memantau lingkar asites.
perut bayi setiap
hari. Tanda dehidrasi
Observasi tanda- mengindikasikan
tanda dehidrasi intervensi segera
(oliguria, kuilt dalam mengatasai
kering, turgor kulit kekurangan cairan
buruk, ubun-ubun pada bayi
dan mata cekung. Mengevaluasi
Kolaborasi untuk keseimbangan dan
pemeriksaan elektrolit
elektrolit, kadar
protein total,
albumin, nitrogen
urea darah dan
kreatinin serta
darah lengkap
2. Bayi akan menunjukkan Ukur masukan diet Memberikan
peningkatan berat badan harian (MCT) informasi tentang
progresif mencapai tujuan kebutuhan
dengan nilai laboratorium pemasukan/defisiensi
normal
ungkin sulit untuk
menggunakan berat

13
Timbang sesuai
badan sebagai indicator
indikasi. langsung status nutrisi
Bandingkan karena ada gambaran
perubahan status
edema/asites
cairan, riwatyat
berat badan Pasien cenderung
mengalami
luka/perdarahan gusi
dan rasa tak enak
pada mulut dimana
Berikan perawatan menambah anoreksia
mulut sering
Mencegah kulit kering
berlebihan dan
memberikan
penghilang rasa gatal

III Kelembapan
meningkatkan
Mandikan dengan pruritus dan resiko
Bayi akan mempertahankan air hangat sehari kerusakan kulit
kelembapan kulit yang dua kali dan di olesi
ditandai dengan kulit tidak baby cream Pengubahan posisi
kering, tidak ada pruritus, menurunkan tekanan
jaringan kulit utuh dan bebas pada jaringan dan
lecet Pertahankan sprei untuk memperbaiki
kering dan bersih sirkulasi

Mencegah dari cidera


tambahan pada kulit
Rubah posisi tidur khususnya bila tidur
sesuai jadwal

14
Antihistamin dapat
mengurangi rasa gatal

Gunting kuku jari


hingga pendek,
berikan sarung
tangan bila
memungkinkan

Berikan obat sesuai


indikasi
(antihistamin)

IV Bayi akan bertumbuh dan Berikan stimulus Stimulasi bayi yang


berkembang secara normal pada bayi yang terencana membantu
yang ditandai dengan menekankan tahap-tahap penting
mencapai tahap pencapaian dalam perkembangan
pertumbuhan dan keterampilan dan membantu
perkembangan yang sesuai motorik kasar orangtua memiliki
ikatan dengan bayi

Dapat menghilangkan
stress pada orangtua
yang menghadapi
Jelaskan pada masalah dan
orangtua bahwa memberikan
bayi mereka dapat informasi penting
saja tidak tentang cara-cara

15
mencapai tahap- menstimulasi
tahap penting perkembangan
perkembangan
dengan kecepatan Mengelompokkan
yang sama seperti intervensi
pada bayi sehat memungkinkan bayi
beristirahat tanpa
gangguan, istirahat
Sedapat mungkin diperlukan untuk
lakukan intervensi tahap tumbuh
secara kembang bayi
berkelompok
V Bayi akan mempertahankan  Awasi frekuensi, Pernafasan dangkal,
pola nafas efektif, bebas kedalaman, dan cepat/dispneu
dispneu dan sianosis, upaya pernafasan mungkin ada
dengan nilai GDA dan hubungan hipoksia
kapasitas vital dalam atau akumulasi cairan
rentang normal dalam abdomen

 Menunjukan
terjadinya komplikasi
 Auskultasi bunyi (contoh adanya bunyi
nafas krekles, tambahan
mengi dan ronchi menunjukan
akumulasi
cairan/sekresi)
meningkatkan resiko
infeksi
 Perubahan mental
dapat menunjukkan
hipoksia dan gagal
 Observasi nafas
perubahan tingkat
kesadaran  Memudahkan
pernafasan dengan
menurunkan tekanan
 Berikan posisi pada diagfragma
kepala bayi lebih
tinggi  Untuk mencegah
hipoksia

16
 Mengetahui perubahan
 Berikan tambahan status pernafasan dan
O2 sesuai indikasi terjadinya komplikasi
paru
 Kolaborasi untuk
pemeriksaan GDA

17
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Atresia billier merupakan obliterasi atau hipoflasi satu komponen atau lebih
dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus
persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari stasis empedu sampai sirosis
billliaris dengan spenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta.
Tujuan dari pengobatan atresia billier adalah untuk membuat suatu lintasan
bagi empedu bila tidak dilakukan penatalaksanaan secara memadai maka prognosis
akan buruk dan kematian akan terjadi dalam 2 tahun kehidupan.
Perawatan pra bedah dan pasca bedah dilakukan sesuai dengan jenis pada
umumnya. Hal penting lain adalah dukungan bagi orangtua. Orangtua harus
mendapat penjelasan secara detail dengan bahasa yang mudah dipahami oleh
mereka, serta diberikan dorongan unutk menangani dan merawat anak karena
prognosis sering kali buruk maka mereka juga memerlukan dukungan emosional
yang besar.

B. SARAN
Kita sebagai perawat sebaiknya dapat memahami dan mengaplikasikan segala
sesuatu yang terjadi tentang penyakit Atresia Bilier yang telah dibahas pada
makalah ini agar dapat tercipta perawat yang profesional dalam menerapkan asuhan
keperawatan secara komprehensif.

18
DAFTAR PUSTAKA

http://taufanarif1990.blogspot.com/2013/02/askep-atresia-bilier.html

19

Anda mungkin juga menyukai