Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Umur : 62 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Loli Tasiburi Kec. Banawa

Pekerjaan : URT

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah menikah

Pendidikan : SD

Tanggal masuk RS : 19 Juni 2019

Tanggal Pemeriksaan : 25 Juni 2019

Tempat Pemeriksaan : Ruang Cendrawasih lt.2 B.3 RSU Anutapura Palu

I. LAPORAN PSIKIATRI
A. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama
Cemas
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Seorang perempuan berusia 62 tahun sudah menikah,
dibawa ke RSU Anutapura pada 19 Juni 2019 oleh keluarganya
karena keluhan maag, pasien di konsul ke bagian kesehatan jiwa
dengan keluhan cemas, intake menurun, dan sering mondar-mandir
saat di rumahnya. Pasien merasa cemas dan terlihat menangis
karena memikirkan perilaku anaknya yang tiba-tiba berubah
menjadi tidak pduli semenjak pasien sakit. Pasien juga sering
terbangun tengah malam dan sulit untuk tidur kembali. Selain itu
pasien juga merasakan nyeri pada daerah lutut dan sesak napas
hingga tidak bisa beraktifitas. Pasien menceritakan bahwa ia
pernah dirawat di RSUD Undata 2 kali saat bulan puasa. Pasien
masuk RSUD Undata dengan keluhan yang sama yaitu maag dan
sesak. Saat di Undata, pasien sempat di periksa di bagian jantung
dengan hasil yang normal. Sebelum sakit, pasien pernah bekerja
sebagai penenun dan sudah berhenti sejak tahun 2009. Setelah
tahun 2009 itu, pasien hanya membersihkan rumah, cuci piring
dan cuci baju di rumahnya. Namun, semenjak sakit, pasien
kehilangan semangat untuk bekerja.
3. Riwayat Kehidupan Pribadi
 Pada masa prenatal & perinatal, pasien tidak dapat mengingat
riwayat ini dengan jelas
 Pada usia 1-3 tahun, pasien tidak dapat mengingat riwayat ini
dengan jelas.
 Pada usia 3-11 tahun, pasien berhenti sekolah setelah lulus
SD dan hanya bekerja membantu orang tua mengambil kayu
di gunung untuk dijual.
 Pada usia 12-18 tahun, Pasien tidak melanjutkan pendidikan
ke jenjang berikutya, pasien hanya bekerja membantu orang
tua dan menikah di usia 20 tahun.
II. EMOSI YANG TERLIBAT
Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien merupakan pasien
yang menderita gangguan afektif episode depresif sedang.
- Apa yang dimaksud gangguan afektif episode depresif sedang?
- Apa saja kriteria diagnostic gangguan afektif episode depresif
sedang berdasarkan PPDGJ III?
- Apa saja klasifikasi gangguan afektif episode depresif?

III. EVALUASI
a. Pengalaman baik
Pasien cukup kooperatif saat pemeriksaan, dimana pasien
menjawab pertanyaan yang diberikan, dan intonasi yang jelas.
b. Pengalaman buruk
Kehilangan kedua orang tuanya.

IV. ANALISIS

Kelainan fundamental dari kelompok gangguan afektif/mood adalah


perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi
(dengan atau tanpa ansietas yang menyertai), atau kearah elasi (suasana
perasaan meningkat). Perubahan ini biasanya disertai dengan suatu
perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala
lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu atau mudah dipahami
hubungan dengan dengan perubahan tersebut. 1
Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relative salah satu atau
beberapa aminergik neurotransmitter (Noradrenaline, serotonin, dopamine)
pada celah sinaps neuron di system saraf pusat khususnya system limbic
sehingga aktivitas serotonin menurun.2
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):1
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiaraan
- Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:1

- Konsentrasi dan perhatian berkurang


- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang merasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut


diperlukan sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis,
akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.1

Episode depresi ringan


- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti
disebut diatas
- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya
- Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang biasa
dilakukannya.

Episode depresi sedang

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama depresi seperti


pada episode ringan
- Ditambah sekurang-kurangnya 3 dan sebaiknya 4 dari gejala lainnya
- Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social ,
pekerjaan dan urusan rumah tangga

Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada


- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci
- Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu.
- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas

Episode depresif berat dengan gejala psikotik


- Episode depresif yang memenuhi kriteria menurut Episode depresif
berat tanpa gejala psikotik
- Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara menghina
atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent). 1

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada


sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin.
Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan.
Ketiga,suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan
hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya. Dokter
harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi psikoterapeutik.
Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya berkembang dari masalah
psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan
respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak
adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter
mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi
mungkin terganggu.
1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam
efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar
untuk pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons
terhadap antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar
untuk membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah
pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang
memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat
ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim
monoamine oksidasi bekerja untuk menormalkan
neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin.
Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan
etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas
dari sistem neurotransmitter di otak . Obat antidepresan yang akan
dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs),
tetrasiklik, (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) .
a. Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum
digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan
depresif berat . Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat
reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin
sekunder diduga bekerja sebagai penghambat reuptake
norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake
serotonin pada sinaps neuron. Hal ini mempunyai implikasi bahwa
depresi akibat kekurangan norepinefrin lebih responsif terhadap
amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin
akan lebih responsif terhadap amin tersier.
b. Tetrasiklik
Terdapat tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline,
desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine, amitriptlyne).
Yang paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder
karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat
golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi
dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat
ini tersedia dalam formulasi generik .
c. MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun
yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan
deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya
kadar epinefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik . Obat ini
sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan
depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena
dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan
tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti
keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-
enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan
mengganggu metabolisme obat di hati.
d. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan
lini pertama pada gangguan depresif berat selain golongan
trisiklik. Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline.
SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya mendukung
data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan
jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek
samping yang cukup minimal karena kurang
memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik,
adrenergic dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang
berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs,
karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan
yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang,
kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital.
e. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors)
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme
yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs
juga menghambat dari reuptake norepinefrin. Selain dari golongan
obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif
yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada pasien depresi
dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih jelas pada
gambar di bawah ini .
Gambar 1.1 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama
f. Terapi Non Farmakologis
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan
dalam pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi
interpersonal dan terapi perilaku. Telah ditemukan prediktor
respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1)
disfungsi sosial yang rendah menyatakan respons yang baik
terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah
menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku
dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan
respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang
tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal dan
farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan oleh Aaron
Beck yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada
pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk
menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. Terapi
interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,memusatkan
pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang
dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan: pertama,
masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki akar pada
hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal
sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau
memperberat gejala depresif sekarang .

A. Axis I

 Aksis I :
 Berdasarkan autoanamnesis didapatkan ada gejala klinik bermakna
dan menimbulkan penderitaan (distress) berupa gelisah, rasa nyeri
dan menimbulkan (disabilitas) berupa hendaya yaitu hendaya
sosial dan pekerjaan dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Gangguan Jiwa
 Pada pasien tidak ditemukan hendaya berat dalam menilai realita,
serta daya nila norma sosial tidak terganggu, sehingga pasien
didiagnosa Sebagai Gangguan Jiwa non Psikotik.
 Berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
internus, tidak terdapat adanya kelainan yang mengindikasi
gangguan medis umum yang menimbulkan gangguan fungsi otak
serta dapat mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien ini,
sehingga pasien didiagnosa sebagai Gangguan Jiwa non Psikotik
non Organik
 Berdasarkan gambaran kasus dan pemeriksaan status mental
didapatkan gejala anxietas yaitu gelisah dan kesulitan tidur, selain
itu ditemukan afek depresif dan berkurangnya energi yang manuju
meningkatnya keadaan mudah lelah sehingga memenuhi kriteria
Gangguan Anxietas Lainnya (F41).
 Berdasarkan kriteria diagnostic PPDGJ III, pasien memiliki gejala
anxietas dan depresi yang ringan yaitu gejala dirasakan tidak setiap
hari, dan pasien memiliki gejala otonomik berupa hipotensi,
sehingga pasien didiagnosis Gangguan Campuran Anxietas dan
Depresif (F41.2)
 Aksis II
Tidak ada diagnosis Aksis II
 Aksis III
Gastroesophageal Reflux Disease .
 Aksis IV
Masalah berkaitan dengan keluarga yaitu ketidakpedulian anak
perempuannya terhadap pasien.
 Aksis V
GAF scale 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang).
V. RENCANA TERAPI
Perencanaan Terapi Farmakologis
- Fluoxetin 1 x 10 mg selama 6 hari dan selanjutnya akan dinaikkan
bertahap sesuai kondisi pasien.
- Alprazolam 2 x 0,25 mg selama 6 hari dan selanjutnya dosis akan diatur
(tappering off) sesuai kondisi pasien.

Perencanaan Terapi Suportif


 Ventilasi
 Persuasi
 Sugesti

VI. KESIMPULAN
Gangguan afektif episode depresif sedang memiliki kriteria
diagnostic : (1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 dari gejala utama
depresi seperti pada episode ringan; (2) Ditambah sekurang-kurangnya 3
dan sebaiknya 4 dari gejala lainnya; (3) Lamanya seluruh episode
berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu; (4) Menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan urusan
rumah tangga. Pada pasien ini memiliki kriteria diagnostic 2 gejala utama
dan 4 gejala lainnya berupa harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, tidur terganggu dan
nafsu makan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R, 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas


dari PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,
Jakarta.
2. Maslim R, 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
(Psychotropic Medication). Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma
Jaya, Jakarta.

3. Elvira S, Hadisukanto G, 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

4. Gunawan S, Setiabudy R, Nafrialdi, 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.


Departemen Farmakologi dan Terapetik. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai