Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Leukimia adalah suatu penyakit keganasan yang dikarenakan


adanya abnormalitas gen pada sel hematopoetik sehingga menyebabkan
poliferasi klonal dari sel yang tidak terkendali, dan sekitar 40% leukimia
terjadi pada anak (Widagdo, 2012). Leukimia limfoblastik akut itu sendiri
adalah suatu penyakit keganasan pada jaringan hematopoetik yang
ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah
abnormal atau sel leukemik dan penyebabkan penekanan dan penggantian
unsur sumsum yang normal (Price, 2009).
Menurut Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012,
menyatakan bahwa setiap tahun penderita kanker di dunia bertambah 6,25
juta orang,dan dari jumlah tersebut sebesar 4% atau 250.000 penderita
adalah anak-anak. Kasus yang paling banyak untuk dijumpa di sekitar
adalah penyakit LLA. American Cancer Society (ACS) tahun 2014,
memperkirakan di Amerika Serikat terdapat 6020 kasus baru leukimia
limfoblastik akut terhadap anak-anak dan orang dewasa. Kasus baru
terhadap penyakit LLA per tahun terjadi sebanyak kurang lebih 5000 di
Eropa dan diperkirakan sebanyak 2000-3000 kasus di Indonesia.
Leukimia limfoblastik Akut (ALL) adalah kasus keganasan yang
paling banyak di temukan pada anak-anak yang terdiri dari 80-85%.
Puncaknya dari kasus LLA ini adalah terjadi pada anak-anak berusia 2-4
tahun. Hampir dari semua kasus dengan penyakit ALL belum diketahui
penyebab pastinya sampai sekarang, walaupun beberapa faktor genetik
dan lingkungan sering dihubungkan dengan leukemia pada anak-anak.
Bahkan terpaparnya sinar radiasi juga telah dihubungkan dengan
meningkatnya angka kejadian ALL. Selain itu, menurut beberapa
penelitian dan deskripsi tentang berbagai tingkatan geografi dengan setiap
kasus telah menimbulkan perhatian bahwasanya faktor lingkungan bisa

1
menyebabkan naiknya angka kejadian kasus Leukemia Limfoblastik Akut
ALL (Behrman, 2011).
Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30-40% dari keganasan
pada anak yang dapat terjadi pada semua umur, insidens terbesar terjadi
pada usia 2-5 tahun dengan insiden rata-rata 4-4,5 kasus per tahun per
100.000 anak dibawah umur 15 tahun. Beberapa penelitianmelaporkan
bahwa proporsi pasien laki-laki lebih besar dari pada perempuan, terutama
terjadi setelah usia pertama kehidupan. Proporsi tersebut menjadi lebih
dominan pada usia 6-15 tahun (Permono & Widiaskara, 2010).
Penderita leukimia pada anak yang memiliki gejala seperti demam
atau keringat malam, merasa lemah atau capai, pucat, sakit kepala, mudah
berdarah atau memar. misalnya gusi mudah berdarah saat sikat gigi, muda
memar saat terbentur ringan, nyeri pada tulang dan/atau sendi. Adanya
perubahan gejala secara cepat pada penderita leukemia anak
mengakibatkan anak merasakan sakit yang hebat. Kondisi tersebut
mengharuskan anak dengan penyakit leukemia harus dilakukan dengan
perawatan di rumah sakit, dan sangat tidak memungkinkan anak dalam
perawatan di rumah (Robert , 2009).
Perawatan di rumah sakit atau hospitalisasi adalah saat masuknya
seorang penderita ke dalam suatu rumah sakit. Setelah memastikan
diagnosa leukemia, anak akan mendapat pengobatan untuk menghilangkan
gejala klinis dan hematologi leukemia. Saat dilakukan program
pengobatan anak harus dirawat inap. Strategi dasar untuk pengobatan
leukemia harus menjalani terapi yang berkesinambungan selama 2-3 tahun
untuk meneruskan penghancuran sel leukemia. Jika anak positip menderita
ALL anak harus dilakukan terapi pemeliharaan yang cukup panjang,
mungkin pula diperlukan satu jangka waktu yang panjang atau suatu
periode dengan kemoterapi yang intensif. Sehingga anak harus mengalami
hospitalisasi berulang (Dorlan, 2012)
Puncak kejadian LLA sering terjadi pada anak usia 2-5 tahun
dimana usia tersebut adalah masa dimana anak-anak dapat menunjukkan
kemampuan aktivitas lebih banyak untuk bergerak, mengembangkan rasa

2
ingin tahu dan eksplorasi terhadap benda yang ada disekelilingnya (Astuti,
2008). Masa toddler termasuk pada rentang umur kejadian leukemia yang
cukup banyak pada anak. Usia toddler (2-3 tahun) merupakan masa anak-
anak yang memerlukan perhatian lebih dari orang tua. Oleh karena itu,
kebanyakan orang tua akan merasa cemas apabila terjadi sesuatu pada
anak yang berada pada usia ini apalagi anak yang menderita penyakit
kronis seperti leukemia.
Keadaan sakit pada anak usia toddler merupakan krisis utama
yang harus dihadapi oleh anak itu sendiri dan keluarga berupa kecemasan,
yang disebabkan oleh berbagai macam faktor (Mariyam, 2008). Berbeda
dengan kanker lainnya, penatalaksanaan utama leukemia sebagai penyakit
sistemik adalah kemoterapi yang membutuhkan waktu lama
hinggabertahun-tahun. Apabila anak positif menderita Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA) harus dilakukan terapi perawatan yang cukup
panjang (2-3 tahun). Sementara pada Leukemia Mieloid Akut (LMA)
pelaksanaan kemoterapi lebih cepat dilakukan yaitu ± 25 siklus selama 10
bulan (Faozi dalam Rahmawati, 2013).
Kemoterapi memiliki berbagai efek samping yang menimbulkan
ketidaknyamanan pada fisik anak, seperti nyeri akibat mukosistis, diare,
mual, dan lain-lain (Pernomo, Sutaryo, Ugrasena, Windiastuti &
Abdulsalam,2006).Teori ini dibuktikan dengan hasil penelitian oleh
Ariawati, Windiastuti & Gatot(2007), yang menyatakan tentang
pemberian kemoterapi pada LLA menunjukkan berbagai toksisitas akut,
seperti gejala mual dan muntah yang terjadi paling banyak setelah
pemberian MTX dosis 1 g/m2dan setelah pemberian MTX intratekal.
Dampak lain yang terjadi adalah neuropati setelah pemberian vinkristin
dan MTX 1 g/m2. Dari masalah fisik tersebut, dapat memicu timbulnya
masalah psikologis pada anak seperti stress sehingga anak tidak mau
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Pelaksanaan pemberian obat kemoterapi dan pemantauan kemajuan
pengobatan secara rutin menyebabkan anak harus beberapa kali
berkunjung dan dirawat dirumah sakit. Sakit dan hospitalisasi merupakan

3
situasi yang menimbulkan stress pada anak (Wong, 2009). Stress yang
dialami pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya perilaku
yang ditunjukkan petugas kesehatan (dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya), pengalaman hospitalisasi anak, support systematau dukungan
keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam, Susilaningrum
& Utami, 2008).
Dalam perawatan leukemia pada anak, dukungan keluarga sebagai
orang terdekat dari anak sangat dibutuhkanberupa mendampinngi anak
dalam perawatannya. Figur seorang ibu sangat penting dalam membantu
perawatan,yang dimulai dari mendampingi sampai menghadapi efek
samping dan gejala yang ditimbulkan akibat kemoterapi seperti gangguan
fisik, psikologis, dan sosial anak. Apabila masalah tidak teratasi, maka hal
ini akan menghambat proses perawatan anak dan kesembuhan anak itu
sendiri. Upaya mengatasi masalah yang timbul pada anak dalam upaya
perawatan di rumah sakit, difokuskan pada intervensi keperawatan dengan
meminimalkan stressor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi dan
memberi dukungan psikologis pada anggota keluarga (Wong, 2009).
Whitney (2011) menyatakan bahwa kanker pada anak sangat
memiliki pengaruh terhadap keluarga terutama pada orang tua yang mana
terjadinya perubahan peran dari kualitas hidup orang tua yang memiliki
anak dengan kanker. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa banyak
faktor yang mempengaruhi kejadian leukemia. Beberapa faktor tersebut
adalah faktor genetik, faktor karakteristik kelahiran, faktor lingkungan,
faktor immunologi, dan faktor reproduktif orang tua. Faktor genetik
seperti, riwayat keluarga dengan leukemia dan riwayat down’s syndrome
pada anak. Faktor karakteristik kelahiran anak seperti berat badan lahir,
urutan lahir, dan jenis kelamin. Faktor lingkungan seperti, paparan radiasi,
paparan insektisida rumah tangga, dan paparan asap rokok/polusi. Faktor
immunologi seperti, pemberian ASI kepada anak sewaktu bayi. Faktor
reproduktif orang tua seperti, usia ibu saat mengandung anak, usia ayah
saat ibu mengandung anak, dan riwayat keguguran pada ibu (Kennedy,
2013).

4
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit

Acut Limfoblastik Leikemia (ALL).

2. TujuanKhusus

a. Masyarakat/Keluarga dapat mengerti apa yang dimaksud dari Acut

Limfoblastik Leukimia (ALL).

b. Masyarakat/Keluarga dapat melakukan langkah-langkah proses

keperawatanpada klien Acut Limfoblastik Leukimia (ALL).

C. Manfaat

a. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan referensidalam melakukan dan menerapkan asuhan


keperawatan pada pasien dengan Acut Limfoblastik Leukimia (ALL)

b. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan dalam pembelajaran Acut Limfoblatik Leukimia (ALL) dan


studi kasus keperawatan pada pasien Acut Limfoblastik Leukimia (ALL).

c. Bagi Siswa/siswa Keperawatan

Sebagai bahan pengetahuan dan referensi dalam proses pembelajaran


khususnya pada asuhan keperawatan Acut Limfoblastik Leukimia (ALL).

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Leukimia
Leukemia adalah nama kelompok penyakit maligna yang
dikarakteristikan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit
sirkulasi. Leukemia dihubungkan dengan pertumbuhan abnormal leukosit
yang menyebar mendahului sumsum tulang. Kata leukemia diturunkan
dari bahasa yunani leukos dan aima yang berarti putih dan darah, yang
mengaju pada peningkatan abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak
terkontrol ini akhirnya menimbulkan anemia, infeksi, trombositopenia, dan
pada beberapa kasus menyebabkan kematian.
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah
putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sumsum tulang
normal, juga terjadi proliferasi di hati limpa dan nodus limfatikus dan
invaasi organ non hematologis seperti meningen, traktus gastroinsestinal,
ginjal dan kulit (Bruner & Suddarth. 2002).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa poliferasi sel hemopoetik muda yang di tandai oleh adanya
kegagalan sumsum tulang dalam pembentuk sel darah normal dan adanya
infiltrasi ke jaringan tubuh lain. (Kapita Selekta kedokteran, 2000).

B. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga
kini. Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih
meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia.
1. Host
a. Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur.
LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak,

6
dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada
umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur
30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-
rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan
pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara
Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap
tahun. Orang dewasa 10 kali kemungkinan terserang leukemia
daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada orang tua.
Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering
sebelum usia 4 tahun.
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The
Los Angeles County-University of Southern California (LAC+USC)
Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia menurut etnis
terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan
populasi yang dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari
pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu Asia (23,0%),
Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).
b. Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada
kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia
akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital
misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld,
penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott
Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia
meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia
pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu, leukemia
juga dapat terjadi pada kembar identik.

7
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga
positif leukemia berisiko untuk menderita LLA (OR=3,75; CI=1,32-
10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75
kali memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan
dengan orang yang tidak menderita leukemia.
2. Agent
a. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan
leukemia pada binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang
mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu
enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita
leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus
onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA yang
menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan
etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan
retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron
dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel
T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di
tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat.
b. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling
jelas dapat menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK
jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum
proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi
mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut. Penduduk
Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun
1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih
banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah
ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing

8
spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads
mempunyai insidens 14 kali lebih banyak.
c. Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida,
kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko
terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi
penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa
menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26
dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia
kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan
yang tidak menderita leukemia.
d. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk
berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang
potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok
meningkatkan risiko LMA. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih
dari 10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81;
CI=1,37-10,48) artinya orang yang menderita LMA kemungkinan
3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang
yang tidak menderita LMA. Penelitian di Los Angles (2002),
menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan kebiasaan
merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan
bahwa perokok berat dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor
risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung
pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
e. Lingkungan (Pekerjaan)

9
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara
pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal
dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran
dengan desain case control meneliti hubungan ini, pasien termasuk
mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di
bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19%
adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian
atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI
= 1,0-5,19), artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan
2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding orang
yang tidak menderita leukemia.

C. Patofisiogi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang
sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia
meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih
dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah
normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga
merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah
merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai
aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia.
Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan

10
genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi
sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali
bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi
kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya
sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bias
menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal, dan otak.

D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah sebagai berikut.
a. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat
dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah.
Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya
hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita
leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak
nafas.
b. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara
otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang
berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat
bekerja secara optimal.
c. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan
bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi

11
secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat
rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
d. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak
dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
e. Penurunan nafsu makan
f. Kelemahan dan kelelahan fisik
Manifestasi Klinis Leukemia berdasarkan jenisnya :
1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan
perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan
sendi, hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada
sternum, tibia dan femur.
2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA
dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu
hiperurisemia dan hipoglikemia.
3. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita
LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau
olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan
dengan perjalanan penyakitnya.
4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

12
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase
krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa
cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat
badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi
ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis
dan demam yang disertai infeksi.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi
dan pemeriksaan sumsum tulang.
a. Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%)
dan kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan
penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan
limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.
b. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang
diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda
(blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah
blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada
penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil
yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95%
pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada
penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan
peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah
granulosit lebih dari 30.000/mm3.

F. Komplikasi
1. Sepsis
2. Perdarahan

13
3. Gagal organ
4. Iron Deficiency Anemia
5. Splenomegali
6. Hepatomegali
7. Kematian

G. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Analisa data :
 Keluhan Utama
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam
(jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala.
 Riwayat penyakit saat ini
Keluhan yang dirasakan pasien saat ini
- Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat,
sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
- Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala
infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat
timbul kemerahan atau hitam tanpa pus.
- Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura,
perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura;
kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati,
hepatomegali, splenomegali.
- Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.
 Riwayat keluarga
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar monozigot

B. Pengkajian
Pemeriksaan fisik meliputi :
 Keadaan Umum

14
Tampak lemah, kesadaran composmentis selama belum terjadi
komplikasi.
 Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : dibatas normal
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi
RR : Dispneu, takhipneu
 Pemeriksaan Kepala Leher
 Rongga mulut
Apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri),
perdarahan gusi
 Pemeriksaan Mata
Konjungtiva anemis atau tidak, terjadi gangguan penglihatan akibat
infiltrasi ke SSP.
 Pemeriksaan Integumen :
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika
terjadi dehidrasi.
 Pemeriksaan Dada dan Thorax
- Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
- Palpasi denyut apex (Ictus Cordis)
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.
- Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan
secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika
ada
 Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran
- Palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa
- Perkusi tanda asites bila ada
- Auskultasi peristaltic usus
 Pemeriksaan Ekstremitas
Adakah dingin, turgor kulit, infeksi, luka, fraktur, cyanosis
kekuatan otot, CRT

15
C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2. Hyperthermia
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Keletihan
5. Nausea
6. Resiko infeksi
D. Intervensi
Intervensi atau perencanaan adalah kategori di perilaku
keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada pasien dan hasil yang
diperkirakan, ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut (potter & perry, 2005).
E. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efetif dalam
pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan, keterampilan
dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga
pelayanan dapat diberikan dengan baik.
F. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan recana
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien.

16
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

I. Informasi Umum
No. RM : 00 96 00 82
Nama Pasien : An. B
Tanggal lahir : 15 November 2009 ( 11 tahun 11 bulan)
Jenis kelamin : Laki-Laki
Masuk ruang rawat
: Lili non Infeksi, Kelas : 2, Tanggal/ jam :
25 Oktober 2019
Cara Masuk RS melalui : Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Diagnosis Masuk : Leukimia akut (ALL)

II. Keluhan Utama


Alasan masuk/ dirawat :
Pasien datang melalui via IGD pada tanggal 25 oktober 2019 dengan keluhan panas
tinggi sudah 5 hari

III. Riwayat Penyakit Saat Ini


Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 26 oktober 2019, ibu pasien mengatakan panas
anaknya masih belum turun (38.8˚C). Anak tampak lemas, pucat, anak mengatakan nyeri
sendi skala 5. Setelah di rawat beberapa hari pada pengkajian tanggal 28 oktober 2019
panas mulai turun (37.8˚C) dan akan dilakukan transfusi PRC 2X200 cc.

IV. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


 Penyakit waktu kecil : Demam, Batuk dan Flu
 Dirawat di Rs : 2016 dengan Hipertermia
 Riwayat Alergi : Tidak ada alergi
 Obat yang masih digunakan : Tidak ada

V. Riwayat Kesehatan Keluarga


 Tidak ada
 An. B anak ke 2 dari 3 bersaudara
 Genogram :

17
Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Penderita

: Tinggal Serumah

VI. Riwayat Imunisasi


BCG, DPT, Campak, Hepatitis B, Parisella

VII. Riwayat Psikososial


 Jenis Sekolah : Fullday
 Yang Mengasuh : Orang Tua
 Status Mental dan Tinggkah Laku : Gembira, tenang, koperatif

VIII. Kesadaran Umum


 Kesadaran : Composmentis
 TD : 110/70 mmHg
 Frek. Nafas : 22 x/m
 Frek. Nadi : 70 x/m
 Suhu : 38. 8 ˚C
 Membuka Mata : Spontan (4)
 Motor Respon : Mengikuti Perintah (6)
 Respon Verbal : Kata Sesuai (5)

18
IX. Kebutuhan Dasar saat Ini
 Makanan yang disukai : Jungfood, Ayam, Buah-buahan
 Makanan yang tidak disukai : Sayur-sayuran
 Pola makan : Teratur 3x sehari
 Jenis makanan yang diberikan saat ini : Makanan Padat
 Pola tidur : Teratur
 Kebiasaan sebelum tidur : Nonton Tv
 Pola kebersihan diri : Mandiri dan Dibantu Orangtua
 Kebersihan kuku : Mandiri
 Aktifitas bermain : Onlooker dan Kooperatif

X. Penilaian Tinggkat Nyeri


 Apa ada keluhan nyeri : Ada
 Metode penilaian nyeri : FLACC
 Jumlah skor :2
 Kategori : Nyeri ringan

XI. Skrining Tinggkat Nyeri-FLACC

XII. Skrining Resiko Jatuh


 Umur : 8-13 tahun (2)
 Jenis Kelamin : Laki-laki (2)
 Diagnosis : Diagnosa lain : Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer, Mual, Intoleransi aktifitas (1)
 Gangguan kognitif : Orientasi terhadap kelemahan (1)
 Lingkungan : Pasien berada di tempat tidur (2)
 Respon Op :-
 Penggunaan Obat : Pengobatan lain (1)
 Jumlah skor : 9 (Resiko Jatuh Rendah)

XIII. Skrining Nutrisi


 BB : 43 kg
 TB/PB : 143 cm
 IMT : 16,7
 Lila : 20 cm
 LK : 67 cm
 LD : 53 cm
 LP : 58 cm

19
 Indeks Masa Tubuh : < 17 / ≥ 23 (2)
 Kehilangan berat badan dalam 3 bulan : (0)
 Asupan makanan pasien 5 hari terakhir : Kurang (1)
 Kondisi penyakit pasien yang mempunyai : Ya (1)
resiko nutrisi
 Pasien dengan mendapat diet : Tidak ada
makanan tertentu

XIV. Nutrisi – Metabolik


 Jenis Diet : Makanan Biasa
 Pola Makan : Teratur
 Intake Makanan : 3x/hari 1700 kalori
 Intake Cairan : 5-7 x/hari 1200 ml
 Jenis Minuman : Air Putih
 Intake Parenteral : NaCl jumlah : 500 ml/hari
 Nausea : Tidak ada
 Vomiting : Tidak ada
 Gangguan Menelan : Tidak ada

XV. Eliminasi
BAB
 Pola BAB : 1-2 x/hari
 Penggunaan Laktasif : Tidak ada
 Konsistensi Feses : Padat
 Riwayat Perdarahan : Tidak ada
 Hemoroid : Tidak ada
BAK
 Frekuensi : 3x/hari
 Retensi : Tidak ada
 Karakteristik Urin : Jernih Kuning
 Penggunaan Diuretik : Tidak ada
 IWL :
 EWL :-
 Balance Cairan : 1000 ml

XVI. Tidur – Istirahat


 Pola Tidur/ Istirahat : Teratur 2x/hari
 Penggunaan Obat Penenang : Tidak ada
 Kegiatan Menjelang Tidur : Nonton Tv

20
 Jam Tidur/Istirahat : 21:00 s/d 06:00 WIB
 Gangguan Tidur : Tidak ada
 Akibat Gangguan Tidur : Tidak ada

XVII. Tumbuh Kembang


 Tahap Tumbuh Kembang : Sekolah
Kemampuan yang sudah tercapai
 Motorik Halus : Mampu melakukan
 Motorik Kasar : Mampu melakukan kegiatan
berkelompok
 Bahasa : Mudah dimengerti
 Sosial : Mampu bergaul dengan teman
sebaya
 Habatan Tumbuh Kembang : Tidak ada

XVIII. Konsep Diri


 Citra Tubuh : Kurang Percaya Diri
 Harga Diri : Percaya Diri
 Peran : Sebagai Anak
 Identitas : Anak Kandung

XIX. Reaksi Hospitalisasi


Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
 Ibu membawa anaknya keRS karena : Anak mengalami demam panas
 Apakah dokter menceritakan tentang : Iya
Kondisi anak
 Perasaan orang tua saat ini : Sedih dan Cemas dengan kondisi
anaknya saat ini
 Orang tu selalu berkunjung ke RS : Iya
 Yang akan tinggal dengan anak : Orang Tua
 Pemahaman anak tentang sakit dan : Anak paham dengan kondisi saatini
Dirawat inap

XX. Tinjauan Sistem Tubuh


Kepala
 Rambut
Pendek hitam dan tidak ada lesi
 Mata
Anemis, ikterik, tidak ada gangguan pengelihatan

21
 Hidung
Simetris, perdarahan, terdapat secret
 Bibir
Kering dan pecah-pecah
 Gigi
Terdapat karies gigi, perdarahan pada gusi
 Telinga
Tidak ada gangguan pendengaran dan infeksi

Thoraks

 Inspeksi
Warna coklat, simetris, pola nafas teratur 22x/m, tidak menggunakan otot bantu
pernafasan
 Palpasi
Teraba hangat, tidak ada nyeri tekan
 Perkusi
Dulness
 Aukultasi
Suara Nafas : Vesikuler
Bunyi Jantung : S1 – S2
Irama Jantung : Reguler
Leher
Tidak ada pembesaran KGB

Tangan
Terpasang Infus, teraba dingin, CRT < 3detik, Turgor kulit buruk (kering)

Abdomen
 Inspeksi
Warna cokelat, umbilicus simetris, sedikit buncit
 Palpasi
Teraba Hangat, ada nyeri tekan
 Auskultasi
Bising usus 16 x/m
 Perkusi
Dullness

Genetalia

Tidak ada perdarahan dan tidak terpasang kateter

22
Kaki

Tidak fraktur dan tidak ada sianosis

 Kekuatan otot : 5,5,5,5


 Tonus Otot :
Punggung
Tidak ada kelainan, tidak ada nyeri dan luka

Perkusi
Ginjal :

XXI. Reflex – Meningeal


 Trisep/biseps : mampu melakukan reflek
bisep/trisep
 Babinski : (+)
 Chanddock : (+)
 Kaku kuduk :-
 Point to poin movement : normal
 Kernig sig’n : tidak ada nyeri saat kaki ditekuk
 Leseque sig’n : mampu mencapai sudut 70˚ tidak
nyeri
 Brudzinski sig’n : (+)

XXII. Nervus Cranials


 Nervus I : Penciuman baik
 Nevus II : Pengelihatan baik
 Nervus III, IV & VI : Gerakan mata baik
 Nervus V : Mengunyah baik
 Nervus VII : Ekspresi wajah (+)
 Nervus VIII : Pendengaran dan keseimbangan
baik
 Nervus IX & X : Sensori rasa baik, reflex muntah
dan menelan baik
 Nervus XI : Mampu menggerakkan bahu
 Nervus XII : Mampu menjulurkan lidah

XXIII. Hasil Pemeriksaan Laboratorium


 Hb : 8,7 g/dL (11.5-18.0)
 Eritrosit : 3.11 μl (4.0 – 5.20)

23
 Leukosit : 0,41 10^3/μl
 Trombosit : 16.000 (150.000-450.000)
 Monosit : 7,3 % (2.0 – 8.0)
 Basofil : 0,0 (0-1)
 Eosinofil : 0,0 (1.0-3.0)
 Limfosit : 46,3 % (20.0-40.0)
 Monosit : 7,3 % (2.0-8.0)
 Neutrofil : 46,4 % (40.0-70.0)

XXIV. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


 BMP
Berwarna Biru Tua, ALL (+) pada tanggal

XXV. Obat-obatan
 IVF NaCl 500 (20tetes/ menit)
 Ondansentron
 Intrafix
 Paracetamol infuse 2x 150 mg

24
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Interprestasi dan diskusi


1. Identitas pasien
Pasien berjenis kelamin laki-laki, dengan umur 11 tahun 11 bulan 3 hari,
anak kedua dari 3 bersaudara, bertempat tinggal di pasir putih, beragama islam
dan sudah sekolah. Hal ini sesuai dengan penelitian
2. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi dan komunikasi data tentang pasien. Fase proses keperawatan ini
mencakup dua langkah :pengumpulan data dari sumber primer (pasien) dan
sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan) dan analisis data sebagai dasar
untuk diagnosa keperawatan (potter&perry, 2009).
Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 26 oktober 2019, An. B berusia 11
tahun 11 bulan 3 hari masuk via IGD pada tanggal 25 oktober 2019 di antar oleh
kedua orang tuanya dengan kendaraan pribadi. Pasien dating dengan keluhan
panas tinggi sudah 5 hari. Keluhan saat ini ibu pasien mengatakan panas anaknya
masih belum turun S:38,8 C, anaknya tampak lemas, pucat, ibu mengatakan
anaknya mengeluh nyeri sendi Skala nyeri 5. Setelah dirawat beberapa hari, pada
pengkajian tanggal 28 oktober 2019 panas mulai turun S:37,8 C dan akan
dilakukan transfuse PRC 2x200cc dan transfuse ke 2 pada tanggal 30 oktober
2019.
3. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang mengurai kan respon akurat
atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin
dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial pasien
didapatkan dari data pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis
pasien masalalu, dan konsultasi dengan professional lain yang semuanya
dikumpulkan selama pengkajian (potter&perry, 2009).

25
Diagnosa yang didapatkan dari hasil pengkajian dapat di periortas kan yaitu
yang pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsistensi Hb, diagnosa yang kedua yaitu mual berhubungan dengan
agen farmakologis, diagnose ketiga yaitu keletihan berhubungan dengan kanker,
dan keempat nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisiologis (inflamasi) .
4. Intervensi
Intervensi atau perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan
dimana tujuan yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan, ditetapkan
dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (potter&perry,
2009).
Diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan konsistensi penurunan Hb, tujuan dari tindakan yang akan
dilakukan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan Hb dalam batas normal. Dengan kriteria hasil CRT > 3 detik, eritrosit
dalam rentang normal, Mukosa tidak pucat, intetvensi yang dapat dilakukan
adalah monitor daerah sensitive terhadap panas dan dingin, Monitor TTV, berikan
posisi kepala lebih tinggi dan ekstermitas lebih rendah, Anjurkan pasien untuk
mengatasi gerakan yang berlebihan, kolaborasi dalam melakukan transfuse darah.
Diagnosa yang kedua adalah Mual berhubungan dengan agen farmakologis,
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan sensasi Mual berkurang, dengan kriteria hasil: menghindari faktor-
faktor penyebab mual, mual berkurang, dan intervensi yang dapat dilakukan :
Monitor efek dari manajemen mual secara keseluruhan, identifikasi strategi yang
telah berhasil dalam upaya mengurangi mual, lakukan kebersihan mulut sesering
mungkin, ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi
nafas dalam, & terapi music) untuk mengatasi mual, anjurkan untuk melakukan
kebersihan mulut sesring mungkin untuk meningkatkan kenyamanan.
Diagnosa ketiga adalah keletihan berhubungan dengan kanker, dengan tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kelemahan
berkurang, dengan kriteria hasil bergerak secara mandiri, kekuatan otot dalam
batas normal. Dan intervensi yang dapat dilakukan : Monitor kelelahan fisik dan

26
emosional, Monitor poladan jam tidur, Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukana ktivitas, Berikan aktivita sdistraksi yang menenangkan,
Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan,
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang, Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan, kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dans elesaikan. Selama implementasi perawat
mengkaji kembali pasien, memodifikasi rencana asuhan keperawatan dan
menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai kebutuhan (potter&perry,
2009).
Diagnosa yang utama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan konsistensi Hb yang diakukan Memonitor daerah
sensitive terhadap panas dan dingin, Memonitor TTV, Memberikan posisi kepala
lebih tinggi dan ekstermitas lebih rendah, Menganjurkan keluarga untuk
mengatasi gerakan yang berlebihan.
Diagnosa yang kedua yaitu Mual berhubungan dengan efek kemoterapi yang
dilakukan memonitor efek dari manajemen mual secara keseluruhan,
Mengidentifikasi strategi yang telah berhasil dalam upaya mengurangi mual,
Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap mual ( Misalnya obat-obatan dan prosedur lain), Melakukan kebersihan
mulut sesering mungkin, Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi (
Misalnya, teknik relaksasi nafas dalam & terapi music) untuk mengatasi mual,
Mengajarkan melakukan kebersihan mulut sesering mungkin untuk meningkatkan
kenyamanan.

27
6. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses keperawatan untuk mengukur respon
pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian
tujuan (potter&perry, 2009).
Evaluasi diagnose utama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan konsistensi Hb, hasil evaluasi yang didapatkan
selama 2 hari Hb dalam rentang normal dari 8,7 g/dl menjadi 12,5 g/dl. Evaluasi
diagnose Mual berhubungan dengan efek kemoterapi ,dilakukan evaluasi teknik
relaksasi nafas dalam dan terapi music pada pasien yang menunjukkan tanda dan
gejala mual.

7. Hambatan dalam pengelolaan kasus


Hambatan yang dialami kelompok dalam pengelolaan kasus ini adalah
sulit mendapatkan data karna keluarganya kurang terbuka pada saat dikaji.

28
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan sel limfosit, berupa
proliferasi patologis sel – sel hematopoietik muda ditandai dengan kegagalan sumsum
tulang memproduksi sel darah dan disebabkan oleh faktor keturunan juga virus sehingga
dilakukan penatalaksanaan berupa terapi induki dan remisi, intensifikasi dan konsolidasi
serta transplantasi sumsum tulang belakang (Sudoyo, 2016).
Salah satu masalah keperawatan yang dirasakan An. B adalah gangguan perfusi
jaringan perifer. Setelah dilakukan transfuse 2x200cc selama 2 hari dirawat, Hb pasien
kembali dalam batas normal dari 8,7 g/dl menjadi 12,5 g/dl. Berarti dapat disimpulkan
bahwa dengan melakukan transfuse Hb kembali dalam batas normal.

B. SARAN
1. Bagi rumah sakit
Di harapkan untuk RSUD Arifin Achmad dapat dijadikan sebagai referensi untuk
menerapkan asuhan pada pasien ALL (Acute Limfoblastic Leukemia).
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan ALL (Acute Limfoblastic
Leukemia).
3. Bagi Mahasiswa/I Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan ALL (Acute Limfoblastic Leukemia).

29

Anda mungkin juga menyukai