Disusun Oleh:
Fitriani Salamah C1B014011
Pitula Caesaria Hariry C1B014025
Laelly Fitriyani Salsalabi C1B014045
Asiathul Masitoh C1B014052
Aliffia Fatma Syamsiar C1B014094
Tika Erry Rahmi C1B014111
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prinsip “persamaan di depan hukum” (equality before the law).
dalam UUD 1945 merupakan prinsip mutlak dalam perspektif HAM.
Prinsip ini memberikan landasan bahwa penegakan hukum tidak boleh
diskriminatif, pandang bulu, dan tebang pilih. dan hampir semua
negara mengakuinya.
Hukum diciptakan untuk memberikan rasa aman dan tertib
kepada setiap orang, sehingga dengan hadirnya hukum ditengah-tengah
masyarakat dapat memberikan perlindungan yang efektif, dalam
mewujudkan tertib hukum dan kepastian hukum, kepercayaan
masyarakat terhadap hukum dapat tercermin bagaimana aparat penegak
hukum menjalankan tugas dan pemerintahannya dalam memberikan
sanksi kepada pelaku, sehingga hukum dapat dirasakan sebagai
“hukum yang hidup” dalam masyarakat.
Berbagai bentuk kejahatan yang bermunculan menggambarkan
kualitas peta perpolitikan kita yang terus berada di titik nadir. Kita
mungkin merasa putus asa dengan aneka masalah di sekitar kita, yang
semua ini diperparah dengan berbagai mafia di berbagai instansi
pemerintahan yang notabene adalah pion-pion penggerak kesejahteraan
rakyat.
Di negara kita, yang namanya kejahatan kerah putih sudah
menjadi berita biasa yang sering didengar, dilihat, dan dialami.
Kejahatan kerah putih di negara yang tidak pernah jera merampas uang
rakyat, menindas, dan mendurhakai rakyat diglorifikasi dengan
lemahnya tampilan penegak hukum di Tanah Air.
Kejahatan kerah putih yang endemik dan sistemik di negara kita
adalah produk dari lemahnya tampilan penegak hukum. Tidak terlalu
salah jika kita mengatakan, kejahatan kerah putih di negara ini adalah
karakter dari bangsa yang begitu permisif dan kompromis. Hukum
dengan mudah diperjualbelikan dengan harga kompromi. Rakyat tetap
terpuruk dalam kawah krisis dan kemiskinan yang terus melilit
hidupnya. Kejahatan kerah putih berjalan sendiri dan menetapkan
kebijakan sejauh dapat memberikan peluang kepadanya untuk terus
melestarikan eksistensinya.
Salah satu pokok mengapa kejahatan kerah putih di negara kita
yang tampil dengan banyak wajah sehingga sulit diberantas adalah
karena esensi kedaulatan rakyat tidak pernah ditegakkan, karena
hukum harus dapat menjamin hak-hak demokratis seluas-luasnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi
rumusan masalah pada penulisan ini adalah:
1. Apa itu white collar crime?
2. Apa saja karakteristik kategori white collar crime?
3. Bagaimana kategori white collar crime?
4. Apa saja bagian white collafr crime?
5. Apakah unsur dari white collar crime?
6. Perbedaan apa saja yang terdapat pada white collar crime dan
tindakpidana?
7. Apa saja dari bentuk white collar crime?
8. Faktor apa saja yang berkaitan dengan white collar crime?
9. Bagaimana penegakan hukum dari white collar crime?
C. Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan dari penulisan ini yaitu:
a. Untuk mengetahui segala hal tentang white collar crime
b. Dan menyelesaikan tugas etika bisnis
BAB II
PEMBAHASAN
c. Denda Diperberat
Besar dan beratnya seharusnya jauh berkali-kali lipat dari keuntungan yang
didapat dari hasil kejahatannya, sehingga hal tersebut akan memaksa mereka
untuk berpikir 2 (dua) kali bilamana ingin mengulangi kembali kejahatan
yang sama.
d. Pelayanan Masyarakat
Hukuman yang berupa pelayanan wajib kepada masyarakat, dalam hal ini
diberikan kesempatan bagi para pelaku tindak pidana kejahatan white collar
crime untuk memperbaiki diri sehingga, sehingga pada akhirnya mereka
diharapkan dapat
sadar akan perbuatan jahat yang telah dilakukannya.
A. Kesimpulan
Kejahatan kerah putih (white collar crime) merupakan bentuk kejahatan
yang terorganisir dan unsur-unsur dikatakan sebagai tindak pidana sudah
terpenuhi dalam bentuk kejahatan white collar crime. Kejahatan white collar
crime dikategorikan dalam 2 (bentuk) yakni ; occupational crime, yakni
kejahatan yang mengarah pada pelanggaran yang bersifat nasional untuk
memperkaya ataupun menguntungkan diri sendiri dengan mengutamakan
pekerjaan yang sah dan corporate criminal behavior, menunjuk pada
kejahatan yang dilakukan dalam suatu bisnis atau usaha oleh pihak-pihak
yang mengatasnamakan organisasi / perusahaan yang mempekerjakannya.
B. Saran
1. Akademisi
Memberikan wawasan yang lebih luas lagi mengenai tindak pidana
kejahtaan kerah putih (white collar crime) dibidang perbankan sehingga
para akademisi dapat melihat bagaimana kejahatan kerah putih (white
collar crime) itu berkembang di Indonesia. Penambahan wawasan dan
pengetahuan kejahatan kerah putih (white collar crime) di bidang
perbankan tersebut dapat membantu para akademisi untuk berpikir
bagaimana cara mengatasi kejahatan tersebut sehingga dikemudian hari
pemikiran – pemikiran para akademisi untuk mengatasi kejahatan kerah
putih (white collar crime) di bidang perbanakan dapat diterapkan melalui
perubahan perundang – undanngan dikemudian hari.
2. Birokrasi
Sebaiknya di dalam menyusun Undang – undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan pemerintah lebih memberikan sanksi yang lebih
tegas lagi di dalam pengaturan sanksi – sanksi pidana yang terkandung di
dalam Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan agar
para pelaku kejahatan kerah putih (white collar crime) di bidang
perbankan berpikir berulang kali sebelum melakukan kejahatan tersebut
dan mengutamakan kedudukan nasabah sehingga kedudukan nasabah
dalam perbankan tidak sangat lemah. Selain itu juga di dalam Undang –
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perbankan pemerintah seharusnya
memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai pelaku usaha sebagaimana yang telah tercantum di
dalam Pasal 7 Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perbankan
agar pelaku usaha dalam menjalankan tidak melakukan kecurangan
sehingga para konsumennya tidak dirugikan.
3. Masyarakat Umum
Memberikan pengetahuan kepada masayarakat luas mengenai tindak
pidana kejahatan kerah putih (white collar crime) dibidang perbanakan
yang sedang marak di Indonesia sehingga para masyarakat lebih berhati –
hati lagi dalam bertindak jangan terlalu ceroboh, misalnya : tidak
memberikan pin kepada orang lain walaupun mungkin orang tersebut
adalah pegawai bank, pejabat bank ataupun orang yang terdekat dengan
nasabah, tidak sembarangan memberikan tanda tangan kepada pihak bank
seperti memberi tanda tangan kepada pihak bank di dalam blanko kosong
dengan alasan agar nasabah lebih cepat mencairkan dana karena apabila
dengan adanya penandatanganan di blanko kosong maka itu sama saja
artinya nasabah memberikan kesempatan kepada palaku kejahatan kerah
putih (white collar crime) untuk melancarkan kegiatannya.
4. Praktisi
Sebaiknya pelaku usaha atau pelaku bisnis bank melakukan
kewajibannya sebagaimana pelaku usaha atau pelaku bisnis bank sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan juga selalu memegang prinsip
kepercayaan dan prinsip kehati – hatian, dimana kedua prinsip tersebut
merupakan dasar dari pelaku bisnis bank dalam menjalankan usahanya
atau bisnisnya, sehingga para konsumen tetap percaya kepada bank dan
tidak merasa adanya kerugian yang timbul karena mempercayakan
dananya di bank. Apabila nasabah tidak mempercayai bank untuk
menyimpan dananya.
DAFTAR PUSTAKA