Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Hemodinamika berasal dari istilah Yunani haima yang berarti darah dan
dynamis yang berarti tenaga atau kekuatan. Hemodinamika menjelaskan tentang
aliran darah atau sirkulasi di dalam tubuh badan. Fungsi dari sirkulasi adalah
untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh, untuk mengangkut nutrisi ke jaringan
tubuh, untuk mengalirkan sisa-sisa pembuangan dari sel, untuk mengangkut
hormon dari satu bagian tubuh ke bagian lain, serta mempertahankan lingkungan
yang tepat di setiap cairan jaringan tubuh demi kelangsungan hidup dan fungsi sel
yang optimal.

Aliran darah di dalam tubuh dikendalikan berdasarkan kebutuhan nutrisi


jaringan. Pada beberapa organ, misalnya ginjal, terdapat fungsi tambahan dari
sirkulasi. Aliran darah ke ginjal jauh melebihi kebutuhan metabolisme karena
berhubungan dengan fungsi ekskretoris yang memerlukan volume darah yang
banyak disaring setiap menit. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, jantung dan
pembuluh darah bekerja secara sistematis untuk menyediakan cardiac output dan
tekanan arterial yang mencukupi untuk memastikan aliran darah ke jaringan
cukup. Fungsi hemodinamika yang paling penting adalah untuk memastikan aliran
oksigen ke setiap jaringan atau oxygen delivery ke jaringan dapat terjadi secara
optimal.

Hemodinamika dari tubuh sangat penting karena pemantauan daripada


hasil hemodinamika tubuh badan dilakukan bagi memastikan kondisi pasien stabil
dan tidak memerlukan perawatan kritis. Tekanan dan variasi pada aliran darah
dalam kompartemen vena berpotensi mengakibatkan perubahan pada
kompartemen arterial dan sebaliknya. Pengukuran hemodinamika bukanlah suatu
perhitungan absolut tentang keadaan norma pada suatu jaringan, malah ia
merupakan perubahan tekanan dan variasi aliran darah yang berlangsung secara
terus menerus dalam dan antara kompartemen-kompartemen pembuluh darah dari
menit ke menit.

1
Secara umumnya, terdapat tiga prinsip yang mendasari fungsi dari sistem
sirkulasi sehingga dapat memberi akibat terhadap hemodinamika sistem sirkulasi:

a) Aliran darah ke setiap jaringan dalam tubuh selalu dikendalikan sehingga


berkorelasi secara langsung dengan kebutuhan nutrisi jaringan.
b) Cardiac output dikendlikan oleh jumlah aliran darah ke semua jaringan.
c) Regulasi tekanan arterial secara umumnya bersifat independen dan tidak
bergantung pada aliran darah lokal maupun pengendalian cardiac output.

Sirkulasi sendiri dipertahankan oleh jaringan pembuluh darah yang luas di


tubuh dan tekanan darah yang dapat dikendalikan oleh volume darah di dalam
tubuh. Aliran darah di dalam tubuh dikendalikan oleh dua faktor:
a) Perbedaan tekanan pada dua hujung pembuluh darah atau juga dikenal
sebagai daya yang mendorong darah di dalam pembuluh darah.
b) Penghalang aliran darah yang juga dikenal sebagai resistensi vaskuler.

Konsep-konsep yang harus diketahui karena berhubungan secara langsung


hemodinamika termasuklah cardiac output (yang terdiri dari heart rate, preload,
afterload, dan kontraktilitas), hukum Frank-Starling, komplians, konten oksigen
arterial, pengantaran oksigen, konsumpsi oksigen, dan saturasi oksigen gabungan
pada vena dan yang paling penting adalah anatomi serta fisiologi jantung dan
pernapasan. Referat ini akan mendiskusikan konsep hemodinamika serta
menerangkan semua konsep yang berhubungan dengan hemodinamika serta cara
hemodinamika dapat dipergunakan dalam pemantauan pada pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung


II.1.1 Anatomi Jantung
Jantung normal dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum
medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh
sternum dan iga 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah
kiri garis media sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring ke depan kiri
dan apeks kordis berada paling depan dari rongga dada. Apeks ini dapat diraba
pada ruang sela iga 4-5 dekat garis medio-klavikuler kiri. Batas kranial dibentuk
oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran atrium kanan
dan berat jantung tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak
epikardium dan nutrisi seseorang.

Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan
anatomi dalam. Anatomi luar, atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus
koronarius yang mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner

3
kanan dan arteri sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. Bagian luar kedua
ventrikel dipisahkan oleh sulkus interventrikuler anterior di sebelah depan, yang
ditempati oleh arteri desendens anterior kiri, dan sulkus interventrikularis
posterior disebelah belakang, yang dilewati oleh arteri desendens posterior.

Perikardium, adalah jaringan ikat tebal yang membungkus jantung.


Perikardium terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium visceral (epikardium) dan
perikardium parietal. Epikardium meluas sampai beberapa sentimeter di atas
pangkal aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk
(releksi) menjadi perikardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah yang
berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat pemompaan darah.

Kerangka jantung, jaringan ikat tersusun pada bagian tengah jantung yang
merupakan tempat landasan ventrikel, atrium dan katup-katup jantung. Bagian
tengah badan jaringan ikat tersebut disebut trigonum fibrosa dekstra, yang
mengikat bagian medial katup trikuspid, mitral, dan anulus aorta. Jaringan ikat
padat ini meluas ke arah lateral kiri membentuk trigonum fibrosa sinistra.
Perluasan kedua trigonum tersebut melingkari katup trikuspid dan mitral
membentuk anuli fibrosa kordis sebagai tempat pertautan langsung otot ventrikel,
atrium, katup trikuspid, dan mitral. Salah satu perluasan penting dari kerangka
jantung ke dalam ventrikel adalah terbentuknya septum interventrikuler pars

4
membranasea. Bagian septum ini juga meluas dan berhubungan dengan daun
septal katup trikuspid dan sebagian dinding atrium kanan.
Anatomi dalam, jantung terdiri dari empat ruang yaitu atrium kanan dan
kiri, serta ventrikel kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. Atrium kanan, darah
vena mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior masuk ke
dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol ventrikel. Secara
anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan
atau atrium kiri. Pada bagian antero- superior atrium kanan terdapat lekukan ruang
atau kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel. Permukaan endokardium
atrium kanan tidak sama; pada posterior dan septal licin dan rata, tetapi daerah
lateral dan aurikel permukaannya kasar dan tersusun dari serabut-serabut otot
yang berjalan paralel yang disebut otot pektinatus. Tebal rata-rata dinding atrium
kanan adalah 2 mm.

Ventrikel kanan, letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu
tepat dibawahmanubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan
depan ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel
dapat dilihat pada potongan melintang. Ventrikel kanan berbentuk bulan sabit atau
setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm. Secara
fungsionalventrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang
alur masuk ventrikel kanan (right ventricular inflow tract) dibatasi oleh katup
trikuspid, trabekula anterior dan dinding inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur
keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract) berbentuk tabung atau
corong, berdinding licin terletak dibagian superior ventrikel kanan yang disebut
fundibulum atau konus arteriosus. Alur masuk dan alur keluar dipisahkan oleh
krista supraventrikuler yang terletak tepat di atas daun katup trikuspid.

Atrium kiri, menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara pada
dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang vena kanan
dan kiri. Letak atrium kiri adalah di posterior-superior dari ruang jantung lain,
sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dindingnya 3 mm,
sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan.

5
Ventrikel kiri, berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya
mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar ventrikel
tersebut adalah anulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah 2-3 kali lipat
diding ventrikel kanan. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8-12 mm.

Katup jantung terdiri atas 4 yaitu katup trikuspid yang memisahkan atrium
kanan dengan ventrikel kanan , katup mitral atau bikuspid yang memisahkan
antara atrium kiri dengan ventrikel kiri serta dua katup semilunar yaitu katup
pulmonal dan katup aorta. Katup pulmonal adalah katup yang memisahkan
ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Katup aorta adalah katup yang
memisahkan ventrikel kiri dengan aorta.

6
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan ventrikel
termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama memberikan
persarafan pada nodus sinoatrial, atrioventrikular dan serabut-serabut otot atrium,
dapat pula menyebar ke ventrikel kiri.

Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis


torakal atas, yaitu torakal 3-6, sebelum mencapai jantung akan melalui pleksus
kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior, medial, atau
inferior. Serabut post ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke
dalam jantung. Persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus dimedulla
oblongta; serabut-serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis di dalam
pleksuskardialis. Rangsang simpatis akan dihantar oleh asetilkolin.

Pendarahan jantung, berasal dari aorta melalui dua pembuluh darah koroner
utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini keluar dari sinus
valsalva aorta. Arteri koroner kiri bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis,
ramus sirkumfleks dan ramus interventrikularis anterior. Arteri koroner kanan
bercabang menjadi ramus nodi sinoatrialis, ramus marginalis dan ramus
interventrikularis posterior.

7
Aliran balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang
berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan
melalui sinuskoronarius. Selain itu terdapat juga vena-vena kecil yang disebut
vena Thebesii, yang bermuara langsung ke dalam atrium kanan.

Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus yaitu


subendokardial, miokardial dan subepikardial. Penampungan cairan limfe dari
kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial, dimana
pembuluh-pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang berjalan sejajar
dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung di depan arteri pulmonal
dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri inominata.

II.1.2 Fisiologi Jantung


Kontraksi otot jantung untuk mendorong darah dicetuskan oleh potensial
aksi yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau
berdenyut secara berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu
sifat yang dikenal dengan otoritmisitas. Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung
yaitu 99% sel otot jantung kontraktil yang melakukan kerja mekanis, yaitu

8
memompa. Sel-sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak menghasilkan sendiri
potensial aksi. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik, tidak
berkontraksi tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan
potensial aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel-sel pekerja.

Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel
otoritmik. Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum
diketahui. Secara umum diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan
siklis fluks pasif K+ keluar yang langsung bersamaan dengan kebocoran lambat
Na+ ke dalam. Di sel-sel otoritmik jantung, antara potensial-potensial aksi
permeabilitas K+ tidak menetap seperti di sel saraf dan sel otot rangka.

Permeabilitas membran terhadap K+ menurun antara potensial-potensial


aksi, karena saluran K+ diinaktifkan, yang mengurangi aliran keluar ion kalium
positif mengikuti penurunan gradien konsentrasi mereka. Karena influks pasif
Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah, bagian dalam secara bertahap mengalami
depolarisasi dan bergeser ke arah ambang. Setelah ambang tercapai, terjadi fase
naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap pengaktifan saluran Ca2+ dan
influks Ca2+ kemudian; fase ini berbeda dari otot rangka, dengan influks Na+
bukan Ca2+ yang mengubah potensial aksi ke arah positif. Fase turun disebabkan
seperti biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi karena terjadi peningkatan
permeabilitas K+akibat pengaktifan saluran K+. Setelah potensial aksi usai,
inaktivasi saluran-saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya. Sel-sel
jantung yang mampu mengalami otortmisitas ditemukan pada nodus SA, nodus
AV, berkas His dan serat purkinje.

Kecepatan normal pembentukan potensial aksi di jaringan otoritmik jantung :


1. Jaringan : Potensial Aksi Per-menit
2. Nodus SA (Pemicu Normal) : 70 - 80
3. Nodus AV : 40 - 60
4. Berkas HIS dan Serat Purkinje : 20 - 40

9
Sebuah potensial aksi yang dimulai di nodus SA pertama kali akan
menyebar ke atrium melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus lalu ke nodus
AV. Karena konduksi nodus AV lambat maka terjadi perlambatan sekitar 0,1 detik
sebelum eksitasi menyebar ke ventrikel. Dari nodus AV, potensial aksi akan
diteruskan ke berkas His sebelah kiri lalu kanan dan terakhir adalah ke sel
purkinje. Potensial aksi yang timbulkan di nodus SA akan menghasilkan
gelombang depolarisasi yang akan menyebar ke sel kontraktil melalui gap
junction.

Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal
dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol.
Sistol adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari
jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pengisian
darah.

10
Hukum Frank-Starling menyatakan, energi kontraksi sebanding dengan
panjang awal serat otot jantung. Sehingga dengan diregangnya otot, timbul
peningkatan tegangan sampai maksimal dan kemudian menurun dengan makin
bertambahnya regangan. Pada keadaan fisiologis semakin besar volume ventrikel
selama diastolik, semakin teregang serat jantung sebelum stimulasi, dan akan
semakin besar pula kekuatan kontraksi berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa,
peningkatan ventricular output berhubungan dengan preload (peregangan serat-
serat miokardium sebelum kontraksi). Cardiac output dipengaruhi oleh stroke
volume dan frekuensi jantung. Ventricular stroke volume dipengaruhi oleh
preload, afterload dan kontraktilitas miokardium. Stroke volume akan meningkat
bila terjadi peningkatan preload, penurunan afterload, atau peningkatan
kontraktilitas.

II.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


Respirasi adalah pertukaran gas antara individu dan lingkungan atau
keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir
dan darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ( Kozier; 1991 ). Respirasi adalah
pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel

11
dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan
dari tubuh melalui paru.

Sistem respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian
atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari: rongga
hidung, faring dan laring. Saluran nafas bagian bawah terdiri dari trakea, bronkus,
bronkiolus, dan paru-paru.

12
Saluran Nafas Bagian Atas

Hidung
Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses
pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban.
Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:
1. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.
2. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
3. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah
yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis
superior.
Di antara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus
superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh
udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak
yang disebut koana.
Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung
berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus maksilaris
pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga
tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.

13
Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke
konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut
terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ).
Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga
pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-
menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan
bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.
Faring
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
1. Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania
dan di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian
depan ke dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba
eusthacius membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi.
Pharyngeal tonsil (tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada
dinding posteriosuperior nasofaring.
2. Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat
pangkal lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan
pencernaan, makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring
dan paru.
3. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Laringofaring merupakan bagian dari faring yang terletak tepat di
belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus.

14
Laring (tenggorok)
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal
ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari
tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup
laring.
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus. Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian
epiglottis yang dilapisi olehsel epithelium berlapis. Kartilago / tulang rawan pada
laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut:
1. Kartilago thyroidea 1 buah di depan jakun dan sangat jelas terlihat pada
pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun.
Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat
melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang
lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar Kartilago krikoid.
2. Kartilago epiglottis 1 buah. Kartilago yang berbentuk daun dan menonjol
keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian
belakang kartilago thyroideum. Plica aryepiglottica terdapat kebelakang
dari bagian samping epiglottis menuju kartilago arytenoidea sehingga
membentuk batas jalan masuk laring.
3. Kartilago krikoid 1 buah yang berbentuk cincin. Kartilago berbentuk
cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah
Kartilago tyroidea, dihubungkan dengan Kartilago tersebut oleh
membrane cricotyroidea. Cornu inferior kartilago thyroidea berartikulasi
dengan kartilago tyroidea pada setiap sisi.
4. Kartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker. Dua kartilago kecil
berbentuk piramid yang terletak pada basis kartilago krikoid. Plica
vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang
menonjol kedepan

15
Saluran Nafas Bagian Bawah

Trakea atau Batang tenggorok


1. Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar
2,5 cm. trakea berjalan dari kartilago krikoid ke bawah pada bagian depan
leher dan di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus
sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi
dua bronkus.
2. Trakea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupa cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea, selain itu juga membuat
beberapa jaringan otot.
Bronkus
1. Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan
dilapisi oleh.jenis sel yang sama.
2. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk
paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan

16
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus
lobus bawah.
3. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa
cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
4. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara).
5. Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi
oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
6. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis
disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru yaitu alveolus.
Paru-Paru
1. Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas gelembung-
gelembung kecil ( alveoli ). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus
terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya
dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir
paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
Trakea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
2. Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri
dari 3 lobus ( lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media,
lobus pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus (
lobus sinistra superior dan lobus sinistra inferior).

17
3. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen.
Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior dan lima lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen,
yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih
terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
4. Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga
dada / kavum mediastinum.. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-
paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
5. Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura
dibagi menjadi dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal
yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan
ini terdapat rongga kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum/ hampa udara.
6. Suplai Darah
7. Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel
kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi cabang-
cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal berakhir
dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus. Jaringan
kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara progresif makin besar,
yang akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua pada setiap sisi, yang
dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke dalam atrium kiri jantung.
Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai jaringan paru
dengan darah yang teoksigenasi.

Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses


pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan
respirasi internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di
tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan.

18
Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
1. Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir
dan alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan
ekspirasi) sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara
alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke
dan dari sel jaringan.
2. Mekanik pernafasan yaitu masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke
dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari
atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot
diafragma akan berkontraksi dan kubah diafragma turun ( posisi diafragma

19
datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada
agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-
paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara
dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (ekspirasi) adalah
keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi
pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula (
melengkung ) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya
tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk
ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru
meningkat. Komplians paru memainkan peranan penting pada bagian ini.
Komplians merujuk kepada volume paru-paru berdasarkan unit tekanan
dalam alveoli yang dapat menentukan kemampuan paru-paru untuk
mengembang, misalnya elastisitas jaring. Komplians itu sendiri ditentukan
oleh jaringan penunjang (seperti kolagen dan elastin) dan tegangan
permukaan alveoli uang dikontrol oleh surfaktan.
Transportasi gas pernafasan
1. Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam
alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan
jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
2. Difusi
Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara
dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar
karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan
darah terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO2) dalam alveolus
lebih tinggi dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah.
Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas
tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding alveolus.
Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke
jaringan dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru.

20
Beberapa faktor yg mempengaruhi dari difusi oksigen dari paru ke
jaringan yaitu curah jantung dan kadar hematokrit darah
3. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2
diangkut dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihemoglobin
(98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg
O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai
bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma
sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan
protein plasma. CO2 larut dalam plasma sebesar 5 - 7 % , HbNHCO3
Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 - 20 % , Hb + CO2 HbCO
bikarbonat sebesar 60 - 80% .
Pengukuran Volume Paru
Fungsi paru, yang mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan
kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :
Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan
setiap kali bernafas.
Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat
dihirup setelah inhalasi normal.
Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah ekspirasi normal.
Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah
ekspirasi maksimal.

Sedangkan kapasitas paru dibagi menjadi:


Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.
Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi
normal.
Kapasitas residual fungsional (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-
paru setelah ekspirasi normal.

21
Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi
maksimal.

Dua jalur mekanisme saraf yang berbeda berfungsi untuk mengatur sistem
respirasi pada manusia. Satu sistem berperan mengatur pernafasan volunter dan
sistem yang lain berperan mengatur pernafasan otomatis. Pernapasan dikendalikan
oleh saraf pusat dan dikendalikan secara kimia. Pengendalian oleh saraf pusat
terletak di medula oblongata yang langsung mengatur otot-otot pernafasan. Pusat
respirasi terdapat pada medullary rhythmicity area yaitu area inspirasi & ekspirasi
yang mengatur ritme dasar respirasi dan dibantu oleh pneumotaxic area yang
terletak di bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi transisi
antara inspirasi & ekspirasi serta mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi
sekiranya paru-paru terlalu mengembang, dan apneustic area yang berfungsi
membantu mengkoordinasi transisi antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim
impuls exhibisi ke area inspirasi. Pengendalian pernapasan secara kimia
dipengaruhi oleh PaO2, pH, dan PaCO2. Pusat kemoreseptor terletak di medula
dan berespon terhadap perubahan kimia dalam cairan serebrospinal akibat
perubahan kimia dalam darah. Kemoreseptor perifer terdapat pada arkus aortik
dan arteri karotis.

II.3 Hemodinamika
Hemodinamika berasal dari istilah Yunani haima yang berarti darah dan
dynamis yang berarti tenaga atau kekuatan. Hemodinamika menjelaskan tentang
aliran darah atau sirkulasi di dalam tubuh badan. Fungsi yang paling penting yang
dijalankan secara bersama oleh sistem sirkulasi dan sistem respirasi adalah untuk
menghantar oksigen ke jaringan-jaringan tubuh supaya dapat digunakan untuk
proses metabolisme dan kelangsungan hidup jaringan-jaringan tersebut.
Kebanyakan sel masih dapat menghasilkan energi walaupun tidak ada oksigen
(metabolisme anaerobik) tapi hanya buat waktu yang singkat dan proses ini tidak
begitu efisien. Beberapa organ, seperti otak, terbuat daripada sel-sel yang hanya
dapat memproduksi energi yang mereka membutuhkan sekiranya adanya suplai

22
oksigen secara konstan. Kemampuan untuk menahan anoksia berbeda dari organ
ke organ, namun otak dan jantung paling sensitif terhadap anoksia. Kekurangan
oksigen akan mempengaruhi fungsi organ-organ ini, dan kalau terjadinya anoksia
pada waktu yang lama, akan menyebabkan terjadinya kerusakan yang permanen.

Untuk memahami bagian sistem sirkulasi yang berperan dalam stabilitas


dan instabilitas hemodinamik, telah ditentukan tujuh loci yang khusus, termasuk:
a. Aliran kembali vena pada jantung kanan atau preload
b. Miokardium dan fungsi kontraktilitas miokardia, termasuk kadar denyut
jantung dan ritma jantung (yang brfungsi sebagai penentu stroke
volume dan curah jantung)
c. Resistensi arteriol prekapiler yang berperan pada afterload
d. Rangkaian kapiler penukaran yang berperan sebagai tempat penukaran
substrat, termasuk kontingen pertukaran cairan pada tekanan hidrostatik
kapiler
e. Resistensi vena post kapiler yang mengendalikan tekanan hidrostatik
kapiler
f. Kapasitas vena yang dapat berkembang pada kondisi syok tertentu
sehingga dapat menyebabkan penurunan kritis pada aliran kembali vena
atau preload dan sejurus menurunkan curah jantung.
g. Aliran darah sistemik berkurang apabila terdapat obstruksi aliran darah
pada arus utama yang disebabkan oleh emboli pulmonari atau
aneurisma diseksi pada aorta.

Menggunakan klasifikasi dan mekanisme hemodinamik ini, dokter-dokter


mencari metode diagnosis kegagalan perfusi akut yang lebih disempurnakan.
Tekanan darah arterial, denyut dan ritma jantung, kadar pengisian kapiler pada
kulit, saturasi oksigen, kadar respirasi, pengeluaran urin, status kesadaran pasien,
efek posisi pada tekanan darah dan temperatur badan.

23
II.3.1 Pemantauan Hemodinamik
Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem
kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan
tersebut merupakan suatu teknik untuk pengkajian pada pasien kritis, mengetahui
kondisi perkembangan pasien serta untuk antisipasi kondisi pasien yang
memburuk. Pemantauan memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh
darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan
darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah
satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure). Pemantauan
hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter ke dalam ke
dalam pembuluh darah atau rongga tubuh.

II.3.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik


Pemantauan hemodinamik dapat membantu mengidentifikasi kondisi
pasien, mengevaluasi respon pasien terhadap terapi, menentukan diagnosa medis,
memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam
tubuh dan kemampuan jantung untuk memompa darah.

II.3.3 Faktor Penentu Pemantauan Hemodinamik


1. Pre load
Menggambarkan tekanan saat pengisian atrium kanan selama diastolic
digambarkan melalui Central Venous Pressure (CVP). Sedangkan pre load
ventricle kiri digambarkan melalui Pulmonary Arterial Pressure (PAP).
2. Contractility
Menggambarkan kekuatan otot jantung untuk memompakan darah ke
seluruh tubuh.
3. After load
Menggambarkan kekuatan/tekanan darah yang dipompakan oleh jantung.
After load dipengaruhi oleh sistemik vascular resistance dan pulmonary
vascular resistance.

24
II.3.4 Indikasi Pemantauan Hemodinamik
1. Shock
2. Infark Miokard Akut (AMI), yg disertai: Gagal jantung kanan/kiri, Nyeri
dada yang berulang, Hipotensi/Hipertensi
3. Edema Paru
4. Pasca operasi jantung
5. Penyakit Katup Jantung
6. Tamponade Jantung
7. Gagal napas akut
8. Hipertensi Pulmonal
9. Sarana untuk memberikan cairan/resusitasi cairan, mengetahui reaksi
pemberian obat.

II.3.5. Parameter Hemodinamik


Parameter hemodinamik dapat dibagi kepada parameter makrovaskuler
dan mikrovaskuler. Parameter makrovaskuler untuk perfusi global termasuk
denyut jantung, tekanan darah, curah jantung dan saturasi oksigen vena sentral
serta saturasi oksigen tercampur. Parameter mikrovaskuler termasuk saturasi
oksigen jaringan pada thenar (StO2) serta refil kapiler perifer.
Denyut Jantung
Denyut jantung merujuk kepada kadar jantung memompa darah per menit.
Denyut jantung ditentukan oleh kadar depolarisasi spontan yang terjadi pada
nodus sinoatrial. Faktor yang mempengaruhi denyut jantung termasuk innervasi
autonomik (persarafan simpatetik dan parasimpatetik ke miokardium), refleks
kardiak, tonus autonomik, efeknya pada nodus sinoatrial, refleks atrial, hormone
(seperti epinephrine dan norepinephrine) dan aliran vena kembali. Nervus vagus
bertindak pada reseptor untuk mengurangkan denyut jantung, sedangkan serabut
kardiak simpatetik menstimulasi reseptor beta-adrenergik untuk meningkatkan
denyut jantung (dengan mengubah permeabilitas membran sel pada sistem
konduksi). Pusat kardiak ini menerima input dari pusat lain serta dari baroreseptor
dan kemoreseptor. Dengan informasi yang didapatkan, daya kerja jantung diatur

25
ulang, dengan berespon terhadap perubahan tekanan darah dan konsentrasi
oksigen arterial yang larut dan karbon dioksida yang larut.

Penurunan kadar denyut jantung atau kehilangan kontraktilitas dapat


menyebabkan terjadinya bendungan aliran darah pada sirkulasi vena sehingga
menyebabkan peningkatan volume vena. Ini disebabkan oleh pengurangan jumlah
darah yang dipompa dalam sirkulasi arterial. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan volume darah intra torasik sehingga meningkatkan tekanan vena
sentral. Peningkatan tekanan vena sentral dapat dinaikkan melalui aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron maupun melalui aktivasi simpatetik vena dan
substans vasokonstriktor yang bersirkulasi dalam darah.

Obat vasodilator arterial menyebabkan peningkatan aliran darah dari


sistem arterial ke sistem vena. Ini akan menyebabkan peningkatan volume vena
dan sejurus dengan itu, akan meningkatkan tekanan darah. Hal ini juga terjadi
sekiranya tonus simpatetik berkurang.

Setiap orang bisa mengukur denyut jantungnya sendiri tanpa perlu


menggunakan stetoskop. Untuk mengukur denyut jantung di rumah bisa dengan
cara memeriksa denyut nadi. Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah pada
pergelangan tangan atau tiga jari pada sisi leher. Saat merasakan denyut nadi,
lihatlah jam untuk mneghitung jumlah denyut selama 1 menit.
Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap
pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas
pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume
darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan
menurunkan tekanan darah.
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong kearah
jaringan. Tekanan ini harus diukur secara ketat dengan dua alasan. Pertama,
tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup;

26
tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat
seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ
tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi sehingga
menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan resiko
kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus
(Sherwood, 2001).
Agar kita mendapatkan tekanan darah maka harus ada curah jantung dan
tahanan terhadap aliran darah sirkulasi sistemik. Tahanan ini disebut tahanan tepi.
Tekanan darah = Curah jantung x Tahanan tepi
Faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung seperti frekuensi jantung dan isi
sekuncup. Tahanan terhadap aliran darah terutama terletak di arteri kecil tubuh,
yang disebut arteriole. Pembuluh darah berdiameter kecil inilah yang memberikan
tahanan terbesar pada aliran darah. Kapiler merupakan pembuluh darah yang jauh
lebih kecil dari erteriole, tetapi meskipun setiap kapiler akan memberikan tahanan
yang lebih besar di banding sebuah arteriole, terdapat sejumlah besar kapiler yang
tersusun paralel dan berasal dari satu arteriole. Akibatnya terdapat sejumlah
lintasan alternatif bagi darah dalam perjalanannya dari arteriole ke vena, dan
karena inilah maka jaringan kapiler ini tidak memberikan tahanan terhadap aliran
darah seperti yang diberikan oleh arteriol.
Metode standar dalam pengukuran tekanan darah memakai teknik yang
dikembangkan oleh Korotkov pada tahun 1905. Suatu manset tangan yang dapat
di isi udara diletakan melingkari lengan atas, tidak terlalu erat, dengan jarak 3 cm
antara bagian bawah manset dan fossa kubiti di situ. Manset tersebut diisi udara
dengan pompa tangan kecil dan tekanan di dalam magnet diukur dengan
manometer merkuri. Alat ini disebut sfigmomanometer. Nadi arteri brakialis yang
terletak di fosa kubiti pada siku dapat ditemukan dengan palpasi. Arteri ini
terletak dibagian medial dari tendon bisep dan denyut arteri ini sering sekali dapat
dilihat bila tangan dalam keadaan ekstensi total. Perlu diperhatikan bahwa
stetoskop tidak dapat digunakan untuk menentukan lokasi arteri brakialis, karena
aliran arteri ini bersifat laminar dan tidak akan terdengar suara sebelum manset
diisi udara. Kemudian dilakukan palpasi pada nadi radialis di pergelangan tangan

27
dan sambil jari-jari tangan kita melakukan palpasi, tangan yang lain memompa
mengisi manset sampai suatu tekanan di atas tekanan dimana nadi radialis
menghilang. Kemudian stetoskop diletakan di atas arteri brakialis dan tekanan
didalam manset di turunkan perlahan-lahan. Guna mempertahankan penurunan
tekanan secara terus menerus, maka katup pengeluaran harus dibuka makin lebar
dengan menurunnya tekanan. Dengan menurunnya tekanan, tidak akan terdengar
suara sampai tekanan darah sistole tercapai, yaitu bila suara yang seirama dengan
denyut jantung terdengar lewat stetoskop. Ini menandakan tekanan darah sistole.
Dengan makin menurunnya tekanan manset, suara-suar menjadi semakin keras,
tetapi pada saat terciptanya tekanan darah diastole, suara tersebut berubah sifatnya
menjadi suara tertutup. Sedikit lebih bawah suara-suara itu akhirnya menghilang
dan tidak muncul lagi. Titik dimana suara menjadi tertutup dianggap sebagai
tekanan darah
diastole.
Penilaian fungsi hemodinamik yang umum digunakan termasuk dari
pengantaran oksigen (DO2), konsumsi oksigen (VO2), kebutuhan oksigen dan
ekstraksi oksigen (SvO2).

Pengantaran oksigen (DO2) merupakan jumlah oksigen yang terikat


kepada hemoglobin yang diantar ke jaringan. Kemampuan sel untuk memproduksi
energi dengan menggunakan metabolisme seluler yang aerobik merupakan suatu
proses fisiologis yang sangat penting. Pengantaran oksigen merupakan nilai yang
dihitung dari aliran darah yang keluar dari bagian kiri jantung (curah jantung)
dikali dengan konten oksigen dalam darah arteri.

Konsumsi oksigen (VO2) merujuk kepada jumlah oksigen yang


diekstraksi dari hemoglobin dan diutilisasi oleh semua sel badan. Konsumsi
oksigen dapat berkurang dengan kondisi tertentu, seperti pada syok sepsis,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya 'hutang oksigen' dan selanjutnya
menyebabkan kerusakan pada organ.

28
Kebutuhan oksigen berhubung erat dengan konsumsi oksigen suatu organ.
Kedua istilah ini digunakan secara bersinambungan karena kebutuhan oksigen
menggambarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme sel
sedangkan konsumpsi menggambarkan jumlah oksigen yang digunakan oleh sel
untuk metabolisme. Pada waktu di mana kebutuhan oksigen meningkat, jantung
harus mengekstraksi lebih banyak oksigen sehingga sistem saraf bereksi dengan
meningkatkan pengantaran oksigen. Hubungan antara konsumsi oksigen otot
kardiac, aliran darah koroner dan jumlah oksigen yang diektraksi dari darah
bersifat unik dan mengaplikasikan prinsip Fick. Prinsip Fick menyatakan bahwa
cardiac output sebanding dengan konsumsi oksigen oleh jaringan dan berbanding
terbalik dengan perbedaan kandungan oksigen antara arteriovenus. Kadar Hb
merupakan faktor penentu dari perbedaan kandungan oksigen arteriovenus. Pada
saat kadar Hb rendah, cardiac output akan meningkat untuk mencukupi kebutuhan
oksigen jaringan.

Ekstraksi oksigen (SvO2) merujuk kepada saturasi oksigen pada vena dan
menggambarkan aliran darah kembali ke jantung kanan. Normalnya saturasi ini
berada dalam jangkauan 60% ke 80%. Apabila tubuh berada pada keadaan
istirahat, 600ml/min per m2 diantar ke jaringan dan konsumsi jaringan terjadi
sebanyak 150ml/min per m2, yang menggambarkan kadar metabolisme basal.
Seelah itu, aliran darah kembali ke jantung dengan kadar 450 ml/min per m2.
Maka dapat ditentukan bahwa pengantaran oksigen 4 kali lebih banyak dari
konsumsi oksigen; dengan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan adalah 4:1,
dengan ekstraksi oksigen sebanyak 25%.
1. Tekanan vena sentral (CVP)
Tekanan vena sentral (central venous pressure) adalah tekanan darah di
vena kava. Ini merujuk kepada tiga parameter; volume darah, keefektifan
jantung sebagai pompa, dan tonus vaskuler. Tekanan vena sentral
dibedakan dari tekanan vena perifer, yang hanya memberi gambaran
tentang tekanan lokal.

29
2. Tekanan arteri pulmonalis
Tekanan arteri pulmonalis merupakana tekanan di ventrikel kiri pada akhir
diastolik.
3. Tekanan atrium kiri
4. Tekanan ventrikel kanan
5. Curah jantung
Curah jantung (CO) adalah jumlah darah yang dipompakan ke sirkulasi
perifer oleh jantung per menit. Curah jantung sama dengan stroke volume
(SV) dikalikan laju jantung (HR)

CO = SV × HR

Laju jantung dipengaruhi oleh sistem saraf sentral dan otonom, dan isi
sekuncup dipengaruhi oleh "preload","afterload", dan kontraktilitas
miokard. Faktor-faktor yang mengontrol curah jantung meliputi curah
balik, resistensi vaskuler, kebutuhan oksigen jaringan perifer, volume
darah, posisi tubuh, pola respirasi, laju jantung dan kontraktilitas miokard.
6. Tekanan arteri sistemik

II.3.5.1 PemantauanTekanan Non-Invasif


Pengkajian non invasif sangat tergantung dari keadaan klinik dan pada
kondisi tertentu tidak dapat menjelaskan kondisi pasien secara spesifik dan akurat.
Pemantauan hemodinamik non invasive dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengukuran tekanan vena sentral / CVP :
a) Memposisikan pasien berbaring setengah duduk
b) Perhatikan denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba
tetapi hanya bisa dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi atrium),
gelombang c (awal kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup),
gelombang v (pengisian atrium-katup trikuspid masih menutup)
c) Normalnya terjadi penggembungan vena setinggi manubrium sterni

30
d) Apabila ditemukan penggembungan vena yang lebih tinggi dari
manubrium sterni, maka terjadi peningkatan tekanan hidrostatik atrium
kanan
2. Pengukuran tekanan arteri sistemik secara manual menggunakan
manometer.

II.3.5.2 Pemantauan Tekanan Invasif


Pemantauan tekanan invasif dilakukan dengan tujuan untuk mengukur dan
mengetahui gelombang tekanan dalam ruang-ruang jantung. Kelebihan teknik
invasif yaitu dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam pengambilan sampel
darah, pemeriksaan laboratorium, pemberian obat-obatan/cairan dan pemasangan
pacu jantung. Beberapa teknik pengukuran hemodinamik invasif yaitu:

II.3.6 Pemantauan Tekanan Darah Arteri


Tekanan darah arteri adalah tekanan darah yang dihasilkan oleh ejeksi
ventrikel kiri ke aorta dan ke sistemik arteri (Debra et al, 2001).
Tekanan arteri sistemik terdiri dari:
1. Tekanan sistolik adalah tekanan darah maksimal ketika darah
dipompakan dari ventrikel kiri. Range normal berkisar 100-130 mmHg
2. Tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung relaksasi,
tekanan diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus
dihadapi oleh jantung. Range normal berkisar 60-90 mmHg
3. Mean Arterial Pressure atau tekanan arteri rata-rata selama siklus
jantung. MAP dapat diformulasikan dengan rumus :
4. Sistolik + 2. Diastolik x 1/3. MAP menggambarkan perfusi aliran
darah ke jaringan
Pengukuran tekanan darah arteri secara invasif dilakukan dengan
memasukkan kateter ke lumen pembuluh darah arteri dan disambungkan ke sistem
transducer. Tekanan intra arteri melalui kateter akan dikonversi menjadi sinyal
elektrik oleh tranducer lalu disebar dan diteruskan pada osciloskope, kemudian
diubah menjadi gelombang dan nilai digital yang tertera pada layar monitor.

31
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan arteri :
➢ Curah jantung ➢ Volume darah ➢ Umur
➢ Resistensi perifer ➢ Viskositas darah ➢ Aktivitas
➢ Elastisitas pembuluh arteri ➢ Berat badan ➢ Emosi

Indikasi Pemantauan Tekanan Darah Arteri Secara Invasif


Pemantauan tekanan darah invasif diperlukan pada pasien dengan kondisi
kritis atau pada pasien yang akan dilakukan prosedur operasi bedah mayor
sehingga apabila ada perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat
secepatnya dideteksi dan diintervensi, atau untuk evaluasi efek dari terapi obat-
obat yang telah diberikan :
a) prosedur operasi bedah mayor seperti : CABG, bedah thorax, bedah saraf,
bedah laparotomy, bedah vascular
b) pasien dengan status hemodinamik tidak stabil
c) pasien yang mendapat terapi vasopressor dan vasodilator
d) pasien yang terpasang IABP
e) pasien yang tekanan intrakranialnya dimonitor secara ketat
f) pasien dengan hipertensi krisis, dengan overdiseksi aneurisma aorta
Ditambah pemeriksaan serial analisa gas darah (AGD) pada :
a) pasien dengan gagal napas
b) pasien yang terpasang ventilasi mekanik
c) pasien dengan gangguan asam basa (asidosis/ alkalosis)
d) pasien yang sering dilakukan pengambilan sampel arteri secara rutin
Kontra Indikasi Relatif Pemantauan Tekanan Darah Arteri Secara Invasif
• Pasien dengan perifer vascular disease
• Pasien yang mendapat terapi antikoagulan atau terapi trombolitik
• Penusukan kanulasi arteri kontraindikasi relatif pada area yang mudah terjadi
infeksi, seperti area kulit yang lembab, mudah berkeringat, atau pada area
yang sebelumnya pernah dilakukan bedah vascular

32
II.3.7 Pemantauan Tekanan Darah Vena
Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar thorak yang
menggambarkan aliran darah ke jantung (Oblouk, Gloria Darovic, 2002).
Tekanan vena sentral merefleksikan tekanan darah di atrium kanan atau
vena kava (Carolyn, M. Hudak, et.al, 1998). Pada umumnya jika venous return
turun, CVP turun, dan jika venous return naik, CVP meningkat.
Indikasi Pemantauan Tekanan Vena Sentral
• Mengetahui fungsi jantung
Pengukuran CVP secara langsung mengukur tekanan atrium kanan (RA) dan
tekanan end diastolic ventrikel kanan. Pada pasien dengan susunan jantung dan
paru normal, CVP juga berhubungan dengan tekanan end diastolik ventrikel
kiri.
• Mengetahui fungsi ventrikel kanan
CVP biasanya berhubungan dengan tekanan (pengisisan) diastolik akhir
ventrikel kanan. Setelah ventrikel kanan terisi, maka katup tricuspid terbuka
yang memungkinkan komunikasi terbuka antara serambi dengan bilik jantung.
Apabila tekanan akhir diastolik sama dengan yang terjadi pada gambaran
tekanan ventrikel kanan, CVP dapat menggambarkan hubungan antara volume
intravascular, tonus vena, dan fungsi ventrikel kiri.
• Menentukan fungsi ventrikel kiri
Pada orang-orang yang tidak menderita gangguan jantung, CVP berhubungan
dengan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan merupakan sarana untuk
mengevaluasi fungsi ventrikel kiri.
• Menentukan dan mengukur status volume intravaskuler.
Pengukuran CVP dapat digunakan untuk memeriksa dan mengatur status
volume intravaskuler karena tekanan pada vena besar thorak ini berhubungan
dengan volume venous return.
• Memberikan cairan, obat obatan, nutrisi parenteral
Pemberian cairan hipertonik seperti KCL lebih dari 40 mEq/L melalui vena
perifer dapat menyebabkan iritasi vena, nyeri, dan phlebitis. Hal ini
disebabkan kecepatan aliran vena perifer relatif lambat dan sebagai akibatnya

33
penundaan pengenceran cairan IV. Akan tetapi, aliran darah pada vena besar
cepat dan mengencerkan segera cairan IV masuk ke sirkulasi. Kateter CVP
dapat digunakan untuk memberikan obat vasoaktif maupun cairan elektrolit
berkonsentrasi tinggi.
• Kateter CVP dapat digunakan sebagai rute emergensi insersi pacemaker
sementara.
Kontraindikasi pemasangan kateter vena sentral
Adapun kontraindikasi termasuk adanya :
• infeksi pada tempat insersi,
• renal cell tumor yang menyebar ke atrium kanan, atau
• large tricuspid valve vegetatious (sangat jarang).

II.4. Parameter Akhir Resusitasi


II.4.1 Latar Belakang
Upaya menekan mortalitas pada pasien sepsis telah dilakukan sejak lama,
seiring dengan banyak penelitian yang menekankan pada pentingnya pemberian
antibiotika dan terapi suportif yang adekuat. Perubahan revolusioner dalam tata
laksana sepsis berat dan renjatan septic dimulai pada tahun 2001, saat Rivers dkk
mempublikasikan konsep resusitasi dini pada pasien sepsis berat dan renjatan
septic dalam bentuk protocol early goal-directed therapy (EGDT) dengan
penekanan pada aspek kecukupan perfusi jaringanm tidak semata-mata pada
stabilisasi hemodinamik saja. Konsep resusitasi dini yang diterapkan menyerupai
konsep diagnosis dan tata laksana dini pada infark miokard, trauma, dan stroke
yang telah banyak dikenal sebelumnya dan terbukti memperbaiki luaran. Pada
penelitian terjadap 263 subjek sepsis berat dan renjatan septik, konsep EGDT
diajukan oleh Rivers dkk, yang kemudian diadopsi dalam Surviving Sepsis
Campaign 2012 yang terbukti dapat menurunkan mortalitas sebesar 16%. Seperti
konsep resusitasi pada umumnya, pada protocol EGDT tercantum parameter akhir
resusitasi yang hendak dicapai, beserta nilai target parameter, target waktu dan
cara pencapaian parameter tersebut. Secara singkat, protocol tersebut dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :

34
Seperti yang terlihat pada gambar diatas, terdapat 3 parameter utama yang
hendak dicapai dalam implementasi EGDT yaitu tekanan vena sentral (central
venous pressure), rerata tekanan arteri (mean arterial pressure (MAP)), produksi
urin, saturasi oksigen vena sentral-vena kava superior (superior vena cava oxygen
saturation (ScvO2)) atau saturasi oksigen vena campur (mixed venous oxygen
saturation (SvO2)). Hematokrit (Ht) merupakan parameter perfusi jaringan lain
yang perlu diperhatikan jika target SvO2 belum tercapai. Parameter produksi urin
tidak tercantum dalam protocol tersebut, namun dalam prinsip tata laksana
hemodinamik pasien sepsis berat dan renjatan septik seperti yang dijabarkan pada
publikasi awal konsep EGDT dan Surviving Sepsis Campaign 2012. Produksi urin
merupakan salah satu parameter akhir resusitasi yang harus dicapai. Target
parameter tersebut harus dicapai pada enam jam pertama diagnosis ditegakkan,
yakni selama fase resusitasi awal.

35
Analisis gabungan yang dilakukan oleh Rivers dkk 10 tahun setelah
implementasi EGDT di seluruh dunia mendapatkan penurunan resiko absolut dan
relative secara berurutan sebesar 18,3% dan 0,37 sebelum dan sesudah
implementasi protocol EGDT pada 9.884 pasien. Berdasarkan hasil penelitian-
penelitian dalam skala besar, beberapa ahli mengemukakan ketidaksetujuan
terhadap upaya pencapaian secara seragam seluruh target parameter akhir
resusitasi yang tercantum pada EGDT. Sebagai tambahan, seiring dengan
pengembangan konsep mikrosirkulasi pada sepsis, beberapa peneliti
mengemukakan bahwa pencapaian seluruh parameter resusitasi tidak cukup untuk
menekan mortalitas karena inti dasar disfungsi mikrosirkulasi dan mitokondria
pada sepsis tidak tentu terselesaikan dengan pemenuhan seluruh target parameter
EGDT. Penelitian kemudian diarahkan pada penggunaan parameter yang dapat
menilai perfusi mikrosirkulasi global secara tidak langsung selain ScvO2, yaitu
dengan penilaian kadar laktat dan bersihan laktat pasca resusitasi, yang lebih
lanjut dicoba untuk diwakili dengan nilai ekses basa standar (standard base excess
(SBE)) pada analisis gas darah.

II.4.2 Parameter Makrosirkulasi dan Mikrosirkulasi


Secara lengkap, daftar parameter yang dapat digunakan untuk menilai
perfusi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi baik secara global maupun regional
dapat dilihat pada tabel berikut :

Global Regional
Makrosirkulasi 1. CVP 1. Produksi Urin
2. MAP 2. Kadar Bilirubin
3. Frekuensi Denyut Jantung 3. Kadar Enzim Jantung
4. Cardiac Output
5. Mottled Skin
6. Capillary Refill Time
7. Kesadaran

Mikrosirkulasi 1. ScvO2 1. Laser Doppler


2. SvO2 2. Flowmetry
3. Kadar Laktat 3. Intravital Microscopy
4. Base Excess 4. OPS
5. PaO2 Transkutan
6. Tonometri Gaster

36
II.4.2.1 Tekanan Vena Sentral Sebagai Parameter Akhir Resusitasi

Tekanan vena sentral adalah salah satu parameter yang dipercaya berguna
dan banyak digunakan dalam memandu kecukupan resusitasi, terutama dalam
penilaian kecukupan volume cairan resusitasi. Surviving Sepsis Campaign 2012
menganjurkan resusitasi volume dilakukan hingga mencapai target CVP 8-12
mmHg pada pasien dengan ventilasi mekanik, dicapai dalam 6 jam pertama.

Rasionalisasi penggunaan CVP sebagai parameter pemantauan adalah


karena CVP dapat menggambarkan volume intravascular, sehingga pasien dengan
nilai CVP rendah dinilai berada dalam keadaan kekurangan cairan dan sebaliknya.
CVP menggambarkan tekanan atrium kanan, yang merupakan penentu utama dari
tekanan pengisian ventrikel kanan. Volume sekuncup ventrikel kanan akan
menentukan volume sekuncup ventrikel kiri dan volume intravascular. Namun
demikian, secara mengejutkan rasionalisasi ini hanya pernah dibuktikan pada 2
penelitian dengan menggunakan kuda dalam posisi berdiri sebagai subjek.

Lebih dari 100 penelitian yang dilakukan pada manusia membuktikan


hubungan linear antara CVP dengan volume intravascular tidak selalu benar. Pada
pasien sepsis, adanya perubahan tonus vaskular, tekanan intratorakal,
kontraktilitas ventrikel kanan dan kiri, penyakit dasar yang ada pasien (PPOK,
kelainan katup jantung, dan hipertensi pulmonal) akan mempengaruhi hubungan
linear tersebut. Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan tetsebut banyak ahli mulai
merekomendasikan untuk meninggalkan CVP sebagai parameter rutin
pemantauan kecukupan cairan dan resusitasi pada berbagai keadaan. Namun CVP
tetap dianjurkan penggunaannya pada pasien yang bernapas spontan tanpa adanya
penyakit yang menyebabkan perubahan fisiologi hubungan linearitas antara nilai
CVP dengan volume intravaskular.

II.4.2.2 Rerata Tekanan Arteri Sebagai Parameter Akhir Resusitasi

Penggunaan MAP sebagai salah satu parameter akhir resusitasi didasarkan


pada pemahaman bahwa MAP menggambarkan tekanan perfusi pada organ vital,

37
menentukan oksigenasi dan dengan demikian menjadi syarat mutlak fungsi organ
yang bersangkutan. Penurunan MAP di bawah batas autoregulasi organ akan
menyebabkan gangguan pada aliran darah regional organ. Varpula dkk
membuktikan pada 11 pasien renjatan septik, resusitasi dengan mencapai target
MAP ≥65 mmHg memiliki nilai prognosis kesintasan yang baik. Surviving Sepsis
Campaign 2012 menganjurkan resusitasi dilakukan hingga mencapai target ≥65
mmHg. Beberapa keterbatasan dengan penggunaan satu angka sebagai target
MAP akan dijabarkan berikut ini.

Keterbatasan pertama adalah dalam hal komorbiditas yang dialami pasien.


Pada pasien dengan hipertensi lama, telah terjadi perubahan kurva autoregulasi
organ. Dibutuhkan tekanan perfusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
tidak hipertensi, sehingga penggunaan target yang sama dengan pasien tidak
hipertensi menjadi kurang tepat. Kedua, pencapaian MAP tidak serta merta berarti
terjadi kecukupan aliran mikrosirkulasi. Hal ini sesuai konsep cryptic shock yang
telah dijelaskan sebelumnya. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya
asosiasi kuat antara parameter perfusi global yang diwakili dengan nilai MAP
dengan parameter perfusi regional. Penggunaan vasokonstriktor untuk mencapai
target MAP telah terbukti dapat pula mengganggu aliran mikrosirkulasi.
Pencapaian target MAP tidak lebih baik dalam prediksi mortalitas dibandingkan
dengan parameter perfusi regional. Keterbatasan ketiga adalah terdapat perbedaan
hasil pada pengukuran dengan metode yang berbeda. Nilai MAP terbaik yang
dianggap sebagai baku emas didapatkan melalui pemeriksaan dengan
menggunakan akses arteri invasif. Pada pasien dengan syok hiperdinamik
(termasuk renjatan septik), MAP yang diukur melalui akses intraarteri
menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan yang diukur dengan
sfigmomanometer karena terjadi peningkatan pulse wave reflection pada saat
manset mengembang.

38
II.4.2.3 Produksi Urin Sebagai Parameter Akhir Resusitasi

Produksi urin telah diterima baik sebagai salah satu parameter


keberhasilan resusitasi cairan pada pasien dengan sepsis berat dan renjatan septik.
Parameter produksi urin menggambarkan disfungsi dan perfusi regional pada
organ ginjal. Penelitian pada 415 pasien sepsis berat dan renjatan septik di Jerman
oleh Oppert dkk menunjukkan sebanyak 41,4% pasien mengalami gangguan
ginjal akut yang didefinisikan sebagai peningkatan kadar Cr 2 kali batas atas
normal dan/atau produksi urin <0,5ml/kg/jam. Moreno dkk menunjukkan bahwa
disfungsi ginjal menunjukkan rasio odds terjadinya kematian sebesar 1,46 (IK
95% 1,29-1,64), dengan kemampuan memprediksi mortalitas yang baik.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan produksi


urin sebagai parameter akhir resusitasi antara lain adalah adanya penyakit dasar,
penggunaan obat-obatan dan patofisiologi disfungsi ginjal pada sepsis. Penyakit
dasar yang menyebabkan produksi urin berkurang (contoh: penyakit ginjal kronik,
obstruksi saluran kemih) dan pemberian obat yang mempengaruhi produksi urin
(contoh: diuresis) menyebabkan parameter ini tidak dapat secara rutin digunakan
untuk menyimpulkan kecukupan resusitasi volume. Faktor hemodinamik
merupakan kontributor utama adanya disfungsi ginjal, sehingga dapat dimengerti
rasionalisasi penggunaan produksi urin untuk menilai faktor hemodinamik.
Namun demikian terdapat berbagai perubahan intrinsik ginjal yang turut
mempengaruhi terjadinya gangguan ginjal akut, perubahan intrinsik tersebut
mencerminkan produksi urin tidak selalu menggambarkan kecukupan resusitasi.

II.4.2.4 Saturasi Oksigen Vena Sentral Sebagai Parameter Akhir Resusitasi

Seperti diketahui, hantaran O2 arteri (DO2) ditentukan oleh curah jantung


dan kandungan O2 pada arteri (CaO2). CaO2 memiliki 2 komponen yakni O2 yang
terikat dengan hemoglobin dan O2 yang terlarut dalam plasma. Jumlah O2 yang
terikat dengan Hb akan ditentukan oleh kadar Hb dan afinitas Hb terhadap O2. O2
yang terkandung dalam arteri kemudian akan diekstraksi pada jaringan dalam
jumlah yang tergantung kebutuhan konsumsi jaringan (VO2) dan kemampuan

39
jaringan dalam mengekstraksi O2. Kadar O2 pada vena, atau yang dikenal dengan
SvO2 selanjutnya akan ditentukan oleh kadar O2 pada arteri (SaO2) dan ekstraksi
jarinan. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa SvO2 dapat mencerminkan
keseimbangan antara DO2 dan VO2.

Penelitian telah membuktikan bahwa ScvO2 memiliki kemampuan prediksi


prognosis pada berbagai keadaan sakit kritis, termasuk sepsis berat dan renjatan
septik. Surviving Sepsis Campaign 2012 merekomendasikan pencapaian target
ScvO2 ≥70%. Namun demikian, pada pasien sepsis berat dan renjatan septik,
beberapa keterbatasan penggunaan ScvO2 telah dibuktikan dalam beberapa
penelitian. Keterbatasan pertama adalah bahwa pada pasien renjatan septik, Ho
dkk, Kopterides dkk, dan Varpula dkk membuktikan bahwa ScvO2 tidak memiliki
korelasi yang baik dengan SvO2. Keterbatasan kedua adalah Beest dkk
menunjukkan bahwa hanya 6% dari 340 pasien sepsis pasca resusitasi yang
terbukti memiliki kadar ScvO2 di bawah target parameter resusitasi. Hal ini dapat
dijelaskan karena pada sepsis terjadi penurunan kapasitas ekstraksi O2.
Keterbatasan lainnya adalah ScvO2 menggambarkan hasil pencampuran kadar O2
pada vena dari berbagai organ. Kadar O2 yang rendah pada vena organ tertentu
dapat tertutupi dengan kadar O2 yang tinggi pada organ lain, sehingga ScvO2 tidak
dapat menggambarkan perfusi pada tingkat regional.

II.4.2.5 Hematokrit Sebagai Parameter Akhir Resusitasi

Anemia, yang diwakili dengan nilai hematokrit, adalah salah satu


parameter yang digunakan sebagai target resusitasi. Pencantuman Ht di dalam
target resusitasi sepsis berat dan renjatan septik didasarkan pada peran Ht dalam
menentukan DO2. Pada kondisi umum, DO2 tidak menentukan nilai VO2 secara
langsung. Hal ini berarti berapapun DO2, VO2 akan berada dalam kisaran tetap
hingga saat VO2 melebihi DO2, baru tubuh akan menjalankan metabolisme
anaerob.

40
II.4.2.6 Laktat dan Bersihan Laktat Sebagai Parameter Akhir Resusitasi

Laktat adalah produk metabolisme hasil reduksi piruvat yang terbentuk


pada keadaan anaerob atau pada keadaan ketidakmampuan tubuh menjalankan
metabolisme oksidatif. Pada proses ini, selain laktat akan dihasilkan pula
regenerasi nicotinamide adenin dinucleotide (NAD+) dari nicotinamide adenine
dinucleotide hydrogen (NADH) yang selanjutkan akan digunakan pada proses
glikolisis dan ATP. Laktat akan masuk ke dalam sirkulasi dan menyebabkan
penurunan pH. Jika kebutuhan O2 terpenuhi kembali, laktat akan diubah di hati
menjadi piruvat dan selanjutnya masuk kembali ke siklus krebs. Dengan
pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa peningkatan kadar laktat merupakan
cerminan adanya hipoperfusi jaringan, yang dapat terjadi secara nyata dengan
perubahan parameter hemodinamik makrosirkulasi.

Penggunaan konsentrasi laktat sebagai salah satu parameter dalam


resusitasi telah berkembang luas, seiring banyak penelitian yang menunjukkan
hubungan kuat dengan kejadian gagal multi organ dan kematian. Kruse dkk
menunjukkan kadar laktat pada awal masuk rumah sakit dapat digunakan untuk
memprediksi kematian pasien kritis. Pasien dengan kadar laktat ≥4 mmol/L
memiliki resiko kematian tertinggi dan mereka dengan kadar laktat ≥2,5 mmol/L
harus diamati untuk menilai perburukan klinis yang terjadi. Perubahan kadar
laktat pasca resusitasi, yang dinyatakan dalam bersihan laktat juga dapat
digunakan untuk menilai resiko kemarian pasien. Ngunyen dkk menunjukkan
pasien dengan bersihan laktat ˂10% dalam 6 jam resusitasi menunjukkan resiko
mortalitas 60 hari yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan mereka dengan
bersihan laktat ≥10%.

II.4.2.7 Ekses Basa Standar Sebagai Parameter Akhir Resusitasi

Ekses basa standar (SBE) adalah jumlah basa yang tersedia pada tiap liter
darah untuk mempertahankan nilai pH dalam batas normal, didapatkan
menggunakan normogram standar yang menggunakan data analisa gas darah
berdasarkan nilai PCO2. SBE adalah salah satu cerminan gangguan metabolik

41
pada sepsis dan telah banyak diteliti memiliki kemampuan prediksi kesintasan
yang baik seperti yang ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut ini.

Penelitian oleh Smith dkk pada 148 pasien dalam perawatan intensif
menunjukkan SBE dapat memprediksi kesintasan sama baiknya dengan
kemampuan prediksi kadar laktat pada saat masuk perawatan. Palma dkk
menunjukkan bahwa pasien sepsis berat dan renjatan septik yang mengalami
peningkatan SBE pada hari ketiga perawatan intensif memiliki resiko mortalitas
28 hari lebih rendah secara bermakna dibandingkan mereka yang mengalami
penurunan SBE (perburukan asidosis). Park dkk pada tahun 2006 menunjukkan
bahwa tidak hanya peningkatan SBE, pola evolusi SBE rupanya juga memiliki
peran prognostic. Pasien sepsis berat dan renjatan septik yang selamat memiliki
peningkatan SBE secara linear dan konstan pada hari kedua hingga kelima
perawatan dibandingkan dengan pasien yang meninggal. Hal ini menimbulkan ide
penggunaan SBE sebagai pemandu resusitasi pada daerah dimana pemeriksaan
laktat belum tersedia secara rutin. Hingga saat ini, SBE belum digunakan sebagai
parameter akhir resusitasi yang diterima secara universal.

42
BAB III
KESIMPULAN

Hemodinamika adalah istilah yang digunakan untuk mengambarkan


tekanan intravaskuler dan aliran darah yang terjadi apabila otot jantung
berkontraksi dan memompa darah ke setiap bagian tubuh. Hemodinamika itu
penting karena ia dapat menunjukkan sekiranya tubuh badan itu berada dalam
keadaan hemostatik atau bukan. Terdapat banyak sinyal-sinyal yang dapat
ditunjukkan oleh tubuh untuk menggambarkan kualitas fisik seperti aliran,
volume, tekanan, voltase, cas, bunyi, absorpsi dan elastisitas. Sinyal ini dapat
terdiri dari sinyal bioelektrik yang spontan seperti modulasi energi (oximetri) dan
elektrokardiogram (ECG) atau bioelektrik seperti perubahan pada kanal voltase
atau kanal kimia, pompa dan imbalansi pada ion seperti yang terjadi pada aksi
potensial.
Sistem sirkulasi memainkan peranan penting dalam memastikan
hemodinamika dapat mempertahankan kondisi hemostatik pada tubuh. Secara
ringkas, dapat disimpulkan bahwa sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem
tertutup yang memastikan aliran darah terjadi pada setiap detik sehingga
memperbolehkan pengantaran darah terjadi secara terus menerus. Struktur dan
fungsi sistem ini dapat membantu dalam pemantauan pada pasien yang berada
dalam kondisi kritis.
Sistem kardiovaskuler terdapat beberapa faktor yang menentukan keadaan
hemodinamika. Antara faktor penentu tersebut adalah preload, kontraktilitas dan
afterload. Preload merujuk kepada jumlah tekanan pada otot kardiak sebelum
permulaan kontraksi. Kontraktilitas merujuk kepada kemampuan miokardium
untuk berkontraksi apabila tiada perubahan pada preload dan afterload. Afterload
merujuk kepada tekanan yang harus dicapai oleh ventrikel sehingga tekanannya
sama dengan tekanan aorta. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada curah jantung, khususnya stroke volume dan denyut jantung.

43
Curah jantung merujuk kepada jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel
setiap menit, sedangkan stroke volume adalah jumlah darah yang dipompa dari
ventrikel pada setiap denyut jantung. Denyut jantung sendiri dapat dipengaruhi
oleh innervasi autonomik, refleks kardiak, tonus autonomik, efek pada nodus
sinoatrial, refleks atrial, hormon dan aliran balik vena. Secara keseluruhan, curah
jantung, stroke volume dan denyut jantung yang bekerja secara sinergis sehingga
terjadinya optimalisasi dari pengantaran oksigen yang merupakan tujuan utama
dari hemodinamika tubuh. Hemodinamika juga mempertimbangkan konsumsi
oksigen dan kebutuhan oksigen pada setiap sel dalam tubuh.
Hemodinamika digunakan pada pemantauan pasien pada setiap tingkat
anestesi, dari fase praanestesi, perianestesi maupun postanestesi. Pemantauan
tanda-tanda hemodinamika sangat penting terutama untuk perbaikan pasien
postoperatif karena dapat memastikan perfusi jaringan masih terjadi. Penantauan
tanda-tanda hemodinamika mempunyai keuntungan yang signifikan pada jangka
waktu singkat dan jangka waktu lama. Penekanan diberikan pada identifikasi awal
pasien yang beresiko tinggi terjadinya imbalans suplai oksigen dan kebutuhan
oksigen serta kegagalan sistem kardiovaskuler secara total karena waktu dan
kualitas resusitasi merupakan pertimbangan penting untuk menyelamatkan nyawa
pasien.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton A.C. Hall J.E. Textbook Of Medical Physiology. 12th Edition.


Elsevier Saunders. 2010. Pg 156-260.
2. Fawcett J.A.D. Hemodynamic Pemantauan Made Easy. Elsevier Saunders.
2006. Pg 5-68.
3. Bongard, Frederic S. Et al. Current Critical Care : Diagnosis & Treatment.
Second Edition. Lange Medical Books. 2002
4. Bersten, Andrew D. Et al. Oh's intensive Care Manual. Fifth Edition. Elsevier
Limited Health Science. 2003.
5. Darovich, Gloria O. Haemodynamic Monitoring : Invasive and Noninvasive
Clinical Application. WB Saunders Company. 2002.
6. Kadir, A. 2007. Sirkulasi Cairan Tubuh: FK UKWS
7. Perry, Potter. 2002. Fundamental Keperawatan Konsep Proses Praktik.
Jakarta: EGC
8. Rokhaeni H. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang
Diklat RS Jantung Harapan Kita
9. Hodges RK, et al. Real World Nursing Survival Guide Haemodynamic
Monitoring. St Louis : Elsevier Saunders 2005 : 150 - 168.
10. Woods, Susan L, et al. Cardiac Nursing. Seventh Edition. Lippicot, William
and Wilkins. 2005
11. Kee, Joyce L. et al. Pharmacology and Pharmacology Guide: A Nursing
Process Approach. Elsevier Science Health Science Division. 2008.
12. Sinto, Robert. Parameter Akhir Resusitasi Makrosirkulasi dan Mikrosirkulasi
pada Sepsis Berat dan Renjatan Septik: Jurnal Penyakit Dalam Indonesia :
hlm 68 – 75. 2014.

45

Anda mungkin juga menyukai