Anda di halaman 1dari 105

PEMBAHASAN

I. KLIMATOLOGI
A. LAMA PENYINARAN
 Peralatan
Alat yang digunakan untuk mengukur lama penyinaran ialah:
Nama Alat : Sun Shine Recorder
Type : Campbell Stokes

Gambar 2.1 Sun Shine Recorder Campbell Stokes


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019
 Cara Pengukuran Lama Penyinaran Type Campbell Stokes
1. Tempatkan alat di tempat yang datar dan kuat pada 1,2m diatas permukaan
tanah
2. Tempatkan alat pada kondisi datar dan seimbang
3. Masukkan kertas pias sesuai kategori pemakaian
Alat ini bekerja atas dasar efek pemanasan yang mengakibatkan terbakarnya
kertas pias yang dipasang di dalam alat tersebut. Kertas pias adalah kertas yang
digunakan untuk merekam sinar matahari yang terbuat dari karton, mudah
terbakar, dan bewarna biru gelap sehingga dapat menyerap radiasi matahari.
Kertas pias dilengkapi dengan skala jam, mulai pukul 06.00 hingga 18.00.
Terdapat tiga macam bentuk kertas pias dan pemakaiannya, yaitu: bentuk
lengkung panjang, lurus, dan lengkung pendek. Maksud penggunaan kertas pias
yang berbeda-bea bentuknya tersebut ialah untuk menyesuaikan letak kedudukan
matahari pada suatu saat dengan kedudukan alat yang dipasang, sehingga
lintasan sinar matahari dapat direkam dengan sempurna oleh kertas pias tersebut.
Oleh karena itu alat perekam harus dipasang pada jalur – jalur yang telah ada
dimana posisi 12 yang menunjukkan jam pada alur yang melintang di tengah –
tengah jalur.

Gambar 2.2 Macam kertas pias


Sumber: Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019
Keterangan : (a) Lengkung panjang
(b) Lurus
(c) Lengkung pendek

Tabel 2.1 Macam Kertas Pias dan Tanggal Pemakaiannya


Macam Kertas Pias Belahan Bumi Selatan
Lengkung panjang 12 April – 2 September
Lurus 1 Maret – 11 April dan 3 September – 14 Oktober
Lengkung pendek 15 Oktober – 28/29 Februari
Sumber: Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

Pembacaan kertas type Campbell Stokes berdasarkan kriteria antara lain:


a. Apabila pembakaran kertas pias itu menghasilkan lubang berupa garis lurus,
maka lama penyinaran saat itu sepanjang garis lurus tersebut.
b. Apabila kertas pembakaran terputus-putus, maka lama penyinaran pada saat
itu adalah sepanjang garis lubang yang telah digabungkan.
c. Apabila bekas pembakaran pada kertas pias hanya membentuk lubang atau
titik kecil yang dikelilingi lubang hangus disekitarnya, maka lama
penyinaran dihitung setengah dari garis tengah noda tersebut.
d. Apabila terdapat 2-3 noda yang berbentuk bulatan (tidak tembus), maka
lama penyinaran dihitung 0,1 jam sedangkan 4-6 noda bulatan dianggap 0,2
jam.
e. Pengambilan dan pemasangan kembali kertas pias dilakukan pada saat
matahari terbenam.

 Data dan Perhitungan


Koordinat : S 07º 56’ 56,0”
E 112º 36’ 44,0”

Gambar 2.3 Hasil Pembakaran kertas pias lurus pada Selasa, 17 September
2019
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019

Gambar 2.4 Hasil Pembakaran kertas pias lurus pada Rabu, 18 September
2019
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019
Gambar 2.5 Hasil Pembakaran kertas pias lurus pada Kamis, 19 September
2019
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019

Gambar 2.6 Hasil Pembakaran kertas pias lurus pada Jumat, 20 September
2019
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019

Gambar 2.7 Hasil Pembakaran kertas pias lurus pada Senin, 23 September
2019
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019

Gambar 2.8 Hasil Pembakaran kertas pias lurus pada Selasa, 24 September
2019
Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2019

Perhitungan
 Perhitungan untuk hari Selasa, 17 September 2019
𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑛𝑎𝑟𝑎𝑛
% Lama Penyinaran = × 100 %
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑎𝑟𝑖
6
= × 100%
12,04

= 49,83 %
Berdasarkan pengamatan, lama penyinaran matahari menurut alat
pengukur lama penyinaran Campbell Stokes pada Selasa 17 September 2019
adalah 6 jam dengan panjng hari 12,04 jam, sehingga diperoleh prosentase lama
penyinaran 49,83%.

 Perhitungan untuk hari Rabu, 18 September 2019


𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑛𝑎𝑟𝑎𝑛
% Lama Penyinaran = × 100 %
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑎𝑟𝑖
6
= × 100%
12,05

= 49,79 %
Berdasarkan pengamatan, lama penyinaran matahari menurut alat
pengukur lama penyinaran Campbell Stokes pada Rabu 18 September 2019
adalah 6 jam dengan panjng hari 12,05 jam, sehingga diperoleh prosentase lama
penyinaran 49,79%.

 Perhitungan untuk hari Kamis, 19 September 2019


𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑛𝑎𝑟𝑎𝑛
% Lama Penyinaran = × 100 %
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑎𝑟𝑖

6,45
= × 100%
12,05

= 53,53 %
Berdasarkan pengamatan, lama penyinaran matahari menurut alat
pengukur lama penyinaran Campbell Stokes pada Kamis 19 September 2019
adalah 6,45 jam dengan panjng hari 12,05 jam, sehingga diperoleh prosentase
lama penyinaran 53,53%.

 Perhitungan untuk hari Jum’at, 20 September 2019


𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑛𝑎𝑟𝑎𝑛
% Lama Penyinaran = × 100 %
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑎𝑟𝑖
6
= × 100%
12,06

= 49,75 %
Berdasarkan pengamatan, lama penyinaran matahari menurut alat
pengukur lama penyinaran Campbell Stokes pada Jum’at 20 September 2019
adalah 6 jam dengan panjng hari 12,06 jam, sehingga diperoleh prosentase lama
penyinaran 49,75%.
 Perhitungan untuk hari Senin, 23 September 2019
𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑛𝑎𝑟𝑎𝑛
% Lama Penyinaran = × 100 %
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑎𝑟𝑖
6
= × 100%
12,02

= 49,92 %
Berdasarkan pengamatan, lama penyinaran matahari menurut alat
pengukur lama penyinaran Campbell Stokes pada Senin 23 September 2019
adalah 6 jam dengan panjng hari 12,02 jam, sehingga diperoleh prosentase lama
penyinaran 49,92%.

 Perhitungan untuk hari Selasa, 24 September 2019


𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑖𝑛𝑎𝑟𝑎𝑛
% Lama Penyinaran = × 100 %
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐻𝑎𝑟𝑖
6
= × 100%
12,06

= 49,75 %
Berdasarkan pengamatan, lama penyinaran matahari menurut alat
pengukur lama penyinaran Campbell Stokes pada Selasa 24 September 2019
adalah 6 jam dengan panjng hari 12,06 jam, sehingga diperoleh prosentase lama
penyinaran 49,75%.

Tabel 2.2 Analisa Lama Penyinaran


Terbi
Lama Lama
t Tenggelam Panjang
Tanggal Penyinaran Penyinaran
(WIB (WIB) Hari (jam)
(jam) (%)
)
17-Sep-19 5:21 17:25 12.04 6 49.83
18-Sep-19 5:20 17:25 12.05 6 49.79
19-Sep-19 5:20 17:25 12.05 6.45 53.53
20-Sep-19 5:21 17:27 12.06 6 49.75
23-Sep-19 5:20 17:23 12.02 6 49.92
24-Sep-19 5:21 17:27 12.06 6 49.75
Rata - rata 6.08 50.43
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019
 Kesimpulan
Dari hasil analisa setiap hari dapat ditarik kesimpulan untuk prosentase
lama penyinaran terendah terjadi pada hari Kamis 19 September 2019 sebesar
53,33% dan prosentase tertinggi pada hari Senin 23 September 2019 sebesar
49,92%.
B. SUHU UDARA DAN SUHU AIR
 Suhu Udara
Pengukuran suhu udara untuk kepentingan klimatologi harus terhindar dari
beberapa macam gangguan, baik yang bersifat lokal maupun hal lain yang dapat
mengurangi kemurnian suhu atmosfer. Beberapa gangguan yang harus
dihindarkan yaitu:
1. Pengaruh radiasi matahari langsung dan pemantulannya oleh benda-benda
di sekitarnya
2. Gangguan tetesan air hujan
3. Tiupan angin yang terlalu kuat
4. Pengaruh lokal gradien suhu tanah akibat pemanasan dan pendinginan
permukaan tanah setempat.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi gangguan tersebut yaitu dengan
menempatkan alat pengukur suhu di dalam suatu tempat yang disebut dengan
sangkar cuaca atau biasa dinamakan Stevenson Screen, Instrument Shelter, atau
Thermometer Shelter. Selain untuk penempatan alat pengukur suhu udara,
sangkar ini juga diperlukan bagi penempatan alat pengukur kelembaban nisbi
udara, penguapan uadara (piche), thermograf, serta barometer. Kotak ini
berbentuk segi empat dengan ukuran yang disesuaikan dengan macam alat
pengukur yang diletakkan di dalamnya. Tubuh sangkar cuaca dibuat dari bahan
yang tidak mudah menyerap radiasi dan dicat putih. Sangkar dipasang di dalam
taman alat dengan pintu terletak di sebelah utara atau selatan. Pada bumi belahan
utara pintunya biasa diletakkan di sebelah utara dan pada belahan bumi selatan
pintunya biasa diletakkan di sebelah selatan. Sedangkan pada equator dipasang
dua pintu, untuk periode 21 Maret – 23 September menggunakan pintu selatan
dan pada 23 September – 21 Maret menggunakan pintu utara. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari masuknya radiasi matahari pada waktu
melakukan pengamatan, yaitu pada saat pintu sangkar dibuka. Hal yang perlu
diketahui ialah apanila terlalu bnyak benda logam di dalam sangkar cuaca dapat
merubah kondisi atmosfer di dalamnya. Oleh karena itu, peralatan yang
diletakkan di dalam sangkar cuaca hendaknya tidak terlalu banyak. Apabila
peralatan terlalu banyak sebaiknya dibuat beberapa sangkar cuaca atau
memperbesar ruangan, atau dapat juga dipasang kipas angin dengan kecepatan
putar yang cukup lemah. Tiupan angin yang terlalu kuat dikurangi dengan sistem
dinding jalusi (louver). Kecepatan angina dalam sangkar uyang masih
dibenarkan ialah < 2,5 m/s.
Sangkar cuaca dipasang dengan ketinggian 120 cm di atas permukaan tanah
yang berumput pendek, dengan maksud untuk menghindari pengaruh lokal
gradien suhu tanah akibat pemanasan dan pendinginan. Namun, untuk
kepentigan data penelitian khusus untuk tinggi sangkar dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.

Gambar 2. 9 Sangkar Cuaca


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019
Suhu udara dapat diukur dengan alat thermometer udara atau
hygrothermograph. Berikut adalah gambar kedua alat tersebut.

Gambar 2.10 Thermometer dan hygrothermograph


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

 Data dan Pembahasan


Suhu Udara

Gambar 2.11 Hasil Pencatatan Thermohygrograph


Sumber : Hasil pengamatan, 2019
Data yang didapat dari alat ini yaitu suhu udara dalam satuan celcius. Berikut
hasil pencatatannya.

1. Selasa, 17 Sepetember 2019


Tabel 2.3 Data Hasil Pencatatan Suhu Udara oleh Thermohygrograph
Hari/Tanggal Waktu (jam) Suhu Udara ( oc) Grafik Pengukuran Suhu Udara
8:00 17.5
9:00 18.5
10:00 22.5
Selasa, 11:00 25
17 September 2019 12:00 27.5
13:00 29
14:00 30
15:00 30
8:00 17
Sumber : Hasil Pengamatan,
9:00 2019 19
10:00 22.5
Dari data
Rabu,suhu udara 11:00
yang didapat pada 25 Hari Selasa, 17 September 2019, maka
18 Septemberanalisa
diperoleh 2019 sebagai
12:00 berikut. 27.5
13:00 29
Tabel 2.4 Analisa Data 14:00
Pengukuran Suhu 30 Udara
15:00 30
o
Nilai Suhu
8:00( C) 17 Keterangan
Minimum 17,5
9:00 Suhu
19.5 minimum terjadi pada pukul 08.00
Hari/Tanggal
Maksimum Waktu30(jam)
10:00 Suhu 21.5 ( oc) terjadi pada
Suhumaksimum
Udara pukul
Grafik 14.00 danSuhu
Pengukuran 15.00
Udara
Kamis,
Rerata 8:00
11:00
25 17.5
24 -
19 September 2019 9:00
12:00 18.5
25.5
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
13:00
10:00 26.6
22.5
Selasa, 14:00
11:00 28
25
2. Rabu,
17 September 2019
18 Sepetember 2019
15:00
12:00 28
27.5
Tabel 2.5 Data Hasil Pencatatan
8:00
13:00 Suhu29
18Udara oleh Thermohygrograph
9:00
14:00 20
30
o
Hari/Tanggal Waktu (jam) Suhu Udara
10:00
15:00 23 ( c)
30 Grafik Pengukuran Suhu Udara
Jumat, 11:00
8:00 25
17
20 September 2019 12:00
9:00 26.5
19
13:00
10:00 27.5
22.5
Rabu, 14:00
11:00 27.5
25
18 September 2019 15:00
12:00 26.5
27.5
13:00 29
14:00 30
15:00 30
8:00 17
Sumber : Hasil Pengamatan,
9:00
2019 19.5
10:00 21.5
Dari Kamis,
data suhu udara11:00
yang didapat pada 24 Hari Rabu, 18 September 2019, maka
19 Septemberanalisa
diperoleh 2019 sebagai
12:00 berikut. 25.5
13:00 26.6
14:00 28
15:00 28
8:00 18
9:00 20
10:00 23
Jumat, 11:00 25
Hari/Tanggal Waktu (jam) Suhu Udara ( oc) Grafik Pengukuran Suhu Udara
8:00 17.5
9:00 18.5
10:00 22.5
Selasa, 11:00 25
Tabel
17 2.6 Analisa
September 2019 Data Pengukuran Suhu
12:00 27.5 Udara
Nilai 13:00(oC)
Suhu 29 Keterangan
Minimum 14:00
17 30 minimum terjadi pada pukul 08.00
Suhu
15:00 30
Maksimum 30 Suhu maksimum terjadi pada pukul 14.00 dan 15.00
8:00 17
Rerata 25 -
9:00 19
Sumber : Hasil Pengamatan,
10:00 2019 22.5
Rabu, 11:00 25
18 September
3. Kamis,201919 Sepetember
12:00 201927.5
13:00 29
Tabel 2.7 Data Hasil Pencatatan Suhu Udara oleh Thermohygrograph
14:00 30
Hari/Tanggal Waktu (jam) Suhu Udara o
15:00 30 ( c) Grafik Pengukuran Suhu Udara
8:00 17
9:00 19.5
10:00 21.5
Kamis, 11:00 24
19 September 2019 12:00 25.5
13:00 26.6
14:00 28
15:00 28
8:00
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019 18
9:00 20
10:00
Dari data suhu udara yang didapat pada 23 Hari Rabu, 18 September 2019, maka
Jumat, 11:00 25
diperoleh
20 September analisa
2019 sebagai
12:00 berikut. 26.5
13:00 27.5
Tabel 2.8 Analisa Data Pengukuran
14:00 Suhu
27.5 Udara
15:00o 26.5
Nilai Suhu ( C) Keterangan
Minimum 17 Suhu minimum terjadi pada pukul 08.00
Maksimum 28 Suhu maksimum terjadi pada pukul 14.00 dan 15.00
Rerata 23,76 -
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Rabu, 11:00 25
18 September 2019 12:00 27.5
13:00 29
14:00 30
15:00 30
8:00 17
9:00 19.5
10:00 21.5
Kamis, 11:00 24
4. Jumat,
19 September 201920 September
12:00 2019 25.5
13:00 26.6
Tabel 2.9 Data Hasil Pencatatan Suhu Udara oleh Thermohygrograph
14:00 28
Hari/Tanggal Waktu (jam) Suhu Udara o
15:00 28 ( c) Grafik Pengukuran Suhu Udara
8:00 18
9:00 20
10:00 23
Jumat, 11:00 25
20 September 2019 12:00 26.5
13:00 27.5
14:00 27.5
15:00 26.5
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data suhu udara yang didapat pada Hari Rabu, 18 September 2019, maka
diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.10 Analisa Data Pengukuran Suhu Udara

Nilai Suhu (oC) Keterangan


Minimum 18 Suhu minimum terjadi pada pukul 08.00
Maksimum 27,5 Suhu maksimum terjadi pada pukul 13.00 dan 14.00
Rerata 24,25 -
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

5. Senin, 23 September 2019

Tabel 2.9 Data Hasil Pencatatan Suhu Udara oleh Thermohygrograph


Hari/Tanggal Waktu (jam) Suhu Udara (oc) Grafik Pengukuran Suhu Udara
8:00 18
9:00 19
10:00 22
Senin, 11:00 23,5
23 September 2019 12:00 24,5
13:00 26
14:00 27
15:00 28
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data suhu udara yang didapat pada Hari Rabu, 18 September 2019, maka
diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.10 Analisa Data Pengukuran Suhu Udara

Nilai Suhu (oC) Keterangan


Minimum 18 Suhu minimum terjadi pada pukul 08.00
Maksimum 28 Suhu maksimum terjadi pada pukul 15.00
Rerata 23,5 -
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

6. Selasa, 24 September 2019

Tabel 2.9 Data Hasil Pencatatan Suhu Udara oleh Thermohygrograph


Hari/Tanggal Waktu (jam) Suhu Udara (oc) Grafik Pengukuran Suhu Udara
8:00 18
9:00 18
10:00 21,5
Selasa, 11:00 26
24 September 2019 12:00 27,5
13:00 29
14:00 30
15:00 30
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data suhu udara yang didapat pada Hari Rabu, 18 September 2019, maka
diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.10 Analisa Data Pengukuran Suhu Udara


Nilai Suhu (oC) Keterangan
Minimum 18 Suhu minimum terjadi pada pukul 08.00 dan 09.00
Maksimum 30 Suhu maksimum terjadi pada pukul 14.00 dan 15.00
Rerata 25 -
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

 Kesimpulan
Berdasarkan data suhu udara yang didapat selama 6 hari, maka diperoleh suhu
minimum sebesar 17oC dan suhu maksimum sebesar 30oC dengan suhu rata-ratanya
yaitu sebesar 24,42oC. Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa perbedaan suhu
udara setiap harinya tidak berbeda jauh karena kondisi cuacanya setiap hari sama
dan tidak ada hujan.
 Suhu Air
Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat Thermometer apung.
Termometer ini menrupakan jenis termometer biasa yang dipasang dengan
menggunakan klem. Letak bola thermometer berada di bawah permukaan air.
Dengan demikian suhu air dapat diketahui hanya pada waktu dilakukan
pembacaan. Floating maximum dan minimum thermometer digunakan untuk
mencatat suhu maximum dan minimum air yang terjadi dalam 24 jam. Pada
umumnya alat ini terdiri dari sebuah pipa gelas yang berbentuk huruf U dengan
dua buah bola pada kedua ujungnya. Thermometer dipasang pada rangka baja
non magnetis yang terapung sedikit di bawah permukaan air oleh pelampung
alumunium. Kedua bola thermometer dilindungi terhadap radiasi. Indeks dibuat
dari gelas dengan sumbu besi dan mempunyai pegas sehingga dapat dipengaruhi
gaya magnet. Suhu maximum ditunjukkan oleh kanan indeks dalam tabung atas.
Suhu minimum ditunjukkan oleh ujung kanan indeks dalam tabung bawah.
Magnet batang digunakan untuk menyetel kedudukan indeks setelah suhu
dibaca.

Gambar 2.12 Thermometer Apung

Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2019

 Data dan Pembahasan


Data yang dapat diketahui dati Thermometer Apung pada praktikum ini
adalah suhu air dalam satuan celcius.
Tabel 2.11 Data Hasil Pengamatan Suhu Air oleh Thermometer Apung

Suhu Air (°C)


Tanggal Rata-
8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
Rata
17-09-2019 25 25 31 32.5 34 33 31 30 30.19
18-09-2019 24 29 32 29 35 32 31 30.5 30.31
19-09-2020 23 24 26 32 33.8 32 30 30 28.85
20-09-2020 24.5 24 26 32 33.8 32 30 29.5 28.98
23-09-2021 25 27 29 33 34.5 32.5 30.5 29 30.06
24-09-2019 24.5 24 26 32 33.8 32 30 29.5 28.98
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Analisa Data
1. Tanggal 17 September 2019

35
34
33
32
Suhu (C)

31
30
29
28
27
26
25
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Jam)
Grafik 2.1 Pengukuran Suhu Air
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Dari data yang diperoleh dari praktikum hidrologi pada tanggal 17
September 2019, suhu air maksimum terjadi pada pukul 12.00 WIB sebesar
34°C dan suhu air minimum terjadi pada pukul 8.00-9.00 WIB sebesar 25°C.
Suhu rata-rata sebesar 30,19°C.
2. Tanggal 18 September 2019
36
35
34
33
32
31

Suhu (C)
30
29
28
27
26
25
24
23
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Jam)

Grafik 2.2 Pengukuran Suhu Air


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Dari data yang diperoleh dari praktikum hidrologi pada tanggal 18
September 2019, suhu air maksimum terjadi pada pukul 12.00 WIB sebesar
35°C dan suhu air minimum terjadi pada pukul 8.00 WIB sebesar 24°C.
Suhu rata-rata sebesar 30,31°C.

3. Tanggal 19 September 2019


35
34
33
32
31
Suhu (C)

30
29
28
27
26
25
24
23
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Jam)

Grafik 2.3 Pengukuran Suhu Air


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Dari data yang diperoleh dari praktikum hidrologi pada tanggal 19
September 2019, suhu air maksimum terjadi pada pukul 12.00 WIB sebesar
33,8°C dan suhu air minimum terjadi pada pukul 8.00 WIB sebesar 23°C.
Suhu rata-rata sebesar 28,85°C.
4. Tanggal 20 September 2019
33
32
31
30

° Suhu ( C)
29
28
27
26
25
24
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (WIB)

Grafik 2.4 Pengukuran Suhu Air


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Dari data yang diperoleh dari praktikum hidrologi pada tanggal 20
September 2019, suhu air maksimum terjadi pada pukul 11.00 WIB sebesar
32°C dan suhu air minimum terjadi pada pukul 8.00 WIB sebesar 26°C.
Suhu rata-rata sebesar 28,85°C.

5. Tanggal 23 September 2019


40
35
30
25
Suhu Air (C)

20
15
10
5
0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
Waktu (WIB)

Grafik 2.4 Pengukuran Suhu Air


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Dari data yang diperoleh dari praktikum hidrologi pada tanggal 23
September 2019, suhu air maksimum terjadi pada pukul 12.00 WIB sebesar
34,5°C dan suhu air minimum terjadi pada pukul 8.00 WIB sebesar 25°C.
Suhu rata-rata sebesar 30,06°C.
6. Tanggal 24 September 2019
36
34
32

Suhu Air (C)


30
28
26
24
22
20
8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu (Jam)

Grafik 2.5 Pengukuran Suhu Air


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Dari data yang diperoleh dari praktikum hidrologi pada tanggal 24
September 2019, suhu air maksimum terjadi pada pukul 12.00 WIB sebesar
34,5°C dan suhu air minimum terjadi pada pukul 9.00 WIB sebesar 25°C.
Suhu rata-rata sebesar 28,98°C.

 Kesimpulan

Dari data praktikum hidrologi 17-24 September 2019, diperoleh hasil


yaitu suhu air maksimum terjadi pada tanggal 18 Sepetember 2019 pukul 12.00
WIB sebesar 35°C dan suhu air minimum sebesar 24°C terjadi pada tanggal 18
September 2019 pukul 8.00 WIB, tanggal 19, 20 dan 24 September 2019 pukul
9.00 WIB. Suhu rata-rata terendah sebesar 28,85°C pada tanggal 20 September
2019 sedangkan suhu rata-rata tertinggi pada tanggal 18 September 2019 sebesar
30,31°C.
C. KELEMBAPAN UDARA
 Pendahuluan

Kelembapan nisbi udara adalah nilai antara uap air yang terkandung
dan daya kandung maksimum uap air di udara pada suhu dan tekanan
tertentu, yang dinyatakan dalam persen. Kelembapan udara dalam
pengamtan klimatologi dinyatakan sebagai kelembapan nisbi atau RH
(Relative Humidity).

Terdapat empat macam dasar cara pengukuran kelembapan nisbi


udara:

1. Metode Thermodinamik
2. Metode Perubahan Ukur (Panjang)
3. Metode Perubahan Nilai Suatu Listrik
4. Metode Kondensasi

Metode yang digunakan di stasiun klimatologi Jurusan Teknik


Pengairan ialah metode thermodinamik. Pengukuran kelembapan nisbi udara
dengan metode ini mebutuhkan psikometer atau secara langsung dapat
menggunakan hygrometer.

 Peralatan & Pengukuran

Hygrometer Rambut

Rambut merupakan benda higroskopik yang memiliki nilai pemuaian


dan penyusutan yang berkorelasi baik dengan kelembapan nisbi udara. Bila
RH naik, panjang rambut bertambah, sebaliknya bila RH turun, panjang
rambut menyusut. Hubungan antara RH dan perpanjangan rambut tidak
linear. Sebagai pengindera hidrograf digunakan rambut manusia setelah
dibersihkan dari debu, minyak, dan lemak. Pada alat tersebut perubahan
panjang dirambatkan melalui system mekanik serta tangkai pena sehingga
diperoleh gambar grafik pada kertas pias. Hidrograf rambut yang
dikombinasikan dengan thermograph pada sebuah alat, dinamakan
thermohigrograph. System rekaman data dilakukan untuk periode harian atau
mingguan.
Pada suhu rendah reaksi terhadap perubahan kelembapan agak lambat.
Demikian pula suasana RH sangat rendah dan sangat tinggi. Alat ini kurang
baik digunakan di daerah kelembapan nisbi udara kurang dari 25 persen. Pada
umumnya hygrograf kurang teliti (nilai kesalah +5%), maka diperlukan data
psikometer sebagai pengontrol data. Keunutngan penggunaan alat ini adalah
dapat merekam kelembapan nisbi udara secara terus menerus. Sebelum
digunakan perlu dikalibrasi terlebih dahulu terhadap psikometer baku
(Standart). Hal ini dianjurkan untuk dilakukan di dinasi meteorology.
Beberapa sumber kesalahan ialah kesalahan titik nol dan kerusakan
pada system mekanik. Kesalahan yang sering terjadi pada hygrograf ialah
pengotoran pengindera rambut oleh debu dan partikel lainnya, berkas rambut
berkurang karena putus, perubahan system mekanik dan pemasangan kertas
pias yang kurang tepat. Oleh karena itu dianjurkan membersihkan berkas
rambut satu seminggu sekali oleh petugas yang terlatih. Pencucian dengan
aquades menggunakan kuas yang sangat halus, dan rambut tidak boleh
tersentuh jari atau benda lain yang berlemak, jika pengindera rambut telah
selesai dicuci dan tetesan air pada rambut cepat hilang, maka pena harus
menunjukan kelembapan nisbi udara 95%. Bila kurang tepat perlu dilakukan
penyesuaian dengan memutar sekrup pengaturannya.
Pada waktu pengamatan segera setelah dilakukan pembacaan RH,
psikometer perlu dilakukan pemberian tanda koreksi pada grafik RH dengan
menaruh pena higrograf ke bawah secara berhati-hati (demikian pula dengan
pada pena thermohygrografinya). Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pembacaan nilai RH dari kertas pias yang selanjutnya dibandingkan dengan
RH dari psikometer bagi penyusunan nilai koreksi hygrograf.
Gambar 2.13 Hygrothermograph
Sumber : https://www.nedcc.org/free-resources/preservation-leaflets/2.-the-
environment/2.2-monitoring-temperature-and-relative-humidity

 Data & Perhitungan

Tabel 2.12 Data Hasil Pencatatan Kelembapan Udara oleh Hygrothermograph

Waktu Rata-
No. Tanggal
08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 rata
1 17/09/2019 90 89 70 60 50 45 43 45 61,5
2 18/09/2019 90 89,5 80 60 50 47,5 45 50 64
3 19/09/2019 96 85 75 65 55 46 45 59 65,75
4 20/09/2019 90 80 72 60 55 54 53 57 65,125
5 23/09/2019 90 80 77,5 70 60 54 50 42,5 65,5
6 24/09/2019 89 80 75 53 45 44 43 45 59,25
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
Analisa Data

1. Tanggal 17 September 2019

Gambar 2.14 Hasil Pencatatan Hygrothermograph


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

100
KELEMBAPAN UDARA (%)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
WAKTU (HARI)

Grafik 2.6 Hubungan Antara Kelembaban Udara dan Waktu


Sumber : Hasil pengamatan, 2019

Dari data Pengamatan pada tanggal 17 september diperoleh


kelembapan udara maksimum terjadi pada jam 8:00 yaitu 90%, dan
kelembapan udara minimum terjadi pada jam 14:00 yaitu 43%.
2. Tanggal 18 September 2019

Gambar 2.15 Hasil Pencatatan Hygrothermograph


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

100
90
KELEMBAPAN UDARA (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
WAKTU (HARI)

Grafik 2.7 Hubungan Antara Kelembaban Udara dan Waktu


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data Pengamatan pada tanggal 18 september diperoleh


kelembapan udara maksimum terjadi pada jam 8:00 yaitu 90%, dan
kelembapan udara minimum terjadi pada jam 14:00 yaitu 45%.
3. Tanggal 19 September 2019

Gambar 2.16 Hasil Pencatatan Hygrothermograph


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

100
90
KELEMBAPAN UDARA (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
WAKTU (HARI)

Grafik 2.8 Hubungan Antara Kelembaban Udara dan Waktu


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data Pengamatan pada tanggal 19 september diperoleh


kelembapan udara maksimum terjadi pada jam 8:00 yaitu 96%, dan
kelembapan udara minimum terjadi pada jam 14:00 yaitu 45%.
4. Tanggal 20 September 2019

Gambar 2.17 Hasil Pencatatan Hygrothermograph

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

100
90
KELEMBAPAN UDARA (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
WAKTU (HARI)

Grafik 2.9 Hubungan Antara Kelembaban Udara dan Waktu


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data Pengamatan pada tanggal 20 september diperoleh


kelembapan udara maksimum terjadi pada jam 8:00 yaitu 90%, dan
kelembapan udara minimum terjadi pada jam 14:00 yaitu 43%.
5. Tanggal 23 September 2019

Gambar 2.18 Hasil Pencatatan Hygrothermograph

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

100
KELEMBAPAN UDARA (%)

80

60

40

20

0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
WAKTU (HARI)

Grafik 2.10 Hubungan Antara Kelembaban Udara dan Waktu


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data Pengamatan pada tanggal 23 september diperoleh


kelembapan udara maksimum terjadi pada jam 8:00 yaitu 90%, dan
kelembapan udara minimum terjadi pada jam 15:00 yaitu 42,5%.
6. Tanggal 24 September 2019

Gambar 2.19 Hasil Pencatatan Hygrothermograph

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

100
KELEMBAPAN UDARA (%)

80

60

40

20

0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
WAKTU (HARI)

Grafik 2.11 Hubungan Antara Kelembaban Udara dan Waktu


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data Pengamatan pada tanggal 24 september diperoleh


kelembapan udara maksimum terjadi pada jam 8:00 yaitu 89%, dan
kelembapan udara minimum terjadi pada jam 14:00 yaitu 43%.

 Kesimpulan
Dari data Pengamatan pada tanggal 17-24 September diperoleh
kelembapan udara maksimum terjadi pada tanggal 19 September 2019 jam
8:00 yaitu 96%, dan kelembapan udara minimum terjadi pada tanggal 23
September 2019 jam 15:00 yaitu 42,5%.
D. TEKANAN UDARA
 Tekanan udara

Tekanan udara di suatu tempat merupakan gaya yang diberikan oleh


udara atmosfer pada setiap luasan tertentu atau berat udara per satuan luas.
Besarnya berat udara dipengaruhi oleh kerapatan atau kepadatan udara itu
sendiri. Semakin tinggi tempat, maka tekanan udara semakin berkurang.
Tekanan udara diatas permukaan laut dikatakan sebagai tekanan normal.
Gaya yang diberikan oleh udara seluas 1 cm2 di permukaan laut diperkirakan
sebesar 1 kg. Besarnya gaya tersebut ekuivalen dengan tekanan yang
diberikan oleh kolom air raksa setinggi 76 cm pada suhu 00 C. Sehingga
besarnya adalah 76 cm x 13,6 gr.cm-2 = 1033 gr cm. Dalam setiap 1 gram
massa sebesar 1033 gr.cm-2, jika 1 milibar = 1000 dine.cm-2 atau sebesar
1012,96 milibar (mb).

 Data dan Pembahasan

Gambar 2.20 Hasil Pencatatan Thermohygrograph


Sumber : Hasil pengamatan, 2019

Data yang didapat dari alat ini yaitu suhu udara dalam satuan celcius.
Berikut hasil pencatatannya.
1. Selasa, 17 Sepetember 2019
Tabel 2.13 Data Hasil Pencatatan Tekanan Udara dengan Barograph
Hari Waktu Tekanan udara (mbar) Grafik pengukuran
08.00 986
09.00 987 Chart Title
10.00 987 988
11.00 986 986
Selasa, 17 Sepetember 2019
12.00 985
984
13.00 985
14.00 984 982
08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
15.00 984

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data tekanan udara yang didapat pada Hari Selasa, 17 September 2019,
maka diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.14 Analisa Data Pengukuran tekanan udara

Nilai Tekanan udara Keterangan


Minumum 987 tekanan udara terjadi pada pukul 09.00 - 10.00
Maximum 984 tekanan udara terjadi pada pukul 14.00 - 15.00
Rerata 985.5 -

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

2. Rabu, 18 Sepetember 2019


Tabel 2.15 Data Hasil Pencatatan Tekanan Udara dengan Barograph
Hari Waktu Tekanan udara (mbar) Grafik pengukuran
08.00 987
09.00 988 Chart Title
10.00 988 990
11.00 987 988
Rabu, 18 Sepetember 2019
12.00 986 986
13.00 986 984
14.00 985 982
08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
15.00 985

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data Tekanan udara yang didapat pada Hari Rabu, 18 September 2019,
maka diperoleh analisa sebagai berikut.
Tabel 2.16 Analisa Data Pengukuran Tekanan udara

Nilai Tekanan udara Keterangan


Minumum 988 tekanan udara terjadi pada pukul 09.00 - 10.00
Maximum 985 tekanan udara terjadi pada pukul 14.00 - 15.00
Rerata 986.5 -

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

3. Kamis, 19 Sepetember 2019


Tabel 2.17 Data Hasil Pencatatan Tekanan Udara dengan Barograph
Hari Waktu Tekanan udara (mbar) Grafik pengukuran
08.00 988
09.00 988 Chart Title
10.00 988 990
11.00 987 988
Kamis, 19 Sepetember 2019
12.00 986 986
13.00 985 984
14.00 985 982
08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
15.00 984

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data Tekanan udara yang didapat pada Hari Kamis, 19 September 2019,
maka diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.18 Analisa Data Pengukuran Tekanan udara

Nilai Tekanan udara Keterangan


Minumum 988 tekanan udara terjadi pada pukul 08.00 - 09.00
Maximum 984 tekanan udara terjadi pada pukul 15.00
Rerata 986.375 -

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019


4. Jumat, 20 September 2019

Tabel 2.19 Data Hasil Pencatatan Tekanan Udara dengan Barograph


Hari Waktu Tekanan udara (mbar) Grafik pengukuran
08.00 987
09.00 987.5 Chart Title
10.00 987.5 988
11.00 987 986
Jumat, 20 Sepetember 2019
12.00 986
984
13.00 985.5
14.00 985 982
08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
15.00 984

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data suhu udara yang didapat pada Hari Juamat, 20 September
2019, maka diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.20 Analisa Data Pengukuran Tekanan udara

Nilai Tekanan udara Keterangan


Minumum 987.5 tekanan udara terjadi pada pukul 09.00 - 10.00
Maximum 984 tekanan udara terjadi pada pukul 15.00
Rerata 986.1875 -

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

5. Senin, 23 September 2019

Tabel 2.21 Data Hasil Pencatatan Tekanan Udara dengan Barograph


Hari Waktu Tekanan udara (mbar) Grafik pengukuran
08.00 989
09.00 988.5 Chart Title
10.00 988 990
11.00 987.5 988
Senin, 23 Sepetember 2019 986
12.00 986 984
13.00 985 982
14.00 985 980
08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
15.00 984

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019


Dari data suhu udara yang didapat pada Hari Senin, 23 September 2019,
maka diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.22 Analisa Data Pengukuran Tekanan Udara

Nilai Tekanan udara Keterangan


Minumum 989 tekanan udara terjadi pada pukul 09.00
Maximum 984 tekanan udara terjadi pada pukul 15.00
Rerata 986.625 -

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

6. Selasa, 24 September 2019

Tabel 2.23 Data Hasil Pencatatan Tekanan Udara dengan Barograph


Hari Waktu Tekanan udara (mbar) Grafik pengukuran
08.00 987
09.00 988 Chart Title
10.00 987 990
11.00 986 988
Selasa, 24 Sepetember 2019 986
12.00 985 984
13.00 984.5 982
14.00 984 980
08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
15.00 983.5

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dari data suhu udara yang didapat pada Hari Selasa, 24 September 2019,
maka diperoleh analisa sebagai berikut.

Tabel 2.24 Analisa Data Pengukuran Suhu Udara

Nilai Tekanan udara Keterangan


Minumum 988 tekanan udara terjadi pada pukul 09.00
Maximum 983.5 tekanan udara terjadi pada pukul 15.00
Rerata 985.625 -

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019


 Kesimpulan
Pada pratikum kali ini didapat enam nilai tekanan udara yang diukur dari
pukul 08.00 – 15.00. Pada hasil pratikum tersebut tekanan udara rata-rata
mengalami penurunan dari bernilai 987,3 mb ke nilai 984,1 mb. Menurut literature
tekanan udara akan turun pada sore hari. Selain itu banyak factor yang
mempengaruhi turun dan naiknya tekanan udara seperti :
 Tinggi rendahnya tempat.
 Temperatur , jika temperature udaranya tinggi, maka volume molekul udara
berkembang, sehingga tekanan udara menjadi rendah, sebaliknya jika
temperature udara menjadi kecil, maka tekanan udara menjadi tinggi.
 Sebaran lautan dan daratan, pada musim dingin benua relative lebih dingin dan
mempunyai tendensi membentuk pusat-pusat tekanan tinggi.
Dari data yang didapat, tekanan awal setinggi 987,3 mb, padahal menurut
teori tekanan dengan nilai tersebut merupakan tekanan pada daerah permukaan laut,
sedangkan pada kondisi pengukuran suhu udara adalah panas. Maka dapat
disimpulkan terdapat kesalahan perhitungan tekanan udara pada pukul 09.00 –
12.00.
Pada pukul 15.00 terjadi penurunan tekanan udara pada yang dapat dilihat
pada hasil pratikum yaitu senilai 984,1 mb. Dengan nilai tekanan udara sedemikian
dapat dihitung ketinggian lokasi pratikum. Nilai 76 cmHg = 987,3 mb, dengan
anggapan pengurangan 1 cmH9g adalah kenaikan 100 m, maka ketinggia
987,3  984,1
beerdasarkan perhitungan tekanan udara = ( x76) x100 = 24,6328 m.
987,3
Hasil elevasi tersebut tidak sesuai dengan elevasi dari citra salelit ketinggian di
lokasi pratikum di Univrsitas Brawijaya yang bernilai ±500 m diatas permukaan
laut.
Dapat disimpulkan pada pratikum yang dilkukan, terdapat kesalahan pada
pratikum yang menyebabkan kesalahan pada perhitungan tekanan udara. Kesalahan
dapat diakibatkan :
 Kesalahan alat
 Kesalahan prosedur
 Kesalahan manusia
Kesalahan tersebut menyebabkan hasil pratikum tidak sesuai dengan teori
tekanan udara yang ada.
E. EVAPORASI
 Pendahuluan
Evaporasi merupakan proses perubahan bentuk cairan menjadi uap air ke
atmosfer, baik yang terjadi pada permukaan daratan, perairan maupun vegetasi.
Transpirasi adalah proses penguapan sejumlah air ke atmosfer yang tejadi pada
jaringan tanaman. Sedangkan evapotanspirasi (ET) ialah gabungan dari proses
evaporasi dan transpirasi, dan sering terjadi pada tanahyang bervegetasi. Proses
evapotranspirasi terdiri atas evapotranspirasi potensial dan actual.
Evapotranspirasi potensial terjadi pada daerah pertanaman dnegan kandungan air
tanah pada tingkat kapasitas lapang. Sebaliknya jika keadaan tanah kurag dari
kapasitas lapang disebut evapotranspirasi actual.
Evaporasi permukaan air terbuka (Eo) adalah penguapan permukaan air
bebas tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang tidak bergelombang, laju
penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air diatas permukaaan
air. Suhu air menentukan tekanan uap air pada permukaan air, dan laju evaporasi
sebanding dengan perbedaan tekanan uap air antarapermukan air dan udara di
atasnya. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi Eo, tiga diantaranya menjadi
faktor utama. Mereka adalah kecepatan angin (u) di atas permukaan air, tekanan
uap air pada permukaan air (eo) yang merupakan fungsi dari suhu, dan tekanan
uap air diatas permukaan air (ea). Ketiga faltor ini tergabung dalam persamaan
matematik untuk mengukur besarnya Eo. (Asdak, 2007: 105)
Untuk mengukur atau memperkirakan besarnya penguapan dari muka air
bebas, pada dasarnya dapat digunakan sebarang bejana. Dalam praktik dikenal
beberapa panic penguapan (evaporation pan) yang telah banyak digunakan, di
antaranya (Harto,1993: 82): 1)
1. Panci penguapan kelas A (class A evaporation pan)
2. Panci penguapan tertanam (sunken evaporation pan)
3. Panci penguapan terapung (floating evaporation pan)
 Panci penguapan kelas A (Class A Evaporation Pan)
Di stasiun Hujan Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya Pan Evaporasi yang digunakan adalah panic penguapan kelas A. Pan
Evaporimeter kancah kelas A berbentuk seperti bak dengan permukaan bulat
berdiameter 120,7 cm dan 25 cm. Alat ini diletakkan di atas kerangka kayu
bercat putih dengan rongga yang cukup pada bagian bawahnya. Bak selalu terisi
air bersih stinggi 20 cm (sejajar dengan ujung paku penunjuk yang terdapat di
dalam tabung peredam riak).
Pada dasarnya evaporimeter menunjukkan nilai penguapan dari suatu
genangan air bersih di atmosfer terbuka. Pengamatan dilakukan secara rutin di
waktu yang telah ditentukan. Nilai penguapan dapat dihitung dengan
mengaitkan beberapa millimeter jumlah curah hujan yang terjadi.
Pengukuran dengaan panic penguapan dapat dilakukan dengan membaca
perbedaan muka air sebelum dan sesudah ditambah dengan cara sebagai berikut
(Harto, 1993:83):
1. Semua besaran yang terekam oleh alat – alat pendamping perlu dicatat,
sebagai kondisi setempat.
2. Muka air dalam panic diukur dengan “hook gauge” atau dengan
pelampung.
3. Penguapan harian merupakan perbedaan pembacaan tinggi muka air
dalam panci pada hari berikutnya, dan bila terjadi hujan perlu diadakan
koreksi.
Besar penguapan yang diperoleh dengan panic penguapan jenis ini selalu
lebih besar daripada yang sebenarnya. Hal tersebut terjadi karena beberapa hal,
antara lain (Harto, 1993: 83) :
1. Luas permukaan sempit, tidak terdapat gelombang dipermukaan, serta
turbulensi udara di permukaan lebih kecil.
2. Kemampuan massa air untuk menyimpan panas (heat storage capacity)
berbeda antara panic penguapan dan danau, atau massa air lebih besar.
3. Terjadinya pertukaran panas (heat exchange) antara panic dengan tanah,
air dan udara sekitarnya.
Oleh sebab itu, hasil pengukuran dengan panic ini masih perlu dokoreksi
dengan koefisien panci (pan coefficient). Untuk jenis panci ini, koefisiennya
sebesar antara 0,65 – 0,85 (Harto, 1993: 83).

Gambar 2.21 Pan Evaporasi Kelas A


Sumber : Buku Panduan praktikum Hidrologi 2019
Pengukuran tinggi muka air dilakuykan dengan dua cara, yaitu dengan
menggnakan pakupembatas tinggi permukaan fixed point gauge atau micrometer
(hook gauge).
Perhitungan penguapan (Eo) berdasarkan ketinggian air terhadap paku,
yaitu ketinggian pengukuran awal Po dalam ketinggian pengukuran akhir P1,
dibagi menjadi emapt cara, yaitu (Nawawi, 2001: 13)
1. P0 bila tidak terjadi hujan, maka evaporasi adalah jumlah air yang
ditambahkan hingga permukaan air sejajar ujung paku.
P1 E0 = (P0 – P1) mm
2. P0 bila ada hujan X mm dan permukaan air masih dibawah ujung paku,
maka evaporasi adalah jumlah curah hujan ditambah jumlah air yang
ditambahkan hingga permukaan air sejajar ujung paku
P1 E0 = (P0 – P1) + X mm
3. P0 = P1 bila curah hujan Y mm dimana permukaan air setara / imbang
dengan ujung paku / jarum, maka evaporasi adalah sama dengan curah
hujan
E0 = Y mm
4. P1 = bila curah hujan Z mm dimana permukaan air diatas ujung paku,
maka evaporasi adalah jumlah air yang dikurangkan hingga permukaan
air sejajar ujung paku
P0 maka E0 = Z – (P1 – P0) mm

 Evaporation Recorder

Gambar 2.22 Evaporatiom Recorder

Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

Spesifikasi alat evaporation recorder adalah sebagai berikut :

1. Measuring parameter : water level in the evaporation basin of the


recorder.
2. Measuring range : 0…20 mm water column
3. Evaporation area : 250 cm²
4. Amount of evaporation fluid : 24 hours or 7 days.
5. Accuracy : ± 0,2 mm, according to DIN 58658

Intruksi kerja evaporation recorder :

1. Letakkan alat pada tempat yang datar, lakukan pengecekan pada


indicator di dasar alat.
2. Isi wadah dengan air sampai pena pencatat berada pada posisi nol pada
grafik (volume air sekitar 500 ml).
3. Tekan tuas dari kiri ke kanan sehingga pena bergerak dekat dengan
bidang grafik.
4. Amati dan catat.

Dari hasil praktikum yang dilakukan, bahwa terjadinya evaporasi karena


proses perubahan dari molekul air dalam bentuk zat cair menjadi molekul uap air
(gas) di atmosfer. Proses penguapan sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang
berkelanjytan, yaitu :

a. Proses transformasi dari air menjadi uap air di permukaan yang


tergantung dari besarnya tenaga yang tersimpan.
b. Pemindahan lapisan udara yang kenyang uap air dari inferface sehingga
proses penguapan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh
kecepatan angin, stabilitas topografi, dan iklim lokal di sekitanya.

Dan juga penguapan di siang hari lebih besar jika dibandingkan dengan
penguapan di malam hari. Evaporasi atau penguapan juga dipengaruhi oleh
besarnya faktor meteorology, yaitu antara lain :

1. Radiasi matahari
2. Angin
3. Kelembapan relative
4. Suhu

Simpulan dari hasil praktikum hidrologi evaporasi ini menunjukkan


bahwa dari analisis evaporasi didapat bahwa volume evaporasi mencapai
maksimum jika cuaca bagus dan ada penyinaran langsung dari matahari. Angin
dan suhu udara juga menentukan proses terjadinya evaporasi.
 Analisa Perhitungan
 Manual
 Selasa, 17 September 2019
Tabel 2.25 Data Pan Manual

Tanggal Waktu Kedalaman Air (mm)


8:00 71.28
17/09/2019
15:00 69.95
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 71,28-69,95
= 1,33 mm
Ep = Kp x EO
*) Kp : koefisien panci
Kp = 0,8
Ep = 0,8 x 1,33
= 1,064 mm/hari
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Selasa, 17 September 2019,
maka nilai evaporasi manual didapatkan sebesar 1,064 mm/hari.

 Rabu, 18 September 2019


Tabel 2.26 Data Pan Manual

Tanggal Waktu Kedalaman Air (mm)


8:00 67.661
18/09/2019
15:00 66.8
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 66,8 - 67,661
= 0,86 mm
Ep = Kp x EO
*) Kp : koefisien panci
Kp = 0,8
Ep = 0,8 x 0,86
= 0,69 mm/hari
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Rabu, 18 September 2019,
maka nilai evaporasi manual didapatkan sebesar 0,69 mm/hari.

 Kamis, 19 September 2019


Tabel 2.27 Data Pan Manual

Tanggal Waktu Kedalaman Air (mm)


8:00 88.98
19/09/2019
15:00 83.92
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 88,98 - 83,92
= 5,06 mm
Ep = Kp x EO
*) Kp : koefisien panci
Kp = 0,8
Ep = 0,8 x 5,06
= 4,048 mm/hari
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Kamis, 19 September 2019,
maka nilai evaporasi manual didapatkan sebesar 4,048 mm/hari.

 Jumat, 20 September 2019


Tabel 2.28 Data Pan Manual

Tanggal Waktu Kedalaman Air (mm)


8:00 73.833
20/09/2019
15:00 71.37
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 73,833 – 71,37
= 2,46 mm
Ep = Kp x EO
*) Kp : koefisien panci
Kp = 0,8
Ep = 0,8 x 2,46
= 1,97 mm/hari
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Jumat, 20 September 2019,
maka nilai evaporasi manual didapatkan sebesar 1,97 mm/hari.

 Senin, 23 September 2019


Tabel 2.29 Data Pan Manual

Tanggal Waktu Kedalaman Air (mm)


8:00 55.93
23/09/2019
15:00 53.2
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 55,93 – 53,2
= 2,73 mm/hari
Ep = Kp x EO
*) Kp : koefisien panci
Kp = 0,8
Ep = 0,8 x 2,73
= 2,18 mm/hari
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Senin, 23 September 2019,
maka nilai evaporasi manual didapatkan sebesar 2,18 mm/hari.

 Selasa, 24 September 2019


Tabel 2.30 Data Pan Manual

Tanggal Waktu Kedalaman Air (mm)

8:00 55.8
24/09/2019
15:00 52.125
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 55,8 – 52,125
= 3,68 mm/hari
Ep = Kp x EO
*) Kp : koefisien panci
Kp = 0,8
Ep = 0,8 x 3,68
= 2,94 mm/hari
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Senin, 24 September 2019,
maka nilai evaporasi manual didapatkan sebesar 2,94 mm/hari.

 Selasa, 17 September 2019 – Selasa, 24 September 2019


Tabel 2.31 Rekapitulasi Perhitungan Pan Manual

No Hari Tanggal Evaporasi (mm)


1 SELASA 17-Sep-19 1,064
2 RABU 18-Sep-19 0,69
3 KAMIS 19-Sep-19 4.048
4 JUMAT 20-Sep-19 1.97
5 SENIN 23-Sep-19 2.18
6 SELASA 24-Sep-19 2.94
RERATA 2,148
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Senin, 24 September
2019 - Selasa, 24 September 2019, maka nilai rata – rata evaporasi
manual didapatkan sebesar 2,148 mm/hari.

 Otomatis
 Selasa, 17 September 2019
Tabel 2.32 Data Pan Otomatis
Waktu Evaporasi (mm)
8:00 0
9:00 0.2
10:00 0.8
11:00 1.6
12:00 2.6
13:00 3.6
14:00 4
15:00 4.4
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 4,4 – 0
= 4,4 mm
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Selasa, 17 September 2019,
maka nilai evaporasi otomatis didapatkan sebesar 4,4 mm/hari.

 Rabu, 18 September 2019


Tabel 2.33 Data Pan Otomatis
Evaporasi
Jam
(mm)
8:00 0
9:00 0.4
10:00 0.8
11:00 1.4
12:00 2
13:00 2.6
14:00 3.2
15:00 3.6
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 3,6 – 0
= 3,6 mm
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Rabu, 18 September 2019,
maka nilai evaporasi otomatis didapatkan sebesar 3,6 mm/hari.
 Kamis, 19 September 2019
Tabel 2.34 Data Pan Otomatis

Jam Evaporasi (mm)


8.00 0
9:00 0.2
10:00 0.8
11:00 1.4
12:00 2.2
13:00 3
14:00 3.6
15:00 4

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019


EO =4–0
= 4 mm
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Kamis, 19 September 2019,
maka nilai evaporasi otomatis didapatkan sebesar 4 mm/hari.
 Jumat, 20 September 2019
Tabel 2.35 Data Pan Otomatis
Jam Evaporasi (mm)
8:00 0
9:00 0.2
10:00 0.8
11:00 1.4
12:00 2
13:00 2.6
14:00 3
15:00 3.2
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 3,2 – 0
= 3,2 mm
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Jumat, 20 September 2019,
maka nilai evaporasi otomatis didapatkan sebesar 3,2 mm/hari.

 Senin, 23 September 2019


Tabel 2.36 Data Pan Otomatis
Jam Evaporasi (mm)
8:00 0
9:00 0.2
10:00 0.8
11:00 1.4
12:00 2
13:00 2.6
14:00 3
15:00 3.2
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 3,2 – 0
= 3,2 mm
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Senin, 23 September 2019,
maka nilai evaporasi otomatis didapatkan sebesar 3,2 mm/hari.
 Selasa, 24 September 2019
Tabel 2.37 Data Pan Otomatis
Jam Evaporasi (mm)
8:00 0
9:00 0.5
10:00 1.5
11:00 2.5
12:00 3.5
13:00 4.5
14:00 5
15:00 4.5
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
EO = 4,5 – 0
= 4,5 mm
Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Selas, 24 September 2019,
maka nilai evaporasi otomatis didapatkan sebesar 4,5 mm/hari.

 Selasa, 17 September 2019 – Selasa, 24 September 2019


Tabel 2.38 Rekapitulasi Perhitungan Pan Manual

No Hari Tanggal Evaporasi (mm)


1 SELASA 17-Sep-19 4,4
2 RABU 18-Sep-19 3,6
3 KAMIS 19-Sep-19 4
4 JUMAT 20-Sep-19 3,2
5 SENIN 23-Sep-19 3,2
6 SELASA 24-Sep-19 4,5
RERATA 3.816
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Dari hasil pengamatan dan perhitungan hari Senin, 24 September


2019 - Selasa, 24 September 2019, maka nilai rata – rata evaporasi
otomatis didapatkan sebesar 3,816 mm/hari.
 Kesimpulan
Tabel 2.39 Kesimpulan

Rekapitulasi Ep (mm/hari)

Manual Otomatis

2,148 3.816
Sumber : Hasil Perhitungan, 2019

Dari hasil pengamatan dan perhitungan, nilai evaporasi tertinggi


didapatkan dari evaporasi pan otomatis.
F. CURAH HUJAN
 Pendahuluan
Curah hujan ialah jumlah ai ryang jatuh pada permukaan tanah
selama periode tertentu bila tidak terjadi penghilangan oleh proses
evaporasi, pengaliran dan peresapan, yang diukur dalam satuan tinggi.
Tinggi air hujan 1 mm berarti air hujan pada bidang seluas 1 m2 berisi 1
liter atau : 100 x 0,1 = 1 liter. Unsur-unsur hujan yang harus diperhatikan
dalam mempelajari curah hujan ialah : jumlah curah hujan, hari hujan dan
intensitas atau kekuatan tetesan hujan.
Air yang jatuh di atas permukaan tanah yang datar dianggap sama
tinggi. Volume air hujan pada luas permukaan tertentu dengan mudah
dapat dihitung bila tingginya dapat diketahui. Maka langkah penting dalam
pengukuran hujan ditujukan ke arah pengukuran tinggi yang representatif
dari hujan yang jatuh selama jangka waktu tertentu. WMO menganjurkan
penggunaan satuan milimeter sampai ketelitian 0,2 mm. Dalam bidang
klimatologi pertanian dilakukan pencatatan hujan harian (jumlah curah
hujan) setiap periode 24 jam dan jumlah hari hujan. Berdasarkan
pengertian klimatologi, satu hari hujan ialah periode selama 24 jam
terkumpul curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih. Apabila kurang dari
ketentuan tersebut, maka hari hujan dianggap nol meskipun curah hujan
tetap diperhitungkan.

 Peralatan dan Cara Pengamatan


Alat pengukur hujan secara umum dinamakan penakar hujan. Pada
penempatan yang baik, jumlah air hujan yang masuk ke dalam sebuah
penakar hujan merupakan nilai yang mewakili untuk daerah di sekitarnya.
Kerapatan penempatan penakar di suatu daerah tidak sama, secara teori
tergantung pada tipe hujan dan topografi daerah itu sendiri. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penempatan alat penakar hujan yaitu :
a. Penakar harus ditempatkab di suatu tempat yang terbuka, lintasan angin
masih horizontal.
b. Penakar hujan tidak boleh terlalu dekat dengan penghalang. Sehubungan
dengan hal ini WHO telah menetapkan jarak suatu penghalang dari
penakar paling dekat adalah empat kali tinggi penghalang.
c. Kerapatan suatu penakar, hal ini penting karena suatu alat penakar hujan
masih dapat dipakai untuk luasan tertentu tergantung tipe wilayahnya.
Misalnya untuk wilayah datar maka kisaran luas minimum yang diwakili
oleh sebuah penakar hujan berkisar 600-900 km2, sedangkan untuk
daerah pegunungan satu penakar hanya dapat mewakili luasan sekitar
100 km2.
d. Tinggi mulut penakar dari permukaan tanah, semakin dekat dengan
permukaan tanah, maka kecepatan angin akan semakin berkurang. Jika
mulut penakar semakin tinggi maka tiupan angin akan bertambah besar
sehingga jumlah air yang tertampung akan semakin sedikit. Oleh karena
itu perlu adanya tetapan tinggi tertentu untuk meminimalisir pengaruh
gangguan-gangguan luar seperti angin dan percikan dari permukaan
tanah.

Prinsip pengukuran hujan yatu mengukur tinggi air hujan yang jatuh
pada permukaan horizontal seluas mulut penakarnya. Sebagai pengindera,
mulut penakar harus terpasang horizontal. Mulut penakar ini harus berbentuk
lingkaran yang kuat dan tajam terbuat dari logam tak berkarat seperti
kuningan, agar diperoleh keseragaman arah tangkapan. Penakar tidak boleh
bocor, untuk menghindari penguapan maka pemasukan air dari mulut ke
dalam ruang penampung menggunakan pipa sempit. Seluruh permukaan luar
alat dicat warna putih warna metalik dan sambungan dinding luar dibuat
landai dengan sudut 135°, dengan tujuan untuk menguranngi pengaruh
pemanasan dari radiasi matahari.
Berdasarkan mekanismenya, penakar hujan dibagi dua golongan yaitu
penakar hujan tipe kolektor dan penakar hujan tipe perekam (otomatis).
1. Penakar Hujan Tipe Kolektor
Penakar hujan ini hanya dapat menunjukkan tinggi hujan yang terkumpul
selama satu periode, tanpa diketahui perkembangan yang terjadi selama
peristiwa hujan berlangsung. Umumnya dilakukan pengukuran hujan
selama 24 jam yang dilaksanakan setiap pagi.
Penakar Hujan Observatorium
Jenis penakar ini merupakan yang umum digunakan ialah tipe
Ombrometer (tipe observatorium). Penakar ini paling banyak digunakan
di stasiun klimatologi, yang terdiri dari corong (mulut penampung air
hujan), yang luasnya 100 cm2 denga garis tengah luaranya ialah 11,3 cm.
Bagian dasar dari corong tersebut terdiri dari pipa sempit yang menjulur
ke dalam tabung kolektor dan dilengkapi dengan kran. Air yang
ditampung dalam tabung kolektor dapat diketahui bila kran dibuka
kemudian air diukur dengan gelas ukur. Ada gelas ukur yang mempunyai
skala khusus, yaitu langsung dapat menunjukkan jumlah curah hujan
yang terjadi, tetapi bila menggunakan gelas ukur biasa, maka setiap 10
cm2 setara dengan curah hujan sebesar 1 mm.

Gambar 2.23 Penakar Hujan Ombrometer


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi

2. Penakar Hujan Tipe Rekaman (Otomatis)

Penakar tipe ini dilengkapi dengan sistem perekam data yang mengukur
curah hujan secara otomatis. Jumlah hujan maupun perkembangan hujan
selama satu periode dapat diketahui dari grafik. Golongan penakar hujan
ini sering disebut Recording Rain Gauge atau Pluvlograf atau
Ombrograf. Alat ini lebih lengkap dan teliti karena disamping dapat
mencatat jumlah curah hujan, dapat pula diketahui jumlah hari hujan
serta lamanya hujan dalam satu hari, karena pada kertas pias sudah
tercantum jumlah dan waktu hujan (jam atau hari). Kertas pias deganti
setiap seminggu sekali.

Penakar Hujan Jenis Hellman

Penakar hujan otomatis type Hellman adalah oenkaar hujan yang dapat
mencatat sendiri, badannya berbentuk silinder, luas permukaan corong
penakarnya 200 cm2, tingginya antara 100 sampai 120 cm. Jika pintu
penakar hujan dalam keadaan terbuka, maka bagian dalamnya akan
terlihat seperti gambar berikut.

Gambar 2.24 Penakar Hujan Otomatis Jenis Hellman


Sumber : Buku Pedoman Praktikum Hidrologi

Pada umumnya persyaratan tempat pemasangan alat penakar


hujan tipe Hellman, sama dengan alat penakar hujan biasa. Alat ini
dipasang dengan cara disekrup pada alas papan yang dipasang pada
pondasi beton (lihat gambar), sehingga tinggi permukaan corongnya dari
permukaan tanah adalah 140 cm. Letak permukaan corong penkar, dan
dasar tempat meletakkan tabung berpelampung harus benar-benar datar
(waterpas).

Prinsip kerja alata ini adalah jika hujan turun, air hujan akan
masuk kedalam tabung yang berpelampung melalui corongnya, air yang
masuk kedalam tabung mengakibatkan pelampung beserta tangkainya
terangkat (naik keatas). Pada tangkai pelampung terdapat tangkai pena
yang bergerak mengikuti tangkai pelampung, gerakan pena akan
menggores pias yang diletakkan/digulung pada silinder jam yang dapat
beputar dengan sendirinya. Penunjukkan pena pada pias sesuai dengan
jumlsh volume air yang masuk ke dalam tabung, apabila pena telah
menunjuk angka 10 mm, maka iar didalam tabung akan keluar melalui
gelas shipon yang bentuknya melengkung. Seiring dengan keluarnya air
maka pelampung akan turun, dan dengan turunnya pelampung tangkai
penapun akan bergerak turun sambil menggores pias berupa garis lurus
vertikal. Setelah iarnya keluar semua, pena akan berhenti dan akan
menunjuk pada angka 0, yang kemudian akan naik lagi apabila hujan
turun.

 Data dan Perhitungan

Tabel 2.40 Analisa Curah Hujan


Tinggi Hujan (mm) Lama Intensitas
Tanggal Hujan Hujan
Ombrometer Ombrograf
(jam) (mm/jam)
17-Sep-2019 0 0 0 0
18-Sep-2019 0 0 0 0
19-Sep-2019 0 0 0 0
20-Sep-2019 0 0 0 0
23-Sep-2019 0 0 0 0
24-Sep-2019 0 0 0 0
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
 Kesimpulan
Pada saat pelaksanaan kegiatan praktikum ”Hidrologi Teknik
Terapan” tidak ada hujan yang turun
G. ANGIN
 Pendahuluan
Angin adalah udara yang bergerak secara horizontal dari suatu
wilayah yang bertekanan tinggi menuju wilayah yang bertekanan rendah.
Angin muncul sebagai hasil dari pemanasan di permukaan bumi, sehingga
terjadi perbedaan tekanan udara. Adanya pemanasan di permukaan bumi,
mengakibatkan terjadi pemuaian massa udara dan kerapatan udara relatif
lebih rendah sehingga tekanan udara menjadi rendah.
Ada tiga hal yang penting menyangkut sifat angin yaitu : kekuatan,
arah, dan kecepatan angin yang sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan
udara dan kekasaran permukaan. Semakin besar perbedaan tekanan udara
dari suatu wilayah dengan wilayah lain, kecepatan angin semakin besar.
Demikian juga dengan kekasaran permukaan, semakin kasar permukaan
yang dilewati oleh angin maka hambatan yang dialami angin semakin besar
sehingga kecepatannya berkurang dan arah angin mengalami perubahan
akibat adanya gerakan turbulensi.
Kekuatan angin menurut Hukum Stevenson, berbanding lurus
dengan gradien barometriknya. Gradien barometrik ialah angka yang
menunjukkan perbedaan tekanan udara dari dua isobar pada tiap jarak 15
meridian (111 km).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi arah angin adalah :
1. Gradient Barometrik
Semakin besar gradient barometrik, semakin besar pula
kekuatannya. Angin yang besar kekuatannya makin sulit berbelok
arah.
2. Rotasi Bumi
Rotasi bumi, dengan bumi bentuk bumi yang bulat, menyebabkan
pembelokan arah angin. Pembelokan angin di ekuator sama dengan 0
(nol). Makin kea rah kutub pembelokannya semkain besar.
Pembelokan angin yang mencapai 90o sehingga sejajar dengan garis
isobar disebut angin geotropik hal ini banyak terjadi di daerah
beriklim sedang di atas samudra.
3. Kekuatan yang menahan (rintangan)
Kekuatan yang menahan dapat membelokkan arah angin. Sebagai
contoh, pada saat melalui gunung, angin akan berbelok kearah kiri, ke kanan
atau ke atas.
Kecepatan angin dibagi menjadi dua yaitu kecepatan angin sesaat
dan kecepatan angin rata-rata. Kecepatan angin sesaat ialah kecepatan angin
pada saat dilakukan pengamatan. Sedangkan kecepatan angin rata-rata
merupakan jarak atau jelajah angin dibagi waktu yang diperlukan untuk
menempuh jarak tersebut. Dalam klimatologi pertanian angin diukur dalam
kecepatan rata-rata.
Angin mempunyai peranan yang cukup kompleks, antara lain :
a. Sebagai pengangkut massa udara
b. Sebagai pengangkut uap air
c. Sebagai pembawa partikel-partikel dan pathogen
Kecepatan angin dinyatakan dalam satuan meter per detik atau
kilometer per jam. Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin
adalah anemometer. Alat ini terdiri dari baling-baling yang berbentuk
mangkok dengan jari-jari yang sama dan berpusat pada sumbu vertical.
Mangkok menghadap satu arah melingkar sehingga bila angin bertiup dari
satu arah, baling-baling akan berputar. Semakin kuat angin bertiup,
perputaran mangkok semakin cepat. Kecepatan angin dibaca pada
speedometer yang terpasang pada alat tersebut. Anemometer harus dipasang
pada tempat yang bebas dari halangan dan harus mewakili suatu ketinggian
tertentu dari permukaan tanah. Untuk kepentingan Agroklimatologi
dipasang dengan ketinggiaan sensor (mangkok) 2 meter diatas permukaan
tanah, untuk pengukuran penguapan dipasang 0.5 meter dan untuk lapangan
terbang dipasang pada ketinggian 10 meter.
 Data dan Perhitungan
Nama Alat : Anemometer
Data yang diketahui dari anemometer ialah kecepatan angin.
Tabel 2. 41 Data Kecepatan Angin Tanggal 17 September 2019
Kecepatan
Jam
Hari
Angin
(WIB)
(m/s)
8:00 0
9:00 0.9
10:00 1.2
Selasa,17 11:00 3.8
September
2019 12:00 3.7
13:00 3
14:00 3.4
15:00 3
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

4.5
4
3.5
Kecepatan Angin (m/s)

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Jam)

Grafik 2.12 Perhitungan Kecepatan Angin tanggal Selasa,17 September


2019
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

Dilihat pada grafik diatas, grafik menunjukkan peningkatan kecepatan


angin pada jam 08:00-11:00. Pada pukul 12:00-13:00 mengalami
penurunan. Dan pada jam 14:00 kecepatan angin meningkat lagi, tetapi pada
pukul 15:00 angin mengalami penurunan kembali.

Tabel 2.42 Data Kecepatan Angin Tanggal 18 September 2019


Kecepatan
Jam
Hari
Angin
(WIB)
(m/s)
8:00 0.9
9:00 0.82
10:00 0.66
Rabu,18
11:00 1.5
September
2019 12:00 0.54
13:00 1
14:00 0.78
15:00 1.46
Sumber: Hasil Pengamatan,2019

1.6

1.4
Kecepatan Angin (m/s)

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Jam)

Grafik 2.13 Perhitungan Kecepatan Angin tanggal Rabu,18 September 2019


Sumber: Hasil Pengamatan,2019

Dilihat pada grafik diatas, grafik menunjukkan penurunan kecepatan


angin pada pukul 08:00-10:00. Pada pukul 11:00 kecepatan angin
mengalami peningkatan. Dan pada pukul 12:00 kecepatan angin menurun,
tetapi pada pukul 13:00 kecepatan angin mengalami peningkatan.pada pukul
14:00 kecepatan angin kembali menurun. Dan kecepatan angin meningkat
kembali pada pukul 15:00.

Tabel 2.43 Data Kecepatan Angin Tanggal 19 September 2019


Kecepatan
Jam
Hari
Angin
(WIB)
(m/s)
8:00 0.5
9:00 0.5
10:00 0.8
Kamis,19
11:00 1.5
September
2019 12:00 1.4
13:00 3
14:00 0.5
15:00 1.3
Sumber: Hasil Pengamatan,2019

3.5

3
Kecepatan Angin (m/s)

2.5

1.5

0.5

0
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Jam)

Grafik 2.14 Perhitungan Kecepatan Angin tanggal Kamis,19 September


2019
Sumber: Hasil Pengamatan,2019

Dilihat pada grafik diatas, grafik menunjukkan peningkatan kecepatan


angin pada pukul 08:00-11:00. Pada pukul 12:00 kecepatan angin
mengalami penurunan. Dan pada pukul 13:00 kecepatan angin meningkat,
tetapi pada pukul 14:00 kecepatan angin mengalami penurunan. Dan
kecepatan angin meningkat kembali pada pukul 15:00.

Tabel 2. 44 Data Kecepatan Angin Tanggal 20 September 2019


Kecepatan
Jam
Hari Angin
(WIB)
(m/s)
8:00 0.7
9:00 0.5
10:00 0.8
Jumat,20
11:00 1.1
September
2019 12:00 0.4
13:00 0.7
14:00 1.5
15:00 0.4
Sumber: Hasil Pengamatan,2019

1.6

1.4

1.2
kecepatan angin(m/s)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00

Grafik 2.15 Perhitungan Kecepatan Angin tanggal Jumat, 20 September


2019
Sumber: Hasil Pengamatan,2019

Dilihat pada grafik diatas, grafik menunjukkan penurunan kecepatan


angin pada pukul 08:00-09:00. Pada pukul 10:00-11:00 kecepatan angin
mengalami peningkatan. Dan pada pukul 12:00 kecepatan angin menurun,
tetapi pada pukul 13:00-14:00 kecepatan angin mengalami peningkatan.
Dan kecepatan angin menurun kembali pada pukul 15:00.

Tabel 2. 45 Data Kecepatan Angin Tanggal 23 September 2019


Kecepatan
Jam
Hari Angin
(WIB)
(m/s)
8:00 0.5
9:00 0.9
10:00 0.6
Senin,23
11:00 0.7
September
2019 12:00 1.3
13:00 1.3
14:00 1.6
15:00 1.2
Sumber: Hasil Pengamatan,2019

1.8

1.6

1.4
Kecepatan angin (m/s)

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00

Grafik 2.16 Perhitungan Kecepatan Angin tanggal Senin, 23 September


2019
Sumber: Hasil Pengamatan,2019
Dilihat pada grafik diatas, grafik menunjukkan peningkatan kecepatan
angin pada pukul 08:00-09:00. Pada pukul 10:00 kecepatan angin
mengalami penurunan. Dan pada pukul 11:00-14:00 kecepatan angin
meningkat, tetapi pada pukul 15:00 kecepatan angin mengalami penurunan.

Tabel 2. 46 Data Kecepatan Angin Tanggal 24 September 2019


Kecepatan
Jam
Hari Angin
(WIB)
(m/s)
8:00 1,5
9:00 2,2
10:00 0,6
Selasa,24
11:00 0,8
September
2019 12:00 0,9
13:00 2,4
14:00 1,2
15:00 0,8
Sumber: Hasil Pengamatan,2019

3
Kecepatan Angin (m/s)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
8 9 10 11 12 13 14 15
Jam (WIB)

Grafik 2.17 Perhitungan Kecepatan Angin tanggal Selasa, 24 September


2019
Sumber: Hasil Pengamatan,2019
Dilihat pada grafik diatas, grafik menunjukkan peningkatan kecepatan
angin pada pukul 08:00-09:00. Pada pukul 10:00 kecepatan angin
mengalami penurunan. Dan pada pukul 11:00-13:00 kecepatan angin
meningkat, tetapi pada pukul 14:00-15:00 kecepatan angin mengalami
penurunan.

Tabel 2. 47 Data Hasil Kecepatan Angin Tanggal 17-24 September 2019


Kecepatan Angin (m/dt) Rata-Rata
Tanggal Kecepatan
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
Angin (m/dt)
17-Sep-19 0 0.9 1.2 3.8 3.7 3 3.4 3 2.4
18-Sep-19 0.9 0.82 0.66 1.5 0.54 1 0.78 1.46 1.0
19-Sep-19 0.5 0.5 0.8 1.5 1.4 3 0.5 1.3 1.2
20-Sep-19 0.7 0.5 0.8 1.1 0.4 0.7 1.5 0.4 0.8
23-Sep-19 0.5 0.9 0.6 0.7 1.3 1.3 1.6 1.2 1.0
24-Sep-19 1.5 2.2 0.6 0.8 0.9 2.4 1.2 0.8 1.3
Sumber : Hasil Pengamatan, 2019

4
3.5
17-Sep-19
Kecepatan Angin (m/dt)

3
18-Sep-19
2.5
19-Sep-19
2 20-Sep-19
1.5 23-Sep-19
1 24-Sep-19
0.5
0
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00

Waktu (WIB)

Grafik 2.18 Kecapatan Angin


Sumber : Hasil Pengamatan, 2019
 Kesimpulan
Pada pengamatan pengukuran kecepatan angin yang dilakukan
pada tanggal 17-24 September dapat ditarik kesimpulan bahwa kecepatan
angin tertinggi terjadi pada tanggal 17 September pukul 11:00 sebesar 3.8
m/dt. Dan kecepatan angin terendah terjadi pada tanggal 17 September
pada pukul 08:00 sebesar 0 m/dt.
H. AWAN
 Pendahuluan
Awan merupakan sekumpulan titik air atau es yang melayang-layang di
udara, yang terbentuk dari hasil proses kondensasi. Kondensasi terjadi karena
adanya proses penggabungan molekul-molekul air dalam jumlah yang cukup
banyak sehingga membentuk butiran yang lebih besar.
Terdapat berjuta butiran awan di atmosfer dengan ukuran yang berbeda-
beda. Masing-masing mempunyai gerakan yang arah dan kecepatannya tidak
sama, sehingga antara butir yang satu dengan yang lain saling bertumbukan.
Satu butir hasil kondensasi yang berukuran kecil (0,01 mm) mempunyai
kecepatan jatuh 1 cm/detik. Besarnya butran awan dapat tumbuh menjadi 200
mikron atau lebih dan dapat jatuh sebagai hujan.
Klasifikasi Awan
Awan merupakan proses terjadinya hujan, sehingga banyak digunakan sebagai
indicator keadaan cuaca. Namun demikina, tidak semua jenis awan dapat
menghasilkan hujan, oleh karena itupengenalan jenis, bentuk, dan sifat-sifat
awan sangat diperlukan. Berikut ini dijelaskan klasifikasi awan berdasarkan
morfologi, ketinggian, dan metode pembentukan.
1. Berdasarkan Morfologi (bentuk)
Berdasarkan morfologi, awan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Awan Cumulus
Bentuk jenis awan ini bergumpal (bundar-bundar) dengan dasar horizontal.

Gambar 2.25 Awan Cumulus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019
2. Awan Stratus
Awan jenis ini tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit secara
merata. Dalam arti khusus awan stratus adalah awan yang rendah dan luas.

Gambar 2.26 Awan Stratus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

3. Awan Cirrus
Jenis awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk seperti
bulu burung. Sering terdapat Kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.

Gambar 2.27 Awan Cirrus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

2. Berdasarkan Ketinggian
a. Golongan awan tinggi : 6000 m ke atas
1. Awan Cirrus (Ci) : diatas 9 km
Awan halus, strukturberserat seperti bulu burung, dan tersusun seperti pita
yang melengkung, sehingga seolah-olah bertemu pada satu atau dua titik di
horizon. Awan ini tersusun atas kristales dan biasanya tidak mendatangkan
hujan.
2. Awan Cirrostratus (Cs) : 6-7 km
Awan ini berbentuk seperti kelambu putih halus, menutup seluruh angkasa,
berwarna pucat atau kadang-kadang Nampak sebagai anyaman yang tidak
teratur. Sering menimbulkan lingkaran disekeliling matahari atau bulan.
Awan ini tidak menghasilkan hujan.

Gambar 2.28 Awan Cirrostratus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

3. Awan Cirrocumulus (Cc) : 7,5-9 km


Berbentuk seperti gerombolan domba, tidak menimbulkan bayangan dan
hujan.

Gambar 2.29 Awan Cirrocumulus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

b. Golongan awan sedang / menengah : 2000-6000 m


1. Awan Altostratus (As) : 3-4,5 km
Awan altostratus berbentuk seperti selendang yang tebal. Pada bagian yang
menghadap bulan atau matahari nampak lebih terang. Awan ini biasanya
diikuti oleh turunnya hujan.
Gambar 2.30 Awan Altostratus
Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

2. Awan Altocumulus (Ac) : 4,5-6 km


Berbentuk seperti bola-bola yang tebal putih pucat dan ada bagian atas yang
berwarna kelabu karena mendapat sinar. Bergerombol atau berlarikan,
antara sau dengan yang lain berdekatan seperti bergandengan. Pada
umumnya bola-bola yang ditengah gerombolan atau larikan lebih besar.
Awan ini tidak menghasilkan hujan.

Gambar 2.31 Awan Altocumulus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

c. Golongan awan rendah (dibawah 2000 m)


1. Awan Stratocumulus (Sc)
Berbentuk seperti gelombang yang sering menutupi seluruh angkasa,
sehingga menimbulkan persamaan dengan gelombang di lautan. Berwarna
abu-abu di sela-sela kelihatan terang. Awan ini tidak menghasilkan hujan.
Gambar 2.32 Awan Stratocumulus
Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

2. Awan Nimbustratus (Ns)


Awan ini tebal dengan bentuk tertentu, pada bagian pinggir tampak
compang-camping dan menutup seluruh langit. Mendatangkan hujan
gerimis hingga agak deras yang biasanya jatuh terus-menerus.

Gambar 2.33 Awan Nimbustratus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

3. Awan Stratus (St)


Awan yang melebar seperti kabut tetapi tidak sampai menyentuh permukaan
bumi.

Gambar 2.34 Awan Stratus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019
d. Awan yang terjadi karena udara naik (vertically advance clouds) 500-
1500 m
1. Awan Cummulus (Cu)
Awan bergumpal, dasarnya rata.

Gambar 2.35 Awan Cummulus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

2. Cumulo Nimbus (Cu-Ni)


Awan yang bergumpal luas dan sebagian telah merupakan hujan, sering
diiringi dengan angina ribut.

Gambar 2.36 Awan Cumulonimbus


Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

 Pengamatan
Metode pengamatan awan sederhana, yaitu dengan membagi langit
menjadi empat kuadran. Setiap kuadran dibagi delapan bagian, tetapi terkadang
digunakan per sepuluh bagian.

KW I KW II

KW III KW IV
Gambar 2.37 pembagian kuadran dari luasan langit
Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

Pada bagian diatas terlihat 1⁄4 bagian di bagian kanan atas, 1⁄4 bagian

di bagian kiri atas, 1⁄4 bagian di bagian kanan bawah, dan 1⁄4 bagian di bagian
kiri bawah.
Sebagai contoh, bila hasil pengamatan menunjukan bagian atas (depan)
tertutup setengah bagian, bagian kiri atas tertutup lebih dari setengah bagian,
bagian kanan 1⁄4, sedangkan kiri bawah tidak tertutup sama sekali, maka
perhitungannya sebagai berikut :

4 5 2
(8 + 8 + 8 + 0) 11
=
4 32

Kurang dari 3⁄8 bagian. Dimana 1⁄8 bagian dinamakan 1 okta, maka
penutupan awan hasil pengamatan tersebut adalah sebesar 3 okta.
Jejak-jejak awan juga termasuk yang dicatat dengan total nilai 1 okta,
sedangkan penutupan awan penuh dengan beberapa bagian yang terbuka harus
dinilai sebesar 7 okta atau sebesar 7⁄8. Demikian pula jika terdapat kabut yang
menyerupai penutupan awan total, maka keadaan tersebut serupa dengan
penutupan awan sempurna dengan nilai sebesar 8 okta. Untuk pengamatan
persepuluh adalah sebagai berikut :

Tabel 2.48 Keadaan Awan


Keadaan awan Okta Per sepuluh

Tidak ada awan, ada kabut tipis dan


0 0
matahari tampak cerah
1 1/10 atau kurang, tetapi
Jejak-jejak bekas awan hingga 1/8
tidak 0
2 2/10 – 3/10
2/8 dari total langit tertutup
3 4/10
3/8 dari total langit tertutup
4 5/10
4/8 dari total langit tertutup
5 6/10
5/8 dari total langit tertutup
6 7/10
6/8 dari total langit tertutup
7 8/10 – 9/10
7/8 dari total langit tertutup
8 10/10
8/8 dari total langit tertutup

Sumber : Buku Panduan Praktikum Hidrologi, 2019

Contoh pengamatan :

Penutupan awan = (50% + 60% + 25% + 0)/4 = 33% atau 3/10 bagian.

Selain itu terdapat pengamatan yang hanya membagi dalam kelas sebagai berikut :

1. Hari cerah adalah 1 okta


2. Berawan sebagian 3 okta
3. Langit berawan 6 oka
4. Tertutup total (overcast) 8 okta

 Data dan Perhitungan

1. Selasa, 17 September 2019


Tabel 2.49 Analisa Awan
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
08.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
09.00
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
10.00
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
11.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
12.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Awan Kuadran I : 0 Hari cerah


cirrus Kuadran II : 2/8
(jejak-jejak Kuadran III : 0
bekas awan Kuadran IV : 1/8
13.00
hingga 1/8 (0+2/8+0+1/8)/4=
dari total 4/32 = 1 okta
langit yang
tertutup)
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Awan Kuadran I : 3/8 Hari cerah
cirrus Kuadran II : 1/8
(2/8 dari Kuadran III : 1/8
14.00
total langit Kuadran IV : 1/8
tertutup) (3/8+1/8+1/8+1/8)/4
=6/32 = 2 okta
Awan Kuadran I : 4/8 Berawan
cirrus Kuadran II : 0 sebagian
(3/8 dari Kuadran III : 5/8
15.00
total langit Kuadran IV : 0
tertutup) (4/8+0+5/8+0)/4
=9/32 = 3 okta
Sumber: Hasil Pengamatan dan Perhitungan, 2019

2. Rabu, 18 September 2019


Tabel 2.50 Analisa Awan
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
08.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
09.00
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
10.00 Kuadran IV : 0
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
11.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Awan Kuadran I : 0 Hari cerah


Cumulus Kuadran II : 2/8
(Ketinggian Kuadran III : 0
12.00 sekitar 1 km Kuadran IV : 1/8
diatas (0+1/8+0+1/8)/4=
permukaan 4/32 = 1 okta
laut )
Awan Kuadran I : 0 Hari cerah
Cumulus Kuadran II : 2/8
( Ketinggian Kuadran III : 0
sekitar 1 km Kuadran IV : 1/8
13.00
diatas (0+1/8+0+1/8)/4=
permukaan 4/32 = 1 okta
laut )

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0
14.00

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
15.00 Kuadran IV : 0

Sumber: Hasil Pengamatan dan Perhitungan, 2019


3. Kamis, 19 September 2019
Tabel 2.51 Analisa Awan
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Awan Kuadaran I = 0 Sebagian
circus Kuadran II = 0 berawan
Kuadran III = 3/8
08.00 Kuadran IV = 6/8
( 0 + 0 + 3/8 + 6/8) / 4
= 3 Okta

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 1/8
Kuadran III : 0
09.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 1/8
10.00
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
11.00 Kuadran IV : 1/8

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
12.00 Kuadran IV : 0
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
13.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
14.00
Kuadran IV : 0

Awan Kuadran I = 4/8 Berawan


cumulus Kuadran II = 4/8 sebagian
Kuadran III = 2/8
15.00 Kuadran IV = 6/8
( 4/8 + 4/8 + 2/8 +
6/8) / 4 = 16/32
4 Okta
Sumber: Hasil Pengamatan dan Perhitungan, 2019

4. Jumat, 20 September 2019


Tabel 2.52 Analisa Awan
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
08.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
09.00
Kuadran IV : 0
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
10.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
11.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
12.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
13.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
14.00
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Berawan


awan Kuadran II : 0 sebagian
Kuadran III : 0
15.00
Kuadran IV : 0

Sumber: Hasil Pengamatan dan Perhitungan, 2019


5. Senin, 23 September 2019
Tabel 2.53 Analisa Awan
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I = 2/8 Berawan
awan Kuadran II = 0 sebagain
Kuadran III = 2/8
08.00
Kuadran IV = 1/8
(1/8+2/8+1/8+1/8)/4
=5/32 = 2 okta
Tidak ada Kuadran I = 1/8 Langit
awan Kuadran II = 2/8 berawan
Kuadran III = 7/8
09.00
Kuadran IV = 3/8
(1/8+2/8+8/8+3/8)/4=
13/32 = 4 okta
Tidak ada Kuadran I = 2/8 Langit
awan Kuadran II = 6/8 berawan
Kuadran III = 5/8
10.00 Kuadran IV = 7/8
(2/8+6/8+5/8+7/8)/4
=20/32 = 6 okta

Tidak ada Kuadran I = 7/8 Berawan


awan Kuadran II = 1/8 sebagian
Kuadran III = 4/8
Kuadran IV = 3/8
11.00 (7/8+1/8+4/8+3/8)/4 =
15/32 = 5 okta

Tidak ada Kuadran I = 1/8 Hari cerah


awan Kuadran II = 2/8
Kuadran III = 1/8
12.00 Kuadran IV = 1/8
(1/8+2/8+1/8+1/8)/4
=5/32 = 2 okta
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
13.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
14.00
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Berawan


awan Kuadran II : 0 sebagian
Kuadran III : 0
15.00
Kuadran IV : 0

Sumber: Hasil Pengamatan dan Perhitungan, 2019

6. Selasa, 24 September 2019


Tabel 2.54 Analisa Awan
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
08.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
09.00 Kuadran III : 0
Kuadran IV : 0
Jenis/ Hitungan/Oktaf Hasil
Jam Gambar Ketinggian Pengamatan
Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah
awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
10.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
11.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
12.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
13.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
14.00 Kuadran IV : 0

Tidak ada Kuadran I : 0 Hari cerah


awan Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
15.00
Kuadran IV : 0

Sumber: Hasil Pengamatan dan Perhitungan, 2019


 Pembahasan
Contoh perhitungan awan pukul 08.00 WIB, tanggal 19 September 2019

KW I KW II

KW III KW IV

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019


KW I = 0 (tidak ada awan)
KW II = 0 (tidak ada awan)
KW III = 3/8 (karena tertutup awan kurang dari setengah bagian)
KW IV = 6/8 (karena tertutup awan lebih dari setengah bagian)

Maka perhitungannya sebagai berikut :

3 6
0+0+ +
8 8
= 4
9
= 32
9 3
Jadi, hasil dari perhitungan didapatkan < bagian, sehingga diperoleh hasil
32 8
pengamatan adalah 3 okta

 Kesimpulan
1. Awan yang terjadi pada tanggal 17 September 2019 hanya berkisar antara 0 okta
sampai 1 okta, yang mengindikasikan bahwa hari itu cerah.
2. Awan yang terjadi pada tanggal 18 September 2019 pada pagi dan sore hari 0
okta, sementara siang hari 1 okta yang mengindikasikan bahwa hari itu cerah.
3. Awan yang terjadi pada tanggal 19 September 2019 nerubah-ubah. Pada pagi
hari 3okta yang mengindikasikan hari sebagian berawan, ketika siang hari 0 okta
yaitu hari cerah, sementara untuk sore hari 4 okta yang mengindikasikan bahwa
hari itu sebagian berawqn
4. Awan yang terjadi pada tanggal 20 September 2019 hanya 0 okta karena tidak
ada awan sama sekali yang berarti hari itu cerah.
5. Awan yang terjadi pada tanggal 23 September 2019 berubah-ubah tergantung
cuaca. Pada pagi hari berkisar antara 2 okta, 4 okta, dan 6 okta yang berarti
langit berawan sebagian hingga berawan. Sementar itu, untuk siang hari 5 okta
dan 2 okta yang berarti langit berawan sebagian. Untuk sore hari 0 okta, yaitu
langit cerah.
6. Awan yang terjadi pada tanggal 24 September 2019 hanya 0 okta yang
mengindikasikan bahwa hari itu cerah.
II. HIDROGRAF
A. Latar Belakang
Pada saat jatuh ke permukaan bumi hujan (presipitasi), air akan mengalir
menuju tempat yang lebih rendah melalui saluran-saluran atau sungai dalam
bentuk aliran permukaan (runoff) sebagian akan masuk terinfiltrasi ke dalam
tanah dan sebagian akan menguap ke atmosfer (evaporasi dan
evapotranspirasi). Air yang tidak dapat terinfiltrasi oleh tanah akan menjadi
limpasan permukaan yang akan berpengaruh terhadap debit di sungai.
Analisa aliran permukaan dapat digunakan untuk menghitung kehilangan
air, banyaknya yang terangkut, dan pengendapan tanah yang dapat
mengurangi kapasitas penyimpanan air. Dengan mempelajari dan menghitung
nilai aliran permukaan atau runoff dan mengetahui faktor yang dapat
mempengaruhi nilai limpasan permukaan diharapkan kita mampu
memperkirakan bencana banjir dan mampu mencegah terjadinya banjir akibat
tinggi limpasan dengan membuat bangunan pengendali air, selain itu analisa
ini penting karena dapat mengetahui kendisi aliran dan air disungai,
kekeringan, dan ketersediaan air tanah.
B. Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini yaitu untuk menentukan besarnya aliran
permukaan dan limpasan langsung (directrunoff) dengan metode pemisahan
aliran menggunakan alat rainfall hydrograph.
C. Hidrograf
Hidrograf adalah gambaran suatu aliran sungai (aliran permukaan) secara
kontiyu dari waktu ke waktu. Gambaran tersebut berupa fluktuasi aliran
sungai sepanjang waktu (harian, bulanan, tahunan) atau satu kejadian hujan.
Hidrograf menggambarkan grafik hubungan antara besar aliran persatuan
waktu (m3/dt), yang biasa disebut debit aliran (Q) dengan waktu (t). Hasil
yang diperoleh dari grafik tersebut nantinya adalah sebuah lengkung
hidrograf. Hidrograf yang menggambarkan suatu DAS yang baik akan
menggambarkan hubungan yang tidak terlalu berbeda besar debit aliran pada
saat musim penghujan dan musim kemarau.
Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh sifat-sifat watershed seperti topografi,
vegetasi, panjang, bentuk dana ukuran, jenis tanah, perkembangan
(bangunan/konstruksi), depressionstorage, antecedant moisture condition dan
distribution of water courses. Juga dipengaruhi oleh sifat-sifat hujan seperti
atecendant moisture condition, rainfall intensitas, volume of rainfall, time
dan spatial distribution serta arah hujan. Suatu hidrograf mempunyai 4 unsur
penyusun yaitu :
1. Aliran permukaan (direct surface runoff)
2. Rembesan bawah permukaan (interflow)
3. Aliran bawah tanah (ground water atau baseflow)
4. Hujan yang langsung turun di sungai (channel presipitation)

Air sungai pada hidrograf berasal dari empat sumber, yaitu :

1. Air yang berasal langsung dari hujan (porsinya kecil)


2. Limpasan atas permukaan (direct runoff DRO) yang mencapai sungai
setelah melalui suatu proses penguapan, infiltrasi dan tampungan di
cekungan
3. Aliran antara (interflow) yang merupakan bagian air hujan yang
terinfiltrasi dan mengalir di lapisan tanah atau lapisan yang tidak jenuh
air.
4. Limpasan bawah permukaan, aliran ini mencapai sungai setelah melalui
proses perkolasi dan tampungan air tanah.

Berdasarkan sumber air di atas dapat disimpulkan bahwa limpasan atas


permukaan terdiri dari hujan langsung, limpasan DRO dan interflow,
sedangkan limpasan bawah permukaan sebagai aliran dasar (baseflow).
Hidrograf terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Kurva naik (rising limb)


2. Puncak (crest)
3. Kurva turun (recesion limb)

Tiga sifat pokok yang menandai bentuk hidrograf antara lain :


1. Waktu naik (time of rise atau time to peak) / (TR) adalah waktu yang
diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai waktu terjadinya debit
puncak.
2. Debit puncak (peak discharge) / (Qp) adalah debit maksimum yang
terjadi dalam kasus tertentu.
3. Waktu dasar (base time) / (TB) adalah waktu yang diukur dari saat
hidrograf mulai naik sampai saat debit kembali pada suatu besaran yang
ditetapkan sebagai aliran dasar.
D. Metode Pemisahan Aliran Permukaan (Runoff)
Hujan merupakan faktor utama yang menyebabkan tingginya aliran
permukaan. Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume aliran
permukaan. Intensitas hujan yang tinggi akan memungkinkan tingginya aliran
permukaan yang terjadi.
Proses terjadinya aliran permukaan adalah hujan yang jatuh diatas permukaan
tanah pada suatu wilayah, pertama-tama akan masuk kedalam tanah sebagai
air infiltrasi setelah ditahan oleh pohon sebagai air intersepsi. Infiltrasi akan
berlangsung terus selama air masih berada dibawah titik jenuh tanah. Apabila
hujan terus berlangsung dan kapasitas lapang telah terpenuhi, maka kelebihan
air hujan tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi aie
perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi
permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (deprssion storage).
Selanjutnya setelah simpanan air terpenuhi kelebihan air tersebut akan
menjadi genangan air yang disebut tambatan permukaan (detrition storage).
Sebelum menjadi aliran permukaan (over land flow), kelebihan air hujan
sebagian akan menguap atau terevaporasi walaupun jumlahnya sangat sedikit.
E. Pengamatan
Bahan dan Alat
1. Pasir kuarsa
2. Rainfall hydrograph
3. Air
4. Alat tulis
Langkah Kerja
1. Masukkan pasir kuarsa ke dalam alat
2. Sambungkan semua komponen alat
3. Set intensitas hujan (max 1250 cc/mm)
4. Set waktu (max 30 detik)
Analisa
1. Buat grafik hubungan Q dan t komulatif dengan interval yang digunakan
2. Cari titik Q0 dan Qt untuk mengetahui persamaan linier baseflow, dengan
Q0 = titik awal terjadinya kenaikan pada grafik dan Qt = terjadinya
penurunan hingga konstan
3. Untuk mencari titil Qt, akan digunakan untuk persamaan Qt = Q0 Exp-k.Δt
4. Untuk mencari nilai k dari persamaan kurva resesi, dilakukan dengan
menentukan persamaan eksponensial dari titik penurunan puncak grafik
k.x
sampai titik titik akhir grafik sehingga diperoleh persamaan y = a exp
dan diperoleh nilai k
5. Masukkan ke persamaan Qt = Q0 Exp-k.Δt sehingga diperoleh nilai Qt dan
waktunya
6. Tarik garis lurus titik Q0 dan Qt sehingga diperoleh persamaan garis linier
hubungan Q0, t0, Qt dan t komulatif dengan y = a-bx dimana sumbu y
adalah baseflow dan sumbu x adalah waktu komulatif
7. Masukkan nilai waktu komulatif pada persamaan linier sehingga
diperoleh nilai baseflow
8. Cari nilai direct runoff (DRO) dengan mengurangi nilai debit dengan nilai
baseflow
9. Hitung total runoff selama waktu episode hujan tersebut
10. Buat grafik pemisahan aliran dasar dengan DRO.
 Data dan Perhitungan
Tabel 2.55 Analisa Tinggi Air
Tinggi Air (mm)
No
I II
1 12 24
2 17 27
3 21 29
4 32 46
5 40 67
6 44 82
7 49 95
8 51 103
9 52 106
10 43 91
11 39 73
12 37 6
13 33 51
14 3 44
15 28 42

Sumber : Hasil Pengamatan, 2019


Keterangan :
Tekanan : I : 1250 cc/menit
II : 1750 cc/menit
Interval hujan : 25 detik
Luas penampang : 37,6 cm2
A. Percobaan I :
Tabel 2.56 Analisa Tinggi Air Percobaan I

Waktu (t)
H mm) H (cm)
(detik)
25 12 1.2
50 17 1.7
75 21 2.1
100 32 3.2
125 40 4
150 44 4.4
175 49 4.9
200 51 5.1
225 52 5.2
250 43 4.3
275 39 3.9
300 37 3.7
325 33 3.3
350 30 3
375 28 2.8
Sumber : Hasil Pengamatan,2019

Gambar 2.37 Hidrograf Percobaan I Hubungan Antara Debit (cm3/menit)


dengan Waktu (menit)
Sumber : Hasil Perhitungan,2019
 Pembahasan
Tabel 2.57 Analisa Perhitungan Debit Aliran

Waktu (t) Q
H mm) H (cm) V (cm^3)
(detik) (cm^3/menit)

25 12 1.2 45.12 108.288


50 17 1.7 63.92 153.408
75 21 2.1 78.96 189.504
100 32 3.2 120.32 288.768
125 40 4 150.4 360.96
150 44 4.4 165.44 397.056
175 49 4.9 184.24 442.176
200 51 5.1 191.76 460.224
225 52 5.2 195.52 469.248
250 43 4.3 161.68 388.032
275 39 3.9 146.64 351.936
300 37 3.7 139.12 333.888
325 33 3.3 124.08 297.792
350 30 3 112.8 270.72
375 28 2.8 105.28 252.672
Sumber : Hasil Perhitungan,2019

Contoh Perhitungan :
1. Menentukan Besarnya Debit
a. Volume durasi ke-1
Volume = Luas x h
= 37,6 cm2 x 1,2 cm
= 45,12 cm2
b. Durasi ke-1
t = 25 detik = 0,4167 menit
c. Debit durasi ke-1
𝑉
Q= 𝑡
45,12
= = 108,288 cm2/menit
0,4147

2. Menentukan Grafik Linier Baseflow


a. Menentukan nilai Q0
Q0 merupakan titik awal terjadinya kenaikan pada grafik. Jadi,
berdasarkan data hasil praktikum Q0 sama dengan 108,288 cm2/menit
pada durasi ke-1.
b. Menentukan Qt
o Membuat Kurva Resesi
Data : titik penurunan puncak grafik sampai titik-titik akhir grafik,
yaitu pada durasi ke-10 sampai durasi ke-15.
Dengan menggunakan persamaan eksponensial makan akan
didapatkan persamaan y = 927,21e-0,003x

Gambar 2.38 Kurva Resesi Percobaan I


Sumber : Hasil Perhitungan,2019

o Data yang diketahui :


Q0 = 108,288 cm2/menit
k = -0,003
Δt =
B. Percobaan II
Tabel 2.59 Analisa Tinggi Air Percobaan II

Waktu (t)
H mm) H (cm)
(detik)

25 24 2.4
50 27 2.7
75 29 2.9
100 46 4.6
125 67 6.7
150 82 8.2
175 95 9.5
200 103 10.3
225 106 10.6
250 91 9.1
275 73 7.3
300 60 6
325 51 5.1
350 44 4.4
375 42 4.2
Sumber : Hasil Perhitungan,2019

Gambar 2.39 Hidrograf Percobaan II Hubungan Antara Debit (cm3/menit)


dengan Waktu (menit)
Sumber : Hasil Perhitungan,2019
 Pembahasan
Tabel 2.60 Analisa Perhitungan Debit Aliran

Waktu (t)
H mm) H (cm) V (cm^3) Q
(detik)

25 24 2.4 90.24 216.576


50 27 2.7 101.52 243.648
75 29 2.9 109.04 261.696
100 46 4.6 172.96 415.104
125 67 6.7 251.92 604.608
150 82 8.2 308.32 739.968
175 95 9.5 357.2 857.28
200 103 10.3 387.28 929.472
225 106 10.6 398.56 956.544
250 91 9.1 342.16 821.184
275 73 7.3 274.48 658.752
300 60 6 225.6 541.44
325 51 5.1 191.76 460.224
350 44 4.4 165.44 397.056
375 42 4.2 157.92 379.008
Sumber : Hasil Perhitungan,2019

Contoh Perhitungan :
3. Menentukan Besarnya Debit
d. Volume durasi ke-1
Volume = Luas x h
= 37,6 cm2 x 2,4 cm
= 90,24 cm2
e. Durasi ke-1
t = 25 detik = 0,4167 menit
f. Debit durasi ke-1
𝑉
Q= 𝑡
90,24
= 0,4147 = 216,576 cm2/menit

4. Menentukan Grafik Linier Baseflow


c. Menentukan nilai Q0
Q0 merupakan titik awal terjadinya kenaikan pada grafik. Jadi,
berdasarkan data hasil praktikum Q0 sama dengan 216,576 cm2/menit
pada durasi ke-1.
d. Menentukan Qt
o Membuat Kurva Resesi
Data : titik penurunan puncak grafik sampai titik-titik akhir grafik,
yaitu pada durasi ke-10 sampai durasi ke-15.
Dengan menggunakan persamaan eksponensial makan akan
didapatkan persamaan y = 3786,8e-0,006x

Gambar 2.40 Kurva Resesi Percobaan II


Sumber : Hasil Perhitungan,2019
III. Infiltrasi
A. Pendahuluan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur laju infitrasi di
lapangan, metode pengukuran yang paling umum dilakukan adalah metode
penggenangan (flooding) dan metode penyinaran (springkling). Pengukuran
laju infitrasi pada praktikum menggunakan metode Double Ring
Infiltrometer. Hal ini dilakukan dengan membenamkan ring ke dalam tanah
dengan kedalaman tertentu. Double Ring Infiltrometer untuk mendapatkan
tinggi air sampai kosntan. Laju infiltrasi didapatkan dari selisih pengukuran
tinggi air yang tergenang di dalam ring dengan waktu tertentu.
B. Alat dan Bahan
1. Ring infiltrometer
Ukuran double ring infiltrometer adalah ring pengukur / ring
bagian dalma umumnya berdiameter 10-20 cm, sedangkan ring bagian
luar (ring penyangga / buffer ring) berdiameter 50 cm. Panjang ring
pengukur maupun ring penyangga yaitu 10-20 cm. Untuk tujuan tertentu
sering digunakan ukuran ring yang lebih besar atau lebih kecil. Namun
demikian penggunaan ring yang terlalu kecil menghasilkan kesalahan
pengukuran yang besar (Tricker, 1978), sedangkan penggunaan yang
terlalu besar juga menjadi tidak efisien karen membutuhkan air dengan
jumlah yang banyak, sulit untuk dipasang, relatif lebih mahal, serta
membutuhkan waktu lama untuk mencapai kesetimbangan (konstan).
Ring umumnya terbuat dari logam dengan ketebalan 1-5 mm, bagian
bawah dibuat tajam, untuk meminimumkan gangguan terhadap tanah.

Gambar 2.41 Alat Ring Infiltrometer


Sumber : Hasil Perhitungan,2019
2. Balok Kayu dan Palu
Balok dan kayu digunakan untuk membenamkan ring ke dalam
tanah atau dapat digunakan penumbur hidrolik (hydrolic rum), stop
watch (alat pengukur waktu lainnya), spon kasar. Bila penambahan air
dilakukan secara otomatis, maka gunakan metode reservoir, namum
apabila penambahan air dilakukan secara manual, maka diperlukan
ember atay drum, gayung, gelas ukur, penggaris atau meteran.
C. Prosedur
a. Memilih lahan yang datar atau hampir datar serta memiliki kondisi yang
tidak berbatu. Jika pada lahan terdapat tanaman seperti rumput gajah,
diberiskan terlebih dahulu.
b. Benamkan ring secara vertikal ke dalam tanah sedalam 3-10 cm
menggunakan balok kayu dan palu atau penumbur hidrolik. Pastika
bahwa kedalaman ring cukup untuk membuat ring kuat berdiri. Namun
demikian perhitungkan tebal ring yang akan digenangi, misalnya bila
kedalaman pembenaman ring 5 cm dan kedalaman penggenangan juga 5
cm, maka panjang ring yang digunakan minimal 11 cm. Gangguan
terhadap tanah akibat proses pembenaman ring harus seminimal
mungkin. Hindari pengikisan atau perataan tanah. Ring pengukur
dibenamkan terlebih dahulu.
c. Hidari kebocoran di sekitar dinding ring dengan cara memadatkan bagian
tanah yang bersentuhan dengan dinding ring. Bila terbentuk celah yang
besar, maka perlu dilakukan perekatan dengan menggunakan tanah liah
halus.
d. Genangi ring pengukur dengan tingkat kedalaman yang konstan, dan
ukur kecepatan masuknya air kedalam tanah. Samakan ketinggian
kedalaman pada ring pengukur dan ring penyangga. Tinggi genangan
bekisar antara 5-20 cm.
e. Setelah digenagi kemudian penurunan tinggi air diukur menggunakan
meteran atau penggaris dan pembacaan dilakukan setiap menit. Saat air
di dalam ring berkurang setiap menitnya dilakukan penambahan air lagi
sampai penurunan air dalam keadaan kosntan.
D. Analisa
Model persamaan kurva kapasitas infiltrasi yang dikemukakan Horton
dijabarkan pada persamaan :
i ≥ fc dan k = konstan
dengan :
f : laju infiltrasi pada saat t (mm/menit)
fc : laju infitrasi saat konstan (mm.menit)
fo : laju infitrasi saat awal (mm/menit)
k : konstanta geofisik
t : waktu
e : 2,718
E. Perhitungan Infiltrasi
Data percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data infitrasi sebagai
berikut :
Tabel 2.61 Data Pengamatan Laju Infiltrasi
Waktu
Laju Infiltrasi (f) log (f-
(t) fc f-fc
(mm/menit) fc)
(menit)
1 150 29 121 2.1
2 132 29 103 2.0
3 115 29 86 1.9
4 104 29 75 1.9
5 95 29 66 1.8
6 87 29 58 1.8
7 80 29 51 1.7
8 75 29 46 1.7
9 71 29 42 1.6
10 68 29 39 1.6
11 64 29 35 1.5
12 60 29 31 1.5
13 56 29 27 1.4
14 52 29 23 1.4
15 49 29 20 1.3
16 47 29 18 1.3
17 45 29 16 1.2
18 42 29 13 1.1
19 39 29 10 1.0
Waktu
Laju Infiltrasi (f) log (f-
(t) fc f-fc
(mm/menit) fc)
(menit)
20 35 29 6 0.8
21 33 29 4 0.6
22 30 29 1 0.000
23 29 29 0
24 29 29 0
25 29 29 0
26 29 29 0
Sumber: Hasil Pengamatan, 2019

1. Metode Linear
Dari data tersebut, kemudian dicari nilai m menggunakan kurva hubungan
waktu dan log(f-fc).

Kurva Mencari Nilai Gradien m


30

25
Waktu (menit)

20

15
y = -15.324x + 33.735
10 R² = 0.9547

0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
Log (f-fc)

Gambar 2.42 Kurva Mencari Nilai Gradien m


Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019

Perhitungan Nilai Laju Infiltrasi Metode Horton


Didapatkanlah nilai m dari persamaan :
y = -15,324x+33,735

m = -15,324 fc = 29
k = 0,150 fo = 150
f = fc + (fo-fc) e-kt
= 29 + (150-29) e-0,150 t
Dari persamaan tersebut kemudian dihitung f Horton, dengan hasil dapat
dilihat pada tabel.
Tabel 2.62 Perhitungan Nilai f dengan Metode Horton

Waktu
Laju Infiltrasi (f) f Horton
(t)
(mm/menit) (mm/menit)
(menit)
1 150 133.119
2 132 105.265
3 115 83.793
4 104 70.118
5 95 60.136
6 87 52.544
7 80 46.814
8 75 42.826
9 71 39.863
10 68 37.679
11 64 35.703
12 60 34.108
13 56 32.828
14 52 31.806
15 49 31.100
16 47 30.626
17 45 30.244
18 42 29.870
19 39 29.576
20 35 29.297
21 33 29.170
22 30 29.037
23 29 29.000
24 29 29.000
25 29 29.000
26 29 29.000
27 29 29.000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019
Dari tabel diatas diperoleh kurva persamaan model Horton.

Gambar 2.43 Kurva Persamaan Model Horton dengan Trend Linier


Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019

Kesalahan Relatif (KR)

Contoh perhitungan untuk KR f Horton (%) pada menit ke-1


f perhitungan = 150 mm/menit
f Hoorton = 133,119 mm/menit
(𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛−𝑓 𝐻𝑜𝑟𝑡𝑜𝑛)
KR =| | x 100%
𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
(150−133,119)
=| | = 11,254 %
150
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel.
Tabel 2.63 Rekapitulasi Kesalahan Relatif pada Model Horton

Waktu (t) Laju Infiltrasi f Horton Kesalahan


No
(menit) (f) (mm/menit) (mm/menit) Relatif (%)

1 1 150 133.119 11.254


2 2 132 105.265 20.254
3 3 115 83.793 27.136
4 4 104 70.118 32.579
5 5 95 60.136 36.699
6 6 87 52.544 39.604
7 7 80 46.814 41.482
8 8 75 42.826 42.898
9 9 71 39.863 43.855
10 10 68 37.679 44.589
11 11 64 35.703 44.215
12 12 60 34.108 43.153
13 13 56 32.828 41.378
14 14 52 31.806 38.834
15 15 49 31.100 36.531
16 16 47 30.626 34.838
17 17 45 30.244 32.792
18 18 42 29.870 28.882
19 19 39 29.576 24.165
20 20 35 29.297 16.294
21 21 33 29.170 11.605
22 22 30 29.037 3.211
23 23 29 29.000 0.000
24 24 29 29.000 0.000
25 25 29 29.000 0.000
26 26 29 29.000 0.000
27 27 29 29.000 0.000
Rata -Rata 25.787
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019
2. Metode Eksponensial
Dari data tersebut, kemudian dicari nilai k dengan menggunakan kurva
hubungan waktu dan log (fc-f).

Gambar 2.44 Kurva Mencari Nilai k


Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019

Perhitungan Nilai Laju Infiltrasi Metode Horton


Dari persamaan didapatkan nilai k :
y = 128,81e-1,818x
k = -1,818
fo = 150
fc = 29
f = fc + (fo – fc) e-kt
= 29 + (150 – 29) e-1,818t
= 29 + 121 e-1,818t
Percobaan pada menit ke-1
f = 29 + 121 e-1,818t
f = 29 + 121 e-1,818(1)
= 48,648 mm/menit
Dari persamaan tersebut kemudian dihitung f horton, hasil dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2.64 Perhitungan Nilai f dengan Metode Eksponensial
Waktu (t) Laju Infiltrasi f Horton
No
(menit) (f) (mm/menit) (mm/menit)
1 1 150 48.648
2 2 132 31.716
3 3 115 29.368
4 4 104 29.052
5 5 95 29.007
6 6 87 29.001
7 7 80 29.000
8 8 75 29.000
9 9 71 29.000
10 10 68 29.000
11 11 64 29.000
12 12 60 29.000
13 13 56 29.000
14 14 52 29.000
15 15 49 29.000
16 16 47 29.000
17 17 45 29.000
18 18 42 29.000
19 19 39 29.000
20 20 35 29.000
21 21 33 29.000
22 22 30 29.000
23 23 29 29.000
24 24 29 29.000
25 25 29 29.000
26 26 29 29.000
27 27 29 29.000
Rata -Rata
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019
Gambar 2.45 Kurva Persamaan Model Horton dengan Trend Eksponensial
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019

Kesalahan Relatif (KR)

Contoh perhitungan untuk KR f Horton (%) pada menit ke-1


f perhitungan = 150 mm/menit
f Hoorton = 133,119 mm/menit
(𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛−𝑓 𝐻𝑜𝑟𝑡𝑜𝑛)
KR =| | x 100%
𝑓 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛
(150−46,648)
=| | = 48,648 %
150
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat di tabel.
Tabel 2.65 Rekapitulasi Keslaahan Relatif pada Metode Horton
Waktu (t) Laju Infiltrasi f Horton Kesalahan
No
(menit) (f) (mm/menit) (mm/menit) Relatif (%)
1 1 150 48.648 67.568
2 2 132 31.716 75.973
3 3 115 29.368 74.462
4 4 104 29.052 72.065
5 5 95 29.007 69.466
6 6 87 29.001 66.665
7 7 80 29.000 63.750
8 8 75 29.000 61.333
9 9 71 29.000 59.155
10 10 68 29.000 57.353
11 11 64 29.000 54.687
12 12 60 29.000 51.667
13 13 56 29.000 48.214
14 14 52 29.000 44.231
15 15 49 29.000 40.816
16 16 47 29.000 38.298
17 17 45 29.000 35.556
18 18 42 29.000 30.952
19 19 39 29.000 25.641
20 20 35 29.000 17.143
21 21 33 29.000 12.121
22 22 30 29.000 3.333
23 23 29 29.000 0.000
24 24 29 29.000 0.000
25 25 29 29.000 0.000
26 26 29 29.000 0.000
27 27 29 29.000 0.000
Rata -Rata 39.646
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019
3. Perbandingan Laju Infiltrasi Horton Metode Linier dengan Metode
Eksponensial
Tabel 2.66 Perbandingan Metode Linier dengan Eksponensial
Metode Eksponensial Merode Linier
Laju Infiltrasi
f Horton Kesalahan f Horton Kesalahan
(f) (mm/menit)
(mm/menit) Relatif (%) (mm/menit) Relatif (%)
150 150.000 67.568 133.119 11.254
132 132.000 75.973 105.265 20.254
115 115.000 74.462 83.793 27.136
104 104.000 72.065 70.118 32.579
95 95.000 69.466 60.136 36.699
87 87.000 66.665 52.544 39.604
80 80.000 63.750 46.814 41.482
75 75.000 61.333 42.826 42.898
71 71.000 59.155 39.863 43.855
68 68.000 57.353 37.679 44.589
64 64.000 54.687 35.703 44.215
60 60.000 51.667 34.108 43.153
56 56.000 48.214 32.828 41.378
52 52.000 44.231 31.806 38.834
49 49.000 40.816 31.100 36.531
47 47.000 38.298 30.626 34.838
45 45.000 35.556 30.244 32.792
42 42.000 30.952 29.870 28.882
39 39.000 25.641 29.576 24.165
35 35.000 17.143 29.297 16.294
33 33.000 12.121 29.170 11.605
30 30.000 3.333 29.037 3.211
29 29.000 0.000 29.000 0.000
29 29.000 0.000 29.000 0.000
29 29.000 0.000 29.000 0.000
29 29.000 0.000 29.000 0.000
29 29.000 0.000 29.000 0.000
Rata-rata 39.646 25.787
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019
Kesimpulan :
Berdasarkan tabel hasil perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa kesalahan
relatif pada perhitungan infiltrasi Horton Metode Linier lebih kecil
dibandingkan dengan Horton Metode Eksponensial. Ini artinya Metode
Linier memiliki laju infiltrasi yang lebih cepat dari pada Metode
Eksponensial. Semakin kecil nilai KR maka semakin baik karena
mendekati nilai laju infitrasi saat dilakukan pengukuran.

Anda mungkin juga menyukai