Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KIMIA MATERIAL

ANALISIS JURNAL ILMIAH

PENGGABUNGAN POLIMERISASI ASAM AKRILAT KE KITOSAN-SELULOSA


HIBRIDA DAN PENERAPAN PENCANGKOKAN SEBAGAI LIGAN YANG
SANGAT EFISIEN UNTUK MENGHILANGKAN KESADAHAN AIR:
ADSORPSI ISOTERMIK, PEMODELAN KINETIK
DAN REGENERASI

Oleh :
Tri Haryati (P2A818002)
Syafira Tiaradipa (P2A818014)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Yusnaidar, S. Si., M. Si

MAGISTER PENDIDIKAN KIMIA


UNIVERSITAS JAMBI
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah

melimpahkan segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah analisis jurnal ilmiah mengenai “Penggabungan polimerisasi asam akrilat

ke kitosan-selulosa hibrida dan penerapan pencangkokan sebagai ligan yang

sangat efisien untuk menghilangkan kesadahan air: Adsorpsi isotermik,

pemodelan kinetik dan regenerasi”.

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas pada mata kuliah Kimia Material.

Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih

kepada dosen pengampu mata kuliah yang telah membimbing penulis sehingga dapat

menyelasaikan tugas makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah

ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca

umumnya.

Jambi, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan penulisan ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3


2.1 Pendahuluan Penelitian dalam Jurnal ............................................................. 3
2.2 Metode Penelitian dalam Jurnal ..................................................................... 5
2.3 Hasil dan Diskusi Penelitian dalam Jurnal ..................................................... 12
2.4 Karakterisasi polimer yang dihasilkan dalam Penelitian ................................ 24

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 27


3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Polimer merupakan suatu golongan kimia penting dalam kehidupan kita sehari-
hari maupun dalam industri. Polimer meliputi plastik, karet, serat, dan nilon. Beberapa
senyawa penting dalam tubuh makhluk hidup, yaitu karbohidrat (polisakarida),
protein, dan asam nukleat juga merupakan polimer. Pemanfaatan polimer dalam
penjernihan air yang paling umum digunakan yaitu superabsorben
Superabsorben adalah suatu istilah yang mencakup sejumlah jenis polimer
yang mempunyai kemampuan mengabsorpsi cairan ratusan kali hingga ribuan kali dari
berat keringnya. Penggunaan polimer superabsorben sangat banyak diantaranya
digunakan dalam pemisahan membran, sebagai wadah penyimpan air untuk daerah
kering/pertanian, pembuatan kemasan barang, dan popok bayi. Umumnya
superabsorben dibuat dari polimer berbasis poli asam akrilat (PAA) yang mempunyai
kelemahan dalam menyerap air dan mengembang (swelling) yang terbatas, tidak
ramah lingkungan, dan harganya mahal (Essawy, 2016).
Dewasa ini telah banyak dilakukan penelitian untuk memodifikasi polimer
dengan memanfaatkan bahan alam untuk meningkatkan kemampuan absorpsi polimer
superabsorben terhadap cairan. Bahan alam merupakan polimer alam yang dapat
diperbaharui, mudah didapat, harganya murah, dan ramah lingkungan. Salah satu
parameter penting dalam sintesis untuk meningkatkan kapasitas absorpsi dari polimer
superabsorben adalah perbandingan selulosa dan monomer dalam proses
pencangkokkan(Zuohao, 2010)..

Berdasarkan pejelasan tersebut penulis tertarik mengetahui lebih dalam lagi


mengenai polimer khususnya superabsorben. Penulis pada kesempatan kali ini akan
membahas mengenai jurnal penelitian ilmiah tentang Penggabungan polimerisasi
asam akrilat ke kitosan-selulosa hibrida dan penerapan pencangkokan sebagai ligan
yang sangat efisien untuk menghilangkan kesadahan air.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme reaksi dari pembuatan superabsorben dari kitosan dan
selulosa untuk menghilangakn kesadahan air?
2. Bagaimana penampakan morfologi permukaan kitosan sebulum dan sesudah
berikatan dengan asam akrilat dengan menggunakan SEM ?
3. Bagaimana karakteristik polimer yang dihasilkan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penulisan dari makalah ini, yakni:
1. Mengetahui mekanisme reaksi dari pembuatan superabsorben dari kitosan dan
selulosa untuk menghilangkan kesadahan air?
2. Mengetahui penampakan morfologi permukaan kitosan sebulum dan sesudah
berikatan dengan asam akrilat ?
3. Mengetahui karakteristik polimer yang dihasilkan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan Penelitian dalam Jurnal


1. Judul jurnal
Grafting polymerization of acrylic acid onto chitosan-cellulose hybrid and
application of the graft as highly efficient ligand for elimination of water
hardness: Adsorption isotherms, kinetic modeling and regeneration.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Penggabungan polimerisasi asam akrilat ke kitosan-selulosa hibrida dan
penerapan pencangkokan sebagai ligan yang sangat efisien untuk
menghilangkan kesadahan air: Adsorpsi isotermik, pemodelan kinetik dan
regenerasi.
2. Penulis
a. Xiaojian Zhou
b. Hisham A. Essawy
c. Magdy F. Mohamed,
d. Hanan S. Ibrahim
e. Nabila S. Ammar
3. Publlisher : ELSEVIER (Journal of Environmental Chemical Engineering)
4. DOI : 10.1016/j.jece.2018.03.022
5. Terbit : 11 March 2018 (Online)
6. Abstrak Jurnal
Penggabungan kopolimerisasi asam akrilat dari kitosan-selulosa hibrida
((CTS / Sel) -gPAA) memiliki efisiensi pencangkokan dan pengoptimalan
tingkat silang yaitu 86,5% dan 2,5%,. Pengujian menggunakan scanning electron
microscopy (SEM) menunjukkan bahan mekanis yang kuat dengan permukaan
berpori yang memungkinkan terjadinya difusi. Sifat ini bersama dengan
penyerapan air yang tinggi di bawah berbagai nilai pH yang memenuhi syarat
untuk aplikasi sebagai adsorben / ligan untuk ion logam dari larutan berair. Hal
Ini juga ditandai dengan hasil pengujian menggunakan Fourier Transform
Infrared (FTIR) untuk cangkok sebelum dan sesudah pengikatan ion-ion logam

3
yang menyebabkan kesadahan air, yang menegaskan bahwa kelompok-
kelompok oksigen dan nitrogen adalah gugus utama untuk mengikat ion-ion
logam berkapasitas tinggi dalam banyak kasus dengan efisiensi penghilangan di
atas 90%. Aplikasi model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich untuk ion
logam pada kopolimer cangkok menunjukkan bahwa data adsorpsi lebih baik
digunakan oleh model Freundlich untuk semua ion logam sementara sifat
adsorpsi kimia disimpulkan oleh studi pemodelan kinetik. Selanjutnya, adsorpsi
sangat baik terjadi dalam kasus Ca (II) dan Mg (II) sementara tidak terlalu baik
dalam kasus Na (I). Ligan polimerik juga menunjukkan kinerja yang luar biasa
selama penghilangan kompetitif campuran ion logam dari larutan berair dengan
urutan selektivitas Ca (II)> Mg (II)>> Na (I), aktivitas penghilangan selektif
seperti ligan hampir tidak terpengaruh setelah desorpsi yang diinduksi dan
digunakan kembali untuk tambahan empat siklus berikutnya.
Kata kunci : Chitosan-cellulose, Acrylic acid grafting, Water hardness, Removal
7. Latar Belakang Jurnal
 Rumusan masalah
Kebutuhan air bersih di beberapa wilayah di dunia saat ini melebihi
kapasitas disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang cepat dan
keterbatasan sumber air tawar sehingga dalam beberapa tahun terakhir untuk
mendapatkan air diperoleh dari konversi air laut melalui desalinasi. Namun,
biaya yang dibutuhkan terlalu mahal dan tidak praktis untuk digunakan secara
luas. Dengan demikian, perlu dilakukan pemanfaatan sumber air alami secara
maksimal. Sayangnya, garam-garam terlarut dengan konsentrasi berbeda
biasanya termasuk dalam air alami. Selain itu, pada industri umumnya dihasilkan
air yang terkontaminasi dengan garam, yang membuatnya tidak layak untuk
diminum. Oleh karena itu, mengurangi kadar garam dalam air adalah solusi
penting untuk menghindari masalah kesehatan yang serius yang berhubungan
dengan akumulasinya di organ tubuh manusia, misalnya, gangguan sistem saraf,
tekanan darah tinggi, anemia, kelemahan dalam jari-jari dan pergelangan tangan,
dll.
Berbagai teknik telah digunakan secara luas untuk pemurnian air dari ion
divalen yang ada seperti Ca (ii) dan Mg (ii). Dua metode utama biasanya

4
diterapkan untuk pemurnian air, yaitu menggunakan soda kapur dan pertukaran
ion. Kelemahan utama dari metode soda kapur adalah limbah lumpur yang tinggi
setelah pemurnian, terlalu banyak penggunaan bahan kimia dan penambahan
asam untuk penyesuaian ph yang meningkatkan biaya operasi. Sampai saat ini,
adsorpsi terbukti menjadi alternatif yang paling sederhana dan menjanjikan
untuk pemurnian air terutama jika dilakukan dengan menggunakan adsorben
polimerik yang ditimbang dari biaya dan kurangnya pembentukan lumpur.
Struktur jaringan polimer secara luas digunakan sebagai adsorben untuk ion
logam dari larutan berair karena gugus fungsional aktifnya seperti karboksilat,
amina dan hidroksil, yang dapat berinteraksi secara efisien dengan ion.
8. Tujuan Jurnal
Jurnal ini mencoba untuk memodifikasi sifat mekanis yang buruk dan
ketahanan asam lemah dari kopolimer kitosan melalui modifikasi kimia dari
chitosan dengan serat selulosa menggunakan tiourea-formaldehida sebagai
pengikat dengan adanya asam sulfat sebagai katalis. Reaksi semacam itu
menyebabkan kombinasi kedua karbohidrat menjadi hibrida stabil terintegrasi.
Reaksi kimia antara chitosan dan selulosa secara silang dapat meningkatkan
bukan hanya integritas mekanik hibrida yang dihasilkan dan ketahanan terhadap
media asam tetapi juga cangkok kopolimerisasi asam akrilat. Akibatnya, dapat
dihasilkan pembentukan komposit superabsorben aktif kimia yang kuat.
Penggunaan metode ini memiliki keunggukan seperti daya serap air yang tinggi
dan aktivitas kimia yang sangat baik dalam arti keberadaan chitosan dan rasio
pencangkokan tinggi secara simultan dari asam akrilat dan harga lebih murah
dengan adanya limbah biobased seperti selulosa. Kopolimer graft superabsorben
yang dihasilkan dengan karakteristik strukturalnya yang baik, memiliki banyak
manfaat biaya yang lebih rendah, diharapkan dapat memberikan harapann dalam
aplikasi perlindungan lingkungan sebagai ligan polimer /adsorben, yaitu untuk
menghilangkan kesadahan air.
2.2 Metode Penelitian dalam Jurnal
1. Alat
a. Gelas kimia.
b. Piring kaca.

5
c. SEM-EDS (JSM-5500LV, JEOL, Ltd.).
d. Nicomp 380 ZLS .
e. FTIR spektrofotometer .
f. Rangkaian alat labu leher 3 (kondensor refluks, corong, dan pipa
nitrogen).
g. Agilent ICP-OES 5100 Spektormeter.
2. Bahan
a. asam akrilat (AA)
b. amonium persulfat (APS)
c. Chitosan (CTS, dengan deasetilasi atas 85%)
d. Bubuk murni selulosa (Sel)
e. kalium hidroksida
f. N'-methylenebisacrylamide (MBA)
g. Kalsium klorida (CaCl2),
h. Magnesium sulfat (MgSO4)
i. natrium klorida (NaCl)
3. Prosedur Kerja
a. Persiapan kitosan-selulosa hybrid (CTS/Sel)

6
b. Persiapan pencangkokan kopolimer graft ((CTS/Sel) -g-PAA)

c. Karakterisasi dari pencangkokan kopolimer

7
d. Penghapusan ion logam menggunakan pencangkokan kopolimer sebagai
penukar ligan / ion

Dalam prosedur kerja pada penelitian dalam jurnal ini digunakan beberapa alat
pengujian, cara kerja dari masing-masing alat pengujian tersebut dijabarkan sebagai
berikut ini:

a. Scanning Electron Microscope (SEM)


Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron
yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. SEM
memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar
1 – 10 nm. Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi
yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi
membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri.

Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:


1. Electron gun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada
umumnya electron gun yang digunakan adalahtungsten hairpin gun dengan
filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang
diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda

8
kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju
ke anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan
sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron,
baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari
permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam
bentuk gambar pada monitor CRT.
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Mekanisme kerja SEM


b. Spektroskopi FTIR
Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan materi.
Misalkan dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang ditembak
dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul tersebut mengalami
vibrasi. Sumber sinar yang digunakan adalah keramik, yang apabila dialiri arus listrik
maka keramik ini dapat memancarkan infrared. Vibrasi dapat terjadi karena energi
yang berasal dari sinar infrared tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya
atomisasi ataupun eksitasi elektron pada molekul senyawa yang ditembak dimana

9
besarnya energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda tergantung pada atom-atom
dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga dihasilkan frekuaensi yang
berbeda pula. FTIR interferogramnya menggunakan mecrosem dan letak cerminnya
(fixed mirror dan moving mirror) paralel. Spektroskopi inframerah berfokus pada
radiasi elektromagnetik pada rentang frekuensi 400 – 4000 cm-1 di mana cm-1 disebut
sebagai wavenumber (1/wavelength) yakni suatu ukuran unit untuk frekuensi. Daerah
panjang gelombang yang digunakan pada percobaan ini adalah daerah inframerah
pertengahan (4.000 – 200 cm-1 ).

Gambar 2.2 Cara Kerja Spektrofotometer FT-IR


c. NICOMP
Dynamic Light Scattering adalah metode penentuan ukuran partikel dalam suatu
cairan dengan mengukur intensitas cahaya yang tersebar dari partikel ke detektor dari
waktu ke waktu. Ketika partikel bergerak karena gerak Brown, cahaya yang tersebar
dari dua atau lebih partikel secara konstruktif atau destruktif mengganggu detektor.
Dengan menghitung fungsi autokorelasi dari intensitas cahaya dan dengan asumsi
distribusi partikel adalah mungkin untuk menentukan ukuran partikel dari 1 nm hingga
5 um. Instrumen ini juga mampu mengukur potensi partikel Zeta.

Gambar 2.3 Nicomp

10
d. Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometer
Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometer adalah seperangkat alat untuk
menentukan unsur dan isotop secara simultan yang terkandung dalam berbagai jenis
cuplikan. Alat ini adalah gabungan plasma (ICP = Inductively Coupled Plasma)
sebagai sumber ionisasi dengan spektrometer massa (MS = Mass Spectrometer)
sebagai pemilah dan pencacah ion. Metode analisis ini dikenal dan lazim disebut
metode ICP-MS. ICP-MS menggabungkan ICP suhu tinggi (induktif Ditambah
Plasma) sumber dengan spektrometer massa. ICP sumber mengubah atom dari unsur-
unsur dalam sampel untuk ion. Ion ini kemudian dipisahkan dan dideteksi oleh
spektrometer massa. Sebuah gambaran singkat tentang bagaimana ICP-MS analisis
sampel diberikan di bawah ini:

Gambar 2.4 Rangkaian ICP-MS (Anonim, 2010).


Skematik sederhana peralatan ICP-MS diperlihatkan pada Gambar 2. Seperti
terlihat pada Gambar 1, ICP-MS mempunyai beberapa komponen utama di antaranya
adalah ICP, interface, lensa, mass analyzer dan detektor. ICP berfungsi sebagai
sumber pengion. Larutan sampel dengan bantuan pengemban gas argon disemprotkan
oleh nebulizer ke dalam plasma. Oleh nebulizer larutan sampel berubah berupa
butiranbutiran halus (aerosol). Proses yang terjadi dalam ICP adalah penguapan,
penguraian, eksitasi dan ionisasi. Proses perjalanan larutan dari wadah sam pel sampai
masuk ke dalam plasma Energi yang diperlukan untuk mengubah sam pel menjadi
bentuk yang terionisasi adalah relatif besar. Biasanya temperature ionisasi berkisar
7500 -8000oK. Ekstraksi ion dari ICP melalui ion interface. Karena adanya perbedaan
tekanan (pada satu sisi tekanan atmosfir dan sisi lain tekanan rendah) maka gas
mengalir membawa ion-ion. Ion-ion masuk ke kuadrupol massa, melalui beberapa
tahap yang berbeda tekanannya. Pertama dari plasma tekanan atmosfir masuk ke

11
daerah tekanan 2 mbar. Daerah ini adalah antara sample dan skimmer. Tekanan 2 mbar
dapat dijaga oleh pompa mekanik. Ke dua, dari tekanan 2 mbar masuk ke kuadrupol
massa, tekanannya 10-4 mbar. Tekanan tersebut dilakukan oleh pompa kriogenika.
Sistem lensa ion, fungsinya untuk menyeleksi ion-ion yang menuju ke detektor.
Selanjutnya ion-ion dipisahkan oleh mass analyzer berdasarkan massa-massanya. Ada
beberapa tipe mass analyzer namun yang umum digunakan adalah magnetic analyzer
dan quadrupole analyzer.

2.3 Hasil dan Diskusi Penelitian dalam Jurnal


1. Kitosan
Kitosan merupakan suatu polisakarida berbentuk linier hasil deasetilasi kitin
yang dapat membentuk hidrogel superabsorben melalui ikatan silang baik secara
kovalen maupun nonkovalen. Adanya gugus amino pada kitosan menyebabkan
molekul ini dapat dimodifikasi untuk menghasilkan sifat yang diinginkan. Selain itu,
gugus hidroksil pada kitosan juga dapat mempengaruhi modifikasi kimia yang sesuai
untuk meningkatkan kelarutan (Liu, 2007). Struktur dari kitosan dapat dilihat pada
Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Struktur kitosan


Kitosan diisolasi melalui kitin yang telah diperoleh dari kulit
udang/kepiting/rajungan yang telah dibersihkan dan dihaluskan. Pembentukan ikatan
silang pada kitosan dapat meningkatkan karakteristik kitosan seperti kelarutan dalam
air, atau pelarut organik, efek bakteriostatik, kemampuan pengkelat dan
pengkompleks. Kitosan dapat menyerap enzim, polisakarida anionik, dan ion logam.
Secara singkat karakteristik Kitosan sebagai berikut:
 Nama lain : Poli-β(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa
 Bobot molekul : 10.000-1.000.000

12
 Pemerian: Serbuk / serpihan, putih / putih krem, tidak berbau
 Kelarutan : Tidak larut dlm air, praktis tidak larut dlm pelarut organik
 Kegunaan : - Bahan penyerap logam berat
- Bahan pengental
-Antimikroba / pengawet
2. Selulosa
Selulosa adalah salah satu polisakarida bahan organik alami yang tersedia
melimpah di dunia dan dapat digunakan untuk preparasi berbagai macam material
baru. selulosa dianggap sebagai biopolimer yang paling berlimpah, dapat diperoleh
dari sebagian besar kayu, kapas dan sumber-sumber lain. Struktur dari selulosa dapat
dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur selulosa


3. Asam akrilat
Asam akrilat adalah senyawa organik dengan rumus molekul CH2CHCOOH,
merupakan senyawa dengan gugus asam karboksilat. Senyawa ini berbentuk cairan
yang tidak berwarna namun memiliki bau yang sangan tajam. Asam akrilat telah
diproduksi secara komersial sejak tahun 1847 melalui oksidasi akrolein dengan udara.
Pada mulanya, akrolein dibuat dengan mengoksidasi propilen. Sampai saat ini, bahan
baku propilen masih menjadi komoditas utama dalam pembuatan asam akrilat di dunia
(Kirk-Othmer, 1979). Asam Akrilat (AA) adalah salah satu jenis monomer hidrofilik
yang merupakan bahan baku untuk pembuatan polimer poliasam akrilat (PAA).
Struktur kimia dari poliasam akrilat (PAA) memiliki unit gugus –COOH yang dapat
diionisasi. Rantai polimer ini dapat diberi ikatan silang pada gugus –OH. Struktur dari
asam akrilat dapat dilihat pada Gambar 2.7.

13
Gambar 2.7 Struktur Asam akrilat
Asam akrilat banyak dimanfaatkan dalam bentuk polimer sebagai bahan
pembuatan superabsorbent. Ester turunannya juga banyak manfaat, seperti etil akrilat.
Sebagai kopolimer dalam jumlah tertentu atau dalam bentuk emulsi polimer berfungsi
di antaranya sebagai pendispersi pigmen, promoter perekatan, atau penyedia
percabangan silang sehingga untuk aplikasi komersial banyak dimanfaatkan dalam
industri pelapisan kulit, pengkilap lantai (floor polisher), lapisan pelindung (protective
coating), bahan perekat, dan cat (McKetta, 1977). Kalium akrilat dapat dibuat dari
penetralan asam akrilat dengan kalium hidroksida (KOH). Struktur kalium akrilat
dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Struktur Kalium Akrilat


Secara singkat karakteristik Asam Akrilat sebagai berikut:
 Nana IUPAC : Asam Propenoat
 Nama lain : asam etilenkarboksilat, asam propena, asam vinilformat
 Rumus molekul : C3H4O2
 Bobot molekul : 72,06 gram/mol
 Pemerian : Berwarna putih, serbuk bersifat higroskopik dengan karakteristik bau
yang lemah.
 Kelarutan : larut dalam air, etanol 95%, dan gliserin.
 Kegunaan : bahan dasar penbuatan hidrogel superabsorben (Pourjavadi. 2004).

4. Metilen Bisaksilamida (MBA)


MBA (N,N’-metilenbisakrilamida) adalah salah satu contoh penyambung-silang
(misalnya terhadap asam akrilat). Zat ini mengandung dua ikatan rangkap yang reaktif,
sehingga dapat tergabung ke dalam dua rantai yang berbeda selagi polimerisasi

14
berlangsung, amina, nampaknya sangat tahan terhadap hidrolisis (Garner, C.M., et al.,
1997 : 95–99). Struktur MBA dapat dilihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Struktur MBA


5. Karakteristik pencangkokan kopolimer
Struktur yang mengandung unit kitosan dianggap bahan yang menjanjikan,
karena kapasitas penyerapan yang tinggi dari air yang memungkinkan untuk transfer
massa yang tinggi. Selain itu, mereka memiliki kemampuan untuk regenerasi dan
akibatnya beberapa siklus penggunaan dijamin kembali setelah adsorpsi logam.
Namun, perluasan aplikasi mereka dibatasi karena mereka memiliki kekuatan mekanik
dan ketahanan lemah untuk media asam. Upaya yang dapat diberikan untuk mengatasi
kekurangan ini melalui modifikasi kimia kitosan dengan kombinasi dengan bahan
selulosa. Selulosa dipilih secara khusus karena kelimpahan yang besar, sifat mekanik
yang baik dan struktur kimia analog, yang menyediakan kemungkinan yang baik untuk
memperoleh struktur homogen serta menggabungkan sifat unik seperti penyerapan air
yang lebih tinggi dan meningkatkan aktivitas kimia. laporan yang berbeda diusulkan
untuk menyilangkan kitosan dan selulosa dengan menggunakan agen silang seperti
glutaraldehid, etilena glikol diglisidil eter, epichlorohydrine, dll. Pekerjaan saat ini
menggunakan resin tiourea formaldehida (TUF) sebagai crosslinker. Untuk membuat
komposit superabsorben kimia aktif berdasarkan hybrid ini melalui okulasi
polimerisasi asam akrilik.

Gambar 2.10 Resin Tiourea Formaldehida (TUF)

15
Gambar 2.11 Skema sederhana dari kombinasi selulosa-kitosan melalui pengikatan silang
menggunakan TUF dan penggunaan hibridanya sebagai pengikat silang untuk pembuatan
ligan polimer ((CTS / Sel) -g-PAA) melalui kopolimerisasi graft asam akrilat dengan MBA
sebagai pengikat silang .
Selain itu, diharapkan bahwa rantai asam poliakrilat dapat berpartisipasi selama
propagasi dengan kelompok-kelompok COOH untuk lebih mengikat selulosa dan
kitosan melalui reaksi esterifikasi dengan kelompok-kelompok OH dari kedua dan
melalui pemutusan radikal juga (Zhou. 2018).

16
Hal ini dapat dilihat jelas dari Gambar 2.11 kitosan yang dapat dihubungkan
secara kimia untuk selulosa menggunakan tiourea formaldehida (TUF) sebagai agen
kopling dan pembentukan hibrida kitosan-selulosa. Dengan demikian, pengganti ini
dapat berfungsi sebagai sumber di mana kopolimerisasi pencangkokan asam akrilik
bisa dimulai dari setelah menginduksi pembentukan radikal bebas di permukaan
dengan bantuan amonium persulfat sebagai inisiator. Methylenebisacrylamide juga
diberikan untuk memperkuat lapisan pencangkokan dan mencegah kemungkinan
pelepasan jaringan makromolekul yang terbentuk pada media air. Efisiensi
pencakokan dihitung sebagai 86,5% sementara tingkat silang diperkirakan 2,5%.
Struktur kimia tentatif dari ligan polimer mengungkapkan banyak pusat chelating
mungkin dalam struktur ini terhadap ion logam diwakili oleh gugus nitrogen dan
oksigen yang memperoleh lingkungan kimia dan geometri berbeda. Selain itu, gugus
COOK tersedia untuk pertukaran kation dengan ion monovalen (Zhou, 2018). Hasil
yang diperoleh diuji dengan pengujian Scanning Elektron Microskopy (SEM) dapat
dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.12 SEM mikrograf a) CTS-g-PAA, b) (CTS/sel) -g-PAA, dan c) pembengkakan


perilaku (CTS/sel) -g-PAA sebagai fungsi dari pH.

17
Pada Gambar 2.12 dapat dilihat rincian dari morfologi permukaan. Kopolimer
graft dari kitosan murni bersifat non-koheren, longgar dan rapuh (Gambar 2.12 a).
Namun, pada penyambungan pada hibrida, mekanis kopolimer menjadi lebih kuat
dengan permukaan berpori yang memungkinkan difusi ion logam yang ada di dalam
air (Gambar 2.12 b). Menariknya, tidak ada partikel selulosa bebas dapat dideteksi
secara bebas pada permukaan hibrida yang mendukung hibridisasi kimia chitosan dan
selulosa sebelum okulasi. Gambar 2.12 c menunjukkan ligan polimer sebagai fungsi
dari pH. Profil menyatakan bahwa kenaikan pembengkakan dengan pH 2-6,5
kemudian menjadi hampir stabil. Untuk lebih memahami perilaku pembengkakan
(CTS / Telepon) -g-PAA, pengukuran potensial zeta yang dilakukan di dispersi mereka
pada pH yang berbeda yang dapat dilihat pada Tabel 1. potensi yang diperoleh adalah
426 mV pada pH 2, -2,3 mV pada pH 4, -4,3 mV pada pH 6 dan -2,5 mV pada pH 8,5.
Ini mengungkapkan bahwa pada nilai pH rendah, konsentrasi tinggi H+ protonates
sebagian besar kelompok karboksilat tolakan sehingga elektrostatik antara anion
karboksilat menjadi terbatas. Sebaliknya, protonasi kelompok NH2 berlangsung di
kisaran pH yang sama yang meningkatkan tolakan elektrostatik. Mulai dari pH 6-7,
gugus amino bebas sedangkan kelompok karboksil mengkonversi ke COO- sehingga
anion-anion tolakan menjadi lebih tinggi yang mempertahankan kapasitas
pembengkakan pada tingkat tinggi. Secara keseluruhan, ini menunjukkan dari satu sisi
kesesuaian bahan siap untuk difusi lancar dari ion-ion logam ke dalam struktur
jaringan sedangkan dari sisi lain bahwa interaksi yang diusulkan antara ion logam
dengan ligan polimer ini didominasi terutama oleh daya tarik elektrostatik pasukan
dengan negatif dibebankan situs di struktur jaringan.
Tabel 1. Pengukuran potensial zeta (CTS / Telepon) -g-PAA pada pH yang berbeda
No pH Potensial Zeta
1 2 426 mV
2 4 -2,3 mV
3 6 -4,3 mV
4 8,5 -2,5 mV

18
Gambar. 13 Spektrum FTIR CTS / Sel gPA
Gambar diatas mengungkapkan spektrum FTIR CTS / Sel gPAA serta
penggantinya setelah mengikat campuran Ca (II), Mg (II) dan Na (I), (CTS / Telepon)
gPAA ... .M (II). Sebelum pengikatan dengan ion logam, hasil pencangkokan
menunjukkan pita lebar di 3000-3852 cm-1 yang mewakili tumpang tindih OH dan
NH. Puncak di 2928 cm-1 menegaskan C-H peregangan sedangkan puncak pada 1715
cm-1 berafiliasi dengan C=O rantai asam poliakrilat dicangkokkan pada tulang
punggung hibrida. Band diposisikan pada 1632 juga menunjukkan OH peregangan
sedangkan puncak pada 1412 cm-1 berhubungan dengan Cen peregangan.
Selanjutnya, band di 1162 cm-1 mengacu pada C-O-C peregangan. Secara ringkas
hasil ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. spektrum (CTS / Telepon) -g-PAA pada peregangan ikatan
No Wavenumber Peregangan Ikatan
1 C-H 2928 cm-1
2 C=O 1715 cm-1
3 O-H 1632 cm-1
4 C-N 1412 cm-1
5 C-O-C 1162 cm-1

Sebuah penyelidikan putaran pertama dilakukan secara acak dengan


meninggalkan kopolimer graft dalam kontak dengan larutan yang terdiri dari
campuran Ca (II), Mg (II) dan Na (I) selama 2 jam dan spektra FTIR dikumpulkan dari

19
graft dikeringkan setelah mengikat ion logam di mana ditemukan bahwa graft
kopolimer-ion logam chelate dipamerkan spektrum yang sangat mirip. Namun, dapat
dicatat bahwa band-band yang berkaitan dengan kelompok oksigen dan nitrogenated
dipamerkan baik sedikit gangguan untuk bilangan gelombang yang lebih tinggi atau
menjadi sampai batas tertentu sempit dan tajam. Berdasarkan pergeseran ini, dapat
awalnya disimpulkan bahwa nitrogen dan situs yang mengandung oksigen adalah
kelompok sasaran untuk mengikat ion logam yang mendorong kita untuk memulai
studi intensif di contextunder ini kondisi yang luas. dapat dicatat bahwa band-band
yang berkaitan dengan kelompok oksigen dan nitrogenated dipamerkan baik sedikit
gangguan untuk bilangan gelombang yang lebih tinggi atau menjadi sampai batas
tertentu sempit dan tajam. Berdasarkan pergeseran ini, dapat awalnya disimpulkan
bahwa nitrogen dan situs yang mengandung oksigen adalah kelompok sasaran untuk
mengikat ion logam yang mendorong kita untuk memulai studi intensif di
contextunder ini kondisi yang luas. dapat dicatat bahwa band-band yang berkaitan
dengan kelompok oksigen dan nitrogenated dipamerkan baik sedikit gangguan untuk
bilangan gelombang yang lebih tinggi atau menjadi sampai batas tertentu sempit dan
tajam. Berdasarkan pergeseran ini, dapat awalnya disimpulkan bahwa nitrogen dan
situs yang mengandung oksigen adalah kelompok sasaran untuk mengikat ion logam
yang mendorong kita untuk memulai studi intensif di contextunder ini kondisi yang
luas (Zhou. 2018).

Gambar. 2.14. Ion logam Potensi koordinasi pusat-pusat hadir di (CTS / Telepon) -g-
PAA. X. Zhou et al. Jurnal Lingkungan Teknik Kimia 6 (2018) 2137-2147 2143

Struktur jaringan polimer secara luas digunakan sebagai adsorben untuk ion
logam dari larutan berair karena gugus fungsional aktifnya seperti karboksilat, amina
dan hidroksil, yang dapat berinteraksi secara efisien dengan ion. Laporan ini mencoba
untuk memodifikasi sifat mekanis yang buruk dan ketahanan asam lemah dari
kopolimer kitosan melalui modifikasi kimia dari chitosan dengan serat selulosa

20
menggunakan tiourea-formaldehida sebagai pengikat dengan adanya asam sulfat
sebagai katalis. Reaksi semacam itu menyebabkan kombinasi kedua karbohidrat
menjadi hibrida stabil terintegrasi. Reaksi kimia antara chitosan dan selulosa secara
silang dapat meningkatkan bukan hanya integritas mekanik hibrida yang dihasilkan
dan ketahanan terhadap media asam tetapi juga cangkok kopolimerisasi asam akrilat.
Akibatnya, dapat dihasilkan pembentukan komposit superabsorben aktif kimia yang
kuat. Penggunaan metode ini memiliki keunggukan seperti daya serap air yang tinggi
dan aktivitas kimia yang sangat baik dalam arti keberadaan chitosan dan rasio
pencangkokan tinggi secara simultan dari asam akrilat dan harga lebih murah dengan
adanya limbah biobased seperti selulosa(Zhou. 2018).
Periode kontak antara adsorben dan solusi adsorbat bawah agitasi merupakan
faktor penting dari mana waktu yang dibutuhkan untuk proses adsorpsi akan
diseimbangkan dapat ditugaskan. Gambar. 15 menunjukkan bahwa adsorpsi sangat
cepat dalam kasus ion divalen dan hampir selesai dalam awal 5 menit. Dalam kasus
Na +, serapan itu cukup cepat dan mencapai 52% dari konsentrasi awal dalam 5 menit.
Namun, mencapai kesetimbangan (hampir 41%) mengambil sekitar 10 menit untuk
dicapai.

Gambar. 2.15. Dampak waktu kontak pada penghapusan terpisah dari 20 mg / L dari
masing-masing ion logam dengan menggunakan 0,5 g / L dari ligan polimer pada pH
7,5-8.

21
Ketergantungan pada dosis ligan polimer untuk menghilangkan ion logam secara
terpisah juga diselidiki di kisaran 0,25-1,4 g / L sambil menjaga semua kondisi lain
konstan (Gambar. 16). Hal ini dapat jelas menunjukkan bahwa jumlah dihapus dari ion
logam dapat meningkat secara signifikan dengan peningkatan dosis ligan 0,25-0,5 g /
L. Urutan kenaikan dapat diatur agar ion logam berikut: Ca (II)> Mg (II)> Na (I).
Efisiensi penyerapan lebih lanjut dapat ditingkatkan dengan meningkatkan dosis
adsorben untuk 1 g / L dalam kasus Mg (II). Tidak ada peningkatan tambahan dalam
efisiensi removal untuk Ca (II) dan Na (I) bisa diperhatikan untuk dosis yang lebih
tinggi dari adsorben. Hal ini dijelaskan sebelumnya oleh Ngah et al. Terutama karena
partikulat interaksi dan agregasi yang mengarah ke runtuh dari jumlah situs adsorpsi.

Gambar 2.16. Dampak dosis ligan polimer pada penghapusan terpisah dari 20 mg / L
dari masing-masing ion logam setelah waktu kontak 5 menit.

Pengaruh konsentrasi ion logam awal dieksplorasi menggunakan konsentrasi ion


logam awal mencakup rentang 20-200 mg L-1 seperti yang ditampilkan di Gambar.
17, Yang mengungkapkan bahwa efisiensi removal runtuh secara ekstensif dengan
meningkatnya konsentrasi awal dari semua ion logam terutama di kisaran 20-100 mg
/ L. Peningkatan konsentrasi ion logam awal lebih dekat dengan kapasitas adsorpsi
dari adsorben diharapkan akan dikaitkan dengan penurunan penghapusan persen
hingga mencapai dataran tinggi pada konsentrasi awal yang tinggi

22
Gambar 2.17. Eect konsentrasi ion logam awal pada penghapusan terpisah dari ion
menggunakan 0,5 g / L dari ligan polimer dalam kasus Ca (II) dan Na (I) sedangkan 1
g / L dalam kasus Mg (II).
Seperti jelas dari Gambar. 2.11 bahwa adsorben polimer disiapkan (ligan) adalah
amfoter sehingga diharapkan bahwa khasiat penghapusan ligan ini menuju ion logam
akan menunjukkan ketergantungan yang tinggi pada pH. Dengan demikian,
penghapusan ion logam diselidiki dalam penelitian ini dipelajari pada nilai pH yang
berbeda dan hasilnya dikumpulkan dalamTabel 1. Kecenderungan umum dapat
diamati bahwa efisiensi serapan terhadap ion logam yang berbeda sangat ditingkatkan
dengan pergeseran pH dari 2 sampai mencapai maksimalisasi sekitar pH 8. Pada pH
2, situs koordinasi yang bertopeng sebagai mereka ada dalam bentuk tidak aktif
bekerja sebagai ligan (COOH dan NH3+). Dekat pH 4, kelompok COOH mulai ionisasi
dan kelompok amino tetap terprotonasi, sedangkan pada pH 8 baik mengkonversi ke
bentuk aktif dan menjadi siap koordinasi dengan ion logam (COO- dan NH2).
perangkat tambahan lebih besar dalam kasus Mg (II) (22,6%) diikuti oleh Na (I) (7%)
dan akhirnya Ca (II) (4,5%). Ini dapat mengungkapkan janji bahan ini untuk ion logam
terpisah istimewa dari campurannya secara kompetitif. Menariknya, ketika pH
awalnya disesuaikan pada nilai-nilai asam, itu berubah secara spontan selama
penghapusan dalam semua kasus ke arah dasar. Tingkat perubahan lebih besar ketika
pH asli lebih rendah (2 dan 4) yang menunjukkan bahwa proses penghapusan
melibatkan pertukaran simultan dengan internal K+. Asumsi ini dikonfirmasi oleh

23
deteksi kadar K+ dalam medium setelah mencapai keseimbangan, yang ditemukan
meningkatkan terasa (Zhou. 2018).

Tabel 1. Dampak pH terhadap adsorpsi berbeda logam ke 0,5 gm / L ligan polimer


pada 20 mg / L konsentrasi awal dan 2 waktu kontak h.
pH awal akhir pH Ce (mg / L) Penghapusan,%
++
𝐶𝑎
2 6,3 1,3 93,5
4 7,5 0,5 97,5
6 7,5 0,42 97,9
7,5 7,5 0,4 98
++
𝑀𝑔
2 6,18 10 50
4 7,6 sebesar 4,84 75,8
6 7,6 5,3 73,5
7,7 7,6 4,47 77,65
+
𝑁𝑎
2 6,8 11 45
4 7,8 10 50
6 8,0 9,8 51
8 8,0 9,6 52
(Zhou. 2018).

2.4 Karakteristik Polimer yang Dihasilkan dalam Penelitian


Analisis Parameter Polarisasi
1. Struktur kimia: Kopolimer
Karena terdapat lebih dari satu monomer yaitu selulosa, chitosa dan asam akrilat

2. Struktur polimer: crosslinked


Karena dilihat dari hasil penggabungan monomernya

24
3. Penataan ulang monomer : graf kopolimer
Karena dilihat dari hasil penggabungan monomer nya

4. Taksisitas : sindio taktik


Karena dilihat dari hasil penggabungan monomernya yang berulang

5. Jenis reaksi dan Sifat termal


a. Reaksi kondensasi
Termoset

25
b. Reaksi adisi
Termoplastik

6. Kekuatan molekul : elastomer


Karena hasil akhirnya berupa gel

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada makalah ini, adapun kesimpulannya yaitu:
1. Secara singkat mekanisme yaitu monomer kitosan dan selulosa akan diikat silang
dengang tiourea formaldehida (TUF) melalui reaksi kondensasi. Selanjutnya hasil
yang diperoleh direaksikan dengan kalium persulfat sebagai inisiator untuk
menghasilkan radikal. Dengan adanya radikal ini dapat beraksi secara adisi dengan
monomer asam akrilat. Asam akrilat ini berfungsi untuk membuat proses
penyerapannya menjadi lebih baik. Kemudian asam akrilat ini dapat dibuat
menjadi kalium akrilat dengan mereaksikanya menggunakan KOH melalui reaksi
oksidasi. Tujuannya untuk membuat hasil reaksi yang diperoleh lebih stabil.
Setelah semuanya tercampur maka dilanjutkan dengan penambahan
Methylenebisacrylamide (MBA) yang berfungsi sebangai pengikat silang dengan
bertujuan untuk membuat superabsorben yang dihasilkan dapat larut dalam air dan
mengikat logam sehingga dapat meninghilangkan kesadahan air.
2. Dari hasil pengujian morfologi permukaan hasil reaksi kitosan dengan asam akrilat
menggunakan Scanning Elektron Microskopy (SEM) kopolimer dari kitosan murni
bersifat non-koheren, longgar dan rapuh. Namun, pada penyambungan pada
hibrida yaitu asam akrilat, mekanis kopolimer menjadi lebih kuat dengan
permukaan berpori yang memungkinkan difusi ion logam yang ada di dalam air.
Menariknya, tidak ada partikel selulosa bebas dapat dideteksi secara bebas pada
permukaan hibrida yang mendukung hibridisasi kimia chitosan dan selulosa
sebelum okulasi.
3. Karakteristik polimerisasi dari polimer yang dihasilkan yaitu struktur kimia adalah
kopolimer, struktur polimer adalah crosslinked, penataan ulang monomer adalah
graf kopolimer, nilai taksisitas yaitu sindio taktik, jenis reaksi kondensasi memiliki
sifat termal termoset sedangkan jenis reaksi adisi memiliki sifat termal
termoplastik, serta kekuatan molekul adalah elastomer.

27
DAFTAR PUSTAKA

H. Essawy, M.B. Ghazy, F. Abd El-Hai, M.F. Mohamed, Superabsorbent hydrogels


via graft polymerization of acrylic acid from chitosan-cellulose hybrid and their
potential in controlled release of soil nutrients, Int. J. Biol. Macromol. 89 (2016)
144–151.

Liu, J. Wang. Q, Synthesis and characterization of chitosan-g-poly(acrylic acid)/


sodium humate superabsorbent, Carbohydr. Polym. 70 (2007) 166–173.

Pourjavadi, A. A. M. Harzandi, H. Hosseinzadeh, Modified carrageenan, 3. Synthesis


of a novel polysaccharide-based superabsorbent hydrogel via graft
copolymerization of acrylic acid onto kappa-carrageenan in air, Eur. Polym. J.
40 (2004) 1363–1370.

Zhou, X., Hisham A., E., Magdy F. M., Hanan S. I., Nabila S. A. Grafting
polymerization of acrylic acid onto chitosan-cellulose hybrid and application of
the graft as highly efficient ligand for elimination of water hardness: Adsorption
isotherms, kinetic modeling and regeneration. Journal of Environmental
Chemical Engineering. 6 (2018) 2137–2147.

Zuohao, Ma , Q. Li, Q. Yue, B. Gao, X. Xu, & Q. Zhong. 2010. Synthesis and
characterization of a novel superabsorbent based on wheat straw. Bioresource
Technology 102: 2853-2858.

28
PERTANYAAN DISKUSI

1. Pada jurnal ini sifat mekanis seperti apa yang dimodifikasi dan kenapa
harus dengan menggunakan selulosa?
Jawab:

Sifat mekanis yang dimodifikasi adalah keelastisitasannya dalam penyerapan ion


logam dalam air. Sedangkan digunakannya selulosa karena keberadaan selulosa
dialam melimpah sehingga cocok untuk dijadikan salah satu alternatif untuk
penyadahan air dan hal ini didukung juga dari struktur molekulnya yang mengandung
gugus OH yang mana dapat mengikat garam atau ion-ion logam diair. Berikut struktur
selulosa:

2. Coba anda jelaskan hasil yang diperoleh dengan pengujian menggunakan


SEM dan FTRI yang terdapat didalam jurnal?
Jawab:
Pengujian dengan menggunakan SEM menunjukan bahwa mekanis kopolimer
menjadi lebih kuat dengan permukaan berpori yang memungkinkan difusi ion logam
yang ada di dalam airdan tidak ada partikel selulosa bebas dapat dideteksi secara bebas
pada permukaan hibrida yang mendukung hibridisasi kimia chitosan dan selulosa
sebelum okulasi (Gambar 2.12 b). Pada awalnya kopolimer graft dari kitosan murni
bersifat non-koheren, longgar dan rapuh seperti pada Gambae 2.12 a. Pada Gambar
2.12 c menunjukkan ligan polimer sebagai fungsi dari pH yang dapat dilihat seperti
pada Tabel 1.

29
Tabel 1. Pengukuran potensial zeta (CTS / Telepon) -g-PAA pada pH yang berbeda
No pH Potensial Zeta
1 2 426 mV
2 4 -2,3 mV
3 6 -4,3 mV
4 8,5 -2,5 mV
Selanjutnya pengujian dengan menggunakan FTIR pada CTS/Sel g-PAA
menunjukkan bahwa sebelum pengikatan dengan ion logam, hasil pencangkokan
menunjukkan pita lebar di 3000-3852 cm-1 yang mewakili tumpang tindih OH dan
NH. Puncak di 2928 cm-1 menegaskan C-H peregangan sedangkan puncak pada 1715
cm-1 berafiliasi dengan C=O rantai asam poliakrilat dicangkokkan pada tulang
punggung hibrida. Band diposisikan pada 1632 juga menunjukkan OH peregangan
sedangkan puncak pada 1412 cm-1 berhubungan dengan Cen peregangan.
Selanjutnya, band di 1162 cm-1 mengacu pada C-O-C peregangan. Secara ringkas
hasil ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. spektrum (CTS / Telepon) -g-PAA pada peregangan ikatan
No Wavenumber Peregangan Ikatan
1 C-H 2928 cm-1
2 C=O 1715 cm-1
3 O-H 1632 cm-1
4 C-N 1412 cm-1
5 C-O-C 1162 cm-1

3. Apakah asam akrilat itu sebagai monomer atau inisiator? Dan kenapa
asam akrilat tersebut mengalami reaksi adisi bukankah itu hanya terjadi
pada homopolimer?
Jawab:
Dalam jurnal ini asam akrilat bertindak sebagai monomer sedangkan yang
bertindak sebagai inisiator adalah kalium persulfat (K2S2O4). Dalam jurnal ini juga
dijelaskan bahwa asam akrilat tersebut bereaksi dengan ikatan chitosan dan selulosa
mengalami reaksi adisi karena adanya pemutusan ikatan rangkat menjadi ikatan
tunggal yang terjadi pada struktur asam akrilat. Perlu digaris bawahi pada reaksi adisi

30
tidaklah selalu terjadi hanya pada homopolimer saja karena yang menjadi kunci dari
reaksi adisi adalah ikata rangkap dalam struktur monomer, dan dalam reaksi
kondensasi adalah keberadaan gugus fungsi. Berikut reasi yang terjadi:

31

Anda mungkin juga menyukai