Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Agni Sjakhya Putri 3311171018
Khansa Firas Sudrajat 3311171019
Luthfiyah Nurazizah 3311171026
Helga Nitulo Berliana L. 3311171031
Suci Lelyana Ulba 3311171032
Sheyla Ulfah Hansya 3311171044
Farmasi A 2017
Kelompok 3
Jam Praktikum 10.00 - 12.50
Asisten Pembimbing :
Afif Abdulbasith, M.Si., Apt.
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
CIMAHI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam
(dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat cair) .
Fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan,
jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fase gerak dapat berupa zat
cair dan gas maka ada empat macam sistem kromatografi.
1. Fase gerak zat cair–fase diam padat
Kromatografi lapis tipis
Kromatografi penukar ion
2. Fase gerak gas–fase diam padat
Kromatografi gas padat
3. Fase gerak zat cair–fase diam zat cair
Kromatografi cair kinerja tinggi
4. Fase gerak gas–fase diam zat cair:
Kromatografi gas cair
Kromatografi kolom kapiler
METODOLOGI PERCOBAAN
Eluen
3. 3. 2. Prosedur Percobaan
1) Setiap bejana kromatografi harus dijenuhkan terlebih dahulu degan satu jenis eluen
(eluen A atau eluen B), dengan cara memasukkan eluen ke dalam bejana kemudian
didiamkan selama 24jam (bejana besar) atau 30 menit (untuk bejana kecil/mikro).
Hitung jumlah eluen yang dibutuhkan.
2) Pelat KLT disiapkan, dengan ukuran tertentu.
3) Tentukan garis awal peotolan zat pada pelat KLT seperti pada gambar. Garis ini
bergina sebagai acuan untuk tempat penotolan zat, garis ini tidak boleh terendam
dalam eluen. Untuk KLT mikro, jarak garis batas (awal dan akhir) dengan tepi pelat
KLT sekitar 0,5 – 1,0 cm. garis awal dan batas akhir eluen diperjelas dengan pensil
(tidak boleh dengan tinta pulpen).
4) Lakukan penotolan zat (sampel atau pembanding) dilakukan pada garis awal sebanyak
3 kali menggunakan pipa kapiler. Setiap menotolkan zat, harus dikeringkan dengan
bantuan pengering agar diameter bercak penotolan kurang dari 3mm. untuk setiap
jenis pembanding atau sampel menggunakan pipa kapiler yang berbeda.
5) Lakukan proses elusi sampai eluen membasahi seluruh permukaan fasa diam menuju
garis batas akhir.
6) Setelah garis akhir tercapai, kromatogram dikeluarkan dari bejana, kemudian
dikeringkan dengan diangin-anginkan.
7) Kromatogram yang sudah kering diamati dengan cara:
a) Pengamatan bercak di bawah Lampu UV
b) Pengamtan bercak dengan penampak bercak yang disediakan
8) Nilai Rf setiap bercak (pembanding dan sampel) dihitung, kemudian dianalisis jenis
sampelnya.
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒕𝒆𝒎𝒑𝒖𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒄𝒂𝒌
𝑹𝒇 =
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒕𝒆𝒎𝒑𝒖𝒉 𝒆𝒍𝒖𝒆𝒏
Rf.1 = (jarak b/jarak p)
Rf.2 = (jarak c/jarak p)
Jarak b dan c diukur dari garis awal (a) sampai titik berat setiap bercak
𝑹𝒇 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
𝑹𝒈 =
𝑹𝒇 𝒑𝒆𝒎𝒃𝒂𝒏𝒅𝒊𝒏𝒈
9) Berikan kesimpulan dan saran.
BAB IV
2 Pelat KLT disiapkan, dengan ukuran tertentu Pelat KLT berukuran 7x4 cm
3 Ditentukan garis awal penotolan zat pada pelat KLT Jarak garis batas awal dan
akhir dengan tepi pelat KLT
adalah 0,5 dan 1 cm
Eluen bergerak/merembes ke
bagian atas lempeng
6 Kromatogram yang sudah kering di amati di bawah
lampu UV
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pemisahan senyawa sulfa melalui kromatografi
lapis tipis (KLT). Kromatografi adalah metode yang digunakan untuk pemisahan
komponen dari suatu campuran dimana komponen akan terdistribusi antara 2 fase, yaitu
fase diam dan fase gerak. Pada KLT, pemisahan berlangsung di atas adsorben yang
melekat tipis pada lempeng inert. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mengidentifikasi senyawa apa saja yang terkandung dalam sampel. Prinsip dari
pecobaan ini adalah berdasarkan adanya perbedaan kepolaran senyawa.
Fase diam yang digunakan adalah silica gel. Silica gel merupakan serbuk padat
yang bersifat polar, sifat polar ini akan mengadsorpsi senyawa yang juga polar, senyawa
polar akan berada di bagian bawah kromatogram karena teradsorpsi oleh fase diam.
Sedangkan fase gerak yang digunakan ada 2, yang pertama (eluen A) terdiri dari n-
heksan, kloroform, dan butanol dengan perbandingan (1:1:1) dan yang kedua (eluen B)
terdiri dari metanol dan kloroform dengan perbandingan (5:95). Fase gerak yang
digunakan merupakan pelarut organik, karena pelarut organik bersifat volatil/mudah
menguap sehingga kromatogram cepat kering ketika akan di analisis. Fase gerak ini
terdiri dari campuran senyawa yang bersifat polar dan non polar, hanya saja
persentasenya yang berbeda. N-heksan dan kloroform bersifat polar, sedangkan butanol
dan metanol bersifat polar. Eluen A bersifat lebih non polar dibanding eluen B karena
persentase senyawa yang bersifat non polar (n-heksan & kloroform) lebih besar dari
senyawa polar (butanol), begitupun sebaliknya, eluen B bersifat lebih polar dari eluen
A karena persentase senyawa yang bersifat polar (butanol) lebih besar dari senyawa non
polar (kloroform).
Sebelum dilakukan elusi sampel, chamber terlebih dahulu dijenuhkan dengan
fase gerak. Tujuan penjenuhan ini agar sampel maupun pembanding dapat dipartisi
dengan mudah oleh eluen.
Setelah chamber dijenuhkan, dilakukan penotolan sampel pada fase diam.
Pemisahan yang optimal apabila penotolan sampel dilakukan sekecil dan sesempit
mungkin, karena jika terlalu banyak dan lebar maka resolusi akan turun. Selain itu jika
penotolan dilakukan pada tempat yang salah, maka akan menimbulkan bercak yang
menyebar dan puncak ganda. Pada praktikum yang kami lakukan, sampel ditotolkan
sebanyak 3-5 kali menggunakan pipa kapiler agar menghasilkan noda bediameter 3
mm. Pada saat penotolan, sebaiknya tidak lakukan hanya satu kali karena jika dilakukan
satu kali dikhawatirkan pada saat elusi, sampel dan pembanding akan hilang sehingga
tidak akan tampak terlihat pada sinar UV.
Setelah proses pengembangan selesai, kemudian dilakukan deteksi bercak
menggunakan cara fisikokimia, yaitu dengan menggunakan sinar UV dan dengan
direaksikan dengan reagen P-DAB HCl.
Sampel di amati di bawah lampu UV 254, hal ini dikarenakan sampel dan
pembanding yang digunakan tidak berwarna dan noda tidak akan tampak jika dilihat
langsung oleh mata di bawah cahaya normal. Setelah diamati di bawah lampu sinar UV
254, diperoleh 4 noda yang berfluoresensi warna kuning.
P-DAB HCl digunakan sebagai pereaksi karena merupakan reagen khusus
golongan sulfonamida, yang jika direaksikan akan menghasilkan warna kuning-jingga.
Pada kromatogram yang di elusi eluen A, jarak yang di tempuh sampel 1 adalah 4,4 cm,
jarak yang di tempuh sampel 2 adalah 3,8 cm, jarak yang di tempuh pembanding 1
adalah 2 cm, jarak yang di tempuh pembanding 2 adalah 4,4 cm, jarak yang di tempuh
pebanding 3 adalah 3,9 cm. Pada kromatogram yang di elusi eluen B, jarak yang di
tempuh sampel 1 adalah 0,6 cm, jarak yang di tempuh sampel 2 adalah 0,2 cm, jarak
yang di tempuh pembanding 1 adalah 0,3 cm, jarak yang di tempuh pembanding 2
adalah 0,2 cm, jarak yang di tempuh pembanding 3 adalah 0,4 cm.
Dari besar jarak tersebut, dapat dihitung nilai Rf. Rf merupakan perbandingan
jarak yang ditempuh solut dengan yang ditempuh fase gerak. Nilai Rf merupakan
derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Nilai Rf yang besar menandakan
bahwa senyawa tersebut memiliki daya pisah zat terhadap solvent pada kondisi
maksimum, sedangkan nilai Rf yang kecil menandakan bahwa solvent memiliki daya
pisah zat yang minimum. Bila nilai Rf sama maka senyawa tersebut memiliki ciri yang
sama, sedangkan jika nilai Rf berbeda maka senyawa tersebut berbeda. Nilai Rf eluen
A sampel 1 adalah 0,8, Nilai Rf sampel 2 adalah 0,69, Nilai Rf pembanding 1 adalah
0,36, Nilai Rf pembanding 2 adalah 0,8, Nilai Rf pembanding 3 adalah 0,709. Nilai Rf
eluen B sampel 1 adalah 0,109, Nilai Rf sampel 2 adalah 0,36, Nilai Rf pembanding 1
adalah 0,05, Nilai Rf pembanding 2 adalah 0,36, Nilai Rf pembanding 3 adalah 0,72.
Pada eluen A, nilai Rg sampel 1 dengan pembanding 2 adalah 1, nilai Rg sampel
2 dengan pembanding 3 adalah 0,97. Sedangkan pada eluen B, nilai Rg sampel 1 dengan
pembanding 2 adalah 1, nilai Rg sampel 2 dengan pembanding 3 adalah 0,5.
Dapat disimpulkan bahwa senyawa sampel tersebut mengandung 2 senyawa
obat yaitu sulfametoksazol dan sulfadimidin karena Rf antara sampel dengan
pembanding hampir sama dan nilai Rgnya besar.
Adapun faktor kesalahan yang dapat terjadi dari praktikum KLT adalah apabila
konsentrasi dan komposisi larutan yang digunakan tidak sesuai maka akan
mengganggu nilai Rf. Pada saat tidak terbentuknya noda bulat sempurna, hal ini juga
dapat disebakan oleh -senyawa asing dan pencemaran pada pelarut yang digunakan
(wadah yang digunakan kotor) ataupun adanya partikel lain yang menempel pada
lempeng. tidak sesuainya perbandingan eluen yang digunakan berdasarkan prosedur
yang sudah ada, eluen yang digunakan tingkat kepolaranya rendah (semakin polar eluen
maka semakin mudahterserap) ,eluen tidak dijenuhkan sebelum proses KLT, eluen
melewati tanda batas pada lempeng tipis, dan jika Chamber tidak ditutup.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
sampel nomor 3 mengandung senyawa Sulfametoksazol dan Sulfadimidin serta
berflouresensi pada 254 nm yang memberikan warna kuning gelap.
5.2 Saran
Untuk praktikan selanjutnya, diharapkan agar lebih berhati – hati dalam proses elusi
dan pengukuran RF serta RG.
DAFTAR PUSTAKA
1. Foto
(Chamber) eluen A
2. Perhitungan Rf dan Rg
I. Volume Eluen
1. Eluen A
1
a. N-heksan = 3 𝑥 6 𝑚𝑙 = 2 𝑚𝑙
1
b. CHCL3 = 3 𝑥 6 𝑚𝑙 = 2 𝑚𝑙
1
c. Butanol = 3 𝑥 6 𝑚𝑙 = 2 𝑚𝑙
2. Eluen B
5
a. Metanol = 100 𝑥 4 𝑚𝑙 = 0,2 𝑚𝑙
5
b. CHCL3 = 100 𝑥 4 𝑚𝑙 = 3,8 𝑚𝑙
c. Rf Pembanding 3
Jarak yang ditempuh bercak 3,9 cm
(Sulfadimidin) = = = 0,7 𝑐𝑚
Jarak yang ditempuh eluen 5,5 cm
3. Rg Eluen A
Rf Sampel 1 0,8 cm
a. Rg Sampel 1 = Rf = 0,8 = 1 𝑐𝑚
Pembanding 2 cm
Rf Sampel 1 0,8 cm
Rg Sampel 1 = Rf = 0,7 = 1,14 𝑐𝑚
Pembanding 3 cm
Rf Sampel 2 0,69 cm
b. Rg Sampel 2 = Rf = = 0,86 𝑐𝑚
Pembanding 2 0,8 cm
Rf Sampel 2 0,69 cm
Rg Sampel 2 = Rf = = 0,97 𝑐𝑚
Pembanding 3 0,7 cm
3. Rg Eluen A
Rf Sampel 1 0,1 cm
a. Rg Sampel 1 = Rf = 0,36 = 0,27 𝑐𝑚
Pembanding 2 cm
Rf Sampel 1 0,1 cm
Rg Sampel 1 = Rf = 0,72 = 0,13 𝑐𝑚
Pembanding 3 cm
Rf Sampel 2 0,36 cm
b. Rg Sampel 2 = Rf = 0,36 = 1 𝑐𝑚
Pembanding 2 cm
Rf Sampel 2 0,36 cm
Rg Sampel 2 = Rf = 0,72 = 0,5 𝑐𝑚
Pembanding 3 cm