Yulya Winancy (G50117008)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

Peramalan Curah Hujan Sulawesi Tengah Tahun 2005-2013

Untuk Enam Bulan Ke Depan Menggunakan Metode ARIMA

A. Tinjauan Pustaka
A.1 Pengertian Metode

Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model


yang secara penuh mengabaikan independen variabel dalam membuat
peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari
variabel dependen untuk menghasilkan pearamalan jangkapendek yang
akurat. ARIMA cocok jika observasi dari deret waktu (Time Series)
secara statistik berhubungan satu sama lain (dependent). ARIMA sangat
baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek, yang tidak
membentuk suatu model struktural baik itu persamaan tunggal atau
simultan yang berbasis kepada teori ekonomi atau logika.

A.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk plot dari data curah hujan Sulawesi Tengah tahun
2005-2013?
2. Bagaimana model ARIMA yang terbentuk?
3. Bagaimana hasil peramalan curah hujan Sulawesi Tengah tahun
2005-2013 enam bulan selanjutnya?

A.3 Tahap-tahap
Tahap-tahap meramalkan data menggunakan Metode Winter dengan
aplikasi minitab :
1. Membuat plot data
2. Apabila data berpola musiman trend atau data telah stasioner,
maka dapat dilakukan peramalan dengan metode ARIMA.
Namun, jika datanya belum stasioner, maka stasionerkan data
dengan melakukan differencing.
3. Mengidentifikasi model tentatif
4. Pemodelan
5. Pendugaan parameter
6. Melakukan Pengujian diagnostik
7. Peramalan / Forecasting.

B. Hasil dan Pembahasan


B.1 Plot Awal

Time Series Plot of Curah Hujan


350

300

250
Curah Hujan

200

150

100

50

Month Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan Jan
Year 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Interpretasi:
Berdasarkan plot diatas dapat diketahui bahwa data curah hujan sulawesi
tengah tahun 2005-2013 tidak stasioner, maka dilakukan penstasioneran
terhadap ragam dan rata-rata.

B.2 Penstasioneran Terhadap Ragam


Setelah di lakukan transformasi Box-Cox sebanyak dua kali maka plot
yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Box-Cox Plot of trans 1
0.01256 Lambda
(using 95.0% confidence)
Estimate 1.00
0.01252 Lower CL *
Upper CL *

Rounded Value 1.00

0.01248
StDev

0.01244

0.01240

-5.0 -2.5 0.0 2.5 5.0


Lambda

Interpretasi:
Berdasarkan plot di atas dapat diketahui bahwa Rounded Value bernilai
1, yang berarti data pada transformasi yang ke dua ini telah stasioner
terhadap ragam.

B.3 Penstasioneran Terhadap Rata-rata


Pada penstasioneran terhadap rata-rata dapat dilakukan dengan melihat
plot ACF dan PACF.
1. Plot ACF
Setelah dilakukan differencing sebanyak satu kali maka diperoleh
plot ACF sebagai berikut:

ACF2

1.0
0.8
0.6

0.4
Autocorrelation

0.2
0.0

-0.2
-0.4

-0.6
-0.8
-1.0

1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Lag
Interpretasi:
Berdasarkan plot ACF diatas dapat dilihat LAG yang melewati garis
selang kepercayaan yaitu LAG 1, 3, 4, dan 6. Maka nilai MA (q)
adalah 1, 3, 4, dan 6. Karena plot ACF di atas dihasilkan dari
difference sebanyak satu kali maka dapat diketahui bahwa nilai
Integrated (d) adalah 1.
2. Plot PACF

PACF1

1.0
0.8
0.6
Partial Autocorrelation

0.4
0.2
0.0

-0.2
-0.4

-0.6
-0.8
-1.0

1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Lag

Interpretasi:
Berdasarkan plot PACF diatas dapat dilihat LAG yang melewati garis
selang kepercayaan yaitu LAG 1, 3, 4, 22, dan 28. Maka nilai AR (p)
adalah 1, 3, 4, 22, dan 28.

B.4 Identifikasi Model Tentatif


Berdasarkan hasil identifikasi model, diperoleh nilai ACF yang
mengindikasikan model MA (1, 3, 4, 6) dan diperoleh pula nilai PACF
yang mengindikasikan AR (1, 3, 4, 22, 28) dengan jumlah differencing
sebanyak satu (1) kali. Berdarkan hasil tersebut maka diperoleh 20 model
sementara yang dapat dijadikan alternatif untuk memilih model terbaik
yaitu ARIMA (1,1,1), ARIMA (1,1,3), ARIMA (1,1,4), ARIMA (1,1,6),
ARIMA (3,1,1), ARIMA (3,1,3), ARIMA (3,1,4), ARIMA (3,1,6),
ARIMA (4,1,1), ARIMA (4,1,3), ARIMA (4,1,4), ARIMA (4,1,6),
ARIMA (22,1,1), ARIMA (22,1,3), ARIMA (22,1,4), ARIMA (22,1,6),
ARIMA (28,1,1), ARIMA (28,1,3), ARIMA (28,1,4), dan ARIMA
(28,1,6). Dengan bantuan software MINITAB, diperoleh estimasi
parameter dari beberapa model ARIMA yang Lag nya kurang dari atau
sama dengan 5 kerana pada aplikasi MINITAB tidak dapat menganalisis
Lag lebih dari 5.
Tabel 4.1 Estimasi Model ARIMA
Model P-Value Kesimpulan
ARIMA AR(1) 0,000 Signifikan
(1,1,1) MA(1) 0,000 Signifikan
ARIMA AR(1) 0,922 Tidak Signifikan
(1,1,3) MA(1) 0,757 Tidak Signifikan
MA(2) 0,562 Tidak Signifikan
MA(3) 0,819 Tidak Signifikan
ARIMA AR(1) 0,393 Tidak Signifikan
(1,1,4) MA(1) 0,941 Tidak Signifikan
MA(2) 0,055 Tidak Signifikan
MA(3) 0,349 Tidak Signifikan
MA(4) 0,363 Tidak Signifikan
ARIMA AR(1) 0,998 Tidak Signifikan
(3,1,3) AR(2) 0,960 Tidak Signifikan
AR(3) 0,865 Tidak Signifikan
MA(1) 0,902 Tidak Signifikan
MA(2) 0,927 Tidak Signifikan
MA(3) 0,881 Tidak Signifikan
ARIMA AR(1) 0,000 Signifikan
(3,1,4) AR(2) 0,000 Signifikan
AR(3) 0,355 Tidak Signifikan
MA(1) 0,000 Signifikan
MA(2) 0,000 Signifikan
MA(3) 0,058 Tidak Signifikan
MA(4) 0,000 Signifikan
ARIMA AR(1) 0,000 Signifikan
(4,1,1) AR(2) 0,000 Signifikan
AR(3) 0,000 Signifikan
AR(4) 0,002 Signifikan
MA(1) 0,000 Signifikan
ARIMA AR(1) 0,000 Signifikan
(4,1,3)AR(2) 0,068 Tidak Signifikan
AR(3) 0,711 Tidak Signifikan
AR(4) 0,030 Signifikan
MA(1) 0,000 Signifikan
MA(2) 0,617 Tidak Signifikan
MA(3) 0,058 Tidak Signifikan
ARIMA AR(1) 0,258 Tidak Signifikan
(4,1,4) AR(2) 0,002 Signifikan
AR(3) 0,504 Tidak Signifikan
AR(4) 0,009 Signifikan
MA(1) 0,707 Tidak Signifikan
MA(2) 0,026 Signifikan
MA(3) 0,000 Signifikan
MA(4) 0,539 Tidak Signifikan

Pengujian signifikansi parameter untuk model ARIMA adalah:


Rumusan Hipotesis untuk parameter model AR(i) :
𝐻0 : 𝜙𝑖 = 0
𝐻0 : 𝜙𝑖 ≠ 0
Rumusan Hipotesis untuk parameter model MA(i):
𝐻0 : 𝜙𝑖 = 0
𝐻0 : 𝜙𝑖 ≠ 0
Taraf Signifikansi : α=5%
Statistik Uji :
̂
∅ ̂
𝜃
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑆𝐸(∅̂) atau 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑆𝐸(𝜃̂)

Daerah Penolakan :

𝐻0 ditolak jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑡𝛼⁄2 atau dengan menggunakan P-value, yakni

tolak 𝐻0 jika nilai P-value < 𝛼.

Kesimpulan:
Berdasarkan uji hipotesis AR(i) dan MA(i) maka kesimpulannya
parameter model ARIMA (1,1,1) dan ARIMA (4,1,1) adalah signifikan,
karena model memiliki parameter-parameter model dengan nilai P-value
< 𝛼. Artinya model ARIMA (1,1,1) dan ARIMA (4,1,1) adalah model
yang digunakan pada tahap selanjutnya untuk dilakukan pengujian
diagnostik.

B.5 Pengujian Diagnostik


Terdapat asumsi yang harus dipenuhi agar suatu model ARIMA
dinyatakan mampu mewakili pola data, yaitu residual white noise dan
residual berdistribusi normal. Asumsi nilai residual white noise berarti
bahwa nilai residual dari model memiliki dua sifat, yaitu identik dan
independen. Sifat identik berarti varians nilai residual bernilai konstan,
semetara sifat independen berarti bahwa nilai residual dari model tidak
berkorelasi. Berdasarkan model yang didapat pada proses sebelumnya,
dihitung nilai residual dari setiap model. Nilai Residual yang didapat
dari model ARIMA dinyatakan sudah memenuhi asumsi white noise dan
berdistribusi normal ketika telah memenuhi syarat pengujian. Agar lebih
jelasnya, berikut adalah pengujian asumsi Residual White Noise dan
Residual berdistribusi Normal.
1. Pengujian Residual White Noise
Pengujian asumsi residual white noise pada laporan ini dilakukan
dengan Uji Ljung-Box menggunakan aplikasi Minitab. Hasilnya
sebagai berikut.

Tabel 4.2 Statistik Ljung-Box Nilai Residual Model ARIMA


Model Lag P-Value Kesimpulan
12 0,567
ARIMA 24 0,848
White Noise
(1,1,1) 36 0,717
48 0,768
12 0,048
ARIMA 24 0,237 Tidak White
(4,1,1) 36 0,069 Noise
48 0,231

Pengujian hipotesis Residual White Noise adalah :


Hipotesis `:
𝐻0 : Residual memenuhi syarat white noise.
𝐻1 : Residual tidak memenuhi syarat white noise.
Taraf Signifikansi α=5%
Daerah penolakan :
𝐻0 ditolak jika P-value <α.
Kesimpulan :
Setelah dilakukan pengujian residual white noise, diperoleh
kesimpulan bahwa hanya ada satu model yang memiliki residual yang
memenuhi syarat white noise, yaitu model ARIMA (1,1,1). Sehingga
pada model ini dilakukan pengujian kecukupan model tahap
selanjutnya yaitu pengujian kenormalan residual.

2. Pengujian Residual berdistribusi Normal


Pengujian asumsi residual berdistribusi normal pada laporan ini
dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan aplikasi
Minitab. Hasilnya sebagai berikut.

Probability Plot of Curah Hujan


Normal
99.9
Mean 60.16
StDev 58.16
99 N 108
KS 0.153
95 P-Value <0.010
90
80
70
Percent

60
50
40
30
20
10
5

0.1
-100 0 100 200 300 400
Curah Hujan

Pengujian hipotesis Residual berdistribusi normal adalah :


Hipotesis `:
𝐻0 : Residual model ARIMA (1,1,1) berdistribusi normal.
𝐻1 : Residual model ARIMA (1,1,1) tidak berdistribusi normal.
Taraf Signifikansi α=5%
Daerah penolakan :
𝐻0 ditolak jika P-value <α.
Kesimpulan :
Kesimpulannya karena nilai P-value=0,010 untuk model ARIMA
(1,1,1) lebih kecil daripada α=0,05 maka 𝐻0 ditolak. Kesimpulan
Residual model ARIMA (1,1,1) tidak berdistribusi normal.

B.6 Peramalan (Forecasting)


Hasil peramalan dari model ARIMA (1,1,1) untuk data curah hujan
Sulawesi Tengah tahun 2005-2013 enam bulan selanjutnya adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.2 Nilai-nilai Ramalan Data
Curah Hujan Sulawesi Tengah Tahun 2005-2013
t Bulan Peramalan
109 January 150.257
110 February 130.551
111 March 123.940
112 April 122.156
113 May 122.150
114 June 122.800

C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Bentuk plot dari data Curah Hujan Sulawesi Tengah Tahun 2005-2013
tidak berpola stasioner sehingga dilakukan penstasioneran terhadap ragam
dan variansnya.
2. Dari pembentukan model ARIMA pada data Curah Hujan Sulawesi
Tengah Tahun 2005-2013 yang dilakukan terdapat satu model terbaik
yaitu model ARIMA (1,1,1).
3. Peramalan Curah Hujan Sulawesi Tengah Tahun 2005-2013 untuk enam
bulan periode selanjutnya secara berturut turut adalah 150.257, 130.551,
123.940, 122.156, 122.150, 122.800.

Anda mungkin juga menyukai