Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21831/pep.v22i1.19638
sebanyak 26.119.000 murid, masih ada 75% diketahui variabel-variabel kebijakan yang
yang tidak memenuhi SPM. Terdapat puluh- mempengaruhi keberhasilan suatu kebijak-
an ribu sekolah yang masih dalam kondisi an. Dengan demikian dapat diidentifikasi
rusak. Jumlah ruang kelas SD dan SMP yang tentang tujuan-tujuan dari program utama
rusak berat diperkirakan mencapai 739,741. yang potensial untuk tercapai, mengapa tu-
Kondisi ini mengindikasikan bahwa SPM juan itu harus dicapai dan bagaimana men-
belum sepenuhnya terimplementasi di selu- capainya. Kedua, Kepatuhan. Kepatuhan
ruh daerah. Hasil penelitian Hermawan berfungsi untuk melihat apakah tindakan
(2011, pp. 619–634), menunjukkan bahwa yang dilakukan oleh pelaku (birokrasi mau-
hanya 23 sekolah (52,27%) yang telah men- pun pelaku lain) sesuai dengan standar dan
capai standar nasional pendidikan (SNP), se- prosedur yang ditetap-kan oleh kebijakan.
dangkan 21 sekolah (47,73%) lainnya belum Ketiga, Fungsi auditing. Ini berfungsi untuk
mencapai. Berdasarkan fakta empirik ini, melihat apakah output benar-benar sampai
perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui ke tangan kelompok sasaran maupun pene-
faktor-faktor apa yang menjadi penyebab rima lain (individu, organisasi, dll) yang di-
sehingga target SPM belum terpenuhi. maksud oleh pembuat kebijakan. Keempat,
Permasalahan tersebut sangat menarik Akunting. Fungsi ini adalah untuk melihat
perhatian untuk diteliti mengingat: (1) kebi- apakah akibat sosial ekonomi dari kebijakan
jakan tentang implementasi SPM khususnya tersebut. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
pada satuan sekolah jenjang SD merupakan tujuan evaluasi kebijakan pada dasarnya ada-
masalah yang aktual, (2) kebijakan dan prog- lah: (1) untuk me-ngetahui proses pembuat-
ram yang tidak dievaluasi implementasinya an kebijakan, (2) untuk mengetahui proses
maka tidak akan diketahui kelemahan dan implementasi, (3) untuk mengetahui konse-
kelebihannya dalam rangka pengembangan, kuensi kebijakan, dan (4) untuk mengetahui
kelanjutan, atau pemberhentian program efektivitas dampak kebijakan (Wibawa,
tersebut. Prabuningrat, & Pramusinto, 1994, pp. 9–
Berdasarkan permasalahan dan argu- 10).
men tersebut perlu dikembangkan sebuah Untuk melakukan evaluasi diperlukan
model evaluasi yang tepat yakni; “Model model evaluasi tertentu. Worthen &
Evaluasi Implementasi Kebijakan SPM Sanders (1973, p. 20) mengemukakan eva-
pada Satuan Pendidikan Jenjang SD di luasi program adalah suatu proses meng-
Kabupaten Pesawaran”. identifikasi dan mengumpulkan informasi
Menurut Dunn (1998, pp. 608–610) untuk membantu para pengambil keputusan
secara umum istilah evaluasi dapat disama- dalam memilih berbagai alternatif keputus-
kan dengan penaksiran (appraisal), pemberi- an. Sudjana (2006, p. 51) mengemukakan,
an angka (rating) dan penilaian (assesment) se- model evaluasi program mencakup lebih
bagai usaha untuk menganalisis hasil kebi- dari 50 jenis yang telah dan sedang diguna-
jakan. Rossi & Freeman (1982, p. 4) meng- kan dalam evaluasi program. Model-model
klasifikasikan tiga besar evaluasi kebijakan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam
yaitu: (a) evaluasi pada tahap rancangan dan enam kategori yaitu: (1) model evaluasi ter-
konseptualisasi program; (b) evaluasi pada fokus pada pengambilan keputusan; (2) mo-
tahap implementasi program (monitoring dan del evaluasi terhadap unsur-unsur program;
akuntabilitas); (c) evaluasi pada tahap ke- (3) model evaluasi terhadap jenis/tipe ke-
gunaan program (pengukuran efisiensi dan giatan program; (4) model evaluasi terhadap
impact). Kemudian berdasar fungsinya, eva- proses pelaksanaan program; (5) model eva-
luasi kebijakan dibedakan menjadi empat. luasi terhadap pencapaian tujuan program;
Pertama, Eksplanasi. Dalam eksplanasi dapat dan (6) model evaluasi terhadap hasil dan
dibuat suatu gambaran tentang pola-pola hu- pengaruh program. Berdasarkan telaah ten-
bungan antarberbagai demensi realita yang tang evaluasi kebijakan (policy evaluation) di
dapat diamatinya. Melalui Eksplanasi dapat atas, maka harus difahami bahwa untuk me-
lakukan evaluasi kebijakan kita harus mela- dimaksudkan oleh Jones adalah pembentu-
kukan pilihan-pilihan terhadap beberapa hal kan atau penataan kembali sumber daya,
agar pelaksanaan evaluasi terfokus dan sesu- unit-unit serta metode untuk menjadikan
ai dengan fenomena yang akan kita evaluasi. program berjalan. Dalam pelaksanaan sebu-
Pilihan-pilihan yang dimaksud adalah pilih- ah kebijakan tentu diperlukan adanya or-
an evaluasi menurut tahapannya, menurut ganisasi agar pekerjaan dapat dilaksanakan.
bentuk, menurut fungsi, menurut tujuannya, Selain hal tersebut bahwa implemen-
menurut model, dan menurut scope-nya. tasi sebuah kebijakan akan sangat dipeng-
Istilah kebijakan secara sederhana da- aruhi berbagai faktor. Faktor-faktor yang
pat diartikan sebagai “pedoman untuk ber- berpengaruh terhadap implementasi kebijak-
tindak”. Kebijakan dalam maknanya seperti an yang dikemukakan beberapa ahli dianta-
ini bisa berupa suatu deklarasi mengenai ranya; Grindle (1980), Mazmanian &
suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah Sabatier (1986), Edwards III (1980), Van
tindakan tertentu, suatu program mengenai Meter & Van Horn (1973), Cheema &
aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu renca- Rondinelli (1983), dan Koster (2000). Me-
na. Dengan kata lain kebijakan juga dapat nurut peneliti, beberapa faktor yang mem-
merupakan ketentuan–ketentuan yang harus pengaruhi implementasi kebijakan sebagai-
dijadikan acuan, pedoman, pegangan, dan mana pendapat para ahli di atas, jika dike-
petunjuk serta cara bagi setiap usaha dan lompokkan terdapat kesamaan 4 (empat) as-
kegiatan sehingga tercapai kelancaran dan pek utama sebagai faktor pendukung imple-
keterpaduan dalam mencapai tujuan terten- mentasi kebijakan yaitu: (a) aspek yang ter-
tu. Implementasi kebijakan merupakan sa- kait dengan kondisi lingkungan; (b) aspek
lah satu tahapan dalam keseluruhan proses yang terkait dengan isi kebijakan; (c) aspek
kebijakan yaitu tahap formulasi, tahap im- yang terkait dengan karakteristik organisasi
plementasi, dan tahap evaluasi yang berlang- pelaksana; (d) aspek yang terkait dengan
sung dalam suatu sistem kebijakan yang karakteristik kelompok sasaran (target group).
komplek dan dinamik serta akan menentu- Disamping empat aspek tersebut, terdapat
kan berhasil atau gagalnya suatu kebijakan. satu aspek penting lain yang merupakan
Oleh karena itu implementasi kebijakan pendukung implementasi kebijakan yakni
adalah merupakan suatu tahapan penting proses pengelolaan organisasi (Sabdaning-
dalam proses kebijakan untuk dikaji agar tyas, 2010). Dengan mengacu pada bebera-
bisa mengantisipasi terhadap keberhasilan pa pendapat tersebut di atas, bahwa kondisi
kebijakan itu sendiri. Definisi sederhana dari lingkungan, pelaksana kebijakan, kelompok
istilah implementasi adalah “penerapan atau sasaran kebijakan, dan proses pengelolaan
pelaksanaan”. Implementasi kebijakan ber- organisasi merupakan faktor-faktor pendu-
sifat interaktif dengan kegiatan kebijakan kung implementasi kebijakan SPM pada
yang mendahuluinya yakni formulasi kebi- satuan pendidikan jenjang SD.
jakan. Oleh karena itu implementasi kebi-
jakan dapat dipandang sebagai sebuah pro- Indikator Model Evaluasi Implementasi
ses interaksi antara suatu perangkat tujuan Kebijakan SPM SD
dan tindakan yang harus dilakukan. Indikator adalah karakteristik yang da-
Ada tiga kegiatan penting yang ber- pat diobservasi secara langsung sebagai gan-
kaitan dengan tahapan implementasi kebi- ti dari karakteristik yang tak dapat diamati
jakan yaitu; organisasi, interpretasi, dan pe- secara langsung dan digunakan sebagai de-
nerapan. Dalam hal ini organisasi adalah finisi operasional atas suatu variabel (Dunn,
memerlukan perhatian yang paling utama 1998, p. 597). Secara sistemik, model evalu-
karena sangat penting bagi pembahasan asi implementasi kebijakan bukan merupa-
konsep birokrasi serta bentuk-bentuknya kan fenomena yang berdiri sendiri melain-
yang terkait sekali dengan sebuah kebijakan kan merupakan hasil transformasi berbagai
(Jones, 1994, pp. 294–296). Organisasi yang inputs melalui suatu komponen throughput
(proses) tertentu, maka evaluasi implemen- Kedua, komponen Policy Cycle (Proses).
tasi kebijakan juga dapat menyentuh ber- Proses merupakan rangkaian kegiatan yang
bagai indikator baik pada komponen input meliputi tiga kelompok kegiatan utama yaitu
maupun komponen throughput, dan dipeng- formulasi kebijakan, implementasi kebijak-
aruhi pula oleh maksud dan tujuan evaluasi an, dan evaluasi kinerja kebijakan (Mus-
itu dilakukan yakni bertujuan untuk peman- topadidjaja, 2002, p. 3). Policy cycle dalam pe-
tauan, pengawasan atau pertanggung jawab- nelitian ini hanya difokuskan pada tahap
an. Dalam penelitian ini akan dilakukan eva- implementasi kebijakan. Dalam bukunya,
luasi implementasi kebijakan SPM pada sa- Dunn (1998, p. 598) mengartikan imple-
tuan pendidikan jenjang SD yang termasuk mentasi sebagai kegiatan dan sikap adminis-
kegiatan yang bertujuan untuk pemantauan. tratif, organisasional yang menentukan
Mustopadidjaja (2002, p. 45) meng- transformasi masukan kebijakan menjadi
uraikan evaluasi implementasi kebijakan keluaran. Dalam penelitian ini implementasi
yang dilakukan dengan tujuan pemantauan diartikan sebagai suatu proses pengelolaan
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi input sehingga variabel yang dipilih dalam
dini mengenai perkembangan pelaksanaan komponen policy cycle adalah variabel proses
pada momentum atau dalam jangka waktu pengelolaan organisasi sekolah (PPOS).
tertentu sehingga dapat diketahui hal-hal Variabel PPOS yang dimaksud adalah pro-
yang perlu diperbaiki mengenai sistem dan ses pengelolaan organisasi sekolah oleh bi-
proses pelaksanaan kebijakan tersebut agar rokrat sekolah dalam rangka melaksanakan
pelaksanaan kebijakan dapat berjalan opti- IP-SPM SD. Komponen proses ini pada da-
mal. Disamping memuat tentang gambaran sarnya mempertanyakan apakah proses pe-
perkembangan pelaksanaan, dalam evaluasi ngelolaan organisasi sekolah telah dilaksana-
pemantauan juga memuat identifikasi kele- kan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
mahan-kelemahan, penyimpangan yang ter- Proses pengelolaan organisasi sekolah efek-
jadi serta potensi atau daya dukung yang ada tif bila mempertimbangkan tiga komponen
selama proses pelaksanaan kebijakan terse- yakni: (1) struktur organisasi jelas, (2) pola
but. Berdasarkan telaah beberapa teori para hubungan yang dijalin dalam organisasi ter-
ahli evaluasi implementasi kebijakan, maka sebut baik, dan (3) ketepatan jenis organisasi
indikator yang digunakan untuk mengukur yang diterapkan. Pola hubungan yang dijalin
tiap-tiap variabel dalam penelitian ini meng- dalam organisasi sekolah tidak lagi bersifat
gunakan pola fikir sistemik yakni dengan hierarki tetapi lebih bersifat fungsional,
mengangkat beberapa komponen yang me- konsultatif, kemitraan dan koordinatif, de-
liputi Policy input, Policy cycle, dan Policy output. ngan demikian perlu dikembangkan jenis
peneliti menyingkat dan menamakan model organisasi yang non struktural, fungsional
ini sebagai model IPO (Input, Proses, dan dan organik semacam corporate organization
Output). Komponen IPO dalam penelitian (Satori, 1999, p. 17). Berdasarkan uraian di
ini diuraikan sebagai berikut. atas, maka indikator yang digunakan dalam
Pertama, komponen Policy Output (ke- variabel PPOS adalah: (1) Struktur organisa-
luaran kebijakan) adalah barang, jasa atau si yang meliputi kompleksitas, formalitas,
sumber daya yang diterima oleh kelompok dan sentralisasi; (2) Pola hubungan yang
sasaran dan pihak yang menerima akibat diciptakan dalam organisasi sekolah hendak-
(Dunn, 1998, p. 597). Variabel dalam kom- nya fungsional, konsultatif, kemitraan, dan
ponen policy output dalam penelitian ini adalah koordinatif jadi bukan lagi pola hubungan
IP (Indek Pencapaian) SPM SD. Indikator yang otoriter; (3) Jenis organisasi yang digu-
yang digunakan untuk mengevaluasi kom- nakan hendaknya organisasi yang demokra-
ponen ini mengacu pada Lampiran II Per- tis atau non struktural dan fungsional yang
mendikbud No 23 tahun 2013 tentang SPM didasarkan atas profesi keahliannya.
Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota. Ketiga, Komponen Policy Input. Policy
input adalah beberapa faktor dinamik yang
saling berinteraksi dan harus tersedia karena nyai persepsi yang baik dan sama terhadap
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses implementasi kebijakan SPM sekolah.
kebijakan (Mustopadidjaja, 2002, p. 3). Fak- Ketiga, variabel Kelompok Sasaran
tor-faktor dinamik yang harus tersedia se- Kebijakan (KSK) Kelompok sasaran kebi-
bagai komponen policy input dalam penelitian jakan adalah orang atau sekelompok orang
ini meliputi: variabel kondisi lingkungan, atau organisasi-organisasi dalam masyarakat
variabel pelaksana, dan variabel kelompok yang perilaku dan atau keadaannya akan
sasaran. Komponen policy input ini pada da- dipengaruhi oleh kebijakan (Mustopadidjaja,
sarnya adalah mempertanyakan apakah ling- 2002, p. 8). Variabel ini diukur melalui tiga
kungan kebijakan, pelaksana, dan kelompok indikator yaitu: (a) Aspek targetgroup mene-
sasaran sebagai input kebijakan mendukung rima kebijakan yang diimplementasikan,
terhadap kinerja implementasi kebijakan yang indikatornya adalah mereka merasa
SPM pada satuan pendidikan. Masing-ma- membutuhkan dan juga memperoleh man-
sing variabel dalam komponen policy input ini faat dari kebijakan yang diimplementasikan;
akan diukur dengan beberapa indikator yang (b) Aspek targetgroup bersikap netral/acuh
diuraikan sebagai berikut. tak acuh, dengan indikator mereka tidak
Pertama, variabel Kondisi Lingkung- menyadari manfaat dari kebijakan SPM. c)
an Sekolah (KLS). Variabel kondisi ling- Aspek targetgroup menolak kebijakan yang di-
kungan sekolah diukur dengan tiga indika- implementasikan, dengan indikator semata-
tor yakni: (a) Kondisi geografis, ini akan mata karena mereka tidak menyukai per-
dilihat letak/keberadaan satuan sekolah se- ubahan karena sama sekali tidak memper-
cara geografis; (b) Kondisi sosial dan kon- oleh manfaat dari kebijakan yang diimple-
disi ekonomi, ini akan dilihat dari kondisi mentasikan.
rata-rata tingkat pendidikan dan kondisi
rata-rata tingkat ekonomi masyarakat/orang Kerangka Pikir Penelitian
tua siswa pada satuan sekolah; (c) Kondisi Sebuah kebijakan akan menjadi impi-
politik, ini akan dilihat besar kecilnya du- an yang tersimpan sebagai arsip belaka bila
kungan para elit politik dalam ikut serta tidak diimplementasikan dengan efektif. Im-
mewujudkan terlaksananya SPM sekolah. plementasi kebijakan merupakan aspek pen-
Kedua, variabel Pelaksana Kebijakan ting yang bisa menentukan berhasil atau
Sekolah (PKS). Variabel pelaksana kebijak- gagalnya suatu kebijakan. Kebijakan tentang
an sekolah mengukur variabel tersebut ada- SPM SD telah diformulasikan sejak tahun
lah: (a) Aspek communication. Dengan indika- 2011 dan hingga saat ini implementasinya
tor bahwa antar pelaksana kebijakan pada telah berjalan selama kurun waktu lima (5)
satuan pendidikan tidak terjadi perbedaan tahun. Untuk mengetahui efektivitas imple-
pandangan terhadap kebijakan program mentasi kebijakan SPM pada satuan pendi-
SPM pendidikan pada satuan sekolah yang dikan yang saat ini sedang berlangsung ma-
akan dilaksanakan, yang disebabkan karena ka perlu dilakukan evaluasi. Untuk keper-
komunikasi antar pelaksana kebijakan lancar luan evaluasi diperlukan model evaluasi yang
dan mudah dimengerti semua pihak; (b) tepat agar hasil evaluasi menjadi akurat.
Aspek resources. Dengan indikator ketaatan/ Oleh karena itu perlu dikembangkan model
kepatuhan personil-personil pelaksana dalam evaluasi yang tepat untuk mengukur Indek
menjalankan tugasnya sesuai dengan kedu- Pencapaian (IP) implementasi kebijakan
dukan, tugas dan fungsinya sebagai pelaksa- SPM pada satuan pendidikan jenjang SD.
na program; (c) Aspek sikap pelaksana. De-
ngan indikator para pelaksana bersikap po-
sitif terhadap kebijakan yang akan dilaksana-
kan, ini ditunjukkan dengan adanya para pe-
laksana di tingkat satuan sekolah mempu-
Unit analisis penelitian ini adalah observed variables dan latent variables. Konstruk
satuan pendidikan jenjang SD, sedangkan modelnya berasumsi bahwa ada struktur
populasinya seluruh SD di Kabupaten Pe- kausal diantara sejumlah latent variable, dan
sawaran yakni sebanyak 307 SD yang terse- observed variables dijadikan indikator atau
bar pada 11 Kecamatan. Pengambilan sam- simpton dari latent variable tertentu. Dengan
pel dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada langkah-langkah pembuatan
teknik purposif sampling yakni sebanyak 24 pemodelan menurut Ferdinand (2000, p.
SD pada 4 kecamatan. Responden peneli- 22), Stoelting (Narimawati & Sarwono, 2007,
tiannya para guru dan kepala sekolah, se- p. 39), dan Ghozali & Fuad (2005, p. 9),
bagai target group SPM dan sekaligus sebagai maka langkah pengembangan model dalam
implementor kebijakan SPM. Untuk setiap se- penelitian ini sebagaimana terurai berikut.
kolah sampel akan diambil satu orang kepa- Pertama, pengembangan teori/kon-
la sekolah, dan 2 orang guru yang terdiri da- septualisasi model. Teori yang digunakan
ri 1 orang guru senior dan 1 orang lagi guru untuk mengembangkan model dalam pene-
junior. Teknik pengumpulan data utama litian ini menggunakan teori berfikir sistem
menggunakan quesioner, sedangkan wawan- yang komponennya terdiri dari: policy input,
cara, dan data dokumen akan digunakan se- policy cycle, dan policy output yang oleh peneliti
bagai teknik pelengkap. disebut sebagai model ICO (Input, Cycle, dan
Kriteria pengujian model dalam pe- Output). Atau disebut juga dengan model
nelitian ini digunakan pendekatan SEM IPO (Input, Proses, dan Output). Kedua,
dengan program LISREL. LISREL terdiri menjabarkan Teori ke dalam Komponen,
dari dua kelompok persamaan/model yakni; Variabel dan Indikator. Pada langkah ke dua
model struktural (structural model) dan model ini peneliti membuat kisi-kisi instrumen se-
pengukuran (measurement model). Evaluasi bagai dasar untuk pembuatan draf instru-
kesesuaian model (model fit). Digunakan kri- men penelitian.
teria overal fit yakni menguji; (a) Chi Square Ketiga, menyusun instrumen dan vali-
dan Probabilitas, dan (b) Root Mean Square dasi. Langkah awal dalam kegiatan ini ada-
Error of Approximation (RMSEA). lah membuat draf instrumen yang kemudian
Prosedur yang dilakukan untuk me- divalidasikan dengan melakukan Focus Group
ngembangkan model dalam penelitian ini Discucion (FGD) bersama para praktisi pen-
mengikuti langkah-langkah pemikiran dalam didikan yakni Kepala Unit Pelaksana Teknis
pemodelan SEM. Muhadjir (2007, pp. 358– Pendidikan (KUPTP), kepala sekolah, ko-
359) menguraikan; SEM menggunakan pe- mite sekolah, dan para guru di wilayah dinas
modelan struktural linier dan penstruktur- pendidikan Kabupaten Pesawaran. Partisi-
annya menggunakan persamaan dalam mate- pan FGD sebanyak 30 orang dan hasil
matika. Pemodelan struktural ini dikem- FGD menunjukkan bahwa sebanyak > 50%
bangkan dari tuntutan ilmu mutakhir bahwa partisipan FGD menyatakan setuju dan sa-
kebenaran teoritik dituntut terstruktur (struc- ngat setuju dengan draf instrumen yang di-
tured), dan kebenaran empirik eksperimental rancang. Keempat, pengembangan diagram
dituntut struktural pula. Dengan SEM di- alur dan desain model. Pada langkah ini
maksudkan agar dapat membangun dan me- dikembangkan desain model dengan pola
ngembangkan kebenaran konstruk (construct- berfikir sistem.
ed truth). Kelima, konversi Diagram Alur ke da-
Salah satu pemodelan struktural ada- lam Persamaan Struktural. Atas dasar disain
lah LISREL. LISREL merupakan model model yang telah dirancang, bahwa variabel
matematik formal yang substantive content da- PPOS memiliki fungsi ganda, dimana selain
lam setiap aplikasinya. Bentuk umum model berperan sebagai variabel eksogen terhadap
LISREL terdiri atas seperangkat persamaan IP-SPM juga berperan sebagai variabel
linier struktural. Variabel-variabelnya dalam endogen terhadap KLS, PKS, dan KSK.
sistem persamaan dengan mengangkat Jadi secara struktural ada tiga model yang
dijabarkan dalam penelitian ini. Spesifikasi del secara keseluruhan. Kriteria keselarasan
model struktural berturut-turut adalah; (a) yang digunakan dalam penelitian ini adalah;
model struktural dukungan PPOS terhadap (1) Chi-Square (X²), dan Probabilitas (p); (2).
IP-SPM, (b) Model struktural dukungan Root Mean Square Error of Approximation
KLS, PKS, dan KSK terhadap PPOS, (c) (RMSEA).
Model struktural dukungan KLS, PKS, dan Secara ringkas langkah pengembang-
KSK terhadap IP-SPM. an model tertuang dalam Gambar 2.
Keenam, pemilihan teknik estimasi.
Tahap ini merupakan pemilihan terhadap 1. Pengembangan teori/Konseptualisasi
nilai parameter awal yang bebas dipilih un- Model
tuk menentukan matrik kovarian populasi
yang diistimasi dari model tersebut. Terda-
3. Menjabarkan Teori ke dalam Komponen,
pat beberapa metode estimasi yang dapat
Variabel dan Indikator.
digunakan dalam SEM, diantaranya menurut
Joreskog & Sarbon (1996, p. 17), Narima-
wati & Sarwono (2007, p. 44), Muhadjir 2. Menyusun instrumen dan validasi
(2007, pp. 359–360). Mengingat banyaknya
metode estimasi yang dapat digunakan da-
4. Pengembangan Diagram alur dan desain
lam SEM, dengan mengutip pendapat Hair,
model
Tatham, Anderson, & Black (1998, p. 605)
bahwa dengan metode estimasi Maximum
Likelihood (ML) adalah merupakan metode 6. Konversi Diagram Alur ke dalam Persamaan
yang paling umum digunakan dalam SEM, Struktural
dinyatakan bahwa ukuran sampel 50 sudah
cukup layak. Atas dasar pendapat Hair maka
5. Pemilihan teknik estimasi
peneliti memilih metode estimasi Maximum
Likelihood (ML).
Ketujuh, Uji Coba Produk. Produk 7. Uji Coba Produk
yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah:
“Model Evaluasi Kebijakan Standar Pela-
yanan Minimal Satuan Pendidikan Jenjang 8. Evaluasi model
SD”. Agar mendapatkan model yang tepat,
maka harus dilakukan pengujian kecocokan Gambar 2. Langkah Pengembangan
antara model desain secara teoritis yang Model
diajukan dengan data empiris. Oleh karena
itu uji coba produk dilakukan dengan meng- Hasil Penelitian
uji kecocokan model teoritik dengan fakta Uji Model Keseluruhan (Overal/Fit)
empirik di lapangan. Pengujian kecocokan
model dikenakan pada 24 SD yang tersebar Hasil pengujian Goodness of Fit Index
pada 4 Kecamatan di wilayah Kabupaten nampak bahwa, Chi-Square (X²) dan Proba-
Pesawaran dengan responden sebanyak 72 bility (p) sebesar 517.32 dengan p 0.06457 >
orang yang terdiri dari 24 orang kepala p 0.05. Kemudian Root Mean Square Error of
sekolah, 24 orang guru senior dan 24 orang Approximation (RMSEA) sebesar 0,038 ≤
guru yunior. 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa model
Kedelapan, Evaluasi model. Evaluasi terpenuhi yang berarti bahwa model teoritik
dilakukan dengan menggunakan kriteria ke- yang dihipotesiskan sesuai dengan fakta em-
selarasan (goodness of fit). Uji keselarasan mo- piris di lapangan. Dengan demikian hipote-
del akan dilakukan dalam tiga tahapan yakni; sis kesatu diterima, artinya model yang tepat
(1) uji kesesuaian model pengukuran, (2) uji untuk mengevaluasi IP-SPM-SD adalah bila
kesesuaian model struktural, dan (3) uji mo- di dukung oleh; KLS). PKS, KSK, dan
PPOS.
menunjukkan pengaruh KLS, PKS, dan bahwa kelompok sasaran juga harus mema-
KSK, terhadap IP-SPM-SD secara tidak tuhi program, tanpa kepatuhan mereka tu-
langsung melalui PPOS. Dengan demikian juan kebijakan tidak akan tercapai. Mengacu
hal ini mengindikasikan bahwa hipotesis ke- pada pendapat Mazmanian dan Sabatier
lima diterima. Makna hasil pengujian ini ada- berarti bahwa kelompok sasaran dan pelak-
lah bahwa, KLS, PKS, dan KSK merupakan sana kebijakan juga merupakan faktor pe-
pendukung tidak langsung secara signifikan nentu kinerja implementasi kebijakan.
terhadap IP-SPM-SD. Melalui PPOS. Van Meter & Van Horn (1973) me-
ngemukakan bahwa kinerja implementasi
kebijakan akan ditentukan oleh faktor; stan-
dar dan sasaran, sumberdaya, komunikasi
antarorganisasi, karakteristik organisasi pe-
laksana, dan kondisi sosial, ekonomi dan
politik. Kelima faktor ini akan membentuk
sikap pelaksana terhadap kebijakan yang
akan diimplementasikan dan akhirnya mem-
pengaruhi terhadap kinerja implementasi
sebuah kebijakan.
Cheema & Rondinelli (1983) mengu-
tarakan adanya 4 faktor yang dipandang da-
pat mempengaruhi implementasi kebijakan
yang disarankan sebagai variabel bebas yak-
ni; kondisi lingkungan, hubungan antarorga-
nisasi, sumber daya, dan karakter agen pe-
laksana. Membuktikan pendapat Cheema
dan Rondineliy, hasil penelitian Khozin
(2010, pp. 50–54) bahwa kendala utama pe-
laksanaan SPM di lapangan adalah pada fak-
tor pendanaan, koordinasi antarunsur dalam
organisasi pelaksana dan rendahnya komit-
men SDM.
Implikasi diterimanya model teoritis
Gambar 4. Pengujian Model Struktural ini diharapkan menjadi follow up bagi penge-
lola program untuk melakukan pembinaan
Pembahasan terhadap kinerja sekolah dalam mengimple-
Temuan penelitian ini mendukung mentasikan kebijakan SPM SD. Implikasi ini
teori model implementasi kebijakan yang di- di dukung hasil penelitian Rahayu (2015, pp.
kemukakan oleh beberapa ahli: Grindle 62–79) bahwa diperlukan dukungan bagi se-
(1980) yang menyatakan bahwa setiap im- kolah-sekolah untuk dapat mengoptimalkan
plementasi kebijakan perlu mempertimbang- pelaksanaan aspek-aspek pegelolaan sekolah
kan konteks atau kondisi lingkungan dimana agar lebih sesuai dengan standar-standar pe-
tindakan (action) dilakukan. Mengacu pada ngelolaan pendidikan yang berlaku.
pendapat Grindle berarti bahwa ling-kungan
adalah merupakan faktor penentu kinerja Simpulan
implementasi kebijakan. Mazmanian & Berdasarkan hasil penelitian dan
Sabatier (1986) mengemukakan bahwa suatu pembahasan yang disajikan, penelitian ini
implementasi kebijakan akan efektif apabila memberikan simpulan bahwa KLS, PKS,
pelaksananya mematuhi apa yang telah diga- KSK, dan PPOS merupakan faktor-faktor
riskan oleh peraturan (petunjuk teknis, pe- dinamis yang membentuk model yang tepat
tunjuk pelaksanaan). Selanjutnya diutarakan untuk mengevaluasi IP-SPM-SD.