PERUMUSAN KESIMPULAN
PEMERIKSAAN KINERJA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga Pedoman
Perumusan Kesimpulan Pemeriksaan Kinerja telah dapat diselesaikan. Buku pedoman ini merupakan
produk pelengkap dari Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pemeriksaan Kinerja di BPK RI yang
diperuntukkan sebagai pedoman bagi pemeriksa dalam merumuskan kesimpulan di Pemeriksaan
Kinerja.
Pedoman Perumusan Kesimpulan Pemeriksaan Kinerja secara khusus membahas dan mengatur
mengenai simpulan secara teori umum, kemudian menterjemahkan metode penarikan simpulan
tersebut kedalam pemeriksaan kinerja. Pedoman bertujuan membantu pemeriksa dalam mengolah
fakta dan bukti-bukti pemeriksaan kinerja dalam temuan pemeriksaan sehingga menghasilkan sebuah
“potret utuh” yang dapat menggambarkan atau menyimpulkan kinerja atas entitas yang diperiksa.
Pedoman ini ditujukan untuk membantu pemeriksa dalam membangun pola pikir yang terstruktur
saat menyusun langkah-langkah atau prosedur perumusan kesimpulan dalam pemeriksaan kinerja.
Sehingga dengan terbentuknya pola pikir tersebut maka diharapkan kualitas Laporan Pemeriksaan
Kinerja BPK akan menjadi lebih baik.
Proses penyusunan Pedoman Perumusan Kesimpulan Pemeriksaan Kinerja dilaksanakan dengan
merujuk pada konsep perumusan simpulan dari berbagai teori ilmiah dan dengan merujuk pada
praktik perumusan dan penyajian simpulan dari SAI negara lain. Direktorat Litbang melalui pedoman
ini tidak menyajikan format baku (template) perumusan dan penyajian simpulan, namun lebih
menekankan pada panduan bagi pemeriksa dalam membangun pola pikir saat melaksanakan
penugasan pemeriksaan, pemahaman bukti dan temuan pemeriksaan dan bagaimana menarik
seluruh bukti kedalam satu kesimpulan yang objektif dan tepat mengenai kinerja objek yang
diperiksa. Penyeragaman bentuk dan format penyajian simpulan dikhawatirkan justru akan
memengaruhi atau membatasi kreativitas dan inovasi berpikir yang seharusnya dimiliki oleh
pemeriksa. Kemampuan pemeriksa dalam membangun pola berpikir dalam menjalankan penugasan
diharapkan dapat memberi dapak positif dan signifikan bagi perkembangan pemeriksaan kinerja di
BPK, dengan tetap memperhatikan aspek yuridis.
Terima kasih saya sampaikan kepada Kepala Direktorat Litbang, Kepala Sub Direktorat Litbang
Pemeriksaan Kinerja, Kasi Litbang Pemeriksaan Kinerja I dan II, beserta para staf Sub Direktorat
ii
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Litbang Pemeriksaan Kinerja, Tim Pengembangan Kapasitas Pemeriksaan Kinerja (PKPK), dan semua
pihak yang telah bekerja keras dan ikut membantu dalam penyelesaian pedoman ini.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam pedoman ini, untuk itu masukan dan saran
terhadap penyempurnaan pedoman ini sangat diharapkan. Semoga Pedoman Perumusan Kesimpulan
Pemeriksaan Kinerja ini dapat memberi maanfaat bagi Pemeriksa Pemeriksaan Kinerja khususnya
dan semua pihak yang membutuhkan, serta dapat memberikan manfaat bagi perbaikan tata kelola di
negara kita melalui proses Pemeriksaan Kinerja yang dilaksanakan oleh BPK.
Bahtiar Arif
NIP 197005051990031001
iii
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
IKHTISAR EKSEKUTIF
Pasal 6 Undang-Undang No. 15 tahun 2004 menyatakan bahwa BPK memiliki kebebasan dan
kemandirian dalam hal menentukan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan,
penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan. Dalam
hal menetukan metode pemeriksaan, BPK telah memiliki beberapa panduan dalam melakukan pemeriksaa
kinerja, yaitu Juklak Pemeriksaan Kinerja, Juknis Penentuan Area Kunci, Juknis Penetapan Kriteria serta
Juknis Penyusunan LHP Kinerja (saat disusunnya pedoman perumusan kesimpulan status Juknis masih
proses legislasi di Ditama Binbangkum). Namun demikian belum ada panduan yang menggambarkan secara
khusus langkah-langkah atau prosedur teknis yang perlu dilakukan dalam merumuskan kesimpulan.
Isu mengenai kesimpulan seringkali menjadi pertanyaan dalam kegiatan workshop, diklat maupun
pendampingan pemeriksaan kinerja. Pertanyaan yang seringkali muncul adalah bagaimana metodologi
perumusan kesimpulan baik kuantitatif atau kualitatif serta bagaimana pernyajian kesimpulan di dalam LHP.
Menyikapi hal tersebut, Direktorat Litbang menyusun Pedoman Perumusan Kesimpulan sebagai sarana
pemahaman konsep kesimpulan sekaligus petunjuk bagaimana merumuskan kesimpulan pemeriksaan
kinerja.
Dalam menyusun Pedoman ini, Direktorat Litbang telah melakukan beberapa studi literatur terkait
kesimpulan seperti International Standar Supreme Audit Institition (ISSAI), manual pemeriksaan kinerja dari
beberapa SAI negara lain seperti Amerika, Inggris, Australia dan Kanada, literatur atas beberapa teori
kesimpulan secara umum dalam kaidah riset serta analisis beberapa LHP baik BPK maupun SAI negara lain.
Selain studi literatur, Direktorat Litbang juga melakukan diskusi dengan Anggota Tim Pengembangan
Kapasitas Pemeriksaan Kinerja (TPKPK) serta diskusi dengan akademisi terkait pengambilan kesimpulan
dalam penelitian ilmiah.
Pedoman ini menyajikan tiga isu utama, yaitu (1) konsep/teori mengenai kesimpulan, baik secara
umum, maupun yang diterapkan dalam standar internasional maupun praktik beberapa negara; (2)
langkah-langkah perumusan kesimpulan, dan (3) metode penyajian kesimpulan dalam LHP. Kosep/teori
kesimpulan membahas mengenai definisi kesimpulan, cara berpikir logis dalam menarik kesimpulan, dan
pola penalaran dalam kesimpulan, kesimpulan dalam perspektif yuridis, perbandingan kesimpulan dalam
pemeriksaan kinerja dan PDTT, dan kesimpulan menurut manual dan praktik dunia internasional, baik yang
bersumber dari ISSAI maupun dari negara lain. Pada bagian langkah-langkah perumusan kesimpulan
membahas mengenai (1) variabel yang dapat menentukan kesimpulan, yaitu tujuan pemeriksaan, kriteria,
iv
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
bukti dan temuan pemeriksaan, risiko pemeriksaan, signifikansi masalah, dan (2) metode perumusan
kesimpulan, yaitu model kesimpulan, serta pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sementara itu pada bagian
metode penyajian kesimpulan dijabarkan beberapa pilihan dalam menyajikan kesimpulan, yaitu (1)
disajikan dalam ikhtisar eksekutif, (2) disajikan disetiap bab hasil pemeriksaan, dan (3) disajikan sebagai bab
tersendiri.
Dalam panduan ini, Direktorat Litbang mengupayakan untuk memberikan ilustrasi atau contoh untuk
setiap penjelasan mengenai metode perumusan dan penyajian kesimpulan. Hal ini dilakukan agar panduan
ini dapat memudahkan pembaca untuk memahami isi panduan serta mempraktikkannya dalam kegiatan
pemeriksaan. Panduan ini merupakan living document yang akan bersifat dinamis sesuai dengan
perkembangan praktik pemeriksaan kinerja. Karena itu dalam menerapkan panduan ini, Direktorat Litbang
akan sangat terbuka atas masukan yang diperoleh baik berdasarkan hasil penerapan panduan ini di
lapangan maupun dari perkembangan teori dan praktik pemeriksaan kinerja.
v
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN I
KATA PENGANTAR II
IKHTISAR EKSEKUTIF IV
DAFTAR ISI VI
DAFTAR TABEL VIII
DAFTAR GAMBAR IX
BAB I: PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang 1
B Tujuan 2
C Lingkup 2
D Kedudukan Panduan 2
E Sistematika 3
BAB II: LANDASAN TEORI 4
A Definisi Kesimpulan 4
B Berpikir Logis Menarik Kesimpulan 5
C Penalaran Deduktif dan Induktif 9
BAB III: KESIMPULAN DALAM PEMERIKSAAN 15
A Kesimpulan di BPK 15
1. Kesimpulan secara Yuridis 15
2. Kesimpulan dalam Pemeriksaan Keuangan dan PDTT 18
B Kesimpulan menurut ISSAI 21
C Kesimpulan menurut SAI negara lain 24
1. Kesimpulan menurut ANAO-Australia 24
2. Kesimpulan menurut OAG-Canada 25
3. Kesimpulan menurut NAO-Inggris 28
4. Kesimpulan menurut GAO-USA 30
BAB IV: PERUMUSAN KESIMPULAN 33
A Variabel Penentu Kesimpulan Pemeriksaan Kinerja 33
1. Tujuan Pemeriksaan 33
2. Kriteria 34
3. Bukti dan Temuan Pemeriksaan 34
4. Risiko Pemeriksaan 35
5. Signifikansi Masalah 35
vi
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
B Perumusan Kesimpulan 35
1. Kesimpulan langsung dan tak langsung 37
2. Pendekatan Kuantitatif dan kualitatif 40
BAB V: PENYAJIAN KESIMPULAN 42
A Penyajian Kesimpulan dalam LHP 42
1. Penyajian kesimpulan dalam Ikhtisar Eksekutif 42
2. Penyajian kesimpulan dalam Bab Hasil Pemeriksaan 44
3. Penyajian kesimpulan dalam bab tersendiri 44
B Tanggapan Entitas atas Kesimpulan 48
BAB VI: PENUTUP 49
DAFTAR ISTILAH 54
DAFTAR PUSTAKA 56
LAMPIRAN
vii
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
DAFTAR TABEL
1 Bahasa Simbol 6
2 Hukum Matematika logis 7
3 Logika Matematika 8
4 Bentuk kesimpulan dan tujuan pemeriksaan 33
5 Tujuan, model kriteria dan kesimpulan 34
6 Bentuk-bentuk kesimpulan pemeriksaan kinerja 38
7 Hubungan tujuan, kriteria, dan kesimpulan 38
8 Kesimpulan tidak langsung 40
9 Penyajian kesimpulan dalam Ikhtisar Eksekutif 43
10 Penyajian kesimpulan dalam Ikhtisar Eksekutif 43
11 Penyajian kesimpulan pada bagian Hasil Pemeriksaan 44
12 Penyajian kesimpulan pada bagian Hasil Pemeriksaan 45
13 Bab Kesimpulan Hasil Pemeriksaan Kinerja 47
14 Bab Kesimpulan Hasil Pemeriksaan Kinerja 48
15 Pernyataan Tanggapan atas kesimpulan dan rekomendasi 48
viii
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
DAFTAR GAMBAR
1 Deduktif vs Induktif 13
2 Pola Penalaran 14
3 Pola pemeriksaan 15
4 Flowchart opini 19
5 Kerangka berfikir NAO 29
6 Perumusan kesimpulan 36
7 Model alur pikir perumusan kesimpulan pemeriksaan kinerja 37
ix
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan hasil pemeriksaan (LHP) merupakan sarana bagi pemeriksa untuk mengomunikasikan
setiap hasil pemeriksaan. LHP akan bermanfaat sebagai bahan pengambilan keputusan baik bagi
entitas yang diperiksa, maupun bagi para pemangku kepentingan. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004
menyatakan bahwa LHP kinerja memuat temuan, kekesimpulan, dan rekomendasi, artinya LHP
pemeriksaan kinerja memiliki tiga komponen, yaitu (1) fakta-fakta yang ditemukan dalam
pemeriksaan yang dituangkan dalam bentuk temuan pemeriksaan, (2) hasil penilaian atas kinerja
obyek yang diperiksa yang dituangkan dalam bentuk kesimpulan, dan (3) perbaikan yang perlu
dilakukan oleh entitas yang diperiksa yang dituangkan dalam bentuk rekomendasi. Dengan demikian
LHP yang baik tidak hanya menyajikan temuan saja, namun juga perlu merangkai keseluruhan temuan
tersebut menjadi sebuah “potret utuh” yang dapat menggambarkan atau menyimpulkan kinerja atas
entitas yang diperiksa.
Saat ini isu mengenai kesimpulan dalam pemeriksaan kinerja seringkali menjadi pertanyaan atau
pembahasan dalam diskusi lepas, workshop, pendampingan/asistensi tim Litbang, atau diklat
pemeriksaan kinerja. Beberapa pihak menginginkan suatu pedoman pemeriksaan kinerja yang
menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang perlu dilakukan dalam merumuskan
kesimpulan, agar dapat menyeragamkan bentuk dan format kesimpulan, serta memudahkan proses
diseminasi dalam tim pemeriksa. Beberapa permasalahan yang sering terungkap antara lain
bagaimana menentukan pembobotan dalam metode perumusan kesimpulan dengan pendekatan
kuantitatif, faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan pemeriksa dalam merumuskan kesimpulan
dengan pendekatan kualitatif, berapa banyak gradasi yang harus ada dalam menentukan kesimpulan
pemeriksaan, apakah perbedaan atau persamaan kesimpulan dalam pemeriksaan kinerja dengan
opini dalam pemeriksaan keuangan, atau bagaimana menyajikan kesimpulan dalam laporan hasil
pemeriksaan.
Oleh karena itu, sebagai satuan kerja yang bertanggung jawab untuk mengembangkan
metodologi pemeriksaan serta menyusun pedoman pemeriksaan, Direktorat Litbang memandang
perlu untuk menyusun pedoman perumusan kesimpulan. Pedoman ini diharapkan dapat menyajikan
konsep berpikir dalam menyimpulkan fakta dan temuan sesuai dengan kaidah dan teori penarikan
1
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
kesimpulan secara ilmiah, mendukung pemeriksa dalam memahami konsep kesimpulan dari berbagai
teori maupun praktik yang ada di SAI negara lain, dan mampu mengembangkan metode penarikan
kesimpulan yang sesuai dengan sifat bisnis program atau kegiatan yang diperiksa.
Direktorat Litbang berpendapat bahwa penyeragaman bentuk dan format dapat mempengaruhi
kreativitas dan inovasi berpikir yang justru sangat dibutuhkan oleh pemeriksa dalam pemeriksaan
kinerja, sehingga Direktorat Litbang berupaya untuk menggali fondasi atau pola berpikir yang dapat
diterima secara kaidah ilmiah, memenuhi kebutuhan pemeriksaan serta dapat
dipertanggungjawabkan secara profesi. Oleh karena itu, panduan ini tidak merumuskan bentuk atau
format atau cara penyajian kesimpulan sebagai tujuan utamanya, namun menyajikan panduan pola
berpikir yang logis, proporsional dan valid dalam menganalisis bukti temuan pemeriksaan dalam
kaitan menjawab tujuan pemeriksaan. Bentuk dan penyajian kesimpulan dalam panduan ini
merupakan informasi tambahan yang dapat menjadi pertimbangan pemeriksa sesuai dengan
kebutuhan pemeriksaan dan perkembangan lingkungan pemeriksaan BPK. Pemahaman terhadap pola
berpikir diharapkan dapat memberikan ruang yang cukup bagi perkembangan pemeriksaan kinerja di
BPK, dengan tetap memperhatikan aspek yuridis.
B. Tujuan
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemeriksa untuk dapat memahami
konsep kesimpulan, pola berpikir yang relevan, proses perumusan kesimpulan, dan penyajian
kesimpulan sehingga dapat membantu pemeriksa dalam tugas pemeriksaan kinerja.
C. Lingkup
Panduan ini membahas mengenai konsep kesimpulan baik secara teori umum maupun teori
pemeriksaan kinerja, selain itu juga membahas terkait cara perumusan simpulan dengan beberapa
tool baik secara kuantitatif dan kualitatif dan bagaimana penyajian simpulan di dalam LHP.
D. Kedudukan Panduan
Panduan ini merupakan suplemen dari Juklak Pemeriksaan Kinerja (2011) dan Juknis Penyusunan
LHP Kinerja (ketika penyusunan Panduan ini, posisi Juknis masih dalam proses legislasi). Dalam
penggunaannya, pemeriksa perlu memahami Juklak dan Juknis terkait pemeriksaan kinerja.
Pemahaman mengenai dasar-dasar pemeriksaan atau teori auditing sangat membantu pembaca
dalam memahami panduan ini.
2
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Panduan ini bersifat umum dan penggunaannya tidak mengikat pemeriksa. Namun, dalam
penggunaannya pemeriksa tetap mempertimbangkan perkembangan peraturan perundang-
undangan dan metodologi pemeriksaan.
E. Sistematika
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Landasan Teori
Bab III : Kesimpulan Dalam Pemeriksaan
Bab IV : Perumusan Simpulan
Bab V : Penyajian Simpulan
3
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Kesimpulan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesimpulan dan simpulan adalah:
“kesimpulan/ke·sim·pul·an/ n 1 ikhtisar (dari uraian, pidato, dan sebagainya); kesudahan pendapat
(pendapat terakhir yang berdasarkan pada uraian sebelumnya); 2 keputusan yang diperoleh
berdasarkan metode berpikir induktif atau deduktif: ia sudah dapat menarik - dengan baik; ia
mengakhiri kuliahnya dengan memberikan -;- disjungtif keputusan berdasarkan beberapa
kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan yang benar; - hipotesis
keputusan yang kebenarannya berdasarkan syarat tertentu; - kategorial keputusan yang sama sekali
tanpa berdasarkan syarat; - partikular kesimpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu
subjek; - tunggal keputusan yang dinilai kebenarannya hanya tepat untuk satu (jenis) subjek; -
universal kesimpulan yang lingkungan kebenarannya bersifat umum”;
Kesimpulan atau simpulan diterjemahkan sebagai conclusion dalam bahasa Inggris. Conclusion
menurut Oxford Dictionaries adalah:
(Noun): (1) the end or finish of an event, process, or text; the summing-up of an argument or
text; the formal and final arrangement of an agreement; (2) a judgement or decision reached
by reasoning; Logic a proposition that is reached from given premises.
Atau dalam Bahasa Indonesia berarti (1) suatu akhir atau pemberhentian terakhir dari sebuah
kegiatan, proses, atau teks; penjumlahan dari sebuah argumen atau teks, pengaturan formal dan
akhir dari perjanjian; (2) suatu keputusan dan penilaian yang diperoleh melalui penalaran, sebuah
preposisi logis yang diperoleh dari beberapa premis.
4
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
5
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
berbeda atas setiap fakta. Perbedaan tersebut karena setiap manusia mengalami proses pemahaman
melalui pendidikan, pembelajaran dan pengalaman hidup yang mungkin berbeda-beda. Untuk itu,
melalui penelitian ilmiah manusia berupaya menggali pengetahuan secara sistematis dan hasilnya
dapat diterima secara universal. Itulah hakekat dari kesimpulan.
Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan
menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika. Logika
berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang
diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika dapat didefinisikan secara luas sebagai
pengkajian untuk berpikir secara valid.
Teori berpikir logis dipelajari dalam ilmu filsafat mengingat ilmu tersebut mengandalkan pola pikir
yang logis dan dikembangkan secara sistematis. Salah satu ilmu tertua yang menerapkan proses
berpikir logis adalah matematika, yang tertuang melalui penyederhanaan atau permodelan dalam
bentuk-bentuk bahasa symbol, seperti berikut:
6
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
untuk membentuk suatu hubungan spesifik yang terangkum dalam hukum logis. Semakin banyak
fakta atau fenomena yang coba dihubungkan, model berpikir akan lebih dinamis. Hubungan spesifik
tersebut memiliki berbagai ragam yang bergantung pada kekuatan masing-masing fenomena dan
pola hubungannya2. Pola hubungan antar variabel dapat berbeda bergantung dari persepsi dan
pengetahuan setiap manusia, serta tidak serta merta harus menghasilkan pemikiran atau kesimpulan
yang sama. Keseragaman berpikir logis tersebut kemudian berkembang menjadi hukum atau kaidah
pengetahuan dan ilmu.
Terdapat beberapa hukum matematika logis, yaitu:
2Pemeriksa dan pejabat entitas perlu memiliki kesamaan pandangan mengenai variabel dan pola hubungan antar varibel agar
memiliki kesamaan pandangan dalam menyimpulkan kinerja.
7
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
8
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Entimen adalah adalah penalaran deduksi secara langsung atau bisa disebut sebagai silogisme
yang diperpendek. Entimen tidak perlu menyebutkan premis umum, tetapi langsung
9
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
mengetengahkan simpulan dengan premis khusus yang menjadi penyebabnya. Silogisme yang
premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh 1:
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari.
Pada malam hari tidak ada matahari.
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis.
Contoh 2:
Perencanaan kegiatan bergantung pada rencana SDM
Proyek ABC tidak merencanakan SDM secara memadai
Proyek ABC tidak merencanakan kegiatannya secara memadai
Validitas kesimpulan dalam model penalaran deduktif tergantung pada validitas premisnya.
Premis yang salah mungkin akan menghasilkan kesimpulan yang salah, dan premis yang tidak
tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Contoh :
BPK tidak dapat menilai kinerja apabila entitas tidak memiliki KPI (Pernyataan Umum)
Entitas X tidak memiliki KPI (Pernyataan Khusus);
Kesimpulan: BPK tidak dapat menilai kinerja Entitas X
Pernyataan (premis) pertama tidak valid karena umumnya dalam pemeriksaan kinerja—yang
bersifat direct-reporting engagement—pemeriksa dapat melakukan benchmarking saat menyusun
Kriteria atau Indikator kinerja, misalnya dengan menawarkan best practices yang secara
internasional telah dipraktekan lembaga lain yang sejenis. Walaupun proses pengambilan
kesimpulannya secara deduktif dengan benar, tetapi karena premisnya tidak valid, maka
kesimpulannya menjadi tidak valid.
2. Penalaran Induktif
Penalaran Induktif merupakan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat
umum dari berbagai kasus yang bersifat spesifik. Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang
bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum
Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006). Induksi merupakan cara
berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang
10
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
11
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
1) Hubungan sebab-akibat. Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab
dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai
gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai
mengembangkan interaksi sosial di lingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka
bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan
demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.
2) Hubungan akibat-sebab. Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari
fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih
malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat dipungkiri
jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang
dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.
3) Hubungan sebab-akibat1-akibat2 yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan
serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat
kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik.
Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan
harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya
ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu
biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan
ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya
harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang
dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
Dari penjelasan dan contoh di atas, penalaran deduktif merupakan penalaran yang berpangkal
dari suatu hal yang umum kemudian ditarik suatu kesimpulan atau pengetahuan yang lebih
khusus. Penalaran deduktif sangat bermanfaat ketika kita harus mengurai atau mengeksplorasi
12
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
masalah menjadi sesuatu yang lebih spesifik, misalnya dari tujuan pemeriksaan (umum) ke dalam
program pemeriksaan (khusus) dan temuan pemeriksaan (khusus).
13
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
14
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
BAB III
KESIMPULAN DALAM PEMERIKSAAN
Bab ini menjelaskan konsepsi kesimpulan secara yuridis maupun menurut International Standard
for Supreme Audit Intitutions (ISSAI) serta beberapa praktik perumusan kesimpulan oleh beberapa SAI
negara lain. Bagian ini bertujuab memberikan pemahaman, referensi dan wawasan kepada pemeriksa
dalam memahami proses penyimpulan dalam pemeriksaan.
A. Kesimpulan di BPK
1. Kesimpulan secara Yuridis
a. Kesimpulan menurut UU
Perumusan kesimpulan merupakan bagian dari proses pemeriksaan untuk semua
jenis pemeriksaan baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan
DTT. UU No 15 tahun 2004 Pasal 1 dan UU No 15 tahun 2006 Pasal 1 mendefinisikan
pemeriksaan sebagai proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Kesimpulan
15
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
16
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
“(24) Pemeriksa harus bebas dari tekanan politik agar dapat melaksanakan pemeriksaan
dan melaporkan temuan pemeriksaan, pendapat dan simpulan secara obyektif, tanpa
rasa takut akibat tekanan politik tersebut.”
Paragraf diatas menjelaskan pemeriksa ketika melakukan tugas pemeriksaan, salah
satunya terkait dengan penarikan simpulan atas hasil pemeriksaan seharusnya dapat
bertanggung jawab dan mempertahankan independensinya serta tidak terpengaruh
dengan tekanan dari pihak manapun. Hal ini untuk menjaga sisi obyektivitas dan
kebenaran dari suatu kesimpulan hasil pemeriksaan.
Terkait dengan kesimpulan di dalam pemeriksaan kinerja, SPKN menjelaskan hal
tersebut di dalam PSP 04 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja dan PSP 05 Standar
Pelaporan Pemeriksaan Kinerja. Secara definisi Kesimpulan atau simpulan dijelaskan di
dalam PSP 05 paragraf 23 yaitu
“(23) Pemeriksa harus menyusun simpulan hasil pemeriksaan. Simpulan adalah
penafsiran logis mengenai program yang didasarkan atas temuan pemeriksaan dan
bukan sekedar merupakan ringkasan temuan. Simpulan merupakan jawaban atas
pencapaian tujuan pemeriksaan. Simpulan harus dibuat oleh pemeriksa secara jelas.
Kekuatan simpulan tergantung pada meyakinkan atau tid aknya bukti yang
mendukung temuan tersebut dan pada metodologi yang digunakan untuk merumuskan
simpulan tersebut.”
Penjelasan dari paragraph diatas adalah:
1. Pemeriksa harus menyusun simpulan hasil pemeriksaan.
Hal ini menunjukkan bahwa menyimpulkan merupakan proses yang harus dilalui di
dalam pemeriksaan kinerja berdasarkan hasil pemeriksaan.
2. Simpulan adalah penafsiran logis mengenai program yang didasarkan atas temuan
pemeriksaan dan bukan sekedar merupakan ringkasan temuan.
Kesimpulan yang disusun oleh pemeriksa, harus memiliki keterkaitan yang logis
dengan temuan-temuan pemeriksaan.
3. Simpulan merupakan jawaban atas pencapaian tujuan pemeriksaan
Kesimpulan juga harus menjawab tujuan pemeriksaan yang sudah direncanakan di
awal pemeriksaan.
4. Simpulan harus dibuat oleh pemeriksa secara jelas.
17
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
18
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Gambar 4: Flowchart opini (Sumber: Panduan Pemeriksaan LKPP dan LKKL Tahun 2014)
Dari flowchart opini diatas menunjukkan bahwa WTP didapatkan apabila Kondisi atau
Fakta yang memenuhi Kriteria sebagai berikut:
Fakta 1: Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan sesuai lingkup dalam standar
Kriteria 1: Apakah terdapat pembatasan lingkup?
Maka: Tidak terdapat pembatasan lingkup, sehingga Pemeriksa dapat melanjutkan ke
tahapan berikutnya;
------------------
Fakta 2: Pemeriksa tidak menemukan penyimpangan atas SAP yang material
Kriteria 2: Apakah terdapat penyimpangan atas SAP yang material?
Maka: Tidak terdapat penyimpangan yang bersifat material, sehingga Pemeriksa
dapat melanjutkan ke tahapan berikutnya;
-------------------
Fakta 3: Tidak memerlukan penjelasan
Kriteria 3: Apakah perlu penjelasan?
Kesimpulan: Tidak memerlukan penjelasan, sehingga Opini WTP
--------------------
19
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
20
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
21
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
“In attestation engagements the responsible party measures the subject matter against
the criteria and presents the subject matter information, on which the auditor then
gathers sufficient and appropriate audit evidence to provide a reasonable basis for
expressing a conclusion.”
Risiko dalam pemeriksaan kinerja adalah menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang tidak
tepat, seperti menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat.
“The audit risk is the risk that the audit report may be inappropriate. The auditor performs
procedures to reduce or manage the risk of reaching inappropriate conclusions,
recognising that the limitations inherent to all audits mean that an audit can never provide
absolute certainty of the condition of the subject matter.”
Oleh karena itu, dalam merumuskan kesimpulan perlu mempertimbangkan risiko dan kesimpulan
hendaknya dirancang dari awal (semacam hipotesa). Dengan merancang kesimpulan di awal
maka meminimalisir kegagalan dalam menyimpulkan pada akhir pemeriksaan.
Selain mempertimbangkan risiko maka diperlukan untuk mempertimangkan materialitas sebelum
menarik kesimpulan
“Before drawing conclusions, the auditor reconsiders the initial assessment of risk and
materiality in the light of the evidence collected and determines whether additional audit
procedures need to be performed.”
Berdasarkan temuan yang ada, pemeriksa menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk
menarik kesimpulan
“Based on the findings, the auditor should exercise professional judgement to reach a
conclusion on the subject matter or subject matter information.”
Kemudian ISSAI 300 – Fundamental Principles of Performance Auditing, menyatakan bahwa
pemeriksaan kinerja memberikan suatu informasi atau manfaat dengan menyediakan pandangan
atau kesimpulan yang independen berdasarkan bukti pemeriksaan
“Performance audits deliver new information, knowledge or value by providing an
independent and authoritative view or conclusion based on audit evidence”
Berdasarkan temuan pemeriksaan, pemeriksa merumuskan suatu temuan dan bila
memungkinkan adalah kesimpulan secara keseluruhan.
“Performance auditors should specifically describe how their findings have led to a set of
conclusions and – if applicable – a single overall conclusion.”
22
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Seperti yang telah diungkap diawal, bahwa dalam merumuskan kesimpulan pemeriksa perlu
mempertimbangkan kriteria.
“The criteria provide a basis for evaluating the evidence, developing audit findings and
reaching conclusions on the audit objectives.
The audit objectives, question and approach determine the relevance and the type of
suitable criteria, and user confidence in the findings and conclusions of a performance
audit depends largely on the criteria. Thus it is crucial to select reliable and objective
criteria.”
Dalam pemeriksaan kinerja dengan pendekatan masalah, kesimpulan didasarkan pada proses
analisa dan konfirmasi penyebab.
“Conclusions and recommendations are primarily based on the process of analysing and
confirming causes, even though they are always rooted in normative criteria.”
Risiko pemeriksaan kinerja salah satunya adalah memberikan kesimpulan yang salah atau tidak
tepat. Oleh karena itu, pemeriksa harus mengelola risiko pemeriksaan dengan baik.
“Auditors should actively manage audit risk, which is the risk of obtaining incorrect or
incomplete conclusions, providing unbalanced information or failing to add value for
users.”
Berdasarkan uraian di atas dan muatan perumusan kesimpulan dalam ISSAI 100 dan ISSAI
300, terdapat beberapa hal penting, yaitu:
1. Pemeriksaan kinerja umumnya merupakan jenis penugasan yang bersifat direct engagement
sehingga kendali terhadap subject matter maupun metodologi pemeriksaan kinerja terdapat
di tangan pemeriksa. Oleh karena itu, terkait dengan perumusan kesimpulan maka hampir
tidak dimungkinkan pemeriksa memberikan kesimpulan “tidak menyatakan pendapat” atau
“tidak dapat menyimpulkan”, karena dari awal pemeriksaan pemeriksa bertanggung jawab
untuk menentukan dan merancang desain pemeriksaan yang akan dilakukan secara
achievable dan measureable. Hal ini diperkuat dengan proses pemeriksaan kinerja di BPK
yang dapat didahului dengan pemeriksaan pendahuluan yang akan menentukan berhenti
atau berlanjut ke pemeriksaan terinci, sehingga pada saat pemeriksaan terinci pemeriksa
telah meyakini dapat mengambil kesimpulan.
23
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
24
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
25
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
26
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
mendapatkan bukti memadai yang cukup, tim bisa melaporkan bukti-bukti yang telah
diperoleh dan keterbatasan tim dalam melaksanakan penugasan. Apabila OAG memutuskan
untuk melaporkan permasalahan tersebut, hal tersebut akan diungkapkan sebagai
kualifikasi/pembatasan pada kesimpulan, bahwa auditor tidak dapat mengevaluasi bagian
dari subject matter dikarenakan kurang cukupnya bukti. Ketika kurang cukupnya bukti sangat
signifikan, laporan pemeriksaan bisa menyatakan kesimpulan tersebut sebagai “denial of
conclusion”.
Perlu dipahami bersama bahwa performance audit di OAG Canada merupakan eksaminasi
yang mengacu pada “applicable Chartered Professional Accountants of Canada (CPA Canada)
assurance standards” yang diperjelas dengan uraian berikut “This manual is the first
performance audit manual to include relevant CPA Canada standards, word for word, in each
section. Compliance with these standards is required. The exact wording has been included to
make the link to Office methodology explicit, and to help performance auditors understand
why certain processes must be followed”. Oleh karena itu, bentuk kesimpulan dalam
performance audit di OAG Canada merujuk pula pada praktek jasa asurans eksaminasi yang
diterapkan oleh pula CPA atau Akuntan Publik, sehingga memungkinkan adanya denial
conclusions.
Section 7030 dari manual tersebut menyatakan bahwa kebijakan OAG Canada adalah “a
conclusion against the audit objective that is based on the assessment of the entity’s
performance against each audit criterion” dan khusus untuk kesimpulan kualifikasi dan
penolakan adalah “a qualification or denial of conclusion if the team has been unable to obtain
sufficient appropriate evidence of an entity’s conformity with any of the criteria.” serta “state
a conclusion that conveys the level of assurance being provided and/or any reservation the
practitioner may have—To convey a high level of assurance, the chapter states, in several
places, that an audit is being performed. As well, the conclusion reports against the audit
objective and states any reservations.”
Pengambilan kesimpulan penolakan mengikuti prosedur sistematis dan relevan yang
perlu ditempuh Tim pemeriksa dalam menyimpulkan hasil pemeriksaan, yang tertuang dalam
kebijakan OAG dalam Section 7021, yaitu:
a) Before the conclusion of the audit, the engagement leader shall ensure the applied risk
assessment remains appropriate. [Nov-2011];
27
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
b) Before the conclusion of the audit, the engagement leader shall consider if sufficient
appropriate audit evidence was obtained or if additional audit procedures are needed.
[Nov-2011];
c) If the engagement leader is unable to obtain sufficient appropriate audit evidence, he or
she shall perform appropriate consultation, starting with the entity assistant auditor
general, to evaluate the impact on the assurance engagement report. [Nov-2011].
Dengan demikian, pemeriksa harus meyakini bahwa penilaian risiko masih relevan sesuai
dengan bukti yang tersedia, dan menempuh proses konsultasi dengan pejabat strukturalnya
guna mengidentifikasi prosedur alternatif perolehan bukti.
Secara implisit dapat disimpulkan bahwa ketiadaan bukti, seperti saat kebakaran,
bencana alam atau faktor-faktor force majeur lainnya, bukan termasuk dalam kategori faktor-
faktor yang mengakibatkan “ketiadaan bukti”, sehingga kondisi tersebut tidak mengakibatkan
kesimpulan penolakan.
Di dalam panyajiannya inti dari kesimpulan di dalam LHP OAG terdapat pada satu paragraf
utama dan diberi paragraf penjelasan untuk memberikan penjelasan. Contoh kesimpulan
OAG terdapat pada lampiran II.
3. Kesimpulan menurut NAO-Inggris
Pembahasan terkait kesimpulan dapat ditemukan di Value For Money Handbook NAO. Secara
definisi kesimpulan di NAO adalah:
“VFM Conclusion- A statement that appears in the Summary of all VFM reports. It should be
a clear, ‘after the event’, evidence-based judgement, based around the 3 Es – economy,
efficiency and effectiveness. It is an assessment of whether the audited body achieved
sufficient value (or outcomes) for a given investment of resources.”
Kesimpulan merupakan suatu pernyataan yang muncul di dalam Summary disetiap Laporan
Hasil Pemeriksaan NAO. Kesimpulan harus dinyatakan secara jelas, pertimbangan yang
didasarkan pada bukti serta berdasarkan pada kriteria 3E. Kesimpulan harus menunjukkan apakah
value (Outcome) telah tercapai setelah adanya penggunaan sumberdaya yang ada. Berdasarkan
definisi conclusion di atas, pola penalaran induktif kausalitas adalah model penalaran yang
digunakan dalam merumuskan kesimpulan. Hal ini terlihat dengan kalimat “after the event,
evidence-based judgement”, dalam merumuskan kesimpulan harus berdasarkan pada suatu
pernyataan-pernyataan khusus (bukti dan temuan) kemudian pernyataan khusus tersebut harus
menjawab pernyataan umum (tujuan pemeriksaan) yang dalam hal ini adalah “value (or
outcomes) for a given investment of resources”.
28
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Secara metodologi, NAO memiliki suatu kerangka analitis (analytical framework) yang
merupakan kerangka berfikir untuk membantu pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan.
Kerangka berpikir ini mengarahkan pemeriksaan dari awal sampai menarik kesimpulan hingga
rekomendasi dan merupakan pondasi berpikir bagi pemeriksa terkait makna value for money.
29
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
30
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
“Auditors should report conclusions based on the audit objectives and the audit
findings. Report conclusions are logical inferences about the program based on the
auditors’ findings, not merely a summaryof the findings. The strength of the auditors’
conclusions depends on the sufficiency and appropriateness of the evidence supporting
the findings and the soundness of the logic used to formulate the conclusions.”
Berdasarkan definisi di atas didapatkan bahwa pola penalaran yang digunakan adalah pola
penalaran induktif kausalitas dimana suatu kesimpulan (conclusions) harus didasarkan pada
pernyataan khusus (based on audit finding) dan harus memenuhi pernyataan umum (based
on the audit objectives). Selain itu kekuatan berlogika dalam merumuskan kesimpulan juga
ditekankan oleh GAO “soundness of the logic used to formulate the conclusions”.
Kesimpulan yang baik adalah kesimpulan yang dapat menuntun dan menyakinkan
pengguna laporan untuk menindaklanjuti rekomendasi pemeriksaan dalam rangka perbaikan.
“Conclusions are more compelling if they lead to the auditors’ recommendations and
convince the knowledgeable user of the report that action is necessary.”
GAS juga menyatakan bahwa kegagalan dalam menyimpulkan juga merupakan salah satu
risiko pemeriksaan kinerja. Hal ini bisa disebabkan adanya bukti yang tidak cukup kuat, proses
pemeriksaan yang tidak memadai atau adanya fraud sehingga menyebabkan informasi yang
tidak benar.
“Audit risk is the possibility that the auditors’ findings, conclusions, recommendations, or
assurance may be improper or incomplete, as a result of factors such as evidence that is
not sufficient and/or appropriate, an inadequate audit process, or intentional omissions
or misleading information due to misrepresentation or fraud.”
Untuk dapat mengurangi risiko gagal menyimpulkan atau gagal audit, maka perancangan
metodologi yang tepat di awal pemeriksaan merupakan suatu tahapan yang sangat penting.
GAS juga menekankan perlunya pengumpulan dan analisis bukti yang cukup dan tepat untuk
mendukung temuan dan kesimpulan.
“Auditors should design the methodology to obtain reasonable assurance that the
evidence is sufficient and appropriate to support the auditors’ findings and conclusions in
relation to the audit objectives and to reduce audit risk to an acceptable level”
Oleh karena itu, sangat disyaratkan agar pemeriksa mempertimbangkan tingkat risiko
untuk setiap penugasan pemeriksaan, termasuk risiko penyajian kesimpulan yang tidak
layak/lemah. Pemeriksa perlu memiliki kemampuan pertimbangan profesionalnya
31
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Dari praktik perumusan kesimpulan pemeriksaan kinerja yang dilakukan oleh 4 (empat) SAI di
atas, terdapat beberapa hal penting yang dapat kita petik dalam proses pengambilan simpulan
pada pemeriksaan kinerja yaitu:
1. Kesimpulan yang diambil harus dapat menjawab tujuan pemeriksaan, kesimpulan didapatkan
dari analisi yang logis terhadap bukti-bukti yang mendukung temuan pemeriksaan dan bukan
merupakan ringkasan dari temuan;
2. Pola penalaran yang digunakan adalah pola penalaran induktif kausalitas. Dimana dalam
perumusan kesimpulan didasarkan pada suatu pernyataan/premis khusus (audit findings)
dan memenuhi suatu pernyataan/premis umum (audit objectives) berdasarkan suatu
rangkaian hubungan kausalitas (sebab dan akibat).
3. Kesimpulan mempertimbangkan ketersediaan kriteria untuk menilai subject matter. Kriteria
menyediakan dasar untuk mengevaluasi bukti, mengembangkan temuan pemeriksaan dan
merumuskan kesimpulan berdasarkan tujuan pemeriksaannya;
4. Pemeriksa harus memperoleh bukti yang cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan,
menarik kesimpulan yang dapat menjawab tujuan dan pertanyaan pemeriksaan serta isu
rekomendasi. Kesimpulan yang baik adalah kesimpulan yang dapat menuntun dan
meyakinkan pengguna laporan untuk menindaklanjuti rekomendasi pemeriksaan dalam
rangka perbaikan;
5. Tujuan, kriteria, bukti, dan temuan pemeriksaan merupakan suatu elemen atau variabel yang
penting dan harus diperhatikan dalam proses pengambilan kesimpulan pada pemeriksaan
kinerja. Oleh karena itu Pemeriksa harus dapat menyusun laporan pemeriksaan kinerja yang
logis dan memberikan hubungan yang jelas antara tujuan pemeriksaan, kriteria, temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi. Segala argumen yang relevan harus dipergunakan untuk
mencapai hal tersebut.
32
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
BAB IV
PERUMUSAN KESIMPULAN
Pemeriksaan kinerja membutuhkan pertimbangan profesional dan kemampuan analisis yang
tinggi. Kemampuan tersebut dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga pembuatan
laporan hasil pemeriksaan. Kecakapan profesional tersebut meliputi pengetahuan umum terkait
entitas, program dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan), metodologi pemeriksaan kinerja
yang digunakan serta keterampilan komunikasi yang baik dan efektif. Kecakapan tersebut akan
membantu pemeriksa untuk dapat merancang model pemeriksaan kinerja sekaligus bagaimana
perumusan kesimpulan hasil pemeriksaan. Dalam perumusan kesimpulan, pemeriksa diharuskan
untuk dapat merancang dari awal bagaimana kesimpulan hasil pemeriksaan. Perancangan
kesimpulan sangat tergantung dengan variabel penentu kesimpulan, sehingga pemahaman terkait
variabel dan pola hubungan antar variabel diperlukan untuk merumuskan kesimpulan secara baik,
sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab II dan Bab III.
Pada prinsipnya kesimpulan dibuat untuk dapat menjawab tujuan pemeriksaan sehingga
penentuan tujuan pemeriksaan sangat mempengaruhi kesimpulan. Tujuan pemeriksaan kinerja
sangat tergantung dari harapan penugasan yang diberikan dan hasil telaah yang dilakukan atas
obyek pemeriksaan sehingga tujuan pemeriksaan kinerja akan sangat bervariasi dan luas. Oleh
karena itu, bentuk kesimpulan juga akan bervariasi mengikuti rumusan tujuan pemeriksaan.
Contoh:
Tujuan Pemeriksaan Kesimpulan
Menilai efektivitas pelayanan rawat Pelayanan rawat inap RSUD telah efektif
inap RSUD. Pelayanan rawat inap RSUD tidak efektif
Mengindetifikasi sebab-sebab tidak Penyebab tidak tercapainya target angka
tercapainya target penurunan angka kemiskinan adalah:
kemiskinan o Kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi
bagi rakyat miskin
o Program KIS dan KIP yang tidak tepat sasaran
Menilai upaya pemerintah dalam Upaya Pemerintah telah berhasil sehingga
memenuhi target pajak 2015 memenuhi target pajak 2015
Upaya Pemerintah gagal dalam memenuhi target
pajak 2015
Tabel 4: Bentuk kesimpulan dan tujuan pemeriksaan
33
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
2. Kriteria
Menurut Juklak Pemeriksaan Kinerja (2011) kriteria adalah standar-standar kinerja yang masuk
akal dan bisa dicapai untuk menilai aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dari kegiatan yang
dilaksanakan oleh entitas yang diperiksa. Standar atau ukuran tersebut dapat bersumber dari
ketentuan dan peraturan formal, SOP yang berlaku, panduan/manual praktik internal dan/atau
benchmarking dengan praktik-praktik yang baik (good practices) atau lebih baik (better practices)
atau paling baik (best practice).
Model kriteria yang disusun di tahap perencanaan akan berpengaruh pada perumusan
kesimpulan. Kesimpulan dengan gradasi penilaian (antara Ya dan Tidak atau antara efektif dan
tidak efektif) akan sangat tergantung pada model kriteria yang dibangun. Sehingga kemungkinan
seberapa banyak layer pada gradasi kesimpulan sangat tergantung juga pada seberapa banyak
layer pada kriteria yang dibangun. Oleh karena itu, Pemeriksa perlu untuk merumuskan kriteria
yang achievable dan measureable, sehingga Pemeriksa dapat secara tepat merumuskan
kesimpulan pemeriksaan.
Contoh:
Tujuan Kriteria Kesimpulan
Menilai efektivitas Waktu pelayanan rata-rata UGD ≤ Waktu pelayanan rata-rata UGD RSUD Sumber
pelayanan Unit Gawat 15 menit adalah efektif Waras adalah 10 menit maka pelayanan UGD RSUD
Darurat (UGD) RSUD Sumber Waras adalah efektif
Sumber Waras 15 menit < waktu pelayanan rata- Waktu pelayanan rata-rata UGD RSUD Sumber
rata UGD ≤ 30 menit adalah Waras adalah 25 menit maka pelayanan UGD RSUD
cukup efektif Sumber Waras adalah cukup efektif
Waktu pelayanan rata-rata UGD > Waktu pelayanan rata-rata UGD RSUD Sumber
30 menit adalah tidak efektif Waras adalah 50 menit maka pelayanan UGD RSUD
Sumber Waras adalah tidak efektif
Tabel 5: Tujuan, model kriteria dan kesimpulan
34
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
didapatkan juga akan berbeda. Dalam hal ini, pemeriksa memerlukan cara berpikir secara
deduktif dan pertimbangan professional hingga mencapai titik akar penyebab utama dari suatu
masalah.
Ketika merumuskan suatu kesimpulan, pemeriksa menggunakan pola pikir induktif yaitu
dengan menarik suatu logical inferences dari temuan-temuan yang didapatkan dengan
didukung dengan bukti dan tidak hanya sekedar ringkasan dari temuan-temuan saja.
4. Risiko Pemeriksaan
ISSAI menegaskan bahwa risiko yang mungkin timbul dalam suatu pemeriksaan kinerja
adalah risiko akibat kegagalan memenuhi tujuan pemeriksaan atau merumuskan kesimpulan
atau memberikan nilai tambah pada entitas. Oleh karena itu, Pemeriksa perlu merancang
desain Kesimpulan sesuai dengan tingkat risiko yang dapat diperhitungkan atau yang dapat
diterimanya (acceptable risk). Apabila Pemeriksa tidak yakin untuk dapat menarik kesimpulan
pemeriksaan, maka perlu mempertimbangkan desain kesimpulan yang lain yang
konsekuensinya merubah desain pemeriksaan.
5. Signifikansi Masalah
Signifikansi masalah mempengaruhi magnitude dari suatu Kesimpulan. Sebagai contoh,
apabila subject matter berskala nasional dan memiliki relevansi politis yang tinggi, maka
cakupan pemeriksaan akan lebih luas dibandingkan aspek lain yang memiliki tingkat
kerawanan yang lebih rendah. Sehingga, pengungkapan kesimpulan menjadi lebih memilki
bobot saat dilukiskan secara luas atau strategis. Pemeriksa perlu mempertimbangkan untuk
merancang Kesimpulan sesuai dengan tingkat signifikansi masalah atau subyek yang diperiksa.
B. Perumusan Kesimpulan
Untuk dapat menilai pemeriksa memerlukan suatu Kriteria. Tanpa kriteria, maka pemeriksa
hanya menyajikan fakta lapangan. Oleh karena itu, penetapan Kriteria menjadi sangat esensial
dalam proses pemeriksaan. Kriteria berfungsi sebagai pembanding (yang seharusnya; as should
be) dengan Kondisi (fakta yang ada; as it is), untuk menentukan gap atau deviasi atau masalah
yang terjadi. Terhadap perbedaan inilah, pemeriksa kemudian merumuskan Sebab dan Akibat.
Dengan demikian, proses berpikir dalam pemeriksaan dapat tergambar, sebagai berikut:
35
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Untuk memperoleh fakta berdasarkan bukti pemeriksaan dan menentukan kriteria serta
menilai informasi, pemeriksa menggunakan pertimbangan profesionalnya. Bentuk penilaian
pemeriksa adalah gap/deviasi/masalah, serta faktor penyebab dan akibat. Kesimpulan adalah
resultan seluruh proses tersebut. Dengan demikian, dalam menentukan kesimpulan faktor
pertimbangan pemeriksa menjadi relevan dan penting.
Dalam merumuskan kesimpulan dalam pemeriksaan kinerja, perlu kiranya Pemeriksa
merancang sedari awal dan menjadi bagian dalam prosedur pemeriksaan. Hal ini diperlukan
mengingat Kesimpulan merupakan jawaban atas Tujuan Pemeriksaan yang kemudian dalam
proses pencarian jawaban sering dilukiskan dalam bentuk upaya menjawab Pertanyaan Riset atau
Pertanyaan Pemeriksaan. Model perumusan kesimpulan dalam pemeriksaan kinerja, seperti
terlihat pada gambar berikut.
36
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
a. Langsung
37
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Yaitu bentuk kesimpulan yang bersifat langsung menjawab Tujuan pemeriksaan. Pola ini
mirip dengan kesimpulan dalam Pemeriksaan Keuangan dan PDTT, dimana Pemeriksa
menyimpulkan Opini dan Kesimpulan yang bercirikan “Ya” untuk “Opini/Kesimpulan Wajar” dan
“Tidak” untk “Opini/Kesimpulan Tidak Wajar”.
Untuk pemeriksaan kinerja, Kesimpulan dengan ciri tersebut terlihat pada contoh berikut.
Bergantung pada ketersediaan Kriteria pemeriksaan, yang telah melalui pengujian secara
profesional, bentuk Kesimpulan dapat bersifat “antara Ya dan Tidak”, seperti contoh berikut.
38
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
pemeriksaan. Penggunaan bobot di akhir fase pemeriksaan, tanpa melalui perumusan Kriteria,
menimbulkan risiko perumusan kesimpulan tanpa dasar (invalid) sehingga akan mengurangi
kualitas laporan. Selain itu, Pemeriksa harus merumuskan Kriteria yang valid, tepat dan jelas
apabila menggunakan model pembobotan seperti contoh di atas.
Seperti standar telah mengatur, peraturan atau ketentuan merupakan sumber utama Kriteria
pemeriksaan mengingat sifatnya yang legal formal, diterima oleh entitas dan menjadi patokan
bagi pelaksanaan dan pengukuran kinerja oleh entitas. Benchmarking pada praktek yang baik,
lebih baik dan terbaik merupakan upaya alternatif bagi Pemeriksa saat menemui situasi dimana
tidak terdapat Kriteria atau Kriteria yang ada tidak jelas.
b. Tidak langsung
Model tidak langsung merupakan penyajian kesimpulan melalui perantaraan suatu premis
atau kesimpulan lain. Pola ini terdapat khususnya bila Pemeriksa tidak dapat merumuskan Tujuan
pemeriksaan yang bersifat menilai aspek kinerja secara langsung (to assess directly), sehingga
menggunakan pola perantaraan atau pola dukungan terhadap aspek kinerja entitas yang
diperiksa. Pola seperti ini antara lain diterapkan oleh negara-negara Uni Eropa.
Contoh:
Berdasarkan LHP NAO Inggris Nomor HC 780 SESSION 2014-15 tanggal 5 November 2014
tentang Strategic flood risk management, NAO menyimpulkan antara lain:
“.....On these criteria, the Agency is achieving value for money. We conclude that the
achievement of value for money in the long term remains subject to significant uncertainty.”
Dalam laporannya, NAO menggunakan pendekatan Output dan evaluative criteria untuk
mengukur capaian kinerja. NAO mendeskripsikan baik secara langsung (dhi. mencapai kinerja) dan
tidak langsung dimana capaian kinerja saat ini sebagai perantaraan atau proxy untuk mengukur
capaian di masa mendatang.
39
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
a. Pendekatan Kuantitatif
Dalam pendekatan kuantitatif, perumusan kesimpulan dapat menggunakan alat-alat bantu
misalnya statistika deskriptif, atau statistika inferensial, atau kategorisasi melalui
pembobotan/ranking, atau penetapan prioritas atau hierarkhis. (contoh tool di Lampiran V dan
VI)
b. Pendekatan Kualitatif
Perumusan simpulan dengan pendekatan kualitatif secara umum menginterpretasikan fakta
yang ada secara komprehensif, menganalisis hubungan antara fakta dengan tujuan entitas yang
relevan dengan lingkup dan tujuan pemeriksaan, serta banyak memanfaatkan pengalaman.
Seperti halnya pada pendekatan kuantitatif, perumusan kesimpulan secara kualitatif melibatkan
banyak diskusi, argumentasi serta pertimbangan profesional Pemeriksa yang mendasarkan pada
40
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
dasar hukum atau hasil kajian atau hasil penelitian yang valid. Praktik yang umum diterapkan
dalam perumusan kesimpulan dengan pendekatan kualitatif adalah sebagai berikut:
a. mengklasifikasikan capaian dan temuan pemeriksaan tersebut sesuai dengan subkriteria
dan kriteria utama yang telah ditetapkan Pemeriksa; dan
b. menilai signifikansi capaian dan temuan pemeriksaan terhadap pencapaian tujuan
pemeriksaan. Penentuan signifikansi dapat merujuk pada potensi dampak dari suatu
perbaikan pada tata kelola entitas/objek yang diperiksa, peluang perbaikan kinerja,
signifikansi keuangan, dan lain-lain.
Beberapa teknik analisis yang dapat digunakan dalam metode perumusan kesimpulan
secara kualitatif antara lain adalah hubungan kausalitas (cause and effect relationship) dan
diagram Ishikawa (fishbone diagram). (contoh tool di Lampiran VII)
Apapun pendekatan perumusan kesimpulan yang digunakan, pemeriksa harus
mendesaian sejak awal bagaimana cara merumuskan kesimpulan dengan
mempertimbangkan tujuan pemeriksaan dan kriteria yang digunakan.
41
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
BAB V
PENYAJIAN KESIMPULAN
Kesimpulan pemeriksaan merupakan salah satu elemen penting yang ada dalam LHP Pemeriksaan
Kinerja. PSP 05 SPKN menyatakan bahwa LHP kinerja LHP harus mencakup hasil pemeriksaan berupa
temuan pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi. Tidak ada aturan yang secara khusus mengatur
mengenai bagaimana penyajian kesimpulan dalam LHP kinerja. Namun demikian, dengan mendasari
pada PSP 05 SPKN yang menyatakan bahwa simpulan merupakan jawaban atas pencapaian tujuan
pemeriksaan, maka pernyataan tentang kesimpulan merupakan hal yang mutlak harus disajikan
dalam LHP.
Terdapat beberapa opsi dalam penyajian kesimpulan dalam LHP, yaitu sebagai berikut:
1. Penyajian kesimpulan dalam ikhtisar eksekutif
Penyajian kesimpulan dalam ikhtisar eksekutif akan memudahkan pembaca untuk mengetahui
kesimpulan hasil pemeriksaan tanpa harus membuka Bab Hasil Pemeriksaan. Ikhtisar eksekutif
merupakan ringkasan dari isi laporan, karena itu penyajian kesimpulan dalam ikhtisar eksekutif
merupakan hal yang mutlak. Hal ini dilakukan agar ikhtisar eksekutif memiliki komponen laporan hasil
pemeriksaan yang utuh dan lengkap.
Penempatan pernyataan kesimpulan dalam ikhtisar eksekutif dapat diletakkan sebelum paragraf
temuan pemeriksaan yang signifikan ataupun setelah penyajian temuan pemeriksaan yang signifikan.
Untuk mengilustrasikan penyajian kesimpulan, contoh yang akan digunakan adalah Pemeriksaan
atas pengelolaan peralatan kesehatan pada RSUD “ABC”, dengan tujuan pemeriksaan adalah menilai
efektivitas pengelolaan peralatan kesehatan.
Contoh penyajian kesimpulan dalam ikhtisar eksekutif sebelum penyajian temuan pemeriksaan yang
signifikan.
42
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
43
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
44
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
45
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Bab kesimpulan hasil pemeriksaan disajikan sebagai bab akhir dalam sebuah LHP. Karena
umumnya pernyataan kesimpulan pemeriksaan hanya satu paragraf, maka jika kesimpulan
disajikan dalam bab tersendiri, penyajiannya harus ditambahkan dengan informasi lainnya.
Informasi yang disajikan dalam Bab Kesimpulan mencakup:
a. Pernyataan kesimpulan hasil pemeriksaan;
b. Temuan signifikan;
c. Rekomendasi signifikan; dan
d. Tanggapan entitas secara umum atas temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
Alur penyajian informasi di atas dalam Bab kesimpulan Hasil Pemeriksaan daat bervariasi.
Pernyataan kesimpulan dapat disajikan di awal paragraf, sebelum penyajian temuan signifikan
pemeriksaan atau setelah penyajian temuan signifikan, sebelum penyajian rekomendasi.
Contoh penyajian Bab Kesimpulan Hasil Pemeriksaan dengan pernyataan kesimpulan
disajikan di awal paragraph, adalah sebagai berikut.
BAB
KESIMPULAN HASIL PEMERIKSAAN
46
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Tanggapan Entitas RSUD “ABC” menyambut baik pemeriksaan kinerja yang telah
dilakukan BPK. RSUD “ABC telah memberikan tanggapan atas
setiap temuan yang diberikan BPK, sebagaimana yang telah
diungkapkan dalam Bab Hasil Pemeriksaan, serta menerima
kesimpulan dan rekomendasi yang diberikan BPK. RSUD “ABC”
menyadari bahwa permasalahan yang ditemukan dari dalam
pemeriksaan BPK perlu ditindaklanjuti untuk memperbaiki
kinerja pengelolaan peralatan kesehatan RSUD “ABC”.
Tabel 13: Bab Kesimpulan Hasil Pemeriksaan Kinerja
BAB
KESIMPULAN HASIL PEMERIKSAAN
Uraian ringkas Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, diketahui masih terdapat
mengenai temuan beberapa permasalahan signifikan dalam pengelolaan peralatan
pemeriksaan kesehatan RSUD “ABC”, yaitu sebagai berikut.
1. Perencanaan kebutuhan peralatan kesehatan masih belum
mempertimbangkan kemampuan SDM yang akan
mengoperasikan peralatan serta melakukan pemeliharaan atas
peralatan tersebut;
2. Pemeliharaan peralatan kesehatan masih belum memenuhi
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
3. Terdapat beberapa peralatan kesehatan dalam kondisi rusak
berat, namun belum dihapuskan;
4. Terdapat beberapa peralatan kesehatan yang belum
dimanfaatkan; dan
5. RSUD “ABC” belum memiliki mekanisme monitoring dan
evaluasi atas pengelolaan peralatan kesehatan yang memadai.
Uraian singkat Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada
rekomendasi direktur RSUD “ABC” untuk melakukan hal-hal berikut....
(Uraian singkat rekomendasi signifikan)
47
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
PSP 05 SPKN menyatakan bahwa pemeriksa harus meminta tanggapan/pendapat secara tertulis
dari pejabat yang bertanggung jawab terhadap temuan, simpulan dan rekomendasi termasuk
tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Agar laporan dapat
disajikan secara berimbang, selain menanggapi temuan, entitas juga diberi kesempatan untuk
menanggapi kesimpulan yang diberikan pemeriksa. Namun demikian, apabila melihat praktik
penyajian LHP kinerja BPK, penyajian tanggapan atas simpulan sangat jarang dilakukan, yang lazim
dilakukan hanyalah penyajian tanggapan entitas atas temuan pemeriksaan. Berbeda dengan praktik
yang dilakukan pada beberapa SAI, dimana selain mencantumkan tanggapan atas temuan, LHP juga
mencantumkan tanggapan atas kesimpulan dan rekomendasi.Umumnya tanggapan atas kesimpulan
dan rekomendasi merupakan satu kesatuan. Jika manajemen entitas tidak menyetujui simpulan dan
rekomendasi yang diberikan BPK, maka alasan ketidaksetujuan tersebut harus disajikan dalam
paragraf ini.
Tanggapan atas kesimpulan dapat disajikan pada paragraf tersendiri di bagian akhir ikhtisar
eksekutif atau pada paragraf tersendiri di bagian akhir bab kesimpulan hasil pemeriksaan.
Contoh pernyataan tanggapan atas kesimpulan dan rekomendasi adalah sebagai berikut.
Atas kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan BPK, RSUD “ABC” menerima kesimpulan
yang diberikan, serta akan menindaklanjuti rekomendasi untuk dapat meningkatkan kinerja
pengelolaan peralatan kesehatan di masa mendatang.
48
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
BAB VI
PENUTUP
Penyusunan pedoman perumusan simpulan dalam pemeriksaan kinerja merupakan respon dari
Direktorat Litbang atas salah satu permasalahan yang selama ini muncul dalam pemeriksaan kinerja.
Permasalahan tersebut telah menjadi bahan diskusi di kalangan pemeriksa, mengenai metode
perumusan kesimpulan dalam pemeriksaan kinerja. Sebagian pemeriksa berpendapat bahwa
perumusan simpulan dalam pemeriksaan kinerja dapat dirancang sedemikian rupa sehingga tersedia
format baku atau template sehingga disamping tercapai keseragaman dalam menyusun suatu
simpulan, pemeriksa juga mendapat kemudahan dalam proses penyusunan simpulan, karena telah
tersedia format baku.
Namun demikian, Direktorat Litbang melalui panduan ini menegaskan bahwa kemampuan
menyusun suatu simpulan pada dasarnya merupakan bagian dari karakter alami manusia. Ketika
manusia dapat mengatakan suatu lagu indah, suatu makanan terasa pahit, manis atau pedas, atau
suatu pemandangan terlihat indah, gersang atau kumuh, hal tersebut membuktikan bahwa manusia
secara kodrat memiliki kemampuan dalam merumuskan simpulan, sesederhana apapun. Oleh karena
itu, kajian ini menyimpulkan bahwa hal terpenting dalam merumuskan dan menyusun simpulan dalam
pemeriksaan kinerja adalah dengan mendorong pemeriksa untuk membangun pemahaman mengenai
teori ilmiah dalam menyusun kesimpulan, kemudian membangun pola pikir pemeriksa dalam
menggunakan seluruh teori ilmiah tersebut kedalam metodologi pemeriksaan kinerja. Contoh atau
benchmarking dari beberapa metode dan gaya penulisan simpulan dari beberapa SAI kami sajikan
untuk memberi gambaran lebih jelas, bahwa metode perumusan dan penyajian simpulan dari
beberapa SAI tidak bertentangan dengan kaidah perumusan simpulan secara teori. Lebih lanjut,
pembahasan mengenai teori kesimpulan dan penyajian kesimpulan pada beberapa SAI dalam kajian
ini memperjelas tujuan dari kajian ini, yaitu untuk membantu pemeriksa dalam menterjemahkan teori
pengambilan kesimpulan secara umum, kedalam perumusan kesimpulan atas aspek yang lebih
spesifik, yaitu dalam dunia pemeriksaan kinerja. Salah satu prasyarat utama adalah kemampuan
pemeriksa dalam membangun logical dan critical thinking dalam mengkaji permasalahan dan kasus
dalam temuan-temuan pemeriksaan kinerja, kemudian menarik kesimpulan dengan menggunakan
kaidah-kaidah ilmiah penarikan simpulan.
Untuk memperjelas bagaimana membangun pola pikir yang kritis dan logis dalam merumuskan
kesimpulan, poin-poin di bawah menjelaskan kembali secara ringkas apa yang menjadi pokok-pokok
49
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
pikiran utama dalam panduan ini yang dapat membantu pemeriksa dalam merumuskan kesimpulan
pemeriksaan kinerja, yaitu:
1. Kesimpulan merupakan akhir dari proses berpikir melalui penalaran. Proses berpikir tersebut
merupakan anugrah dari Tuhan YME dan tertanam pada setiap manusia. Proses penalaran
tersebut tentu saja dapat digunakan oleh pemeriksa sebagai kekuatan dalam setiap merumuskan
kesimpulan pemeriksaan kinerja. Dalam konteks pemeriksaan, Kesimpulan juga harus memenuhi
tujuan pemeriksaan dan didukung dengan pengumpulan data dan informasi serta analisis bukti
dalam temuan pemeriksaan. Sehingga kombinasi kemampuan proses bernalar dan pengetahuan
metodologi yang benar dapat membantu pemeriksa dalam merumuskan kesimpulan.
3. Kesimpulan dalam pemeriksaan menggunakan pola penalaran induktif. Pola penalaran induktif
digunakan pemeriksa ketika harus menganalisis dan menarik kesimpulan dari temuan dan bukti
50
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
yang ditemukan menjadi suatu kesimpulan namun tetap menjawab tujuan pemeriksaan. Dari
ketiga pola penalaran induktif yaitu generalisasi, analogi dan kausalitas, pola berpikir Induktif
kausalitas lebih tepat digunakan di dalam konteks pemeriksaan karena kekuatan kausalitas adalah
pada proses pencarian faktor hubungan antara penyebab dan akibat, sehingga fenomena (fakta)
dapat dianalisis secara ilmiah. Dengan pola penalaran induktif kausalitas, pemeriksa kinerja dapat
menjawab tujuan pemeriksaan sekaligus mendapatkan penyebab atau masalah utama dari suatu
entitas sehingga mampu memberikan rekomendasi yang tepat.
4. Menurut ISSAI pemeriksaan kinerja pada umumnya adalah jenis penugasan Direct Reporting
Enggagement dimana pemeriksa memiliki keleluasaan dalam merancang model pemeriksaan
yang achievable dan measureable, sehingga tidak dimungkinkan bagi pemeriksa untuk
mendapatkan kesimpulan “tidak dapat menyimpulkan” atau “tidak menyatakan pendapat”.
b. OAG-Canada
Pola penalaran yang adalah induktif kausalitas dimana suatu kesimpulan (conclusions)
berdasarkan pada suatu pernyataan-pernyataan khusus (assessment of evidence, findings
and observations) kemudian pernyataan khusus tersebut harus menjawab pernyataan
umum (against audit criteria/objectives). Pola berpikir logis dalam pengambilan
kesimpulan banyak diterapkan dalam pengambilan kesimpulan, misalnya pola berpikir
konjungsi yang mensyaratkan pemenuhan tujuan pemeriksaan harus dipenuhi oleh
variabel-variabel yang ditemukan (temuan pemeriksaan). Dan apabila ditemukan
pengecualian maka kesimpulan yang dibuat tersebut harus dibuat dalam pernyataan yang
memuat apa yang dikecualikan. Empat jenis pengambilan kesimpulan yang biasa
51
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
dilakukan di OAG Canada mengambil pola pikir logis konjungsi sebagai dasar
perumusannya.
OAG memiliki empat model kesimpulan tergantung pada hasil temuan dan bukti yang
mendukungnya.
c. NAO
Pola penalaran yang digunakan dalam merumuskan kesimpulan adalah induktif
kausalitas. Dalam merumuskan kesimpulan harus berdasarkan pada suatu pernyataan-
pernyataan khusus (after the event, evidence-based judgement) kemudian pernyataan
khusus tersebut harus menjawab pernyataan umum (value (or outcomes) for a given
investment of resources).
Di NAO, dalam menjalankan pemeriksaan kinerja (value for money), praktik pengambilan
kesimpulan awal dilakukan untuk mendukung tercapainya kesimpulan akhir yang
mendukung tujuan pemeriksaan. Pola tersebut dalam teori pola pikir logis disebut sebagai
modus silogisme hipotesis, kesimpulan awal yang merupakan hipotesis membantu
pemeriksa dalam membangun alur penalaran dalam menyusun kesimpulan akhir melalui
temuan pemeriksaan yang didapat selama proses observasi, hal tersebut bertujuan untuk
menghindarkan pemeriksa dari kesalahan pengambilan kesimpulan atau menghindari
pola penyimpulan yang meloncat (jumping conclusions). NAO tidak memiliki model
kesimpulan yang baku, namun demikian penuangan model kesimpulan lebih bebas yang
terpenting adalah menjawab tujuan pemeriksaan.
d. ANAO
Performance Audit Manual ANAO tidak menjelaskan model penalaran suatu kesimpulan.
Pangaturan kesimpulan hanya terbatas pada bagaimana penyajian kesimpulan di dalam
LHP. Namun demikian, menilik dari LHP ANAO maka pola penalaran induktif kausalitas
dengan berdasarkan suatu pernyataan khusus (evidence and finding) dan harus
menjawab pernyataan umum (audit objective). ANAO menyatakan bahwa kesimpulan
harus menyajikan permasalahan yang signifikan secara ringkas, berimbang, dan logis.
Dalam menyajikan kesimpulan di ANAO, pola pikir logis sebagaimana dijelaskan pada Bab
II juga banyak dipergunakan, terutama pola pikir simplifikasi. Dimana kesimpulan yang
dirumuskan pada pemeriksaan kinerja ANAO memiliki bentuk berupa ringkasan dari
variable-variabel pemeriksaan.
52
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Kesimpulan perlu dirancang sedini mungkin sejak tahap perencanaan pemeriksaan. Perancangan
kesimpulan sebaiknya dimasukkan ke dalam suatu Prosedur Pemeriksaan sehingga menghindarkan
perumusan kesimpulan yang invalid dan tidak independen. Perancangan kesimpulan harus
mempertimbangkan karakteristik dan ketersediaan data dari entitas. Karakteristik dan ketersediaan
data akan menentukan pendekatan apa yang akan digunakan dalam merumuskan kesimpulan baik itu
kuantitatif atau kualitatif. Dalam merumuskan kesimpulan pemeriksa dapat menggunakan salah satu
dari kedua pendekatan tersebut atau mengombinasikan keduanya dengan didukung dengan bukti dan
temuan
53
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
DAFTAR ISTILAH
1. Benchmarking: membandingkan kinerja entitas yang diperiksa dengan organisasi lain yang memiliki
kemiripan jenis organisasi, proses bisnis maupun ukuran kinerja.
2. Best practices: praktik terbaik pada bidang/program sejenis yang bisa digunakan sebagai acuan untuk
pengukuran kinerja.
3. Direct reporting engagements: dalam pemeriksaan jenis pemeriksaan ini, pemeriksa yang melakukan
pengukuran atau mengevaluasi subject matter dengan menggunakan kriteria. Baik subject matter
maupun kriteria ditetapkan oleh pemeriksa sendiri dengan mempertimbangkan resiko serta
materialitas/signifikansi. Outcome dari proses tersebut dipaparkan melalui laporan pemeriksaan
dalam bentuk temuan, kesimpulan, rekomendasi atau opini, yang mana pemeriksa bisa pula
memberikan informasi, analisis maupun wawasan baru.
4. Denial Conclusion: yaitu kualifikasi/pembatasan kesimpulan bila auditor tidak dapat mengevaluasi
subject matter dikarenakan kurang cukupnya bukti secara sangat signifikan, ataupun karena
pembatasan lingkup pemeriksaan oleh auditee. Denial conclussion dipraktikkan di OAG, Canada.
5. Gap: Perbedaan antara kondisi dengan kriteria yang menghasilkan temuan pemeriksaan.
6. ISSAI: International Standards of Supreme Audit Institutions, yaitu standar-standar yang diterbitkan
oleh INTOSAI selaku organisasi auditor pemerintah sedunia.
7. SAI: Supreme Audit Institutions merujuk pada lembaga auditor pemerintah (BPK) di berbagai negara.
8. Jumping conclusion: Sebuah pola penalaran yang meloncat pada kesimpulan akhir, tanpa melihat
dengan cermat premis-premis yang menjadi dasar penarikan kesimpulan tersebut.
9. KPI: Key Performance Indicators, yaitu indikator yang digunakan oleh organisasi untuk mengukur
kinerja (keberhasilan) organisasi.
10. Opini: merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang
disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria, yakni kesesuaian dengan
standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
11. Overall conclusion: bagian dalam laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan oleh ANAO Australia,
yang memuat informasi kepada pembaca mengenai konteks pengambilan kesimpulan, kesimpulan
mengenai kinerja entitas, dampak, rekomendasi, serta tanggapan entitas.
12. Professional judgement: pertimbangan seorang pemeriksa ketika dihadapkan pada suatu kondisi
yang didasarkan pada profesionalitasnya yang diperoleh dari pengalaman maupun pelatihan.
13. Risk based audit: suatu pendekatan dengan menggunakan analisis resiko untuk menentukan area
penting yang seharusnya menjadi fokus pemeriksaan.
14. Signifikansi: salah satu faktor pertimbangan dalam penentuan area kunci yang menilai apakah suatu
area yang akan diperiksa secara komparatif memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan lainnya
dalam obyek pemeriksaan secara keseluruhan, dengan menggunakan faktor pertimbangan yaitu
materialitas keuangan, batas kritis keberhasilan, dan visibilitas.
15. Subject matter: informasi, kondisi atau aktivitas yang diukur atau dievaluasi
terhadap kriteria tertentu.
54
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Value for money (VFM): penilaian apakah manfaat yang dihasilkan oleh suatu program lebih besar
daripada biaya yang dikeluarkan atau masih mungkin melakukan pengeluaran/belanja dengan lebih
baik/bijak. Konsep VFM terutama dilaksanakan di Kanada, Inggris dan negara-negara persemakmuran.
55
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pemeriksa Keuangan . 2014. Panduan Pemeriksaan LKPP dan LKKL. BPK
Direktorat Litbang. 2011. Petunjuk Teknis Penetapan Kriteria Pemeriksaan Kinerja. BPK
GAO. Transportation Safety: Federal Highway Administration Should Conduct Research To Determine Best
Practice In Permitting Oversize Vehicles. www.gao.gov/assets/670/668711.pdf
INTOSAI. 2013. ISSAI 3000 Standards and guideline for performance auditing based on INTOSAI’s Auditing
Standards and practical experience. www.issai.org/media/13224/issai_3000_e.pdf
INTOSAI. INTOSAI Performance Audit Subcommitee – PAS, Safeguarding quality in the performance audit
process. http://www.psc-intosai.org/media/33217/Safeguarging-quality-in-the-performance-audit-
process.pdf.
INTOSAI. INTOSAI Performance Audit Subcommitee – PAS, Making Performance Audit Reports Reader-
friendly. http://www.psc-intosai.org/media/33208/Making-performance-audit-reports-reader-
friendly.pdf.
56
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
INTOSAI. INTOSAI Performance Audit Subcommitee – PAS, Communication in the Performance audit
process. http://www.psc-intosai.org/media/33214/Communication-in-the-Performance-audit-
process.pdf.
INTOSAI. INTOSAI Performance Audit Subcommitee – PAS, Designing performance audits: setting the audit
questions and criteria. http://www.psc-intosai.org/media/39044/Designing-performance-audits_-
setting-audit-questions.pdf.
NAO. 2011. Value For Money Handbook NAO, United Kingdom. http://www.psc-
intosai.org/media/17425/united_kingdom_-_vfm_handbook.pdf.
NAO. 2014. Performan Audit Report Nomor HC 780 SESSION 2014-15 Strategic flood risk management.
https://www.nao.org.uk/wp-content/uploads/2014/11/Strategic-flood-risk-management.pdf.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
57
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Overall conclusion
The maintenance of the National Medical Stockpile (the Stockpile) since 2002 represents a significant government
investment in the nation’s preparedness for public health emergencies resulting from terrorist activities or natural
causes such as pandemics; with over $750 million allocated for the Stockpile in the past decade. In 2012–13 the
Stockpile comprised 42 products and over 110 million items, with a reported value of almost $196 million. The
effective management of this large strategic reserve, comprising pharmaceuticals and personal protective
equipment with a limited shelf life, relies on planning and administrative arrangements geared to: select and
procure appropriate items; warehouse and control the stock; and deal with expiring items. Effective deployment
arrangements are also required to augment state and territory reserves of items from the Stockpile in a timely
manner.
Overall, the Department of Health’s management of the National Medical Stockpile has been generally effective
in recent years, benefiting from improvements introduced since 2010. There remains scope, however, for
improving the department’s strategic framework, operational management and deployment arrangements for
the Stockpile.
Since 2007, when the ANAO concluded that the department had not developed an ppropriate framework for
managing the Stockpile12, the Department of Health has implemented a more structured management approach,
including: the development of strategic and operational risk management plans in 2010; the rationalisation of
previously fragmented storage contracts in 2010; the application of an evidence‐based approach for the selection
of appropriate stockpile items; and the maintenance of formal deployment arrangements with states and
territories. Strategies have also been adopted or examined for the cost‐effective replenishment and disposal of
expired stockpile items. However, there remains scope for improving key elements of the department’s
management arrangements, including: updating the strategic and operational risk management plans; clarifying
aspects of the storage contracts to strengthen reporting and performance monitoring;improving the integrity of
data used to manage the stockpile; and planning to test Stockpile deployment arrangements. Key issues relating
to the Stockpile’s strategic framework, operational management and deployment are discussed in the following
paragraphs.
58
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
The department adopted a more strategic approach to the Stockpile’s management with the introduction of a
strategic plan in 2010, albeit some eight years after the Stockpile was established. While the plan broadly
describes the governance, funding and administrative arrangements for the Stockpile, it should be updated to
identify objectives, priorities and strategies for the Stockpile’s management—key elements of a strategic plan.
High level outcomes for the Stockpile agreed to in 2011 by the then Government should also be reflected in an
updated plan.
Operational management of the Stockpile benefited from the introduction of an operational risk management
plan in 2010, which should be updated to reflect risks identified in the Department of Finance’s 2011 Strategic
Review of the Stockpile.13 Operational management was further improved with the consolidation of warehousing
arrangements into two longer‐term contracts with logistics firms, relating to pharmaceutical items and personal
protective equipment. However, management reports have not been regularly provided, as required under the
contracts, and the department should clarify reporting obligations. Further, there is scope to address weaknesses
in some system controls and shortcomings in manual processing, which have contributed to the emergence of
data integrity issues such as discrepancies between information held in the Stockpile database and warehouse
system records.
The department has developed a deployment framework with states and territories, although these
arrangements have not been recently tested. To provide assurance that deployment arrangements will be
effective in a national health emergency, the department should undertake planning to test deployment
arrangements, in consultation with other jurisdictions.
While there remains scope for further improvement as indicated above, the department’s work in recent years
demonstrates a more active approach to management of the Stockpile, as does the recent focus on the findings
of the
2011 Strategic Review. The ANAO has made four recommendations aimed at improving the effectiveness of the
department’s management of the Stockpile by: improving strategic planning and risk management; enhancing
performance reporting by contractors; reviewing information management arrangements; and planning to test
deployment arrangements.
Penyajian Kesimpulan
59
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
60
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Criteria
National Defence and the Royal Canadian Mounted Police manage selected elements of the contract in
compliance with appropriate legislation, regulations, policies, and directives, and the terms and conditions of the
contract.
Conclusion
While the Canadian Armed Forces has taken steps to improve the management of the Integrated Relocation
Program (IRP) contract, we concluded that it has not completely fulfilled its responsibilities in managing selected
requirements of the 2009 IRP contract in accordance with the relevant authorities and terms and conditions of
the contract. We concluded that the Royal Canadian Mounted Police (RCMP) has fulfilled its responsibilities in
managing selected requirements of the 2009 IRP contract in accordance with the relevant authorities and terms
and conditions of the contract.
The process that the Canadian Armed Forces has implemented does not provide enough assurance that the
payments are in accordance with the contract and the related policies. The Canadian Armed Forces should
improve its process to ensure that payments made under the Canadian Forces IRP are appropriate and meet all
the requirements of section 34 of the Financial Administration Act.
The RCMP has improved controls for relocation transactions. The RCMP should adopt a risk-based approach to its
review, to ensure that it is making optimal use of its resources.
A performance measurement plan was developed by the contractor and accepted by government. The Canadian
Armed Forces should make better use of the results of its reviews so that benefits are consistently provided to all
members in accordance with the policy.
Because of low response rates, the member satisfaction surveys provide limited information. As a result, neither
the Canadian Armed Forces nor the RCMP knows the extent to which members are satisfied with the services
provided.
Penyajian Kesimpulan
61
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
62
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
The Department cannot demonstrate that it is meeting its objectives to improve the quality of care and the
stability of placements for children through the £2.5 billion spent by local authorities; it has no indicators to
measure the efficacy of the care system; and it lacks an understanding of what drives the costs of care. We
recognise that the Department is not the only actor in regard to the outcomes for children in care, but it is clearly
responsible for key components in setting and driving aspiration, expectation and performance and we cannot
conclude that the outcome of the Department’s oversight is efficient or effective enough to constitute value for
money. The Department needs to use its new Innovation Programme to understand what works, especially on
early intervention, if it is to improve the quality of care and reduce short and long-term cost.
The Department agrees the accuracy of the data used in this report, but it does not accept that the report’s key
conclusions and recommendations are supported by the evidence.
63
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Penyajian Kesimpulan
64
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
65
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
66
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
67
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
1. Menilai dampak tingkat partisipasi petani di Kecamatan Luhur dalam program pelatihan
yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian terhadap tingkat produktivitas hasil pertanian
di kecamatan tersebut.
2. Menilai keberhasilan program swasembada daging untuk menurunkan harga daging dan
angka impor daging
Penarikan kesimpulan pada statistik inferensi merupakan generalisasi dari suatu populasi
berdasarkan data (sampel) yang ada.
Didasarkan atas ruang lingkup bahasannya, maka statistik inferensi mencakup:
a. probabilitas atau teori kemungkinan;
b. distribusi teoretis;
c. sampling dan distribusi sampling;
d. pendugaan populasi atau teori populasi;
e. uji hipotesis;
f. analisis korelasi dan uji signifikansi, dan
g. analisis regresi untuk peramalan.
Dengan demikian, statistik inferensi sebenarnya merupakan kelanjutan dari statistik deskriptif.
68
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
69
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Contoh penentuan nilai prioritas dan kriterianya dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:
Nilai Kriteria Penilaian
1 Kriteria audit X sama penting dibanding dengan kriteria audit Y
3 Kriteria audit X sedikit lebih penting dibanding dengan kriteria audit Y
5 Kriteria audit X lebih penting dibanding dengan kriteria audit Y
7 Kriteria audit X sangat penting dibanding dengan kriteria audit Y
9 Kriteria audit X jauh sangat penting dibanding dengan kriteria audit Y
2,4,6,8 *) nilai tengah-tengah
X= Kriteria audit A, B, C, D
Y= Kriteria audit A, B, C, D
*) Pengertian nilai tengah-tengah adalah Jika kriteria audit A sedikit lebih penting dari
kriteria audit B maka kita seharusnya memberikan nilai 3, namun jika nilai 3 tersebut
dianggap masih terlalu besar dan nilai 1 masih terlalu kecil maka nilai 2 yang harus kita
berikan untuk prioritas antara kriteria audit A dengan kriteria audit B.
C 5 3 1 ½
D 3 1 2 1
Cara mengisinya adalah dengan menganalisis prioritas antara kriteria audit baris (horisontal)
dibandingkan dengan kriteria audit kolom (vertikal). Dalam prakteknya kita hanya perlu
menganalisis prioritas kriteria audit yang terdapat dibawah pada garis diagonal (kotak
dengan warna dasar putih) yang ditunjukan dengan warna merah atau diatas garis diagonal
yang ditunjukan dengan kotak warna biru.
Hal ini sesuai dengan persamaan matematika yang menyebutkan jika A(baris) :B (kolom)= X,
maka B : A = 1/X. Contoh: jika kriteria audit B (baris) : kriteria audit A (kolom) = 2, maka
prioritas kriteria audit A (baris) : kriteria audit B (kolom) = ½ (lihat rumus persamaan
perbandingan matematika diatas).
70
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
4) kriteria audit D : kriteria audit A = 3, artinya kriteria audit D sedikit lebih penting
dibanding kriteria audit A;
5) kriteria audit D : kriteria audit B = 1, artinya kriteria audit D dan kriteria audit B sama
penting;
6) kriteria audit D : kriteria audit C = 2, artinya kriteria audit D sedikit lebih penting daripada
kriteria audit C.
c. Tentukan bobot pada tiap kriteria audit. Nilai bobot ini berkisar antara 0 – 1. dan total bobot
untuk setiap kolom adalah 1. Cara menghitung bobot adalah dengan membagi angka pada
setiap kotak dengan penjumlahan semua angka dalam kolom yang sama. Contoh bobot dari
(kriteria audit A, kriteria audit A) = 1/ (1+2+5+3) = 0.090, (kriteria audit B, kriteria audit A) =
2 / (1+2+5+3) = 0.181. Dengan perhitungan yang sama bobot prioritas tabel kriteria audit di
atas menjadi:
Kriteria Audit
Nilai Bobot
A B C D
A 0,091 0,091 0,057 0,118 0,089 8,9%
Kriteria
A. Pemeriksaan Kinerja Efektivitas Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Penyesuaian
(DP) TA 2010 dan 2011
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai apakah penganggaran DAK dan DP hasil optimalisasi
telah efektif. Subtujuan pemeriksaan atas efektivitas penganggaran DAK adalah untuk menilai:
71
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
1. Apakah perencanaan kegiatan DAK dalam RKP telah sesuai dengan RPJM dan memiliki tujuan
dan sasaran yang jelas dan terukur;
2. Apakah anggaran DAK telah dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR secara akuntabel,
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan, dan didukung dasar hukum yang jelas;
3. Apakah DAK dialokasikan kepada daerah yang tepat, dalam jumlah yang tepat, dan ditetapkan
secara tepat waktu;
4. Apakah alokasi DAK telah didukung dengan Petunjuk Teknis yang ditetapkan secara tepat
waktu; dan
5. Apakah ketepatan alokasi dan pelaksanaan kegiatan DAK telah dilakukan pemantauan dan
evaluasi dengan baik dan hasilnya dimanfaatkan untuk alokasi tahun berikutnya.
Subtujuan pemeriksaan atas efektivitas penganggaran DP adalah untuk menilai:
1. Apakah kegiatan DP telah ditetapkan dalam RKP hasil pembahasan dengan DPR serta memiliki
tujuan dan sasaran yang jelas dan terukur;
2. Apakah anggaran DP telah dibahas bersama antara Pemerintah dan DPR secara akuntabel,
ditetapkan sesuai dengan kesepakatan, dan didukung dasar hukum yang jelas;
3. Apakah DP dialokasikan kepada daerah yang tepat, dalam jumlah yang tepat, dan ditetapkan
secara tepat waktu;
4. Apakah Alokasi DP telah didukung dengan aturan pelaksanaan yang memadai; dan
5. Apakah ketepatan alokasi dan pelaksanaan kegiatan DP telah dilakukan pemantauan dan
evaluasi dengan baik dan hasilnya dimanfaatkan untuk alokasi tahun berikutnya.
Lingkup pemeriksaan meliputi:
1. Kegiatan perencanaan DAK dan DP
2. Kegiatan penganggaran DAK dan DP mulai dari penyusunan RAPBN/RAPBN-P, pembahasan
RAPBN/RAPBN-P, dan penetapan APBN/APBN-P
3. Kegiatan alokasi DAK dan DP kepada pemerintah daerah
4. Kegiatan pengaturan pelaksanaan DAK dan DP
5. Kegiatan pemantauan dan evaluasi DAK dan DP
Metode Penarikan Simpulan adalah dengan cara kuantitatif (scoring/pembobotan) sebagai
berikut:
1,00 s/d 1,50 Kinerja Belum Berjalan
1,51 s/d 2,00 Kinerja Belum Efektif
2,01 s/d 2,50 Kinerja Kurang Efektif
2,51 s/d 3,00 Efektif
Metode pembobotan adalah dengan memberi nilai untuk masing-masing kriteria utama, dan
membagi bobot tersebut ke seluruh subkriteria dan sub-subkriteria. Selanjutnya skor ditentukan
dengan menghitung rata-rata (total nilai dibagi dengan jumlah kriteria yang digunakan):
Bila kriteria belum terpenuhi, maka akan memperoleh skor 1
Bila sebagian kondisi sudah terpenuhi, maka akan memperoleh skor 2
Bila kondisi sudah sesuai dengan kriteria, maka akan memperoleh skor 3
72
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Simpulan pemeriksaan adalah bahwa kinerja kurang efektif untuk DAK dan belum efektif untuk
DP hasil optimalisasi.
B. Pemeriksaan Kinerja Pelayanan Farmasi RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran
2012
Tujuan pemeriksaan adalah menilai efektifitas pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Dr Iskak
Kab.Tulungangung.
Sasaran pemeriksaan adalah Pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Dr Iskak Tulungagung.
Metode Penarikan Simpulan adalah dengan cara kuantitatif (scoring/pembobotan) sebagai
berikut:
0 s/d 25,00 Tidak Efektif
25,01 s/d 50,00 Kurang Efektif
50,01 s/d 75,00 Cukup Efektif
75,01 s/d 100 Efektif
Metode pembobotan adalah dengan memberi nilai untuk masing-masing kriteria utama, dan
membagi bobot tersebut ke seluruh subkriteria dan sub- subkriteria. Bila kriteria sama-sekali
tidak terpenuhi, maka akan mendapat bobot 0. Bila kondisi belum sesuai kriteria namun unsur-
unsur telah ada (beberapa syarat yang mendekati kriteria), maka akan mendapat skor 0,5. Bila
kondisi sesuai kriteria, maka akan mendapat skor penuh/ maksimal.
Simpulan pemeriksaan adalah bahwa pelayanan Instalasi Farmasi RSUD Dr Iskak Kab.
Tulungagung Kurang Efektif dengan total nilai sebesar 42,62%.
C. Pemeriksaan Kinerja Pelayanan Informasi statistik atas Kegiatan Survei Harga Konsumen Tahun
Anggaran 2011 dan 2012
Tujuan pemeriksaan adalah menilai efektivitas kegiatan survei harga konsumen pada Deputi
Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS.
Sasaran pemeriksaan mencakup:
a. Perencanaan kegiatan survei harga konsumen
b. Pelaksanaan kegiatan survei harga konsumen
c. Pelaporan kegiatan survei harga konsumen dan pendistrusiannya
d. Evaluasi kegiatan survei harga konsumen oleh aparat pengawas intern
Tim menggunakan metode kuantitatif dalam perumusan simpulan. Langkah perumusan simpulan
tersebut dapat dirangkum sebagai berikut:
a. Tim menyusun pembobotan/scoring atas pemenuhan kriteria pemeriksaan secara keseluruhan.
Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut:
0 – 49 tidak efektif
50 – 64 kurang efektif
65 – 79 cukup efektif
80 – 94 efektif
95 – 100 Sangat efektif
73
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
b. Tim memberikan bobot untuk masing-masing kriteria utama, dan membagi bobot tersebut ke
seluruh subkriteria.
Pemeriksaan ini terdiri dari empat kriteria utama, masing-masing kriteria utama tersebut
memiliki subkriteria. Pembobotan untuk masing-masing kriteria utama dan subkriteria dapat
dilihat pada tabel berikut:
Kriteria/ Subkriteria Bobot
Sarana dan prasarana yang diperlukan telah disiapkan dan didistribusikan secara 5
memadai.
Terdapat analisa kebutuhan anggaran, SDM, sarana dan prasarana, yang memadai 5
Pelaporan survei HK tidak melewati batas waktu yang telah ditetapkan dalam 6,5
ketentuan yang berlaku.
Pengguna telah mendapatkan pelaporan survei secara periodik dan 7
memanfaatkannya
Kegiatan survei harga konsumen telah dievaluasi secara memadai 20
Mekanisme evaluasi dan pengukuran kinerja kegiatan HK telah ditetapkan secara 6,5
memadai.
Kegiatan survei HK telah di evaluasi secara memadai oleh unit pengawasan intern. 6,5
Hasil evaluasi dan penilaian kinerja telah ditindaklanjuti subject matter terkait 7
guna perbaikan kinerja kegiatan
74
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
c. Tim memberikan nilai untuk hasil pemeriksaan pada setiap subkriteria dengan ketentuan
sebagai berikut.
100, jika hasil pemeriksaan telah memadai dalam memenuhi subkriteria
80, jika hasil pemeriksaan cukup memadai dalam memenuhi subkriteria
50, jika hasil pemeriksaan kurang memadai dalam memenuhi subkriteria dan berpotensi
menggangu pencapaian tujuan kegiatan
20, jika hasil pemeriksaan tidak memadai dan mengganggu pencapaian tujuan kegiatan
0, jika hasil pemeriksaan menunjukkan subkriteria tidak terpenuhi sama sekali
d. Tim menentukan nilai hasil pemeriksaan atas masing-masing subkriteria dengan mengalikan
bobot subkriteria dengan nilai hasil pemeriksaan.
e. Tim mengompilasi seluruh nilai untuk masing-masing subkriteria dengan menjumlahkan seluruh
nilai sub-subkriteria.
f. Tim menentukan nilai hasil pemeriksaan dengan menjumlahkan seluruh nilai subkriteria.
g. Tim menentukan simpulan.
h. Simpulan pemeriksaan adalah bahwa kinerja kegiatan pelayanan informasi statistik atas
kegiatan survei harga konsumen Cukup Efektif.
D. Pemeriksaan Kinerja Kegiatan Peningkatan Ekspor Pada Tim Nasional Peningkatan Ekspor Dan
Peningkatan Investasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian Dan Kementerian
Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah TA 2011 Dan 2012
Tujuan pemeriksaan adalah menilai efektifitas kegiatan Peningkatan Ekspor pada Tim Nasional
Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah TA 2011 dan 2012.
Sasaran pemeriksaan meliputi:
a. Kinerja Timnas PEPI dalam rangka peningkatan ekspor dan kinerja Pokja Peningkatan Ekspor
Timnas PEPI.
b. Tugas dan fungsi Timnas PEPI pada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan
Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka peningkatan ekspor.
Metode Penarikan Simpulan dengan cara kuantitatif (scoring/pembobotan) adalah sebagai
berikut:
Kinerja belum efektif 0-60
Metode pembobotannya adalah pertama dengan memberi bobot untuk masing-masing kriteria
utama yaitu :
75
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
76
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Untuk mendapatkan penilaian akhir maka rumus yang digunakan adalah nilai yang didapatkan per
masing subkriteria dikalikan dengan pembobotan untuk masing-masing kriteria utama seperti
terlihat di penjelasan.
Simpulan yang dirumuskan adalah bahwa kinerja Kegiatan Peningkatan Ekspor Pada Timnas Pepi,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan UKM adalah
Cukup Efektif (Dengan Nilai 75,08).
77
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
78
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Pengelolaan
Perencanaan Pengorganisasian Sumber Pelaksanaan Pengendalia
daya n
Masalah
Kebijakan
Sistem
Kepatuhan
Dalam mapping tersebut digunakan pendekatan dengan 3 dimensi/masalah (sisi vertikal) yaitu
kebijakan, sistem, dan kepatuhan, sedangkan sisi horizontal dilihat dari aspek pengelolaan yang
baik atau good management model yaitu perencanaan, pengorganisasian sumber daya,
pelaksanaan, dan pengendalian. Tiga dimensi tersebut yang menjadi dasar “penyebab”
permasalahan untuk dirumuskan kesimpulan.
Simpulan pemeriksaan yang dihasilkan dari pendekatan di atas berbunyi:
“Hasil pemeriksaan BPK atas kinerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri
menyimpulkan bahwa penempatan TKI di luar negeri tidak didukung secara penuh dengan
kebijakan yang utuh, komprehensif dan transparan untuk melindungi hak-hak dasar TKI dan
kesempatan yang sama bagi setiap pemilik kepentingan. Hal ini juga tidak didukung dengan sistem
yang terintegrasi dan alokasi sumber daya yang memadai guna meningkatkan kualitas penempatan
dan perlindungan TKI di luar negeri. Ketidakjelasan kebijakan dan lemahnya sistem penempatan
dan perlindungan TKI memberikan peluang terjadinya penyimpangan sejak proses rekrutmen,
pelatihan dan pengujian kesehatan, pengurusan dokumen, proses penempatan di negara tujuan
sampai dengan pemulangan TKI ke tanah air. Kompleksitas masalah tersebut mengakibatkan
efektivitas penempatan dan pelindungan TKI di luar negeri tidak tercapai secara optimal.”
79
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
80
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Report
Data Analysis Audit Sanction Misi Ekonomi
&
& Governance & & Text Misi Kelembagaan Text
Information
Usage Compliance Enforcement Misi Sosial Budaya
Gathering
1 2 3 4
3. Identifikasi Penyebab
Langkah berikutnya adalah memfokuskan pada penyebab utama untuk mencari penyebab-
penyebab tambahan yang ada pada setiap kategori faktor penyebab. Pada kategori penyebab
utama seperti metode, personil, manajemen, pengukuran, material, dan mesin ataupun
kategori lainnya, harus diyakini bahwa prosedur dan pemahaman yang dilakukannya telah
memberikan informasi yang cukup untuk mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu
permasalahan. Hasil dari pengidentifikasian penyebab tersebut adalah sebuah diagram fish
bone sebagai berikut:
81
SERI PANDUAN PERUMUSAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN KINERJA
Method
Supervisi (13,15,44)
Dokumentasi (13,15,23,36,44)
Control
Perencanaan (6,12,18,
34,43)
Method Measurement Laporan (11,35,45) Monitoring (10.24,26,
Laporan (1,40) 37)
Alat
Apakah kegiatan
Analisis (1) Tindak
Integrity(6,41) Pengembangan (4,6) Pengawasan pengawasan dan
Lanjut (14,20,22,24,26,33)
Waktu (40) Langsung (4,8) penegakan
Jumlah (3) Manual(6) Evaluasi (10,21,
Peraturan (17,32) hukum yang
Man (3) Clarity(12,33) 33,38,39)
Skill(3,9) Lemb.Penunjang (5) IKU(16.27,31,42) dilakukan
Bappepam-LK
Report telah efektif
Data Analysis Audit Sanction Misi Ekonomi
& untuk Text
& Governance & & Misi Kelembagaan Text
Information
Gathering
Usage Compliance Enforcement meningkatkan Misi Sosial Budaya
kepatuhan
Monitoring(28,29 Penyedia Jasa
Anggaran (2) 30) Kualifikasi (9) Dana Pensiun,
Perencanaan (2) Ketentuan (9)
Perencanaan(41) Perasuransian,
Management (2,7)
Peraturan (41)
Pembiayaan dan
SDM (19)Cetak biru (2) Kuantitas (3) Penjaminan
Pelaksanaan (27)
Anggaran (3)
Pada penarikan simpulan dengan menggunakan fish bone diagram, Pemeriksa memodifikasi garis
horizontal fish bone diagram yang menuju arah effect dengan ruas-ruas yang menunjukkan proses
bisnis dalam fungsi Pengawasan Badan Pengawas “ABC”. Ruas-ruas tersebut disusun dari sisi kiri
bagan ke sisi kanan bagan, dimana semakin ke arah sisi kanan maka semakin dekat pula dengan
fungsi pengawasan yang sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Diagram tersebut juga membagi dua
daerah, yaitu daerah risiko tinggi dan risiko rendah. Risiko Tinggi merupakan wilayah yang dekat
dengan fungsi utama pengawasan, sedangkan risiko rendah merupakan wilayah yang tidak terlalu
signifikan dalam menentukan fungsi pengawasan di Badan Pengawas “ABC” tersebut.
Diagram fish bone ini merupakan tool yang digunakan dalam penarikan simpulan atau penarikan
masalah secara kualitatif. Namun demikian bila kita mengikuti alur berpikir dari LHP Kinerja Badan
Pengawas “ABC” ini kita harus mendefinisikan ruas-ruas proses bisnis dari tujuan pemeriksaan
tersebut dan kemudian harus menempatkan temuan-temuan pemeriksaan yang disebut sebagai
sebab atau cause ke dalam kategori yang tepat, sehingga didapatkan kesimpulan yang sesuai.
Selanjutnya membagi area risiko yang nanti digunakan sebagai dasar penarikan simpulan, apakah
termasuk efektif, kurang efektif, belum efektif, atau tidak efektif.
Simpulan pemeriksaan yang dihasilkan berbunyi: “Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa Badan
Pengawas ‘ABC’ belum efektif dalam melaksanakan fungsi pengawasannya.”
82