Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA (HD)

A. Defenisi Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah, dan dialisi=pemisahan atau filtrasi.
Hemodialisa adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif
ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Terapi ini dilakukan dengan
menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi membran penyaring semipermeabel (ginjal
buatan). Hemodialisa dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera
dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian. Tujuan
dari hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi
dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan kedalam mesin dialisis. (Muttaqin & Sari, 2011).

B. Prinsip-prinsip Hemodialisa
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi dengan
cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan
konsentrasi yang lebih rendah (Smeltzer & Bare, 2012).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, Gradien ini
dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi
pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini
diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan)
(Smeltzer & Bare, 2012).
Sistem dapar (buffer sisite) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan
berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk
membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam
tubuh melalui pembuluh darah vena (Smeltzer & Bare, 2012).
C. Penatalaksanaan Hemodialisa pada Pasien
Pada klien GGK, tindakan hemodialisa dapat menurunkan resiko kerusakan
organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisa tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen.
Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya atau sampai
mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk
akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien
dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut
secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan
demikian meminimalkan gejala (Smeltzer & Bare, 2012).
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian
dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan
makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian
dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan (Smeltzer & Bare,
2012).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan anti
hipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam
darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Smeltzer
& Bare, 2012).
D. Indikasi dan Komplikasi Terapi Hemodialisa
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju
filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah :
2.4.1. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2.4.2. K serum > 6 mEq/L
2.4.3. Ureum darah > 200 mg/Dl
2.4.4. pH darah < 7,1
2.4.5. Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
2.4.6. Fluid overloaded
E. Proses Keperawatan
5.1. Pengkajian
Pengkajian Pre hemodialisa
Adapun pengkajian klien Pre Hemodialisa menurut Hidayat (2010) yaitu:
1) Riwayat penyakit, tahap penyakit
2) Usia
3) Keseimbangan cairan, elektrolit
4) Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
5) Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
6) Respon terhadap dialysis sebelumnya.
7) Status emosional
8) Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
9) Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD
1) Tekanan darah: hipotensi
2) Keluhan: pusing, palpitasi
3) Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb

5.2. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien yang menjalani hemodialisa
Pre Hemodialisa;
1) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber
informasi.
2) Cemas b.d krisis situasional
Intra Hemodialisa;
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan.
2) Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol,
ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasiv.
Post Hemodialisa;
1) Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder
terhadap penusukan
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TINDAKAN HEMODIALISA

1. KONSEP DASAR TINDAKAN


A. Pengertian
Dialisis adalah proses difusi partikel larut dari satu kompartemen ke kompartemen
lain melewati membran semipermeabel.
Hemodialisa adalah lintasan darah melalui selang diluar tubuh ke ginjal buatan,
dimana dilakukan pembuangan kelebihan zat terlarut dan cairan. Frekuensi
hemodialisa bervariasi dari 2 – 3 x/minggu.
Darah yang mengandung produk sisa seperti urea dan kreatinin mengalir
kedalam ginjal buatan (dialiser), tempat akan bertemu dengan dialisat yang tidak
mengandung urea dan kreatinin. Aliran berulang darah melalui dialiser pada
rentang kecepatan 200 – 400 ml/jam, lebih dari 2 – 4 jam, diharapkan dapat
mengurangi kadar produk sisa ini menjadi keadaan yang lebih normal.

B. Tujuan
1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah dan
bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif (penghisap)dalam
kompartemen dialisat.
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
C. Indikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
4. Ureum lebih dari 200 mg/dl
5. PH darah kurang dari 7,1
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
D. Bentuk / Gambaran Peralatan Yang Digunakan
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Terdiri dari membran semi permeabel yang memisahkan kompartemen darah dan
dialisat.
2. Dialisat atau Cairan Dialisis
Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat
ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia saring. Bukan
merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati
membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri
dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada
membran permeabel yang besar, maka air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersildan
umumnya digunakan oleh unit kronis.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat mengukur serta
pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Aksesori Peralatan
a. Perangkat Keras, terdiri dari :
1). Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin
2). Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi
dialisat,
perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.
b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan :
1). Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara dialiser dan
pasien.
2). Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan terhadap
darah
3). Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum digunakan.
5. Komponen Manusia/Pelaksanaan
Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai keahlian dalam
Menggunakan teknologi tinggi, tercapai melalui pelatihan teorits dan
praktikal dalam lingkungan klinik.
Aspek yang lebih penting adalah pemahaman dan pengetahuan yang akan
digunakan perawat dalam memberikan asuhan pada pasien selama dialisis
berlangsung.
E. Persiapan Pra Dialisis
Tingkat dan kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa
akan beragam diantara pasien-pasien dan tergantung pada beberapa variabel. Untuk
itu sebelum proses hemodialisa, perlu dikaji terlebih dahulu tentang :
- Diagnosa penyakit
- Tahap penyakit
- Usia
- Masalah medis lain
- Nilai laboratorium
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Keadaan emosi
F. Persiapan Peralatan
1. Jarum arteri
2. Selang normal saline
3. Dialiser
4. Bilik drip vena
5. Detektor
6. Port pemberian obat
7. Pemantau tekanan arteri
8. Pompa darah
9. Sistem pengalir dialiser
10. Pemantau tekanan vena
11. Jarum vena
12. Penginfus heparin
G. Prosedur Tindakan
Akses ke sistem sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: vistula
atau tandur arteriovenosa (AV), atau kateter hemodialisis dua lumen.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
“arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk kedalamnya sebagai
darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum:
jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada fistula atau
tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal saline yang
diklep selalu disambungkan ke sirkuit tetap sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
saline yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir
kedalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan
zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati kondektor udara dan foam
yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada
kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialisis diberikan
melalui port obar-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun, bahwa kebanyakan
obat-obat ditunda pemberiannya sampai dialisis selesai kecuali memang
diperintahkan harus diberikan.
Darah yang telah melewati dialisis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang Posdialiser. Setelah waktu tindakan yang dijadwalkan, dialisis diakhiri
dengan mengklem darah dari pasien, membuka slang cairan normal saline, dan
membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang,
meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan
dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialisis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib digunakan oleh tenaga pelaksana hemodialisa.
H. Interpretasi Hasil
Hasil hemodialisa dapat dinilai dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan
koreksi gangguan elektrolit dan asam basa.
I. Komplikasi
1). Ketidakseimbangan Cairan
a. Hipervolemia
Temuan berikut ini mengisyaratkan adanya kelebihan cairan seperti tekanan
darah naik, peningkatan nadi, dan frekuensi pernafasan, peningkatan
tekanan vena sentral, dispnea, batuk, edema, penambahan BB berlebih
sejak dialysis terakhir
b. Hipovolemia
Petunjuk terhadap hipovolemia meliputi penurunan TD, peningkatan
frekuensi nadi, pernafasan, turgor kulit buruk, mulut kering, tekanan vena
sentral menurun, dan penurunan haluaran urine. Riwayat kehilangan
banyak cairan melalui lambung yang menimbulkan kehilangan BB yang
nantinya mengarah ke diagnosa keperawatan kekurangan cairan.
c. Ultra filtrasi
Gejala ultrafiltarasi berlebihan adalah mirip syok dengan gejala hipotensi,
mual muntah, berkeringat, pusing dan pingsan.
d. Rangkaian ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
Ultrafiltrasi cepat untuk tujuan menghilangkan atau mencegah hipertensi,
gagal jantung kongestif, edema paru dan komplikasi lain yang berhubungan
dengan kelebihan cairan seringkali dibatasi oleh toleransi pasien untuk
memanipulasi volume intravaskular.
e. Hipotensi
Hipotensi selama dialysis dapat disebabkan oleh hipovolemia, ultrafiltrasi
berlebihan, kehilangan darah ke dalam dialiser, inkompatibilitas membran
pendialisa, dan terapi obat antihipertensi
f. Hipertensi
Penyebab hipertensi yang paling sering adalah kelebihan cairan, sindrom
disequilibrium, respon renin terhadap ultrafiltrasi, dan ansites.
g. Sindrome disequilibrium dialisis
Dimanifestasikan olehh sekelompok gejala yang diduga disfungsiserebral
dengan rentang dari mual muntah, sakit kepala, hipertensi sampai agitasi,
kedutan, kekacauan mental, dan kejang.
2) Ketidakseimbangan Elektrolit
Elektrolit merupakan perhatian utama dalam dialisis, yang normalnya
dikoreksi selama prosedur adalah natrium, kalium, bikarbonat, kalisum,
fosfor, dan magnesium.
3) Infeksi
Pasien uremik mengalami penurunan resisten terhadap infeksi, yang
diperkirakan karena penurunan respon imunologik. Infeksi paru merupakan
penyebab utama kematian pada pasein uremik.
4) Perdarahan dan Heparinisasi
Perdarahan selama dialysis mungkin karena konsidi medik yang mendasari
seperti ulkus atau gastritis atau mungkin akibat antikoagulasi berlebihan.
Heparin adalah obat pilihan karena pemberiannya sederhana, meningkatkan
masa pembekuan dengan cepat, dimonitor dengan mudah dan mungkin
berlawanan dengan protamin.
J. Permasalahan Yang Sering Dihadapi
1. Masalah peralatan
a) Konsentrasi dialisat
Perubahan mendadak atau cepat dalam konsentrasi dialisat dapat
mengakibatakan kerusakan sel darah dan kerusakan serebral. Gejala ringan
seperti mual muntah, dan sakit kepala. Pada kasus berat dapat mengakibatkan
koma, kekacauan mental dan kematian.
b) Aliran dialisat
Aliran yang tidak mencukupi tidak akan membahayakn pasien tetapi akan
mengganggu efisiensi dialysis.
c) Temperatur
Suhu harus dipertahankan pada 36,7 – 38,3 C
d) Aliran darah
Faktor yang mempengaruhi adalah tekanan darah, fistula dan fungsi kateter,
serta sirkuit ektrakoporeal.
e)Kebocoran darah
f) Emboli udara
Daftar pustaka
( Diambil dari Doenges, Marillyn E. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta;
EGC, 1999 )
Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Laporan riset kesehatan dasar
RISKESDAS 2007. Badan peneliti dan pengembangan kesehatan. jakarta

Anda mungkin juga menyukai