Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SELULITIS

A. DEFINISI

Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan

subkutan (Arif, 2015). Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang

jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab

tersering streptokokus betahemolitikus dan stafilokokus aureus.

B. ETIOLOGI

Penyakit Selulitis disebabkan oleh:

1. Infeksi bakteri dan jamur :

 Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus

 Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus grup

 Infeksi dari jamur, Tapi Infeksi yang diakibatkan jamur termasuk

jarang

 Aeromonas Hydrophila.

 S. Pneumoniae (Pneumococcus)

2. Penyebab lain :

Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia. Kulit kering

Eksim, Kulit yang terbakar atau melepuh, Diabetes, Obesitas atau

kegemukan, Pembekakan yang kronis pada kaki, Penyalahgunaan obat-

obat terlarang, Menurunnyaa daya tahan tubuh, Cacar air, Malnutrisi,

Gagal ginjal
Beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis

 Usia

Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan

darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit

potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi

darahnya memprihatinkan.

 Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)

Dengan sistem immune yang melemah maka semakin

mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia

lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun

(bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.

 Diabetes mellitus

Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga

mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi.

Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan

potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi

bakteri penginfeksi.

 Cacar dan ruam saraf

Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi

jalan masuk bakteri penginfeksi.

 Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)

Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan

masuk bagi bakteri penginfeksi.


 Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki

Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan

menambah resiko bakteri penginfeksi masuk

 Penggunaan steroid kronik

Contohnya penggunaan corticosteroid.

 Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia

 Penyalahgunaan obat dan alcohol

Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri

penginfeksi berkembang.

 Malnutrisi

Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,

mempermudah timbulnya penyakit ini.

C. PATOFISIOLOGI

Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang

terbuka. Dua bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi ini adalah

streptococcus dan staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi adalah di kaki,

khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Karena cenderung

menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah, jika tidak segera diobati,

selulitis dapat menjadi gawat. Pada orang tua, sellulitis yang mengenai

extremitas bawah dapat menimbulkan komplikasi sebagai tromboflebitis. Pada

penderita dengan edema menahun, sellulitis dapat menyebar atau menjalar

dengan cepat sekali sedangkan penyembuhannya lambat. Daerah nekrotik


yang mendapat superinfeksi bakteri gram negative akan mempersulit

penyembuhan.

D. STUDI LAB

Tidak membutuhkan prosedur lebih lanjut untuk sampai ke tahap

diagnosis (yang meliputi anamnesis,uji laboratorium, sinar x dll, dalam kasus

cellulite yang belum mengalami komplikasi yang mana criterianya seperti :

 Daerah penyebaran belum luas

 Daerah yang terinfeksi tidak mengalami rasa nyeri atau sedikit nyeri

 Tidak ada tanda-tanda systemic seperti : demam, terasa dingin, dehidrasi,

tachypnea, tachycardia,hypotensi.

 Tidak ada factor resiko yang dapat menyebabkan penyakit bertambah

parah seperti : Umur yang sangat tua, daya tahan tubuh sangat lemah. Jika

sudah mengalami gejala seperti adanya tanda systemic, maka untuk

melakukan diagnosis membutuhkan penegakan diagnosis tersebut dengan

melakukan pemeriksaan lab seperti :

- Complete blood count

- BUN level

- Creatinine level

- Culture darah

Pembuangan luka

Immunofluorescence : Immunofluorescence adalah sebuah teknik yang

dimana dapat membantu menghasilkan diagnosa sera pasti pada kultur

cellulites negative, tapi teknik ini jarang digunakan. Penggunaan MRI


juga dapat membantu dalam mendiagnosa infeksi cellulites yang

parah.

E. MANIFESTASI KLINIK

Riwayat: Biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, sepeti ulkus statis,

luka tusuk: sesudah saru atau dua hari akan timbul eritem local dan rasa sakit.

Gejala sistemik: Malaise, demam (suhu tubuh dapat mencapai 38,5°C), dan

menggigil. Eritem pada tempat infeksi cepat bettambah merah dan menjalar.

Rasa sakit setempat terasa sekali.

Lesi Kulit: Daerah kulit yang teraba merupakan infiltrat edematus yang

teraba, merah, panas, dan luas. Pinggir lesi tidak menimbul atau berbatas tegas.

Terdapat limfadenopati setempat yang disertai dengan limfangitis yang

menjalar kearah proksimal. Vesikula permukaan dapat terjadi dan mudah

pecah. Abses local dapat terbentuk dengan nekrosis kulit di atasnya. Sellulitis

yang terdapat di kulit kepala di tandai oleh beberapa nodula kecil dan abses..

Proses ini biasanya kronik dengan kecenderungan membentuk terowongan

kulit. Biasanya penyakit ini terjadi pada dewasa muda dan sering disertai

jerawat atau hidradenitis supurativa. Sellulitis perianal yang terdapat pada anak

merupakan merupakan proses yang sakit karena terjadi edem di sekitar anus,

yang konsistensinya lunak. Penyebabnya biasanya Streptococcus group A.

Penampakan yang paling umum adalah bagian tubuh yang menderita selullitis

berwarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang

dan mengilap. Gejala tambahan yaitu demam, malaise, nyeri otot, eritema,

edema, lymphangitis. Lesi pada awalnya muncul sebagai makula eritematus


lalu meluas ke samping dan ke bawah kulit dan mengeluarkan sekret

seropurulen. Gejala pada selulitis memang mirip dengan eresipelas, karena

selulitis merupakan diferensial dari eresipelas. Yang membedakan adalah

bahwa selulitis sudah menyerang bagian jaringan subkutaneus dan cenderung

semakin luas dan dalam, sedangkan eresipelas menyerang bagian superfisial

kulit.

F. PENATALAKSANAAN

 Pemeriksaan Laboratorium

- CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit

dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya

infeksi bakteri.

- BUN level

- Creatinin level

- Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga

- Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada

daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau

terdapat bula

- Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum

memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak

tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi,

takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.


 Pemeriksaan Imaging

 Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap

(seperti kriteria yang telah disebutkan)

 CT (Computed Tomography)

Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat

tata kilinis menyarankan subjucent osteomyelitis. Jika sulit membedakan

selulitis dengan necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan

adalah :

- MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis

infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis,

necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan

abses pada subkutaneus.

G. PENCEGAHAN

 Jika memiliki luka,

- Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air

- Oleskan antibiotic

- Tutupi luka dengan perban

- Sering-sering mengganti perban tersebut

- Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi

 Jika kulit masih normal,

- Lembabkan kulit secara teratur

- Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati

- Lindungi tangan dan kaki, ataupun mata


- Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial

H. PENGOBATAN :

A. Menggunakan antibiotic, contohnya :

- Organisme Nama Obat Obat Alternative mixed infection

Ampicillin/sulbactam, Imipenem/cilastatin, Ticarcillin/clavulanate

Cefoxitin,Clindamycin atau metronidazole+aminoglycoside

Streptocoocus (A,B,C,G), Anaerobic Streptococci Penicillin

G+Clindaycin Ceftriaxone+Clindamycin, Enterococcus Penicilin G atau

Ampicilin+genamycin or streptomycin Vancomycin+gentamycin atau

streptomycin

Staphylococcus aureus Nafcillin (atau oxacillin), Vancomycin Cefazolin,

Amoxicilin/clavulanic acid Clostridium Perfingens, Clostridium

Septicum Penicilin G + clindamycin Metronidazole+imipenem atau

meropenem Chloramphenicol(6)

I. TINDAK LANJUT :

Perawatan lebih lajut bagi pasien rawat inap:

- Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravenous

- Pelepasan antibiotic parenteral pada pasien rawat jalan menunjukan bahwa

dia telah sembuh dari infeksi

- Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan :

- Perlindungan penyakit cellulites bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan

dengan cara memberikan erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari

atau intramuscular benzathine penicillin.


J. KOMPLIKASI :

Bakteremia, Nanah atau local Abscess.Superinfeksi oleh bakteri gram

negative, Lymphangitis, Trombophlebitis, Sellulitis pada muka atau Facial

cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar 8%. Dimana dapat

menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus melakukan

amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian umum Penting artinya untuk memulai setiap pengkajian

dengan pengkajian umum terhadap pasien sebagai satu kesatuan. Setiap

pengkajian pasien harus meliputi pengkajian dan dokumenasi tentang kondisi

fisik umum, kemampuan perawatan disi, penampilan kulit, mobilitas, status

nutrisi, kontinensia, fungsi sensoris, status kardiovaskuler, fungsi respirasi, ada

tidaknya nyeri, status kesadran dan kewaspadaan mental, status emosional,

pemahaman kondisi saat ini, medikasi terbaru, alergi dan keadaan social.

1. Status nutrisi

Malnutrisi merupakan penyebab yang sangat penting dari kelambatan

penyembuhan luka. Pentingnya pemantauan secara ketat terhadap berat

badan dan indicator malnutrisi lainnya pada pasien dengan cedera berat,

setelah operasi besar, dan saat terdapat septicemia sangat ditekankan

(Kinney, 2012). Mintalah nasehat ahli gizi apabila dicurigai adanya

malnutrisi.

Pengkajian nutrisi: indeks umum malnutrisi kalori/ protein.


 Antropometri

- Berat badan terhadap tinggi dan jenis kelamin

- Penurunan berat badan terakhir (persentasi perubahan berat badan)

- Ketebalan lipatan kulit triseps (ukuran persediaan lemak tubuh)

- Lingkar otot lengan tengah atas (ukuran tidak langsung terhadap masa

otot skelet dan cadangan protein)

 Metode biokimia

- albumin serum

- Hitung sel darah

- Jumlah limfatik

- Tes urine 24 jam

- Kreatinin: indeks tinggi

- Eksresi nitrogen (digabungkan dengan ukuran yang akurat dari

masukan diet nitrogen)

- Pemeriksaan klinis

- Riwayat diet saat masuk

2. Nyeri

Nyeri merupakan suatu masalah yang umum dans eringkali dipandang

rendah pada pasien-pasien yang menderita luka. Penatalaksanaan nyeri

yang tidak adekuat dapat menjadi lingkaran setan yang terdiri dari

ketegangan otot, keletihan, ansietas dan depresi yang dapat memperlambat

penyembuhan dengan cara menekan efektifitas system imun (Maier dan

Laudenslager,2014).
Meski tidak diinginkan dan umumnya dpaat dicegah, nyeri akut setelah

bedah mayor setidak-tidaknya mempunyai fungsi fisiologis positif, berperan

sebagai suatu peringata bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk

mencegah trauma lebih lanjut pada daerah tersebut. Nyeri pada trauma

pembedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi dalam durasi yang

terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan alamiah

terhadap jaringan-jaringan yang rusak. Sebagai perbandingan, untuk seorang

pasien yang menderita nyeri kronik, seperti yang berhubungan dengan

karsinoma, atau dengan pasien dengan penyakit vascular perifer berat dan

adanya ulkus iskemik pada ekstremitas inferior, maka fungsi nyeri tidak

begitu banyak membantu dan penyembuhan jaringan mungkin merupakan

sebuah tujuan yang tidak realistis.

Nyeri merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya pada

jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Persepsi klien terhaap nyeri

dipengaruhi oleh factor-faktor seperti makna nyeri itu sendiri bagi mereka

(Waugh, 2016), yang selanjutnya juga dipengaruhi oleh factor-faktor social

budaya, factor kepribadian dan status psikolopgis saat ini. Pasien dengan

nyeri kanker dihadapkan pada kemungkinan ancaman kematian.

Ketidakpastian, ketakutan, keletihan dan depresi yang dapat menyertai

penyakit terminal, dapat mengurangi ambang nyeri pasien, menambah nyeri

yang dirasakan dan meningkatkan kebutuhan akan analgesia (Bond, 2015).

Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri merupakan suatu hal yang

kompleks dan tidak dapat dipisahkan dari kurangnya pegukuran nyeri yang
absolute dan obyektif sehingga mengakibatkan pengkajian nyeri menjadi

sangatsulit.

Metode yang lebih canggih untuk mengkaji dan mendokumentasikan nyeri

serta factor-faktor yang dapat meringankan nyeri tersebut, sangat cocok

untuk pasien yang menderita nyeri akibat luka kronis yang tidak mudah

ditangani.

3. Faktor-faktor Psikososial

Faktor positif

- Pengetahuan yang baik tentang penyakit/ kondisi sakit

- Partisipasi aktif dalam pengobatan

- Hubungan yang baik dengan petugas

- Metode koping yang fleksibel

- Hubungan social suportif yang baik

- Orientasi positif terhadap pengobatan dan rehabilitasi dari anggota tim

perawatan kesehatan

Faktor negative

- Tidak bersedia atau tidak mampu mengetahui tentang kondisi / penyakit

- Rasa kurang percaya dan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam

pengobatan

- Hubungan yang buruk dengan petugas

- Ketergantungan pasif, penolakan persisten, atau disposisi emosi tinggi

- Hubungan keluarga yang buruk, hidup sendiri

- Perilaku negative dari petugas terhadap pengobatan dan penyembuhan


- Tambahan tekanan hidup saat ini missal: kematian, perpisahan,

kehilangan pekerjaan

4. Mengkaji penyebab luka

Mengkaji penyebab langsung dari luka dan bila memungkinkan segala

patofisiologi yang mendasari merupakan persyaratan dalam merencanakan

perawatan yang tepat dan juga untuk mencegah kekambuhan luka dalam

jangka panjang.

5. Pengkajian luka lokal dan identifikasi malalah, Setelah mengkaji pasien

secara keseluruhan, penyebab langsung dari luka dan semua patofisiologi

yang mendasarinya, sangatlah penting bagi perawat untuk melakukan

pengkajian yang akurat terhadap uka itu sendiri, dengan maksud untuk

mengidentifikasi semua factor-faktor local yang dapat memperlambat

penyembuhan seperti jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan, infeksi

ataupun eksudat yang berlebihan. Pengkajian luka yang akurat dan terus

meneurs sangatlah penting untuk merencanakan penatalaksanaan local luka

yang adekuat dan untuk mengevaluasi efektivitasnya. Hal tersebut juga

penting untuk dilakukan agar dapat mengenali kapan penyembuhan

berkembang baik, dengan mampu mengenali jaringan granulasi dan

epitelialisasi yang sehat.

6. Mengkaji Konsekuensi luka

Penyebab luka berpengaruh langsung terhadap perasaan pasien tentang luka

itu sendiri dan mungkin juga tentang konsekuensi fisik, social dan akibat

emosional.
Konsekuensi dari luka dapat digolongkan ke dalam:

- Konsekuensi fisik: kehilangan fungsi, jaringan parut dan nyeri kronik

- Konsekuensi emosional: perubahan citra tubuh, masalah dalam hubungan

social, masalah seksual

- Konsekuensi social: gagal dalam melaksanakan peran social tertentu

seperti pekerjaan atau adanya pembatasan aktivitas dalam peran tersebut.

Sifat dari masalah tersebut tidak hanya berhubungan dengan tipe luka

dan tempat luka tetapi juga berhubungan dengan tingkat dukungan social

seseorang, kemandirian ekonomi, kepribadian dan filosofi pribadi.

Rehabilitasi pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang, baik

rehabilitasi fisik maupun psikologis, memerlukan perencanaan dan

sensitivitas. Konseling yang simpatik dengan mengikutsertakan pasien

dan keluargnya merupakan satu bagian integral perawatan pasien sejak

awal dan dimulai dengan mengkaji pengetahuan pasien, kemampuan

kognitif dan kebutuhannya.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen biologis

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan lemah

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi

4. Resiko Infeksi

5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


DAFTAR PUSTAKA

Arif, mansjoer(2015). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.

Doenges (2014). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

Fitzpatrick. (2017). Clinical Dermatology hal 603-612.5th ed.

Fitzpatrick. (2015). Dermatology in general medicine hal 1893.6th ed.

http://www.emedicine.com/EMERG/topic88.htm

Price, Sylvia (2013). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:

EGC

Prof.Dr.dr.R.S.Siregar,Sp.KK. (2017). Saripati penyakit kulit hal 59.2nd ed.

Anda mungkin juga menyukai