Untuk memperluas jaringan pemasaran atau meningkatkan omzet penjualan, suatu perusahaan
dapat membentuk agen penjualan atau kantor cabang (branch office). Perusahaan yang
memiliki kantor cabang disebut Kantor Pusat (home office).
Dibandingkan dengan agen penjualan, kantor cabang memiliki otonomi yang lebih luas
dan beroperasi sebagaimana perusahaan pada umumnya, yaitu menerima dan menyimpan
barang dagangan dari kantor pusat, melakukan pemasaran dan penjualan, memberikan
persetujuan kredit kepada pelanggan, melakukan pengumpulan piutang, dan mengirimkan
uang hasil penjualan ke kantor pusat. Agen penjualan pada umumnya hanya memasarkan
produk dari suatu perusahaan tertentu menggunakan sampel produk. Bab ini hanya membahas
akuntansi untuk hubungan kantor pusat dan kantor cabang.
Akuntansi hubungan kantor pusat dan kantor cabang dapat didasarkan pada sistem sentralisasi
dan desentralisasi. Pada sistem sentralisasi, transaksi antarkantor (kantor pusat dan kantor
cabang) hanya dicatat pada buku kantor pusat, sedangkan pada sistem desentraliasi, transaksi
yang terjadi antarkantor dicatat pada buku kantor pusat dan kantor cabang. Oleh karena itu,
ketika kantor pusat membuka kantor cabang, maka kedua pihak harus membuka akun
antarperusahaan (intercompany accounts) yaitu akun Kantor Cabang pada buku kantor pusat dan
akun Kantor Pusat pada buku kantor cabang. Kedua akun ini (akun Kantor Cabang dan akun
Kantor Pusat) digunakan untuk mengakomodasi transaksi-transaksi antarkantor dan keduanya
merupakan akun resiprokal. Artinya pendebitan pada akun Kantor Cabang akan diimbangi dengan
pengkreditan pada akun Kantor Pusat dengan jumlah nilai nominal yang sama. Demikian
pula sebaliknya.
Sifat dari akun Kantor Cabang adalah sama dengan akun Investasi, yaitu didebit ketika
terjadi penambahan dan dikredit ketika terjadi pengurangan. Secara lebih spesifik, akun Kantor
Cabang oleh kantor pusat akan didebit ketika kantor pusat mentransfer aset (kas, barang
dagangan, aset tetap, dan aset lainnya) ke kantor cabang atau ketika kantor cabang melaporkan
laba bersih kepada kantor pusat. Sebaliknya, akun Kantor Cabang akan dikredit ketika kantor
pusat menerima transfer aset dari kantor cabang atau ketika kantor cabang melaporkan rugi
bersih kepada kantor pusat.
Sifat dari akun Kantor Pusat adalah sama dengan akun Modal, yaitu dikredit ketika
terjadi penambahan dan didebit ketika terjadi pengurangan. Akun Kantor Pusat oleh kantor
cabang akan dikredit ketika kantor cabang menerima transfer aset dari kantor pusat atau ketika
kantor cabang memperoleh laba bersih. Sebaliknya, akun Kantor Pusat akan didebit ketika
kantor cabang mentransfer aset ke kantor pusat atau ketika kantor cabang mengalami
kerugian. Lihat Peraga 1.1 berikut ini.
Peraga 1.1: Hubungan Akun Kantor Cabang dan Akun Kantor Pusat
Berdasarkan Peraga 1.1, sebagai ilustrasi, jika kantor pusat mentransfer kas ke kantor
cabang, maka kantor pusat mecatat Kantor Cabang (debit) dan Kas (kredit), kantor cabang
mencatat Kas (debit) dan Kantor Pusat (kredit). Ketika kantor cabang melaporkan laba bersih
kepada kantor pusat, kantor pusat mencatat Kantor Cabang (debit) dan Laba dari Kantor
Cabang (kredit), kantor cabang mencatat Ikhtisar Laba Rugi (debit) dan Kantor Pusat (kredit).
Kantor cabang dibentuk sebagai kepanjangan tangan kantor pusat dalam memasarkan dan
menjualkan barang dagangan milik kantor pusat. Oleh karena itu, barang dagangan yang terdapat
di kantor cabang pada umumnya berasal dari kiriman kantor pusat. Namun demikian, tidak
menutup kemungkinan kantor pusat memberi wewenang kepada kantor cabang untuk membeli
barang dagangan dari pihak luar (pihak independen). Transaksi pembelian barang dagangan yang
dilakukan kantor cabang kepada pihak eksternal dicatat sebagaimana perusahaan membeli
barang dagangan, yaitu mendebit akun Pembelian jika kantor cabang menggunakan sistem
sediaan periodik atau akun Sediaan jika kantor cabang menggunakan sistem sediaan
perpetual.
Pengiriman barang dagangan dari kantor pusat ke kantor cabang dapat difaktur sesuai
kosnya atau lebih tinggi dari kosnya (misalnya kos ditambah markup). Berikut ini uraian untuk
kedua kemungkinan tersebut.
Barang Dagangan Difaktur Sesuai Kos. Jurnal untuk mencatat pengiriman barang
dagangan ke kantor cabang yang difaktur sesuai kos tergantung pada apakah perusahaan
menggunakan sistem sediaan periodik atau perpetual. Sebagai ilustrasi, misalnya kantor pusat
mengirim barang dagangan ke kantor cabang dengan kos Rp5.000, maka jurnal untuk mencatat
transaksi ini adalah sebagai berikut.
Pada kasus tersebut, transfer aset dari kantor pusat ke kantor cabang berupa barang dagangan
meningkatkan pertanggungjawaban kantor cabang kepada kantor pusat. Selain itu, transaksi
tersebut tidak mempengaruhi pendapatan, karena bukan transaksi antar pihak-pihak yang
independen, melainkan hanya transfer barang dagangan di dalam perusahaan yang sama.
Apabila sistem sediaan periodik digunakan oleh perusahaan, dua akun resiprokal
tambahan dibuka untuk mencatat transfer barang dagangan, yaitu akun Pengiriman ke Kantor
Cabang pada buku kantor pusat dan akun Pengiriman dari Kantor Pusat pada buku kantor
cabang. Pada laporan laba rugi kantor pusat, saldo akun Pengiriman ke Kantor Cabang
dikurangkan dari jumlah sediaan awal dan pembelian untuk merefleksikan fakta bahwa
pengiriman barang ke kantor cabang mengurangi kos barang tersedia untuk dijual di kantor pusat.
Pada buku kantor cabang, akun Pengiriman dari Kantor Pusat adalah setara dengan akun
Pembelian. Pembedaan nama akun dilakukan untuk membedakan antara barang dagangan
yang diterima dari kantor pusat dan barang dagangan yang dibeli dari pihak luar. Untuk tujuan
kepraktisan, pada uraian selanjutnya hanya digunakan sistem sediaan periodik.
Kos Pengiriman. Kos pengiriman (kos angkut) yang terjadi dalam pengiriman barang
dagangan dari kantor pusat ke kantor cabang merupakan unsur kos. Secara teori kos angkut harus
ditambahkan ke kos barang dagangan yang dikirim ke kantor cabang. Namun demikian, kos
angkut yang berlebihan akibat inefisiensi harus diperlakukan sebagai biaya. Hanya ongkos
Jurnal penutup
Ikhtisar laba rugi 2.900.000
Kantor Pusat 2.900.000
Barang Dagangan Difaktur di atas Kos. Kantor pusat dapat menerapkan kebijakan
penetapan harga barang dagangan yang dikirim ke kantor cabang pada harga yang berbeda dari
kosnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengamankan laba. Berikut ini contoh kebijakan
penetapan harga barang dagangan yang dikirm ke kantor cabang.
1. Barang dagangan yang dikirim ke kantor cabang ditetapkan sebesar kos ditambah mark-up
sebesar persentase tertentu.
Apapun kebijakan yang dipilih oleh kantor pusat, keuntungan karena mark-up atas barang
dagangan yang dikirim ke kantor cabang belum direalisasi sampai dengan barang dagangan
tersebut dijual oleh kantor cabang. Guna mempermudah akuntansi untuk mark-up dan
mempertahankan kos barang dagangan yang dikirim ke kantor cabang, kantor pusat biasanya
memisahkan laba belum direalisasi dari kos barang dagangan. Sebagai contoh, barang dagangan
dengan kos Rp30.000 dikirim dan difaktur oleh Kantor Pusat ke Kantor Cabang A seharga
Rp36.000 (120% dari kos). Transaksi ini dijurnal sebagai berikut.
Kantor Cabang A akan mengakui pendapatan atas penjualan barang ketika terjadi
penjualan kepada pihak eksternal. Ketika barang-barang kiriman dari kantor pusat telah terjual
kepada pihak eksternal, maka bagian dari laba belum direalisasi yang tercatat pada buku kantor
pusat yang berkaitan dengan barang yang dijual oleh kantor cabang tersebut dianggap telah
diperoleh (direalisasi). Pada umumnya, kantor pusat akan menangguhkan pengakuan laba telah
direalisasi sampai laporan periodik diterima dari kantor cabang.
Sebagai ilustrasi, melanjutkan ilustrasi sebelumnya, pada tahun berjalan Kantor Cabang
A menjual barang dagangan seharga Rp30.000 atas tiga per empat barang dagangan yang
diterima dari kantor pusat. Pada tahun tersebut kantor cabang memperoleh laba bersih
Rp2.000 dan melapor kepada kantor pusat bahwa seperempat dari barang dagangan yang
diperoleh dari kantor pusat masih belum terjual. Atas laporan kantor cabang, kantor pusat akan
mencatat laba bersih dilaporkan oleh kantor cabang dan menyesuaikan Laba Belum Direalisasi
atas Pengiriman ke Kantor Cabang dengan jurnal sebagai berikut.
Menggunakan informasi pada Contoh 1.1, tetapi barang dagangan dengan kos Rp4.000.000
(transaksi no. 2) oleh kantor pusat difaktur Rp5.000.000 (125% dari kosnya). Semua jurnal yang
diperlukan untuk mencatat transaksi tersebut adalah sebagai berikut ini.
Dalam operasi kantor cabang, pada umumnya kantor pusat mempertahankan pencatatan
semua aset tetapnya meskipun aset tetap tersebut ditempatkan di kantor cabang. Untuk tujuan
kontrol, kantor pusat dapat membentuk akun aset tetap individual untuk setiap kantor cabang.
Sebagai contoh, jika kantor pusat membeli peralatan seharga Rp10.000 untuk operasional
kantor cabang Yogyakarta, maka transaksi tersebut dicatat oleh kantor pusat dengan jurnal
sebagai berikut.
Jurnal tersebut tidak mempengaruhi buku kantor cabang, karena peralatan dicatat pada buku
kantor pusat. Jurnal pada buku kantor cabang akan dibuat jika peralatan dibeli oleh kantor
cabang, tetapi dicatat pada buku kantor pusat. Jika peralatan pada contoh sebelumnya dibeli oleh
kantor cabang, maka jurnalnya adalah sebagai berikut.
Contoh Komprehensif
PT Damaris memiliki kantor cabang di kota Yogyakarta. Transaksi pada bulan Juli 2014 adalah sebagai
berikut.
Berdasarkan transaksi tersebut, maka seluruh jurnal pada buku kantor pusat dan kantor cabang
tampak sebagai berikut.
Sebagian kegiatan yang dilakukan di kantor pusat adalah kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas
kantor cabang. Sebagian fasilitas yang ada di kantor pusat juga digunakan untuk kepentingan
kantor cabang. Artinya kantor pusat sangat mungkin harus membayar biaya untuk kemanfaatan
kantor cabang, misalnya biaya asuransi.
Secara teori, biaya asuransi tersebut seharusnya dialokasikan ke kantor cabang agar
laporan laba rugi kantor cabang memperhitungan laba atau rugi secara tepat. Namun demikian,
di dalam praktik terdapat keragaman kebijakan alokasi biaya, yaitu:
1. Kantor pusat mengalokasi biaya ke kantor cabang hanya biaya yang secara langsung
berkaitan dengan operasi kantor cabang, misalnya biaya asuransi dan biaya advertensi.
2. Kantor pusat mengalokasi semua biaya (biaya asuransi, biaya advertensi, biaya gaji eksekutif
kantor pusat, biaya fasilitas, fee audit, biaya bunga, dan sebaginya) ke kantor cabang.
3. Kantor pusat tidak mengalokasi biaya ke kantor cabang dengan pertimbangan kantor
cabang tidak mempunyai kendali atas biaya-biaya tersebut.
Apabila kantor pusat menetapkan kebijakan alokasi biaya ke kantor cabang, maka
kantor cabang harus mampu beroperasi untuk menghasilkan pendapatan yang mampu
menutup bukan hanya seluruh biaya yang terjadi di kantor cabang, tetapi juga termasuk biaya
yang dialokasikan dari kantor pusat. Atas alokasi biaya ke kantor cabang, kantor pusat
membuat jurnal dengan mendebit akun Kantor Cabang dan mengkredit akun biaya-biaya yang
dialokasikan ke kantor cabang. Sebaliknya, kantor cabang mendebit biaya-biaya yang dialokasikan
dari kantor pusat dan mengkredit akun Kantor Pusat. Jurnal tersebut sama analoginya dengan
transaksi kantor pusat mentransfer kas ke kantor cabang, kemudian kas tersebut oleh kantor
cabang digunakan untuk membayar biaya-biaya.
Kondisi ekonomi terkadang memaksa satu kantor cabang untuk mengirimkan barang dagangan
yang sebelumnya diterima dari kantor pusat ke kantor cabang lainnya. Dalam situasi seperti ini,
kantor cabang penerima harus mencatat transaksi pengiriman dari kantor cabang lain seperti
halnya ketika menerima kiriman barang dagangan secara langsung dari kantor pusat. Oleh
karena itu, ongkos angkut yang dibebankan ke kantor cabang penerima adalah sebesar ongkos
angkut jika barang tersebut dikirim langsung dari kantor pusat.
Barang dagangan dengan kos Rp1.000.000 dikirim oleh kantor pusat ke kantor cabang A. Biaya
angkut atas pengiriman tersebut sebesar Rp80.000 dibayar oleh kantor pusat. Selanjutnya,
barang dagangan tersebut —atas perintah kantor pusat— dikirim oleh kantor cabang A ke
kantor cabang B. Biaya angkut barang dagangan ke kantor cabang B sebesar Rp40.000 dibayar
oleh kantor cabang A. Biaya angkut jika barang dagangan tersebut dikirim langsung dari kantor
pusat ke kantor cabang B adalah sebesar Rp100.000.
Hasil akhir dari proses akuntansi di kantor pusat dan kantor cabang adalah laporan keuangan
kantor pusat dan kantor cabang. Mengingat kantor pusat dan kantor cabang merupakan satu
perusahaan (kesatuan bisnis), maka penyajian laporan keuangan secara terpisah tidak cukup
memuat informasi penting tentang kinerja keuangan secara keseluruhan dari kesatuan bisnis
tersebut.
Laporan keuangan gabungan kantor pusat dan kantor cabang diperlukan untuk
merefleksikan pengaruh transaksi dari kesatuan bisnis dengan pihak luar. Oleh karena itu,
pengaruh transaksi antara kantor pusat dan kantor cabang (atau antara kantor cabang dengan
kantor cabang lainnya) harus dieliminasi untuk menghindari lebih saji atau duplikasi
pengukuran dalam akun.
Laporan keuangan gabungan dibuat berdasarkan prinsip substitusi, yaitu aset, liabilitas,
dan akun laba rugi kantor cabang menggantikan akun Kantor Cabang. Hal ini dicapai dalam kertas
kerja (working paper) laporan keuangan gabungan melalui eliminasi akun Kantor Cabang dan
akun Kantor Pusat. Selain itu, selagi ada akun lain yang timbul dari transaksi antarperusahaan,
maka pengaruh dari akun tersebut harus juga dieliminasi. Sebagai contoh, saldo akun resiprokal
Pengiriman ke Kantor Cabang dan Pengiriman dari Kantor Pusat, harus
Kantor Kantor
Nama Akun
Pusat Cabang A
Kas Rp40.000 Rp15.000
Piutang Dagang 22.000 20.000
Sediaan, 1/1/2015 15.000
Kantor Cabang 17.000
Aset Lain-lain 14.000
Pembelian 65.000 9.000
Pengiriman dari KP 12.000
Biaya-biaya 7.000 4.000
Rp180.000 Rp60.000
Liabilitas Rp8.000 Rp12.000
Modal Saham 50.000
Laba Ditahan 10.000
Kantor Pusat 17.000
Penjualan 100.000 31.000
Pengiriman ke KC 12.000
Rp180.000 Rp60.000
Sediaan, 31/12/2015 Rp10.000 Rp4.000
Kertas kerja dibagi ke dalam tiga bagian untuk mengakomodasi penyajian laporan laba
rugi, laporan laba ditahan, dan laporan posisi keuangan (neraca). Peraga 1.2 berikut ini kertas
kerja laporan keuangan gabungan kantor pusat dan kantor cabang A. Pada Peraga 1.2 tampak
akun yang berkaitan dengan kos barang terjual (harga pokok penjualan) disajikan secara terpisah.
Latihan 1
Untuk memperluas jaringan pemasaran, PT Bias di Yogyakarta membentuk kantor cabang (KC)
baru di Semarang setelah sebelumnya membentuk kantor cabang di Solo. Kebijakan
perusahaan menetapkan, ‘Seluruh aset tetap untuk operasional kantor cabang harus dibeli oleh
kantor pusat, tetapi pembukuannya diselenggarakan oleh masing-masing kantor cabang yang
memanfaatkannya.’ Berikut ini transaksi yang terjadi selama tahun 2013.
Instruksi:
Buatlah jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi di atas, baik pada buku Bias maupun
KC - Semarang. Perusahaan menggunakan sistem sediaan periodik.
Latihan 2
Tanggal 2 Januari 2013, Kantor Pusat (KP) mengirim barang dagangan dengan kos Rp1.000.000
ke Kantor Cabang (KC) A. Biaya angkut atas pengiriman barang tersebut Rp80.000 dan telah
dibayar oleh KP. Atas perintah KP, pada tanggal 10 Januari 2013, KC A mengirim seluruh barang
dagangan yang diterima dari KP ke KC B. Atas pengiriman barang tersebut KC A membayar
biaya angkut Rp40.000. Biaya angkut jika barang dagangan dikirim langsung dari KP ke KC B
adalah Rp100.000.
Latihan 3
PT Jaya yang berkantor pusat di Yogyakarta, mempunyai kantor cabang di Semarang dan di
Magelang. Sebagian transaksi yang terjadi pada kantor cabang Semarang selama tahun 2013
adalah sebagai berikut:
1. Membeli peralatan secara tunai Rp20.000. Umur ekonomis ditaksir 5 tahun tanpa nilai
residu. Metode depresiasi yang digunakan adalah garis lurus.
2. Menerima pengiriman barang dari kantor pusat Rp16.000 (kos) dengan biaya angkut
Rp300.000. Biaya angkut dibayar tunai oleh kantor pusat.
3. Berdasarkan perintah kantor pusat, semua barang yang diterima tersebut ditransfer ke
kantor cabang Magelang dengan biaya angkut Rp180.000. Biaya angkut apabila barang
tersebut dikirim langsung oleh kantor pusat ke kantor cabang Magelang adalah Rp150.000.
Diminta
Apabila PT Jaya membebankan barang yang dikirim ke kantor cabang sebesar 20% di atas kos (120%
dari kos) dan pembukuan aset tetap diselenggarakan oleh kantor pusat, buatlah jurnal yang
diperlukan pada pembukuan kantor pusat, kantor cabang Semarang, dan kantor cabang
Magelang.
Latihan 4
PT Diagonal memiliki kantor cabang di Yogyakarta dan Semarang. Berikut ini sebagian transaksi
pada bulan Mei.
Mei, 10:Barang dagangan dengan kos Rp310.000 dikirim ke kantor cabang Yogyakarta. Barang
tersebut difaktur ke kantor cabang pada harga 140% dari kos. Biaya angkut Rp1.400
dibayar oleh Diagonal.
12: Barang dagangan dengan kos Rp225.000 dikirim ke kantor cabang Semarang. Barang
tersebut difaktur ke kantor cabang pada harga 125% dari kos. Biaya angkut Rp1.200
dibayar oleh Diagonal.
18: Sesuai perintah kantor pusat, kantor cabang Yogyakarta mengirim seluruh barang
(tanggal kirim dari kantor pusat 10 Mei) ke kantor cabang Semarang. Biaya angkut ke
kantor cabang Semarang Rp200, dibayar oleh kantor cabang Yogyakarta. Biaya angkut
jika barang tersebut dikirim langsung dari kantor pusat ke kantor cabang Semarang
adalah Rp1.300.
Diminta:
Jurnallah seluruh transaksi di atas pada buku PT Diagonal dan kantor cabangnya.