Anda di halaman 1dari 15

Contents

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................ 3
A.Pengertian sistem ekonomi Islam ............................................................................................................ 4
B.Konsep sistem ekonomi islam .................................................................................................................. 4
C.Pemberdayaan zakat dalam ekonomi dan kesejah teraan umat ............................................................ 5
D.Manajemen zakat infaq shodaqoh wakaf dalam kehidupan umat ........................................................ 8
Bagaimana Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil) ? .................................................. 8
Persyaratan Pengelola Lembaga Zakat (Amil) ...................................................................................... 10
Manajemen Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf ...................................................................................... 11
Prinsip-Prinsip Pengelolaan Zakat .......................................................................................................... 13
Pola Manajemen Zakat ........................................................................................................................... 14
Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat professional dan produktif ................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 15

1
PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Dunia telah mengalami polarisasi dari dua kekuatan sistem ekonomi, ditandai dengan
adanya dua negara adidaya sebagai representasi dari dua sistem ekonomi tersebut, Amerika dan
Sekutu Eropa Baratnya merupakan bagian kekuatan dari Sistem Ekonomi Kapitalis, sedangkan
Sistem Ekonomi Sosialis diwakili oleh Uni Soviet dan Eropa Timur serta negara China dan
Indochina seperti Vietnam dan Kamboja. Dua Sistem Ekonomi ini lahir dari dua muara Ideologi
yang berbeda sehingga Persaingan dua Sistem Ekonomi tersebut, hakikatnya merupakan
pertentangan dua ideologi politik dan pembangunan ekonomi. Posisi negara Muslim setelah
berakhirnya Perang Dunia ke-2 menjadi objek tarik menarik dua kekuatan ideologi tersebut, hal
ini disebabkan tidak adanya Visi rekonstruksi pembangunan ekonomi yang dimiliki para
pemimpin negara muslim dari sumber Islami orisinil pasca kemerdekaan sebagai akibat dari
pengaruh penjajahan dan kolonialisme barat.
Dalam perjalanannya dua Sistem Ekonomi tersebut jatuh bangun, Sistem Kapitalis –
yang berorientasi pada pasar – sempat hilang pamornya setelah terjadi Hyper Inflation di Eropa
tahun 1923 dan masa resesi 1929 – 1933 di Amerika Serikat dan negara Eropa lainnya. Sistem
Kapitalis dianggap gagal dalam menciptakn kesejahteraan masyarakat dunia akibat dampak
sistem yang di kembangkannya.[1]
Momentum ini digunakan oleh Keynesian untuk menerapkan Sistem Ekonomi Alternatif – yang
telah berkembang ideologinya- dipelopori oleh Karl mark, sistem ini berupaya menghilangkan
perbedaan pemodal dari kaum baruh dengan Sistem Ekonomi tersentral, dimana negara
memiliki otoritas penuh dalam menjalankan roda perekonomian, tetapi dalam perjalanannya
sistem ini pun tidak dapat mencarikan jalan keluar guna mensejahterakan masyarakat dunia
sehingga pada akhir dasawarsa 1980-an dan awal dekade 1990-an hancurlah Sistem Ekonomi
tersebut ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin dan terpecahnya Negara Uni Soviet menjadi
beberapa bagian.

2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat rahmat allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem
Ekonomi Islam ini dengan baik kepada dosen pendidian agama islam sebagai tugas untuk
memenuhi Tugas mata kuliyah.

Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan sistim ekonomi
islam ini, terutama kepada teman-teman dosen pengampu Universitas negri jember.

Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil karya tulis ini
masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun penulis harapkan dari saudara-saudara yang membaca dan ingin maju. Agar karya
tulis ini lebih sempurna dan semoga ini berguna bagi kita semua, amin.

Jember, 11 September 2019

ACHMAD MAGH ROBI SHOFI

NIM:191910301038

3
A.Pengertian sistem ekonomi Islam

Sistem ekonomi Islam adalah sistem pemenuhan kebutuhan hidup manusia untuk mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran yang didasari pada ajaran-ajaran Islam dalam Al-Qur'an dan
assunnah yang dikembangkan oleh pemikiran manusia.

B.Konsep sistem ekonomi islam

Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif
dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun dalam
hubungan sesama manusia (Hablumminannas). Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu :

Aqidah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan
kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan
berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai
khalifah yang mendapat amanah dari Allah.

Syariah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam
bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah
(hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya.
Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut
ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.

Akhlaq : landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang
muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga
disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan “Tdaklah
sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah”

Cukup banyak tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang antara lain
secara garis besar adalah sebagai berikut :

 Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan sebagai
komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur
ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada adalah bukan harga uang
apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk menukar dengan
barang.
 Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat Alquran tentang pelarangan
riba yang terakhir yaitu surat Al Baqarah ayat 278-279 secara tegas
dinyatakan sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa-sisa riba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu tiada
memperbuatnya ketahuilah ada peperangan dari Allah dan RasulNya terhadapmu dan
jika kamu bertobat maka untukmu polcok-pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan
tidak pula teraniaya.
 Larangan riba juga terdapat dalam ajaran kristen baik perjanjian lama maupun perjanjian
baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman pada orang lain tanpa meminta
bunga sebagai imbalan.
4
 Meskipun masih ada sementara pendapat khususnya di Indonesia yang masih meragukan
apakah bunga bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya telah menjadi
kesepakatan ulama, ahli fikih dan Islamic banker dikalangan dunia Islam yang
menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan.
 Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan
perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan
kerugian bagi masyarakat.
 Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir
orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak
produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai hartayang tidak produktif
akan dikenakan zakat yang lebih besar dibanding jika diproduktifkan. Hal ini juga
dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia dibumi sebagai khalifah
yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung
didalam bumi dan tugas manusia untuk menjadikannya sebesar-besar kemakmuran dan
kesejahteraan manusia.
 Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan waJib dlakukan sehingga tidak
seorangpun tanpa bekerja – yang berarti siap menghadapi resiko – dapat memperoleh
keuntungan atau manfaat(bandingkan dengan perolehan bunga bank dari deposito yang
bersifat tetap dan hampir tanpa resiko).
 Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan
secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun.
 Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang
tidak bersifat tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi
akuntansi dan notaris).

C.Pemberdayaan zakat dalam ekonomi dan kesejah teraan umat

Sebagai salah satu kewajiban pokok, zakat memiliki kedudukan penting dalam Islam. Dalam
Alquran, zakat selalu disebut bersama dengan shalat, tidak kurang di 72 tempat. Inilah dalil yang
dipakai Khalifah Abu Bakar untuk menyatakan perang terhadap Muslim yang memisahkan
keduanya (shalat dan zakat).

Dalam berbagai diskusi sering dikemukakan, zakat dapat menjadi salah satu solusi pengentasan
kemiskinan. Tak kurang dari ulama besar dunia, Syekh Yusuf al-Qardhawi mengemukakan hal
ini, dalam bukunya bertajuk Daur al-Zakah fi `Ilaj al-Musykilat al-Iqtishadiyah wa syuruthi
najahiha. (Peran zakat dalam menanggulangi problem ekonomi dan syarat-syarat
keberhasilannya). (Kairo: Dar al-Syuruq, 2001).

Pemikiran yang sama mengemuka dalam seminar internasional tentang zakat dalam rangka Dies
Natalis ke-49 Universitas Islam As-Syafi`iyah Jakarta, Rabu 29 Oktober lalu. Dalam seminar ini
hadir beberapa pembicara, antara lain, Syekh Thohir Aqil (Arab Saudi), Dr Hasan Abdullah

5
(Sudan), Syekh Syamir (Suriah), Prof Dr Omar al-Zabadani (Qatar). Dari dalam negeri tampil
sebagai pembicara, antara lain, Prof Dawam Rahardjo (UIA), Prof Dr Satori Ismail (UIA), Irfan
Syauqi Bek (Baznas), Naharus Surur (Baznas), Firdaus Djailani (OJK), dan Taufik Mahrus
(BSM).

Semua pembicara kelihatanya sepakat, secara normatif-teologis, zakat memiliki kedudukan yang
sangat penting. Bahkan, diakui ada semacam harapan dan ekspektasi yang sangat tinggi di
kalangan umat Islam bahwa zakat dapat menjadi "obat yang manjur" bagi kemajuan ekonomi
dan kesejahteraan umat. Namun, pertanyaannya, apakah ekspektasi itu realistis? Inilah masalah
yang seolah menjadi perbedabatan tak berkesudahan.

Secara historis-empiris, ekspektasi bahwa zakat bisa menjadi solusi semua persoalan umat,
khususnya dalam memberantas kemiskinan, agaknya masih terlalu jauh dari kenyataan.
Faktanya, potensi zakat kita, menurut hitungan Baznas mencapai Rp 217 triliun. Dalam versi
lain, menurut hitungan Firdaus Djaelani dari OJK, potensi zakat kita bahkan mencapai Rp 250
triliun.

Namun, realisasinya tidak lebih dari Rp 1,3 triliun atau hanya sekitar satu persen. Pertanyaannya,
mengapa ada gap terlalu besar antara potensi dan realisasi? Lalu, bagaimana mengelola zakat
yang sangat potensial itu secara benar dan andal sehingga zakat bisa diberdayagunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan umat.

Persoalan mengenai zakat memang tidak sederhana, malahan sangat kompleks. Paling tidak ada
empat persoalan yang perlu dipecahkan. Pertama, soal kesadaran kaum Muslim membayar zakat.

Diakui, kesadaran kaum Muslim Indonesia dalam membayar zakat masih tergolong rendah,
dibanding dengan Malaysia, misalnya. Di sini, sebagian orang, tidak semua, masih memandang
zakat sebagai kebajikan, bukan kewajiban sehingga karena sukarela, kalau mau, mereka bayar,
kalau tidak mau, mereka tidak membayar pun tidak mengapa.

Belum lagi di negeri kita ada dua kewajiban bagi, zakat dan pajak sekligus. Kewajiban ini oleh
sebagian orang dianggap memberatkan. Celakanya, karena berat, maka ada yang tidak membayar
kedua-duanya.

6
Kedua, terkait dengan harta terkena. Agar lebih produktif dan kontributif bagi kemajuan
ekonomi umat, hal lain yang perlu dilakukan adalah memperluas objek zakat (harta dan
kekayaan yang terkena wajib zakat). Di sini para ulama diminta agar berani melakukan ijtihad
baru dalam menetapkan sebanyak mungkin objek zakat melampaui yang ditetapkan para ulama
pada abad pertengahan.

Menurut al-Qardhawi, ini merupakan kunci sukses zakat yang pertama, yakni memperluas
kaidah penetapan wajibnya zakat (Tausi` qaidah ijab al-zakah) dengan kembali ke dalil umum,
yaitu Alquran. Dalam pandangan al-Qardhawi, Alquran tidak menyebut secara rinci jenis dan
macam objek zakat, tetapi mengemukakannya secara global dengan menggunakan term "amwal"
(harta dan kekayaan) seperti terbaca pada QS al-Taubah [9]: 103 dan al-Dzariyat [51]: 19.

Ketiga, soal manajemen dan pengelolaan zakat yang profesional. Ini terkait dengan tiga pihak,
yaitu amil (orang atau badan yang ditunjuk negara untuk menghimpun dan menyalurkan zakat),
muzakki (wajib zakat), dan mustahiqq (orang yang berhak menerima zakat). Qardhawi
menekankan dua hal penting di sini.

Pertama, petugas negara (amil) yang cakap dan amanah dengan merujuk pada QS al-Qashash
[28]: 26 dan QS Yusuf [12]: 56. Kedua, pengelolaan yang andal dalam arti efektif dan efisien.
Pengelolaan yang profesional ini penting karena akan membangun kepercayaan dari masyarakat.
Kepercayaan itu dibangun oleh tiga hal.

Pertama, kapabilitas (kecakapan) yang biasanya bersumber dari ilmu dan keterampilan. Kedua,
integritas (kejujuran dan karakter). Jujur berarti selalu mengatakan apa yang Anda kerjakan.
Sedangkan karakter bermakna selalu melakukan apa yang Anda katakan. Ketiga, rekam jejak
yang baik.

Masyarakat akan percaya atau memberikan kepercayaan --dengan berbondong-bondong


menyerahkan zakatnya-- manakala lembaga dan institusi pengelola zakat dinilai profesional dan
amanah. Ini tentu menjadi tantangan bagi pengumpul zakat, khususnya Baznas dan lembaga
turunannya.

7
Keempat, soal distribusi dan pendayagunaan zakat. Tidak boleh ada penyimpangan dalam
pendayagunaan zakat. Syekh Syamir, aktivis filantropi Islam asal Suriah berpendapat,
penyaluran zakat harus memperhatikan tujuan utama zakat itu sendiri.

Bagi Syamir, tujuan zakat bukan hanya memberi makan-minum, konsumtif, tetapi mengubah
keadaan si miskin menjadi lebih baik dan bermartabat sesuai kehormatannya sebagai manusia,
makhluk tertinggi dengan citra ketuhanan yang dipilih oleh Allah SWT sebagai pemimpin atau
khalifah di muka bumi (QS al-Baqarah [2]: 30).

Syamir merekomendasikan agar dana zakat lebih banyak digunakan untuk beasiswa bagi para
pelajar Islam, terlebih lagi bagi mereka yang mendalami ilmu-ilmu yang sangat diperlukan bagi
kemajuan Islam, baik yang terkait urusan agama maupun duniawi, sekarang dan mendatang.

D.Manajemen zakat infaq shodaqoh wakaf dalam kehidupan umat

Bagaimana Manajemen Pengelola Zakat dan Lembaga Zakat (Amil) ?


Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam QS. At-Taubah:60
َ‫ضةً ِمن‬
َ ‫سبِي ِل فَ ِري‬
َّ ‫سبِي ِل ّللاِ َواب ِْن ال‬ ِ َ‫ب َو ْالغ‬
َ ‫ار ِمينَ َوفِي‬ ِ ‫املِينَ َعلَ ْي َها َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة قُلُوبُ ُه ْم َوفِي‬
ِ ‫الرقَا‬ ِ َ‫ين َو ْالع‬ َ ‫صدَقَاتُ ِل ْلفُقَ َراء َو ْال َم‬
ِ ‫سا ِك‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬
‫ّللاِ َوّللاُ َع ِلي ٌم َح ِكي ٌم‬
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-
pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk

mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [18]
Juga dalam firman Allah SWT QS. At-Taubah:103

َ ُ‫سك ٌَن لَّ ُه ْم َوّللا‬


‫س ِمي ٌع َع ِلي ٌم‬ َ ‫ص ِل َعلَ ْي ِه ْم إِ َّن‬
َ َ‫صالَتَك‬ َ ُ ‫صدَقَةً ت‬
َ ‫ط ِه ُر ُه ْم َوتُزَ ِكي ِهم ِب َها َو‬ َ ‫ُخذْ ِم ْن أ َ ْم َوا ِل ِه ْم‬

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dalam surah At-taubah :60 dikemukakan bahwa salah satu golongan yang berhak
menerima zakat adalah orang yang bertugas mengurus zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan
dalam surah At-taubah:103 bahwa zakat itu diambil dari orang-orang yang berkewajiban untuk
berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).
Yang mengambil dan menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil). Imam Qurtubi
menafsirkan surah At-Taubah : 60 menyatakan bahwa amil itu adalah orang yang ditugaskan

8
oleh imam atau pemerintah untuk mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat
yang
diambilnya dari muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya. Karena
itu Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seorang dari suku Asad yang bernama ibnu lutaibah
untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim.
begitupula dengan Muas bin Jabal yang ditugaskan di negeri Yaman sebagai da’i juga sebagai
pengurus Zakat.. demikian pula yang dilakukan oleh para khulafaur rasyidin sesudahnya.
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat memiliki beberapa keuntungan antara lain:
Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat. Kedua, untuk
menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima
zakat dari para muzakki. Ketiga , untuk mencapai efisiensi dan efektifitas serta sasaran yang tepat
dalam penggunaan harta zakat menurut skala proritas yang ada pada suatu tempat. Keempat,
untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang
Islami. Kelima, untuk memudahkan kordinasi dan konsolidasi data muzakki dan
mustahiq. Keenam, untuk memudahkan pelaporan dan pertanggungjawaban ke publik. Ketujuh,
agar pengelolaaannya dapat dikelola secara professional (pen). Sebaliknya jika zakat diserahkan
langsung dari muzakki ke mustahik, meskipun secara hukum syar’i adalah sah, akan tetapi
disamping akan terabaikannya hal-hal tersebut diatas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama
yang berkaitan dengan pemerataan dan kesejahteraan ummat, akan sulit diwujudkan.
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan
Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D. D/291 tahun
2000 tentang Pedoman Tehnis Pengelolaan Zakat. Dalam Undang-Undang ini masih banyak
kekurangan terutama tidak adanya sangsi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya tidak
membayar zakat, tetapi Undang-Undang ini mendorong upaya untuk pembentukan lembaga
pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
Dalam Undang-Undang ini dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan
tuntunan agama
2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan masyarakat
dan keadilan sosial
3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat
Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dikemukakan bahwa organisasi pengelola
zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Selanjutnya bahwa setiap pengelola zakat karena kelalaiannya tidak mencatat dengan tidak benar
tentang zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kaffarat sebagaimana yang dimaksud

9
dalam pasal 8 pasal 12 dan pasal 11 Undang-Undang tersebut, diancam dengan hukuman
kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000.

Persyaratan Pengelola Lembaga Zakat (Amil)

DR. Yusuf Qardawi dalam bukunya, Fiqh Zakat menyatakan bahwa seseorang yang
ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
Pertama; Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk
rukun Islam (rukun islam ketiga), karena itu seharusnya apabila urusan penting kaum muslimin
diurtus oleh sesama muslim
Kedua, Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima
tanggungjawab mengurus urusan umat.
Ketiga, memilki sifat amanah dan jujur. Sifat ini penting untuk menjaga kepercayaan umat.
Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat,
jika memang lembaga ini patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk
transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala
dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah Islam. Sifat amanah dan
professional ini dikisahkan tentang Nabi Yusuf as yang mendapatkan kepercayaan sebagai
bendaharawan negeri Mesir, yang saat itu dilanda paceklik berhasil membangun kembali
kesejahteraan masyarakat karena kemampuannya menjaga amanah. Firman Allah SWT QS.
Yusuf:55

ِ ‫قَا َل اجْ عَ ْلنِي َعلَى خَزَ آئِ ِن األ َ ْر‬


ٌ ‫ض إِنِي َح ِفي‬
‫ظ َع ِلي ٌم‬

Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".

Keempat; mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu


melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat
Kelima; memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan
jujur merupakan syarat yang penting akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam
melaksanakan tugas
Keenam; motivasi dan kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang
baik adalah amil zakat yang fuul time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak
pula sambilan
Ketujuh, syarat yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis memiliki kemampuan analisis
perhitungan zakat, manajemen, IT dan metode pemanfataan dan pemberdayaan zakat.

10
Kedelapan, peningkatan capacity building amil sehingga bisa berkopetisi setiap momen dan
priode tertentu (pen.)

Manajemen Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf


Seiring dengan perintah Allah kepada umat Islam untuk membayarkan zakat, Islam
mengatur dengan tegas dan jelas tentang pengelolaan harta zakat. Manajemen zakat yang
ditawarkan oleh Islam dapat memberikan kepastian keberhasilan dana zakat sebagai dana umat
Islam. Hal itu terlihat dalam Al-Qur’an bahwa Allah memerintahkan Rasul SAW untuk
memungut zakat (QS. At-Taubah: 103). Di samping itu, surat At-Taubah ayat 60 dengan tegas
dan jelas mengemukakan tentang yang berhak mendapatkan dana hasil zakat yang dikenal
dengan kelompok delapan asnaf. Dari kedua ayat tersebut di atas, jelas bahwa pengelolaan zakat,
mulai dari memungut, menyimpan, dan tugas mendistribusikan harta zakat berada di bawah
wewenang Rasul dan dalam konteks sekarang, zakat dikelola oleh pemerintah. Dalam
operasional zakat, Rasul SAW telah mendelegasikan tugas tersebut dengan menunjuk amil zakat.
Penunjukan amil memberikan pemahaman bahwa zakat bukan diurus oleh orang perorangan,
tetapi dikelola secara profesional dan terorganisir. Amil yang mempunyai tanggungjawab
terhadap tugasnya, memungut, menyimpan, dan mendistribusikan harta zakat kepada orang yang
berhak menerimanya. Pada masa Rasul SAW, beliau mengangkat beberapa sahabat
sebagai amil zakat. Aturan dalam At-Taubah ayat 103 dan tindakan Rasul saw tersebut
mengandung makna bahwa harta zakat dikelola oleh pemerintah. Apalagi dalam Surat At-
Taubah ayat 60, terdapat kata amil sebagai salah satu penerima zakat. Berdasarkan ketentuan dan
bukti sejarah, dalam konteks kekinian, amil tersebut dapat berbentuk yayasan atau Badan Amil
Zakat yang mendapatkan legalisasi dari pemerintah. Akhir-akhir ini di Indonesia, selain ada
Lembaga Amil Zakat yang telah dibentuk pemerintah berupa BAZ mulai dari tingkat pusat
sampai tingkat kelurahan, juga ada lembaga atau yayasan lain seperti Dompet Dhuafa di Jakarta,
Yayasan Dana Sosial Al-Falah di Surabaya, Yayasan Daarut Tauhid di Bandung, dan Yayasan
Amil Zakat di Lampung. Bahkan sebagian yayasan tersebut sudah dapat menggalang dana umat
secara profesional dengan nominal yang sangat besar. Dan pendayagunaan zakat sudah
diarahkan untuk pemberian modal kerja, penanggulangan korban bencana, dan pembangunan
fasilitas umum umat Islam. Apalagi dengan situasi dan kondisi sekarang banyak sekali lembaga
atau yayasan yang peduli terhadap masalah-masalah ketidakberdayaan dan ketidakmampuan
umat Islam. Ada beberapa program yang diperuntukkan juga bagi umat Islam yang tidak mampu
seperti advokasi kebijakan publik, HAM, bantuan hukum, pemberdayaan perempuan. Semua
program tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit, sementara itu pendanaannya tidak
mungkin dibebankan kepada mereka. Berdasarkan kenyataan tersebut, muncul pertanyaan
apakah dana dari zakat dapat digunakan untuk pelaksanaan pro-gram yayasan atau badan yang
mengurus kepentingan umat Islam yang tak mampu secara finansial, akses, ataupun

11
pengetahuan. Mereka dengan segala keterbatasannya juga harus dibantu. Program tersebut pun
memerlukan dana operasional, bahkan mereka yang membantu pun perlu dana. Pada satu sisi,
penerima zakat telah ditetapkan secara tegas dan jelas, yang sebagian orang memahami tidak
mungkin keluar dari aturan tersebut.
Apabila asnaf yang ditetapkan dalam surat At-Taubah ayat 60 tersebut dipahami secara tekstual,
ada asnaf yang tidak dapat diaplikasikan sekarang, yaitu riqab. Riqab adalah budak Muslim yang
telah dijanjikan untuk merdeka kalau ia telah membeli dirinya. Begitu juga dengan fuqara’,
masakin, dan gharimin. Pemahaman tekstual akan menyebabkan tujuan zakat tidak tercapai,
karena pemberian dana zakat kepada yang bersangkutan sifatnya hanya charity. Masalah krisis
ekonomi yang dihadapi sebagian umat Islam yang memerlukan bukan hanya bagaimana
kebutuhan dasarnya terpenuhi. Akan tetapi bagaimana mengatasi krisis tersebut dengan
mengatasi penyebab munculnya krisis. Dengan demikian, untuk pencapaian tujuan zakat dan
hikmah pewajiban zakat, maka pemahaman kontekstual dan komprehensif terhadap
delapan asnaf penerima zakat perlu dilakukan, sehingga kelompok yang berhak mendapatkan
dana zakat dapat menerima haknya.
Manajemen zakat yang baik adalah suatu keniscayaan. Dalam Undang-Undang (UU) No.38
Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat”. Agar LPZ dapat berdaya guna, maka pengelolaan atau manajemennya
harus berjalan dengan baik.
Kualitas manajemen suatu organisasi pengelola zakat (Widodo, 2003) harus dapat diukur. Untuk
itu, ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan sebagai alat ukurnya. Pertama, amanah. Sifat
amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat
ini, hancurlah semua sistem yang dibangun. Kedua, sikap profesional. Sifat amanah belumlah
cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Ketiga, transparan. Dengan
transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena
tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi juga akan melibatkan pihak eksternal.
Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat
diminimalisasi.
Ketiga kata kunci ini dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsip-prinsip
operasionalnya. Prinsip-prinsip operasionalisasi LPZ antara lain. Pertama, kita harus melihat
aspek kelembagaan. Dari aspek kelembagaan, sebuah LPZ seharusnya memperhatikan berbagai
faktor, yaitu : visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan struktur
organisasi, dan aliansi strategis.
Kedua, aspek sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga.
Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk

12
itu perlu diperhatikan faktor perubahan paradigma bahwa amil zakat adalah sebuah profesi
dengan kualifikasi SDM yang khusus.
Ketiga, aspek sistem pengelolaan. LPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsur-
unsur yang harus diperhatikan adalah : LPZ harus memiliki sistem, prosedur dan aturan yang
jelas, memakai IT, manajemen terbuka; mempunyai activity plan; mempunyai lending commite;
memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan; diaudit; publikasi; perbaikan terus
menerus.
Setelah prinsip-prinsip operasional kita pahami, kita melangkah lebih jauh untuk mengetahui
bagaimana agar pengelolaan zakat dapat berjalan optimal. Untuk itu, perlu dilakukan sinergi
dengan berbagai stakeholder. Pertama, para pembayar zakat (muzakki). Jika LPZ ingin eksis,
maka ia harus mampu membangun kepercayaan para muzakki. Banyak cara yang bisa digunakan
untuk mencapainya, antara lain: memberikan progress report berkala, mengundang muzakki ke
tempat mustahik, selalu menjalin komunikasi melalui media cetak, silaturahmi, dan lain-
lain. Kedua, para amil. Amil adalah faktor kunci keberhasilan LPZ. Untuk itu, LPZ harus mampu
merekrut para amil yang amanah dan profesional.

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Zakat


Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan
ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara
terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya
senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat Islam yang menyerahkan harta zakatnya
tanpa ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan. Meskipun
pada dasarnya ummat Islam yang enggan membayar zakat harus mendapat sangsi sesuai perintah
Allah.
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
4. Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleh mereka yang ahli
dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5.Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari prinsip
prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.

13
Pola Manajemen Zakat
Secara Umum Pengelolaan Zakat diupayakan dapat menggunakan fungsi-fungsi manajemen
modern yang meliputi; Perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan dan pengarahan serta
pengawasan.
Perencanaan meliputi; merumuskan rancang bangun organisasi, perencanaan program kerja yang
terdiri dari: penghimpunan (fundraising), pengelolaan dan pendayagunaan. Pengorganisasian
meliputi; kordinasi, tugas dan wewenang, penyusunan personalia, perencanaan personalia dan
recruiting. Pelaksanaan dan pengarahan terdiri dari; pemberian motivasi, komunikasi, model
galkepemimpinan, dan pemberian reward dan sangsi. Sedangkan pengawasan meliputi; Tujuan
pengawasan, tipe pengawasan, tahap pengawasan serta kedudukan pengawas.

Pengelolaan zakat dan Pengalokasian zakat professional dan produktif


Dalam literature zakat, baik literature klasik maupun modern, selalu ditemukan bahwa
pengumpulan zakat adalah kewajiban pemerintah di negara Islam. Penguasa berkewajiban
memaksa warga Negara yang beragama Islam dan mampu memabayar zakat atas harta
kekayaannya yang telah mencapai haul dan nisab. Kewajiban membayar zakat ini diikuti dengan
penerapan dan pelaksanaan pengelolaan zakat yang professional. Ketidakberhasilan ini
disebabkan karena persoalan manajemen kelembagaannya. Olehnya itu perlunya penerapan
prinsip-prinsip manajemen secara professional. Salah satu model pendayagunaan zakat dengan
sistem Surplus zakat Budged Yaitu zakat diserahkan muzakki kepada Amil, dana yang dikelola
akan diberikan kepada mustahiq dalam bentuk uang tunai dan sertifikat. Dana yang diwujudkan
dalam bentuk sertifikat harus dibicarakan dan mendapat izin dari mustahiq yang menrimanya.
Dana dalam bentuk uang cash akan digunakan sebagai pembiayaan pada perusahaan, dengan
harapan perusahaan tersebut akan berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat
ekonomi lemah termasuk mustahiq. Disamping itu perusahaan akan memberikan bagi hasil
kepada mustahiq yang memiliki sertifikat pada perusahaan tersebut. Dari bagi hasil yang
diterima mustahiq tersebut jika telah mencapai nishab dan haulnya diharapkan mustahiq tersebut
dapat membayar zakat atau memberikan sadaqah. Tugas amil adalah membentu mustahiq dalam
mengelola dana zakat dan selalu memberi pengarahanatau motivasi serta pembinaan sampai
mustahiq dapat memanfaatkan dana yang dimiliki dengan baik.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://konsultanekonomi.blogspot.com/2012/05/manajemen-pengelolaan-zakat-infaq.html

https://republika.co.id/berita/koran/opini-koran/14/11/06/nelvgf12-zakat-dan-pemberdayaan-
umat

https://www.hestanto.web.id/konsep-dasar-ekonomi-islam/

https://www.google.com/search?safe=strict&hl=in&sxsrf=ACYBGNRSje6zzzYrlpp9LAPXc
epOrIDYrA%3A1568176706269&ei=Qnp4XYe1C5nA3LUPxOGMmAc&q=sistem+ekono
mi+dalam+islamt&oq=sistem+ekonomi+dalam+islamt&gs_l=psy-
ab.3..35i304i39l2j0i13l2j0i13i30l2j0i13i5i30l4.442657.445935..448514...0.2..0.197.2817.1j2
1......0....1..gws-wiz.......0i71j0i8i30j33i21.r3P5fkFAzO4&ved=0ahUKEwiH3pG8-
cfkAhUZILcAHcQwA3MQ4dUDCAs&uact=5

15

Anda mungkin juga menyukai